"A-aku ...." Zanara tak mampu berucap, terlebih pertanyaan Minerva terkesan menodongnya dengan jawaban yang tentunya sulit untuk ia ucapkan.
Apa yang dirasakan Zanara saat ini, terlalu dini jika menyebutnya sebagai 'jatuh cinta', tetapi jika mengatakan bahwa hatinya tak tergerak setelah menyaksikan dan membuktikan kualitas seorang Jayme Demir, rasanya juga tak mungkin. Lantas apa yang harus ia katakan?Minerva kini membelai lengan Zanara, tersenyum lembut padanya."Kau tak perlu menjawabnya jika memang belum siap, atau mungkin kau belum menyadari perasaanmu itu. Tapi aku bisa melihat itu di matamu," ucap Minerva."Kau pasti tahu seberapa besar perasaan Jayme terhadapmu tanpa perlu kukatakan. Ia putraku satu-satunya dan aku hanya ingin kebahagiaannya. Jika memang kau adalah pilihannya, maka aku tak bisa begitu saja mengatakan tidak. Namun, bukan berarti aku akan membiarkannya tetap melangkah maju jika apa yang ia tuju justru makin menjauh. KuharapZanara menunggu di lobi JB hotel, sesuai alamat yang diberikan Gabriel. Ia terpaksa datang seorang diri, setelah perbincangan yang nyaris berubah menjadi drama dalam batinnya sendiri.Ia bisa membaca apa tujuan Jayme tak mengizinkan Marion ikut dengannya. Mungkin Jayme tak ingin Marion dekat dengan pria lain selain dirinya. Atau tak ingin gadis kecil itu menyaksikan apa yang mungkin akan dilakukan oleh ibunya bersama pria asing yang baru saja ia temui sepanjang usianya yang masih belia.Jayme memang cemburu, tetapi bagaimana pun ia tetap harus memakai berbagai logikanya untuk segala keputusan yang ia ambil jika itu mengenai Zanara.Ia sadar, Zanara masih menganggapnya bukan siapa-siapa, meski kebersamaan mereka yang hanya sebatas hubungan dua orang asing yang saling membantu kini mulai tampak membaik.Zanara sudah bersedia memanggil nama Jayme, tak lagi dengan panggilan formal yang selalu ia pakai, lalu hal lainnya adalah Zanara mau mengatakan masalah yang tengah ia hadapi. Meski belu
Zanara memutuskan untuk mampir ke rumah dulu sebelum menjemput Marion di apartemen Jayme. Ia ingin sebentar saja menjernihkan pikiran yang sudah mulai dipenuhi dengan berbagai hal. Kini ia dihadapkan pada pilihan sulit.Jika wanita lain diberkati dengan keberuntungan di mana mereka bisa memilih pasangan hidup tanpa ada paksaan, atau mungkin dijodohkan sekali pun tetapi tidak ada beban lain yang memaksa mereka untuk setuju, sayangnya tidak begitu dengan Zanara. Anggap saja wanita itu selalu kurang beruntung dalam hal percintaan.Zanara merebahkan tubuhnya di sofa, memejamkan mata sejenak, mencoba untuk menetralisir dan memilah-milah perasaan yang mulai campur aduk dalam hatinya.Ia kini harus memilih untuk menikah atau tetap sendiri, dan itu semua akan berpengaruh pada hak asuh atas Marion, pastinya. Dan Jika ia memutuskan untuk menikah, siapa yang akan ia nikahi?Apakah ia harus memilih seseorang secara acak untuk sekedar bertahan dalam pernikahan palsu sampai hak asuh atas Marion jat
Zanara duduk di meja, bergabung dengan Minerva dan Jayme juga Marion. Ia tak mampu meredam haru kala melihat Marion begitu bahagia karena ini kali pertama ia bisa makan satu meja dengan keluarga yang lengkap.Selama ini, jika tidak hanya berdua dengan Zanara, maka ada Jayme sebagai tambahan.Hari ini, keberadaan mereka di sana dan dengan dikenalkannya Marion pada Minerva, rasanya semua lengkap. Jayme membayangkan dirinya benar-benar menikahi Zanara dan menjalani hari-hari seperti ini, pasti akan sangat membahagiakan.Baru saja mereka hendak makan, suara bel terdengar dari tempat mereka. Jayme mengerutkan kening tak merasa mengundang orang lain dan ia memang tak pernah punya tamu, sementara Minerva tampak tak terkejut. Ia bangkit dan membuka pintu untuk mempersilakan tamunya masuk.Makanan dalam mulut Jayme nyaris saja melompat saat ia tahu siapa yang kini tengah melangkah masuk ke dalam dan seolah akan bergabung dengan mereka."Apa yang kau lakukan di sini, Cla?" tanya Jayme, tak meng
