Home / Romansa / Dosen Dingin itu Ayah Anakku / 6. Demi si Buah Hati.

Share

6. Demi si Buah Hati.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Saya memang menunggu di depan, Bang. Abang yang kelewatan jalannya. Coba Abang berbalik." 

Iwas terdiam sejenak. Ia mempersiapkan diri untuk bertemu kembali dengan penyebab utama kehancuran keluarganya. Bukan hal mudah baginya bertemu kembali dengan Gayatri. Tatkala Iwas berbalik, ia tertegun. Bayangannya akan sosok Gayatri yang glamour sangat jauh dari ekspektasinya. Sebelum bertemu dengan Gayatri, ia sempat mengintip Medsosnya. Sedikit banyak ia ingin tahu kehidupan Gayatri sekarang. 

Di media sosial Gayatri, ia hanya menemukan dua photo Gayatri pada moment gathering dengan client-clientnya. Yang lainnya adalah postingan promosi-promosi hotel. Gayatri terlihat bagai sosialita papan atas di sana. Glamour dengan barang-barang branded dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

Sementara Gayatri saat ini bernampilan ala karyawati magang dengan kemeja putih kusut dan celana bahan hitam. Rambutnya diikat buntut kuda dengan anak-anak rambut yang mencuat di sana sini. Gayatri mirip dengan karyawati magang galau yang kekurangan gaji.

"Maaf kalau penampilan kucel saya ini membuat Abang tidak mengenali saya lagi. Saya memang berangkat terburu-buru sehingga saya tidak sempat--"

"Cukup." Iwas mengangkat sebelah tangannya.

"Saya ke sini karena ingin melihat anak kita. Saya tidak punya waktu untuk mendengarkan segala cerita tentangmu."

Iwas masih seketus dulu. Pastinya juga masih sangat membencinya.

"Lewat sini, Bang." Gayatri tidak lagi berbasa-basi. Kalau Iwas memang tidak ingin berinteraksi yang tidak perlu dengannya, ia akan mengikuti. Pokoknya asal Zana selamat, ia mengalah saja.

"Aduh!" Gayatri nyaris terjungkal karena tersandung sudut kursi ruang tunggu. Iwas berjalan sangat cepat sehingga ia harus sedikit berlari untuk mengimbangi. Untungnya Iwas dengan sigap menahan bahunya.

"Hati-hati. Sepuluh tahun sudah berlalu. Tapi sikap gegabahmu tidak juga berubah!" cela Iwas. 

"Maaf, saya tidak sengaja. Abang jalannya cepat se--"

"Sudah saya bilang. Saya tidak tertarik mendengar apapun tentangmu!" tandas Iwas sambil melepaskan bahu Gayatri seolah jijik. Gayatri tidak mengatakan apapun lagi. Ia melanjutkan langkah sambil menunduk. Ia malu pada pengunjung rumah sakit lainnya. Iwas tadi membentaknya dengan suara yang cukup keras. Kalau saja Gayatri tidak memikirkan keselamatan Zana, ia pasti sudah balik membentak Iwas.

"Jangan memarahi istrimu di depan umum begini ya, Nak?" Seorang ibu paruh baya berkerudung putih menegur Iwas lembut. 

"Dari tadi Ibu perhatikan istrimu ini tampak sedih saat berbicara di telepon. Istrimu juga bolak balik melihat ke depan. Mungkin menunggu kehadiranmu. Jangan melukai hati seorang istri ya, Nak? Kalau pun kamu kesal karena menganggap istrimu terlalu banyak bicara, sesungguhnya ia hanya ingin diperhatikan. Elusan tanganmu saja pun sebenarnya sudah cukup membuat mereka merasa disayang. Ibu mengatakan semua ini karena Ibu juga seorang istri."

Mendengar nasehat Ibu berkerudung putih, mata  Gayatri mendadak berembun. Ibu ini mewakili perasaannya hatinya saat ini. Setelah bingung memikirkan masalah hotel, kini ia dibentak dan terus disindir-sindir Iwas. Gayatri merasa sangat merana. Dengan menahan-nahan tangis Gayatri mencoba meluruskan dugaan ibu berkerudung putih. Dirinya bukan istri Iwas.

