David merapatkan bibir untuk menekan emosinya. Ada rasa kopi yang tak sengaja tercicip olehnya. Dia mengusap wajahnya yang basah terkena semburan kopi dari mulut Jack. Terlihat jelas tangannya bergetar. Namun, kali ini bukan karena takut, melainkan karena marah hebat.'Menjijikkan!'Bekas ludah gembel seperti itu, mungkin saja membawa tetanus!Sayang sekali, David tidak mendapat kesempatan untuk sekadar mengatakan ketidaksenangannya. Bahkan, baru saja matanya terbuka, sergapan dari Matthew telah dimulai."Apa yang kamu masukkan ke cangkir?! Aku memintamu membuat kopi. Jika tidak mampu, kamu bisa mengatakannya pada Kepala HRD. Cih, kamu membuatku malu saja!""Tuan Matthew, sa-saya, saya hanya-""Memasukkan kopi instan dan menyeduhnya? Aku minta maaf membuat wajahmu basah, tapi aku alergi kopi instan. Itu akan membuat kepalaku pusing." Jack memegang kepalanya sebelum duduk di kursi empuk.Itu adalah alasan paling tidak logis yang pernah David dengar. 'Ini kopi, bukan sianida!'"Lihat! K
Claire berdiri di depan kos Jack. Dia sampai memiringkan kepala karena seperti sedang melihat kos yang berbeda.Ukuran kos itu masih sama, tetapi ada dua kursi dan sebuah meja di depannya. Selain itu, ada banyak tanaman yang menghiasinya. Yang paling mencolok adalah catnya. Itu seperti satu-satunya bunga berwarna di antara hamparan gambar hitam putih.“Apa ini kos milik Jack?” Claire melihat sekeliling untuk memastikan. “Semua hal di tempat ini sama persis. Hanya kos ini saja yang berbeda.”Claire mengangkat tangan untuk mengetuk pintu. Namun, tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaknya.Claire berjingkat memegangi dada. Saat berbalik, kedua matanya membesar menjumpai Ross di belakangnya.Reaksi Claire bukan tanpa alasan. Dia tahu pasti Ross adalah ibu kos yang sangat garang. Sikap dan ucapannya tidak jauh berbeda dari James Bing. Jangankan pada Jack, dia pun pernah menjadi amukan Ross karena temannya (Jack) telat membayar tagihan. Selain itu, Ross sering mengomel untuk hal-hal apa pun,
Setibanya Jack dan Claire di King Pizza, keduanya saling menatap. Ada ketakutan yang terlihat jelas di mata Claire. Wanita itu bahkan memegang lengan Jack setelah turun dari boncengan sepeda.Selain sepeda Jack, ada beberapa motor dan sebuah mobil yang terparkir di sana. Jack tahu pasti, hal yang membuat temannya takut adalah keberadaan mobil yang kemarin dicuci David Guillon.‘Benar dugaanku, lelaki sialan itu sudah menunggu!’Jack mengangguk dan mengelus tangan Claire. “Semua akan baik-baik saja.”“Firasatku menjadi semakin tidak enak sekarang. Aku yakin James sudah merencanakan hal buruk.”“Tentu saja! Orang buruk selalu berpikir buruk. Tenanglah.”Jack menggandeng Claire untuk mengajaknya masuk ke dalam kedai. Begitu pintu dibuka, senyum licik James Bing telah menyambut mereka.“Selamat datang para pecundang!” James berdiri dengan angkuh. Dia menggunakan setelan paling mahal yang dimilikinya khusus hari 'kebangkitan' ini. Dengan kedua tangan yang masuk ke saku celana, dia berjalan
