Share

Bab 35

Author: Hangga
Rafa menyerahkan uang 100 ribu ke Alzam sebelum pergi. "Uang ini buat kamu beli rokok dan bir sendiri."

Alzam girang bukan main. Dia terkekeh-kekeh. "Rafa, kamu pasti lagi banyak uang sekarang. Kayaknya buka klinik memang menguntungkan. Sayangnya, aku nggak pintar. Kalau nggak, aku juga buka klinik sendiri!"

"Kalau begitu, kamu buka rumah sakit saja. Nanti kamu jadi direktur, aku jadi karyawanmu." Rafa tertawa, lalu pulang ke rumah untuk tidur.

Begitu sampai di rumah, Rafa mendapati Siti dari Kelompok Empat Desa Kenanga menunggunya. "Rafa! Akhirnya ketemu juga!"

Siti tampak sedikit kesal. "Aku sudah ke sini pagi tadi, siang juga datang lagi. Ini ketiga kalinya aku datang hari ini! Susah banget ketemu kamu!"

"Maaf, tadi aku ke kota." Rafa mengamati Siti, lalu bertanya, "Kenapa? Tanganmu masih sakit?"

Siti mengangguk. "Lengan kanan masih terasa pegal. Aku takut ada efek samping, makanya aku datang lagi buat periksa."

Di bawah cahaya lampu, Rafa memeriksa kondisinya. Siti hanya perlu meng
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 36

    Rafa menatap bekas luka di wajah Tono dengan dingin. "Luka di wajahmu itu mengganggu banget. Aku sampai ingin potong dan tempel di pantatmu.""Kamu ...!" Tono langsung naik pitam dan mengayunkan tinjunya.Rafa tetap berdiri diam.Tono teringat bagaimana dia dipukuli habis-habisan sebelumnya. Dia tidak berani bertindak gegabah, hanya melotot dan berkata dengan geram, "Tunggu saja kamu, Bocah!"Setelah melontarkan ancaman, dia berbalik dan pergi.Rafa mengangkat bahu, lalu kembali menikmati suasana pasar. Dia tahu Tono pasti akan memanggil teman-temannya, tetapi itu bukan masalah.Cepat atau lambat, masalah ini harus diselesaikan. Daripada menghindar, lebih baik mengatasinya lebih awal!Di depan, ada sebuah klinik kecil yang cukup ramai. Beberapa pasien sedang antre untuk diinfus dan disuntik.Rafa berdiri di tengah jalan, memperhatikan dengan iri. 'Kalau klinikku bisa seramai ini, pasti enak banget ....'Ketika dia berpikir begitu, seorang pria paruh baya dengan kacamata tampak berjalan

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 37

    Tono jelas orang bodoh. Dia tidak menyadari taktik Rafa, malah menggertakkan gigi dan menyuruh teman-temannya mengejar lebih cepat.Rafa menunggu mereka semakin dekat, lalu baru mempercepat langkahnya. Mereka tidak menyadari jebakan itu dan terus mengejar tanpa ragu.Namun, dari empat orang itu, termasuk Tono, hanya satu orang yang berlari lebih cepat. Pemuda kurus itu melesat ke depan, meninggalkan teman-temannya jauh di belakang.Melihat peluang, Rafa langsung melemparkan iga yang dibawanya, lalu berbalik dan menyerang pemuda kurus itu.Pemuda itu mengangkat pipa besinya dan mengayunkannya ke arah Rafa. Namun, bagi Rafa, serangan itu seperti adegan gerak lambat dalam film, tidak ada ancaman sama sekali."Dasar kurus kering! Kamu pikir bisa menguasai dunia dengan tubuh sekecil ini?" Rafa menghindar ke samping dan langsung melepaskan tendangan putar, sebuah gerakan dari Teknik Macan di Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh yang disebut Macan Mengibaskan Ekor.Buk! Tendangan itu tepat mengenai