"Saya bukan--"

"Terima kasih atas nasehatnya." Iwas memotong kalimat penyangkalan Gayatri. Ia tidak enak ditatap dengan pandangan memusuhi begini. Sembilan puluh persen pengunjung rumah sakit adalah perempuan. Bisa dicincang halus dirinya kalau lebih lama lagi berada di ruang tunggu ini. 

"Cepat sedikit jalannya. Jangan terus bertingkah playing victim. Sekarang saya sudah tidak bisa kamu pecundangi." Iwas menarik separuh menyeret pergelangan tangan Gayatri. 

"Lepaskan! Saya bisa jalan sendiri." Gayatri menepis tangan Iwas.

"Mbak Tri." Gayatri dan Iwas menoleh seperempak saat mendengar ada yang memanggil namanya. Pak Azwar dan Nuraini yang berdiri di depan ruang ICU rupanya.

"Pak Azwar, Bu Nuraini. Ini Bang Iwas, ayah kandung Zana." Gayatri memperkenalkan Iwas pada orang tua adopsi Zana.

"Saya Azwar dan ini istri saya, Nuraini." Pak Azwar dan Bu Nuraini menyalami Iwas.

"Saya Narawastu Adiwangsa. Panggil saja saya Nara." Iwas menyambut uluran tangan Pak Azwar dan Bu Nuraini sambil memperkenalkan diri.

"Di mana ruangan putri saya? Saya ingin melihat keadaannya." Iwas memberi tanda bahwa ia mempunyai hak yang sama dengan Pak Azwar.

"Putri kami ada di dalam, Bang. Silakan masuk saja langsung." Bu Nuraini tidak mau kalah gertak. Dari air muka dingin Iwas, Bu Nuraini melihat tekad kuat di sana. Seperti layaknya Gayatri, Iwas pun terlihat ingin menunjukkan posisinya. Melalui sudut mata Gayatri memindai bahwa Pak Azwar menyentuh pelan pundak Bu Nuraini. Seperti terhadapnya tadi, Pak Azwar terlihat memberi peringatan pada Bu Nuraini.

Iwas tidak mengatakan apapun lagi. Ia melanjutkan langkahnya masuk ke dalam ruang ICU. Setelah mengenakan masker dan penutup kepala yang disediakan oleh pihak rumah sakit, Iwas menghampiri sesosok tubuh mungil di atas ranjang. Mata Iwas berair saat melihat wajah sang gadis kecil. Rambut ikal, dagu tegas dan bentuk wajah gadis kecil ini benar-benar menjiplak dirinya. Ia tidak perlu melakukan test DNA lagi. Gadis kecil ini pasti darah dagingnya sendiri.

"Apa yang terjadi padamu, Nak? Mengapa kamu seperti ini?" Hati Iwas sakit melihat selang-selang yang memenuhi tubuh mungil putrinya. Mengingat kondisi sang putri, Iwas segera keluar dari ruang ICU. Ia harus mendonorkan darahnya secepatnya. Air muka putrinya sangat pucat seperti tidak dialiri darah.

"Bapak ayah kandung pasien bukan? Mari kita cek darah dulu sebelum melakukan transfusi. Putri Bapak sudah sangat lemah." Seorang perawat menyusul Iwas. 

"Baik, ayo kita lakukan transfusi secepatnya. Ambil saja darah saya sebanyak mungkin. Pokoknya asal putri saya selamat, saya bersedia melakukan apa saja. Apa saja!" 

Related chapters

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   7. Debat Kusir.

    "Ceritakan semuanya dari awal." Iwas mendatangi Gayatri yang masih duduk bengong di ruang tunggu. "Maaf, Abang bilang apa?" Gayatri tergagap. Ia tidak menyadari kehadiran Iwas di sampingnya. Ia sedang bingung karena Harsa, anak Pak Bakri mendesaknya untuk segera kembali ke Jakarta. Harsa ingin secepatnya menyelesaikan urusan jual beli hotel Grand Mediterania. "Kamu ini aneh ya? Anak sedang sakit, tapi kamu tidak menunjukkan kekhawatiran sama sekali. Saya amati sikapmu lebih mirip dengan orang bingung daripada seorang ibu yang sedang khawatir. RIP kasih ibu sepanjang masa." Iwas meletakkan blazernya sembarang di kursi ruang tunggu. Ia kemudian mengancingkan kemeja putihnya sebelum menghempaskan pinggul di samping Gayatri. Kepalanya sedikit pusing karena baru saja mendonorkan darahnya cukup banyak untuk Zana. "Oh iya. Saya lupa. Kamu tidak pernah mau tahu tentang keberadaan anak ini sebelumnya. Kamu memberikannya pada orang lain dan masalah pun berakhir di hari itu juga. Hebat kam

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   8. Negative Thinking.