“Siapa yang datang?” Claire turut ke depan mengikuti Jack. Dia memegangi kepala. “Ini memang biang masalah. Mau apa lagi dia ke mari?! Sudah, kamu di sini saja. Biar aku usir dia.”“Claire.” Jack menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat Claire mengabaikan panggilannya dan berjalan ke depan kedai. Dia sempat diam berpikir apakah lebih baik ikut ke depan atau membiarkan temannya itu membereskan masalah. “Kamu tidak boleh masuk. Apa kamu tidak melihat, kedai masih belum buka?” Sayup-sayup terdengar suara Claire.Sebuah napas kabur dari mulut Jack. ‘Biarlah, lebih baik aku ke dapur sebelum perang pecah.’ Dia mengambil keputusan bijak. Tidak ada gunanya juga dia keluar sekarang. Yang ada, dia hanya akan menjadi wasit nanti.Selagi Jack berjalan ke belakang, suara seorang wanita mulai membalas ucapan Claire di halaman kedai.“Aku lihat ada karyawan yang membalik papan itu tadi. Tidak sopan! Ada pelanggan datang, bukannya disambut, malah tidak jadi buka. Lalu keluar penyihir wanita mal
“Selangkah lagi aku menjadi wakil direktur di BlueLux, tapi keberadaanmu merusak segalanya. Kamu benar-benar pembawa sial, menjijikkan, tidak berguna. Kamu sampah! Aku sangat membencimu. Kenapa aku harus mengenalmu? Oh, aku tidak menduga sekarang pun masih berbicara denganmu!”Sophie terus mengoceh, meluapkan kekesalannya. Sedangkan Jack hanya diam tanpa mengatakan apa pun. Sudah barang tentu sikap Jack itu membuat Sophie semakin dongkol. “Apa kamu menjadi bisu setelah menghancurkan karierku?! Jika saja malam itu kamu tidak datang, aku pasti sudah semakin dekat dengan mimpiku. Aku tidak akan mendapatkan bencana! Cih, sebelumnya aku kira kamu lelaki yang baik dan polos. Tapi ternyata, kamu bahkan menghasud bosku untuk bersikap buruk padaku. Sekarang, kamu harus bertanggung jawab. Perbaiki semua hal yang kamu rusak, berandal!”Jack melihat ke lantai sambil menelan ludah bersama amarahnya. Dia menatap tajam Sophie. “Coba pikirkan, memangnya siapa aku hingga bisa mempengaruhinya?” balasn
Sore menjelang malam, Jack keluar dari King Pizza. Claire akan pulang naik taxi dan memintanya untuk pulang lebih dulu karena masih harus menyelesaikan beberapa hal. Jack melewati jalan yang berbeda. Lebih tepatnya, dia tidak langsung pulang karena ingin mampir ke toko pakaian First Style. Dia ingin melihat suasana toko itu setelah dipimpin oleh manajer yang baru. Oh atau sebenarnya dia ingin bertemu manajer itu?Jack tersenyum mengingat Audrey yang bersikap sangat hangat padanya, meski dia hanya 'pengantar pizza'. Dia menengok sesaat pada paperbag yang tergantung di stang sepeda.Tidak butuh waktu lama baginya untuk sampai di toko First Style. Jack mengambil paperbag dari sepeda. Dia membauinya sambil berjalan menuju pintu utama toko. ‘Victor memang ahli pizza.’ Dia memuji temannya yang bertugas membuat pizza di King Pizza.Penjaga toko membungkuk hormat pada Jack, “Selamat datang, selamat berbelanja, Tuan.”Jack tersenyum dan masuk. Perlakuan penjaga menjadi sangat berbeda. Dulu d
Karena amarah yang sudah tidak bisa dibendung, Audrey nyaris saja keceplosan menjelaskan siapa Jack sebenarnya. Dia baru tersadar setelah mendengar Jack berdeham.Sekarang, Audrey benar-benar terjepit dalam situasi yang sulit. Terlebih ketika Lady mendesaknya."Memangnya siapa pengantar pizza ini sebenarnya?! Konglomerat? Pejabat? Penguasa? Hahaha, aku akan pingsan jika itu benar!""Di-dia ini ...." Kalimat Audrey menggantung karena dia pun masih memikirkan kelanjutannya."Kamu tidak bisa membelanya 'kan? Itu bukan hal mudah karena memang tidak ada satu hal pun yang bisa dibanggakan dari pecundang itu! Semua yang dia miliki hanya nol besar!" Mary menunjuk wajah Jack yang tetap tenang."Berhenti menunjuknya, Nona. Jika Nona-nona sekalian keberatan dengan keberadaan Jack di sini, kalian bisa pergi. Pintu keluarnya masih sama seperti pintu yang kalian masuki tadi."Lady dan Mary saling menoleh. Keduanya mengerutkan kening, tak senang dengan ucapan Audrey."Kamu mengusir kami hanya demi l