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 38

    Rafa tersenyum percaya diri dan berkata dengan bangga, "Kak, kamu nggak tahu ya? Sekarang aku bukan cuma bisa menyembuhkan penyakit, tapi juga menyembuhkan hati. Kalau aku mau, aku bisa membuat Angga bertobat dan menjadi orang paling baik di Desa Kenanga."Miko mencebik dan menghela napas. "Dasar tukang bual! Kebiasaan sulit diubah. Kalau Angga bisa jadi orang baik, berarti matahari terbit dari barat!"Rafa tertawa, lalu mendorong bahu kakak iparnya untuk membawanya ke dapur. "Kak, kamu santai saja dan masak sup iga. Tunggu aku pulang makan. Aku sudah jadi pria sejati. Mulai sekarang, aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu lagi!"Miko menoleh dan tersenyum. "Kamu baru jadi pria kalau sudah menikah! Sebelum itu, kamu masih bocah ingusan. Kalau memang pria sejati, cepat bawa Mega ke rumah!"Mega? Rafa terdiam sejenak. Dia benar-benar merindukan Mega. Benar juga, sebagai seorang pria, seharusnya dia lebih berinisiatif dalam hubungan mereka. Kalau tidak, Mega bisa merajuk padanya.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 39

    Sebenarnya, Rafa dan Hana tidak punya hubungan apa-apa. Rafa tentu tidak akan membiarkan dirinya menanggung tuduhan tanpa alasan.Hana memelototi Angga, lalu keluar. Rafa menatap Angga dengan serius dan berkata, "Angga, aku dan istrimu nggak ada apa-apa. Jangan pikir yang aneh-aneh.""Aku nggak pikir yang aneh-aneh ...." Angga menggeleng dan menyahut, "Hana sendiri yang bilang. Dia bilang sudah tidur denganmu sejak lama, di banyak tempat, mencoba berbagai macam posisi. Dia bilang ... dia sangat menikmatinya ... uhuk, uhuk!"Mungkin karena merasa terhina, Angga tiba-tiba terbatuk keras."Nggak ada hal seperti itu! Kak Hana sengaja mengucapkan itu untuk memprovokasimu!" Rafa menghela napas. "Itu juga karmamu. Pikirkan saja, sejak menikah denganmu, berapa banyak penderitaan yang harus Kak Hana lalui?""Kamu bahkan ingin membunuh keluarganya, ingin mencelakai adiknya. Setiap hari, dia hanya bisa hidup dalam ketakutan, selalu dipukul dan dimaki. Sekarang dia hanya membalas dengan kata-kata,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 40

    Saat Hana masih tertegun, Rafa buru-buru melepaskan diri darinya. Dia menarik napas lega dan menimpali, "Aku belum bisa kasih tahu siapa orangnya. Aku pergi dulu, Kak. Kamu juga harus makan."Setelah berkata begitu, Rafa langsung kabur secepat mungkin. Namun, baru berjalan beberapa langkah, Rafa tiba-tiba tersentak. Apakah kondisi mental Hana bermasalah?Kenapa setiap kali mereka berdua, Hana selalu seperti serigala kelaparan yang ingin menelannya bulat-bulat? Jika memang Hana sakit, apakah Rafa harus kembali untuk memeriksanya?Ah, nanti saja! Rafa akhirnya memutuskan untuk tidak cari masalah lebih jauh dengan Hana.Saat pulang dengan membawa kotak obatnya, Rafa mendapati Mega sudah datang. Wanita itu sedang bercanda dengan Miko di dapur.Rafa tidak berani bersuara. Dia terlebih dahulu mengambil alkohol dan mengusap tubuhnya, menghilangkan aroma Hana yang mungkin masih tertinggal. Setelah merasa aman, dia baru melangkah ke dapur.Begitu melihatnya, Mega langsung melotot. "Rafa, dasar