    Gayatri meluapkan semua perasaannya. Selama berbicara keduanya tangannya terkepal menahan emosi. Selama ini semua orang menyalahkannya. Kedua orang tuanya, Citra bahkan guru-guru di sekolah. Mereka memang tidak berani mengatakannya secara langsung. Tapi melalui tatapan mata dan sindir-sindiran halus antar sesama guru, saat ia mengambil ijazah. Mereka semua menyalahkannya padahal dirinya juga korban. Namun, mereka tidak menyadarinya.Lama keduanya bertatapan.Gayatri bahkan sempat sedikit merasakan penyesaalan dari mata Iwas. Sayangnya, itu tak berlangsung lama. "Oke. Kalau kamu memang mempertahankan anak kita, mengapa sekarang Zana ada di tangan keluarga Parinduri? Setelah Zana lahir baru kamu menyesal karena tanggung jawab untuk merawat seorang anak itu tidak mudah bukan?" tuduh Iwas lagi."Sampai sejauh ini ternyata prasangka buruk masih mendominasi pikiran Abang ya?" Gayatri tertawa sengau. "Kalau begitu ceritakan hingga tuntas, agar dugaan saya tidak meliar." "Baik, saya lanju

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   9. Keras Kepalanya Iwas.

    Gayatri tidak bisa membantah karena lambungnya terasa makin perih.Iwas benar. Ia memang sudah memerlukan pertolongan medis."Saya malu, Bang," desis Gayatri rikuh. Saat kembali ke kantin saja, beberapa pengunjung yang sedang makan memandanginya. Sebagian ada yang berbisik-bisik dan menyenggol orang yang duduk di sampingnya."Ini uang makan teman saya ya, Bu? Kembaliannya untuk Ibu saja." Dengan sebelah tangan, Iwas menarik selembar uang seratus ribuan dari saku dan memberikannya pada ibu pemilik kantin. Setelahnya ia melenggang dengan Gayatri di atas bahunya. Malu Gayatri memejamkan mata dan menulikan telinga dari bisikan para pengunjung rumah sakit. Selain itu rasa asam di mulut dan perih di lambungnya membuat Gayatri tidak bisa berpikir terlalu banyak. Ia sekarang sudah berkeringat dingin.Karena rasa mualnya kembali naik ke tenggorokan, tubuh Gayatri menegang menahan mual. Ia takut memuntahi Iwas."Jangan berani-berani memuntahi saya. Saya tidak membawa baju ganti. Tahan, sebentar

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   10. Kedatangan Vira.

    Itu bukan urusanmu, Was! Iwas berkutat dengan suara hatinya sendiri. Di tengah keheningan, ponsel Iwas berbunyi. Iwas bergegas bangkit dari kursi dan menjauh setelah melihat nama pemanggilnya."Ya, Vira? Ada apa? Masih. Lusa mungkin aku baru aku bisa pulang ke Surabaya."Dalam diam Gayatri mempertajam pendengarannya. Kata ganti aku yang Iwas ucapkan serta santainya nada bicara Iwas membuat Gayatri menarik satu kesimpulan. Bahwa orang yang menelepon Iwas pasti seseorang yang istimewa. Karena topeng dingin Iwas luruh kala berbicara dengan orang yang meneleponnya. "Heh, kok kamu tahu aku ada di rumah sakit? Sudah di depan mata? Mana?" Iwas terperanjat saat Vira mengatakan bahwa dirinya sudah berada di rumah sakit. Bahkan di depan matanya. Akan halnya Gayatri ia segera duduk lebih jauh saat menguping percakapan Iwas. Alam bawah sadarnya mengatakan bahwa Vira ini entah istri atau pacar Iwas. Ia harus bisa menjaga sikap. Sejurus kemudian tampak dua orang gadis masuk melalui koridor depan

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   11. Penyangkalan Iwas.