Peristiwa memalukan di First Style tidak lekang begitu saja meski hari sudah berganti. Baik Lady maupun Mary tidak bisa melupakannya. Bagaimana mungkin wanita terhormat seperti mereka ditendang seperti gelandangan?Seumur hidup, peristiwa itu belum pernah terjadi! Biasanya mereka yang menghinakan orang lain, tapi malam itu mereka merasa berada di titik paling hina.Detik ini pun kekesalannya pada Jack, juga Audrey, masih sama persis. Mereka ingin membalas, tetapi belum sempat melakukannya, sudah terusir dengan keji.Seandainya bisa, pastilah mereka ingin menarik dan mengganti wajah saja karena saking malunya!"Lady, Mary, ini masih terlalu pagi untuk cemberut. Apa kalian datang bulan bersamaan?" Wanita berbaju merah muda itu menahan tawa."Grace, jangan mengejek. Itu sama sekali tidak lucu." Lady menimpali dengan wajah semakin kesal."Kamu tidak tahu hal buruk terkadang sangat sulit dilupakan. Aku bahkan sangat bernafsu untuk membunuh seseorang saat ini." Mary menghentakkan garpu ke m
Bulan bundar sempurna. Dari loteng Greenroad Villa, angin membuat pucuk pohon cemara seperti sedang menggesek-gesekkan tubuhnya pada purnama. Ada kopi yang mengepul di dalam dua cangkir putih di atas meja kayu. Tangan yang kekar tampak mengambil satu di antara cangkir itu. “Ini sangat indah,” kata Claire setelah sang suami menyesap kopi. Dia mengagumi pemandangan malam hari di tempat itu. Jack menggeleng. “Ada yang lebih indah dari ini.” Dengan wajah berseri Claire menyahut. “Benarkah?” “Hm.” Jack kembali menyeruput kopi buatannya sendiri. “Cepat katakan padaku. Aku ingin melihatnya besok.” Claire semakin bersemangat. “Kenapa harus menunggu besok?” “Jadi, aku bisa melihatnya sekarang?” “Tentu saja.” Claire bertepuk tangan kegirangan. “Di mana aku bisa melihatnya?” Dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jack. “Pergilah ke kamar.” Claire yang mendengarkan suaminya dengan sungguh-sungguh mengernyetkan keningnya. Namun, dia tetap berkata, “Lalu?” “Saat kamu berdiri di de
Orang-orang terkejut dengan reaksi Jack atas apa yang dilakukan Claire, tanpa terkecuali Claire itu sendiri. Sejak mengenal Jack hingga mereka memutuskan untuk menikah, Jack tidak pernah membentaknya, kecuali hanya jika dia bersalah.‘Lalu, apa salahku?’ batin Claire sambil menatap suaminya.Beberapa wanita yang berada di kursi tamu juga tidak menyangka bahwa sang tuan muda akan membentak istrinya. Mereka sampai memegangi dada karena terkejut. Menurut pandangan mereka, apa yang dilakukan Claire sudah benar.Orang-orang yang kurang ajar itu pantas mendapat dua sampai tiga tamparan lagi. Beberapa di antara tamu malah ingin menjambak mereka juga.Jika Claire syok, tidak demikian dengan Lady. Meski tamparan Claire membuat pipinya terasa sakit, dia senang mengetahui sang tuan muda dengan cepat membentak istrinya karena sudah bersikap kasar. Itu artinya, dia masih memiliki kesempatan. Entah kesempatan apa yang dimaksud oleh Lady.“Tuan Muda,” ucap Matthew merasa perlu untuk membela Claire.