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 41

    Rafa menggaruk kepalanya. "Aku tentu tahu ini nggak baik, juga nggak higienis, bisa menyebabkan infeksi bakteri. Tapi, aku nggak punya uang. Sulit kalau harus langsung membuatnya sempurna, jadi aku cuma bisa jalan sedikit demi sedikit."Mega berpikir sejenak, lalu berkata, "Di ujung timur masih ada 4 kamar kecil dengan atap genteng, 'kan? Kalau dibersihkan, pasti bisa dipakai.""Aku nggak punya uang ...." Rafa menggeleng. "Kalau 4 kamar itu mau dirapikan, dicat ulang, dan dibuat lantainya, setidaknya butuh 10 juta. Selain itu, kamar-kamar itu juga masih dipakai untuk menyimpan hasil panen dan jadi kandang kerbau."Memang, kamar-kamar kecil itu tampak kumuh. Jika ingin direnovasi, pasti butuh biaya yang tidak sedikit.Mega terdiam beberapa saat, lalu tiba-tiba melingkarkan lengannya di leher Rafa dan berbisik, "Aku ada cara buat dapat uang.""Cara apa?" Rafa langsung bersemangat. Tangannya pun melingkari pinggang Mega. Dalam hati, Rafa sebenarnya sudah tidak terlalu peduli soal uang. Ya

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 42

    Semua orang yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak. Terutama Mina, dia sampai tertawa terpingkal-pingkal dan tubuhnya ikut berguncang.Sebenarnya, Mina baru menikah tahun lalu, masih tergolong pengantin baru. Awalnya, dia cukup pemalu dan pendiam. Namun, setelah sering berteman dengan Arumi dan para ibu-ibu, dia mulai lebih terbuka.Arumi menegur, "Rafa dan Mina, kalian ini pasangan aneh! Kompak sekali mengerjaiku ya?"Mina langsung tersipu dan menahan diri untuk tidak bercanda lagi. Dia sadar dirinya bukan tandingan Arumi.Rafa baru sadar bahwa dirinya dijebak. Dia hanya bisa tersenyum kaku. "Kak, aku cuma bicara jujur. Aku ini orangnya polos ... nggak ada maksud apa-apa."Vina yang juga sedang bermain kartu ikut menimpali, "Rafa, kamu tahu nggak? Arumi memang suka pria polos sepertimu!"Rafa tetap berpura-pura lugu dan mengangguk cepat. "Tahu, tahu!"Semua orang kembali tertawa keras.Arumi melirik Vina dengan wajah sebal. "Vina, hati-hati kamu ya! Kalau kamu menyinggung

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 43

    Hansen terkekeh-kekeh, lalu melambaikan tangan dan berpamitan, "Fokus saja bertani, jangan pikir yang aneh-aneh!"Rafa merasa kesal dan langsung membanting pintu.Miko yang mendengar suara itu, keluar dari halaman belakang dan bertanya, "Rafa, tadi aku sedang mandiin Ibu. Kudengar kamu mau ajuin pinjaman? Kenapa mau pinjam uang? Pak Hansen ada benarnya, kalau kita pinjam, gimana cara membayarnya?"Rafa menghela napas. "Itu saran dari Mega. Dia bilang aku bisa pinjam 10 juta untuk memperbaiki rumah kecil di timur, lalu menjadikannya ruang praktik medis.""Mega yang bilang begitu?" Miko berpikir sejenak, lalu tiba-tiba wajahnya berseri-seri. "Rafa, jangan-jangan Mega bersedia menikah denganmu dan ingin kamu menyiapkan kamar pengantin?"Rafa tidak tahu harus tertawa atau menangis. "Kak, kamu ini berpikir terlalu jauh.""Nggak kok!" Miko malah semakin bersemangat. "Rafa, kasih tahu Mega, kalau dia bersedia menikah denganmu, aku rela memberikan rumah besar ini untuk kalian. Aku dan Alice bi

Latest chapter

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status