    "Tunggu... tunggu... aku masih bingung. Ini maksudnya bagaimana ya?" Vira mengangkat kedua tangannya ke udara. Kebingungan bercampur ketidakpercayaan tergambar jelas di wajahnya."Aku ke kantin dulu ya, Vir." Nia beringsut dari kursi. Ia mengerti bahwa Vira, Nara dan seorang wanita cantik berwajah sendu yang duduk tidak jauh dari mereka membutuhkan privasi."Duduk sini, Ratri. Dengan begitu saya tidak perlu ulang-ulang cerita." Iwas menunjuk bangku di samping Vira dengan kedikan kepala. Isyarat agar Gayatri duduk di sana. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya Gayatri pun mengikuti perintah Iwas. Ia pindah duduk di samping Vira dengan punggung sekaku papan. Setelah melihat Gayatri duduk, Iwas mulai berbicara."Kamu ingat ceritaku tentang mengapa kami sekeluarga pindah ke Surabaya bukan, Vir?" Iwas kembali melirik Gayatri saat mulai bercerita. Iwas ingin mengamati reaksi Gayatri. Apakah ia keberatan ditelanjangi di depan Vira, atau bagaimana? Menilik bahasa tubuh Gayatri yang hanya diam

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   12. Kebijaksanaan Vira.

    "Saya paham, Ratri. Saya sangat mengerti posisimu. Dalam hidup ada beberapa hal yang kejadiannya di luar kontrol kita." Vira balas menggenggam tangan Gayatri dengan senyum getir. Dia juga mempunyai masalah yang jalan keluarnya belum ia temukan sampai saat ini. Karena masalah yang ia hadapi, kuasanya di luar kontrolnya. Makanya ia sangat memahami posisi Gayatri."Saya janji, untuk ke depannya jikalau ada hal yang berhubungan dengan putri saya, Zana, maka saya akan mengubungi Mbak Vira saja. Boleh tidak, Mbak?" Gayatri lega luar biasa atas kehangatan dan kebijaksanaan Vira. Kelak Zana akan mudah diterima oleh ibu sambung sedewasa Vira. "Tentu saja boleh, Tri. Ini simpan nomor ponsel saya." Vira membacakan nomor ponselnya yang segera disimpan oleh Gayatri. "Saya permisi pulang dulu ke Jakarta. Ada hal penting yang harus saya urus. Jikalau ada masalah yang berkaitan dengan Zana ke depannya, saya akan membahasnya dengan Mbak Vira saja. Saya jalan dulu ya, Mbak?" Gayatri berpamitan pada V

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   13. Aku Bukan Penebus Hutang.

    "Tenang saja, Sa. Nanti akan Bapak atur. Percayakan saja semuanya pada Bapak ya?" Dari balik pintu ruang tengah, Gayatri menggeram marah. Ayahnya berani menjanjikan sesuatu tanpa menanyakan persetujuannya. Padahal tadi ia sudah jelas-jelas menolak lamaran Harsa dan langsung masuk ke dalam. Ia tidak ingin mendengar penawaran apapun lagi. Bayangkan, Harsa baru saja mengajukan gugatan perceraian terhadap Novi. Namun Harsa sudah berani melamarnya. Luar biasa!"Asal kamu berjanji akan mencintai dan menjaga Ratri dengan baik, Bapak akan mencoba meluluhkan hatinya." Gayatri mengepalkan tangannya.Saat ini ayahnya tengah mengantar Harsa dan Pak Bakri ke teras. Ayah dan anak itu akan segera pulang. "Ayah ini bagaimana sih? Masa Ayah mau membarter Ratri dengan hotel?" Setelah mobil Harsa dan Pak Bakri berlalu, Gayatri menyusul ayahnya ke teras. "Membarter bagaimana maksudmu, Tri? Ayah mencarikan jodoh yang pas buatmu. Bukan membarter. Masalah hotel yang akan tetap menjadi milik kita, anggap

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   14. Ancaman Iwas.