Tidak dipungkiri, aura yang keluar dari Jack membuat empat wanita itu tertekan. Mereka tampak mencengkeram pakaian sendiri untuk menyembunyikan tangan mereka yang bergetar karena takut. “Lady,” panggil Jack karena empat wanita itu membisu tanpa kata. Lady memaksakan diri untuk tersenyum. “Sa-saya, Tuan Muda.” Jack tertawa mendengar Lady yang dahulu mengoloknya sebagai pecundang, kini memanggilnya dengan sebutan demikian, dan itu dikatakan dengan nada bicara yang lembut. “Kamu bersikeras ingin menemuiku. Katakan, sesudah ini, apa yang kamu inginkan?” Jack memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sejujurnya, reaksi Jack yang berubah-ubah, terkadang tampak murka, terkadang begitu ramah, malah membuat Lady bingung. Dia sadar benar jika Jack berhak murka. Dan dia akan menerima apa saja yang akan Jack lakukan. Lady sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ekspresi wajah teman-temannya. Dia yakin, ekspresi wajahnya sekarang juga tidak jauh berbeda dari mereka; takut, cemas, be
Para pengawal menunda untuk menyeret Sophie dan kawan-kawannya keluar karena mendengar ucapan berwibawa dari seorang pria. Itu adalah ucapan yang tidak mungkin mereka abaikan.Benar, Jack sendiri yang menahan para pengawalnya meringkus para wanita pembuat onar. Kini, tempat itu seperti membeku. Semua orang bergeming melihat wajah tenang Jack selagi bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya."Apa yang akan Tu-tuan Muda lakukan?" tanya Gary menyaksikan Jack berjalan ke tepi panggung usai berpamitan dengan istrinya. Meskipun Gary hanya melihat dari layar kaca televisi, napasnya ikut tertahan juga.Sebagai orang yang memiliki banyak kesalahan pada Jack, Gary tentu mencemaskan kehidupannya. Dia menjadi paham tentang hal buruk yang terus menimpanya, walau itu tidak seburuk apa yang menimpa David, Gary sempat frustrasi atas grafik hidupnya yang merosot. Melihat keadaannya sekarang, sudah mampu menjelaskan segala kesialan yang menimpanya.Lalu, bagaimana jika ternyata kesialannya masih
Satu teriakan itu berhasil memprovokasi tamu undangan lainnya. Kini tempat itu dipenuhi oleh seruan yang meminta Tuan Muda Roodenburg untuk mencium istrinya. Kedua pipi Claire memerah mendengarnya. Dia bahkan melepas rangkulannya dari leher Jack, sedikit tertunduk menghadap para hadirin. Jack mengambil napas melihat istrinya demikian. Dia mendekatkan wajahnya pada Claire, membuat para hadirin menghentikan seruan mereka. Semua tegang menunggu apa yang akan Tuan Muda lakukan. “Jangan cemas. Aku tidak akan melakukannya di depan umum,” bisik Jack sangat rendah, hingga hanya Claire yang bisa mendengarnya. Wanita itu menoleh pada suaminya dengan wajah cerah. Sementara para hadirin masih menanti sang tuan muda melakukan apa yang mereka harapkan. Dalam saat-saat sunyi itu, mendadak terdengar panggilan dari deret kursi belakang. “TUAN MUDA!!” Orang-orang terkejut. Mereka menoleh ke belakang, ke sumber suara, demi melihat kenampakan wanita yang begitu lancang memanggil Tuan Muda Roodenbu