    "Sudah... sudah... kalian berdua jangan bertengkar lagi. Ratri, kembali ke kamarmu. Mas juga sebaiknya istirahat dulu. Nanti kalau kalian berdua sudah bisa mengontrol emosi masing-masing, baru kalian berdua bicara baik-baik." Bu Fauziah kewalahan menghadapi suami dan putrinya yang sama-sama tidak mau mengalah."Ya, sudah. Ayo kita ke kamar saja, Ziah. Anak satu ini tidak bisa sekali saja membanggakan orang tua. Anak si Dahlan saja, Windy, bersedia menuruti keinginan ayahnya dengan menerima perjodohan yang diatur ayahnya. Sementara anak ini tidak sekali pun bersedia menerima usul Mas. Mas benar-benar kecewa mempunyai anak seperti dia."Langkah Gayatri yang sudah setengah jalan menuju kamarnya terhenti. Kalimat yang dilontarkan ayahnya sungguh menyakiti hatinya."Maaf jika Ayah kecewa mempunyai anak seperti Ratri. Masalahnya Ratri tidak bisa memilih akan lahir menjadi anak siapa. Oleh karena itulah Ratri tidak mau sembarangan memilih suami. Ratri takut kalau suami Ratri nanti akan melon

Latest chapter

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   86. Tamu Istimewa ( Tamat)

    "Ramai sekali rumah Abang sepertinya ya?" Gayatri mengamati keadaan rumah Iwas. Dirinya dan Iwas baru saja tiba. Ada dua buah mobil yang diparkir sejajar di halaman. Iwas juga parkir sejajar di sana. Sekarang halaman dipenuhi oleh tiga buah mobil. "Seperti yang saya bilang tadi. Ada seseorang yang istimewa ingin bertemu denganmu." Iwas tersenyum simpul. Selain ingin mempertemukan Gayatri dengan tamunya, Sesungguhnya ia juga sudah tidak sabar ingin bertemu dengan tamu istimewa tersebut."Ayolah, Bang. Kemisteriusan sikap Abang membuat saya makin senewen saja." Gayatri mengikuti Iwas yang keluar dari mobil. Setelah Iwas menekan remote untuk mengunci pintu mobil, Gayatri melangkah lebar-lebar menuju pintu rumah Iwas."Kamu sudah sampai, Tri?" Gayatri disambut oleh ayah dan ibunya di ruang tamu. Kedua orang tua Iwas juga berada di ruangan yang sama. Hubungan orang tuanya dan Iwas memang semakin membaik dari hari ke hari."Oh, tamu istimewanya Ayah dan Ibu ya?" Gayatri meringis. Ia memang

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   85. Badai Telah Usai.

    Gayatri dan Iwas duduk bersisian di ruangan juru periksa kepolisian. Mereka berdua sedang menunggu kedatangan Vira. Pada akhirnya Gayatri bersedia memenuhi permintaan Vira. Ia dan Iwas terbang ke Surabaya tadi pagi. Dan sore ini mereka berdua sudah duduk di kantor polisi tempat Vira ditahan.Sejurus kemudian Vira masuk ke dalam ruangan dikawal oleh seorang petugas. Gayatri termangu melihat penampakan Vira. Jikalau di televisi kemarin Vira tampak sehat dan tegar, saat ini Vira terlihat depresi. Wajahnya murung dengan mata memerah. Ditambah rambutnya yang acak-acakan, Vira tampak nelangsa. Namun Vira memaksakan seulas senyum padanya dan Iwas setelah mereka duduk berhadapan."Apa kabar, Mbak?" Setelah kalimat pembukanya terucap, Gayatri menyesalinya. Pertanyaan ini bisa artikan ambigu. Salah satunya adalah mengejek keterpurukan Vira."Maaf, Mbak. Bukan maksud saya untuk menyindir keberadaan Mbak Vira di sini." Gayatri meralat kalimatnya. "Tidak apa-apa, Tri. Saya sudah mengenal kepriba

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   84. Saling Cinta.

    Setelah mematikan telepon, Gayatri segera membuka televisi. Vira yang kini berseragam oranye, diwawancari beberapa awak media."Semenjak saya kecil, saya sudah lama mengalami pelecehan seksua* oleh Om Danu. Saya tetap diam karena Om Danu mengancam akan membuka rahasia saya. Yaitu bahwa saya mempunyai orientasi seksua* yang menyimpang. Ya, saya adalah penyuka sesama jenis. Ketika Om Danu kembali mengetahui rahasia saya yang lainnya, ia kembali mengancam saya. Bahwa jikakau saya ingin rahasia saya aman lagi, maka saya harus mengizinkannya mengulangi perbuatannya seperti dulu. Saya melawan, yang berakhir dengan terbunuhnya Om Danu. Saya hanya membela diri.Gayatri terkesima. Ia tidak menyangka kalau Vira dengan gagah berani membuka semua rahasianya."Saya tidak pernah mencintai Narawastu Adiwangsa. Saya telah mempunyai pacar sesama jenis sejak lama sekali. Saya berpacaran dengan Nara, karena tuntutan orang tua dan kehidupan sosial saya. Mengenai Gayatri Harimurti, dia dan Nara sudah sepu

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   83. Akankah Badai Usai?

    "Tidak apa-apa kalau mereka membatalkan pesanan, Pak Wayan. Selama mereka mengikuti prosedur, proses saja. Anggap saja belum rezeki mereka menginap di hotel kita." Gayatri menutup ponsel. Ia baru saja berbicara dengan pengurus hotel Grand Mediterania yang berlokasi di Ubud Bali. Semalam hingga siang hari ini, banyak tamu yang tiba-tiba membatalkan kamar yang sudah mereka pesan. Gayatri menduga hal itu ada hubungannya dengan berita-berita online yang berseliweran di media sosial.Sedari malam hingga siang ini Gayatri terus mendapat telepon dari relasi dan teman-teman dekatnya. Termasuk Citra dan juga Windy. Mereka memberinya link-link berita tentang dirinya dan Iwas yang wara wiri di tabloid online. Gayatri sama sekali tidak menduga. Kalau aksi lamaran tidak biasa Iwas akan mendapat tanggapan negatif dari netizen. Judul-judul berita yang ia baca dari berita-berita online tersebut rata-rata memojokkan dirinya dan Iwas. Malangnya nasib anak konglomerat ; dihianati kekasih, dilecehkan o

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   82. Tobat.

    Di depan mobil, Gayatri melihat Iwas berdiri. Iwas mengembangkan sebuah poster di dada dengan tulisan ; will you make me the happiest man on earth and say yes? Bukan itu saja. Di samping kanan dan kiri Iwas tampak Citra dan Windy bertepuk tangan dan berteriak ; say yes, Bestie."Ya Allah, semoga semua kebahagiaan ini bukan mimpi," bisik Gayatri dengan bibir bergetar. "Baiklah, Bang. Mari kita sempurnakan kebahagiaan kita." Gayatri membuka pintu mobil. Ia kemudian berlari menghampiri Iwas. Ketika tinggal berjarak beberapa langkah, Gayatri menghentikan langkahnya.“I’ve been waiting for this moment all my life. And the answer is, yes!” Gayatri berteriak keras. Setelahnya ia berlari menuju Iwas yang mengembangkan kedua tangannya. Citra dan Windy berteriak gembira. Suitan dan tepuk tangan dari para pengguna jalan lainnya mengiringi kebahagiaan Gayatri dan Iwas. Beberapa orang tampak merekam aksi mereka dengan ponsel."Selamat ya, Tri, Bang Iwas." Citra memeluk Gayatri dan mengucapkan sel

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   81. Lamaran Tak Biasa.

    Gayatri menguap lebar. Rapat baru saja ia bubarkan. Akhir-akhir ini dirinya dan segenap pengurus hotel memang bekerja lebih keras. Dengan adanya cicilan hutang yang jumlahnya tidak sedikit pada Harsa, Gayatri melakukan segala cara untuk menambah income hotel.Sembari memindai jam dinding, Gayatri memutar pinggangnya yang pegal ke kiri dan ke kanan. Gerakannya sangat hati-hati mengingat dirinya sedang mengandung. "Sudah pukul setengah tujuh rupanya," gumam Gayatri. Terlalu semangat bekerja telah membuatnya lupa waktu. Menguap lebar sekali lagi, Gayatri membereskan meja kerjanya. Setelah semua tertata rapi, Gayatri meraih tas. Ia bermaksud pulang dan beristirahat di rumah. Merogoh tas untuk mencari ponsel, Gayatri pun menelepon Pak Diman. Ia menginstruksikan agar Pak Diman menjemputnya di depan lobby. Gayatri memang meminta Pak Diman menjemputnya. Ia tadi menolak tawaran Iwas yang menelepin ingin mengantarnya pulang. Gayatri mengerti bahwa kedatangan Iwas ke Jakarta selain mengurus m

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   80. Tunggu Kejutan Dariku.