Prosesi pernikahan Tuan Muda Roodenburg dengan Nona Claire Boutcher telah selesai. Kini, persahabatan mereka sudah resmi menjadi hubungan suami istri dengan ikatan cinta yang suci. Kebahagiaan itu tergambar jelas di wajah kedua mempelai, keluarga, dan para tamu undangan, kecuali empat sekawan yang duduk di kursi belakang. Sophie yang sejak tadi menitikan air mata, kini memeluk Lady untuk menyembunyikan isakannya setelah melihat Jack mencium kening Claire. Masih hangat dalam ingatan Sophie, selama dia dan Jack dahulu berpacaran, Jack tidak pernah meminta ciuman darinya. Sedangkan saat menjadi kekasih David, pria itu meminta segalanya darinya, bahkan di hari pertama mereka berpacaran. Sungguh, dahulu Sophie menilai Jack sebagai pecundang meski dalam hal percintaan. Sementara dia memberikan penilaian sangat tinggi untuk David, dan menganggapnya sebagai pria sejati yang bergairah. ‘Tapi lihat sekarang. Jack menikahi Claire di depan seluruh warga Rhineland dengan gagah dan penuh kharisma
“Dari suaranya saja, jelas sekali jika Tuan Muda adalah orang yang ramah dan rendah hati. Daripada dirinya, jelas kita semua yang mendapat kesempatan untuk hadir di acara ini begitu bahagia dan merasa terhormat. Kita benar-benar beruntung. Bahkan jika seseorang membeli undangan pernikahan dari Tuan Muda dengan harga fantastis, aku akan dengan yakin menolaknya. Ini benar-benar momen patah hati yang paling berharga.” Grace tersenyum lebar dengan pandangan mata tertuju pada layar besar yang ada di sisi kanan panggung. Dalam layar itu menampilkan sosok pria bertopeng yang menyita perhatian seluruh manusia di Rhineland.Dua layar besar memang sengaja disediakan di samping panggung demi membantu para hadirin yang duduk di kursi belakang, supaya tetap bisa melihat dengan jelas jalannya acara. Apa yang ditampilkan dalam layar itu adalah apa yang terlihat di layar televisi juga. Sebenarnya Grace dan rombongan sedikit kecewa karena mereka mendapat kursi di deret paling belakang, tetapi mereka
"Jika yang berbicara ini adalah David yang dahulu, aku pasti percaya. Tapi David, sekarang kamu bahkan hanya tinggal di kos sempit ini. Tidak mungkin kamu bertemu dengan wanita dari kelas atas." Gary mengambil kripik kentang dan mengunyahnya dengan santai. Tidak ada lagi rasa segan atau was-was akan membuat David tersinggung. "Mungkin saja David melihatnya saat masih menjadi manajer keuangan di Big Roodgroup." Gary menimpali.Namun, David masih bergeming. Dia tidak menggeser sedikit pun pandangannya dari kaca televisi. Kerutan di keningnya semakin banyak."David." Bahkan panggilan pelan dari Gary membuat David terkejut.Sambil menggelengkan kepala, David berkata, "Tidak salah lagi, dia memang wanita itu."Ryan bertanya, "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku sangat yakin, dia, mempelai wanita Tuan Muda Roodenburg adalah wanita kasar yang bekerja di King Pizza. Dia berteriak-teriak memakiku dan Sophie. Dia melarang kami masuk ke kedai itu."Gary dan Ryan sempat melihat satu sama lain sebelu
Greenroad Villa hari ini terlihat sangat ramai. Para pelayan begitu sibuk ke sana ke mari mengurus segala keperluan, apalagi sejak tadi para tamu sudah mulai datang.Banyak tamu istimewa yang datang ke acara pernikahan paling mewah dan fenomenal ini, misalnya para pejabat, artis, konglomerat, dan lain sebagainya. Mereka sangat antusias mengingat ini adalah pernikahan pewaris tunggal keluarga Roodenburg, keluarga dengan kekayaan, popularitas, dan pengaruh paling besar.Memangnya siapa yang mau melewatkan undangan pernikahan pewaris tunggal dari keluarga nomor satu dari orang-orang kelas atas?"Sebenarnya, aku masih trauma dengan kejadian di malam amal itu." Lady menggandeng lengan Sophie. "Aku tidak menyangka jika undangan pernikahan itu asli. Rasanya ini terlalu ... mendadak, super mendadak. Untung saja kalian memaksaku ikut, jika tidak, aku akan lebih menyesal lagi karena tidak hadir di acara berbahagia idolaku, meski mungkin tidak lama lagi aku akan menangisinya." Lady melanjutkan.