    Gayatri tidak menjawab. Ia mengerutkan kening. Berpikir keras sebelum menjawab. Iwas memintanya menjawab jujur. Makanya harus hati-hati. Lebih baik ia memberi jawaban yang aman saja."Sama saja kok, Bang. Dulu maupun sekarang, saya suka-suka saja.""Begitu ya? Coba berikan alasannya." Iwas tidak mau dijawab seadanya. Ia ingin mengetahui perasaan Gayatri padanya."Alasannya? Apa ya? Sikap Abang dulu walau dingin, Abang baik pada saya. Buktinya Abang dulu bersedia memenuhi permintaan saya. Baik itu permintaan menemani ke pesta ulang tahun Citra, ataupun ke rumah sakit menemui Zana.""Kalau saya yang sekarang?" cecar Iwas lagi. "Kalau Abang yang sekarang, ya lebih ramah sih." Gayatri mulai kesulitan merangkai kata-kata. Ia memang paling tidak bisa memuji-muji orang. Setelan pabriknya memang begitu."Masa cuma begitu? Tambahin lagi dong. Kan saya minta jawabnya yang jujur." Sembari tetap fokus menyetir, Iwas memasang telinganya baik-baik. Sulit sekali rupanya meminta Gayatri mengutarakan

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   79. Jatuh Cinta Berjuta Rasanya.

    Iwas menjalankan kendaraan dengan hati-hati. Saat ini Gayatri tertidur dalam mobil. Kepala Gayatri bersandar nyaman di bahunya. Selama berkendara dari gerai mie ayam menuju rumah Gayatri, Gayatri terkantuk-kantuk yang berakhir dengan tertidur di bahunya. Iwas tidak tega membangunkan Gayatri. Ia tahu Gayatri kelelahan. Mendekati rumah Gayatri, Iwas melambatkan laju kendaraan sebelum benar-benar berhenti. Saat Pak Irwan membuka pintu gerbang, Iwas melajukan kendaraan dan berhenti di teras rumah. Iwas menunggu sekitar lima menit, baru ia membangunkan Gayatri. Lebih baik Gayatri istirahat di kamar saja daripada bersandar begini."Tri, bangun. Kita sudah sampai di rumahmu." Iwas mengusap-usap bahu Gayatri."Heh, sampai di rumah? Kok tidak ke hotel saja?" Gayatri tersentak saat dibangunkan Iwas. Menyadari bahwa sekarang ia sudah berada di rumah, Gayatri mendecakkan lidah. Salahnya sendiri yang ketiduran. "Kamu mau ke hotel ya? Apa kamu tidak capek, Tri? Bukannya lebih baik kalau kamu isti

  • Dosen Dingin itu Ayah Anakku   78. Pengakuan Nia.

    "Saya dan Vira mempunyai masa lalu yang hampir sama. Jikalau Vira kerap dilecehkan oleh omnya, saya oleh ayah tiri saya." Nia memandangi langit-langit ruangan. Hari ini ia menerima kunjungan dari Gayatri dan Nara di kantor polisi. Mereka sekarang duduk berhadapan dengan sebuah meja sebagai pemisah. "Jikalau Vira dijebak omnya dengan photo-photo, saya dijebak dengan masalah finansial. Saya mempunyai dua orang adik yang masih kecil-kecil. Sementara ibu saya hanyalah ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan. Kalau saya mengadu, ayah tiri saya mengancam akan menceraikan ibu saya. Saya terpaksa bertahan demi ibu dan adik-adik," ungkap Nia jujur."Saya menyesal atas semuanya, Tri. Tapi mau bagaimana lagi. Nasi telah menjadi bubur," ucap Nia lesu."Saya tidak akan menghakimi masa lalu Mbak Nia, karena saya tidak berada di posisi Mbak. Yang saya sayangkan kenapa kalian berdua tidak berterus terang dari awal? Masalah kalian ini sebenarnya penyelesaiannya sederhana. Kalian cukup mengaku saja

DMCA.com Protection Status