"Kuharap kau tidak membuang waktuku lebih lama, karena aku masih ada urusan," ujar Clara sembari merebahkan bokongnya di atas bangku yang ada di taman, di mana seorang wanita sudah duduk di sana menantinya sejak tadi."Apakah aku pernah membuang-buang waktumu? Dan lagi, jangan ketus begitu terhadapku, karena kau membutuhkan bantuanku. Jadi ... bagaimana kesepakatan kita? Aku yang mengurus Zanara, atau kau? Siapa tahu kau ingin bermain-main sedikit dengannya."Clara mengibaskan tangan. "Kau saja. Aku muak dengan wanita itu. Ia tak henti mendekati Jayme dan sekarang berusaha merebut hati ibunya. Ia selalu berlindung di balik putrinya yang lucu itu."Bernadette tersenyum sinis."Kau tahu, kan, sekarang, mengapa aku begitu membencinya? Ia seakan wanita paling baik yang bisa mengambil hati semua orang. Baiklah, kau bilang tadi ada urusan, jadi langsung saja. Kau datanglah ke hotel untuk menemui Mark, kebetulan ia ada di kota ini untuk menemui Zanara. Terserah apa yang akan kau lakukan deng
Perkataan Gabriel berhasil membuat Zanara memikirkan kembali apa yang baru saja ia ucapkan. Mungkin ia bisa memberi sedikit kesempatan bagi Gabriel untuk berkenalan dengan Marion.Setidaknya, ia mengusahakan berbagai cara. Tak hanya berkutat pada Jayme dan Mark sebagai solusi baginya sementara Gabriel hanyalah opsional saja.Ia akan mencoba menjadikan Gabriel sebagai salah satu di antara sekian solusi. Bukankah ia tak akan tahu bagaimana hasilnya jika ia tak mencoba? Lagi pula apa yang dikatakan oleh Gabriel ada benarnya. Ia harus mulai membiasakan Marion dengan pria lain selain Jayme, karena belum tentu ia dan Jayme nantinya akan bersatu, bukan?Zanara kemudian mengangguk, menatap manik hijau yang mulai tampak berbinar, kemudian disusul ucapan terima kasih dari pria itu. Meski ada ragu yang sedikit mencubit-cubit hatinya, Zanara menepis itu semua dan berusaha berpikir dan melihat segalanya dari berbagai sudut pandang. Marion memang membutuhkan sosok ayah, tetapi jelas bahwa Jayme bu
Zanara telah selesai berbincang dengan Jayme melalui telepon. Hanya mengabarkan bahwa ia sedang pergi bersama Marion untuk menemui Gabriel. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Jayme saat itu, kalu, tentu saja.Namun, ia tak bisa memaksa jika memang Gabriel adalah pilihannya."Baiklah, jaga dirimu dan Marion dan salam sayang untuknya."Hanya itu yang diucapkan Jayme sebelum kemudian mengakhiri panggilan lebih dulu.Jika hal itu terjadi dulu sekali, mungkin ia tak akan peduli. Entah apakah Jayme terluka, sedih, sakit, bahkan berjuang demi cintanya ... Zanara sungguh tak akan mau tahu tentang itu. Kini, mengapa rasanya berbeda?Wanita itu terdiam sejenak, mendekap ponsel itu di dadanya sembari menenangkan degup jantungnya yang gelisah.Mungkin Jayme sedang akan beristirahat, atau mungkin tengah melakukan sesuatu yang penting, atau bisa jadi ia terbangun karena panggilan dari Zanara dan ingin melanjutkan istirahatnya. Entahlah ....Pikiran-pikiran tentang sikap jayme terus terang saja mula
Zanara menatap benda yang baru saja ia hempaskan itu dengan nanar. Langkahnya secara otomatis mengambil jarak dari benda itu. Kotak berisi boneka kesayangan Marion yang sudah tercabik dan hancur, serta catatan bertuliskan 'berikan Marion' yang sontak membuat Zanara bergidik ngeri.Itu pastilah perbuatan Mark. Memangnya siapa lagi yang akan melakukan itu jika bukan Mark. Namun, bagaimana ia bisa tahu tempat keberadaan Zanara? Apakah pria itu menguntit Zanara sejak semula, seperti yang ia lakukan sebelumnya?Apa yang akan terjadi jika Zanara memutuskan untuk mempertahankan Marion, tetapi tidak juga memilih untuk kembali pada Mark?Bagaimana jika ia kembali membawa Marion kabur dan melarikan diri?Zanara tampak limbung, merasa kebuntuan tengah mengimpitnya dan Marion. Ia harus lakukan apa pun untuk bisa bertahan dan mempertahankan putri kecilnya, tapi apa?Zanara masuk ke dalam dengan tergesa. Mengambil barang-barangnya juga Marion, memberes
"Apa yang harus kulakukan agar adil bagimu? Tak mungkin semua ini tanpa imbalan, bukan?" tanya pria dengan setelan jas lengkap itu.Tampak bahwa ia sedang ada rencana untuk bertemu kolega bisnisnya entah di mana. Clara tak terlalu peduli. Karena kini naluri lain tengah bermain di rongga kepala Clara.Matanya tak ia alihkan dari tampilan pria di hadapannya yang perlente, necis, bahkan bisa dikatakan ketampanannya mengalahkan pesona Jayme Demir.Ia mengatakannya dengan kejujuran maksimal yang bahkan dirinya kini nyaris memekik. Gadis sepertinya yang sering bermalam dengan banyak lelaki, tentu saja tahu beda antara laki-laki baik dan tidak. Menurutnya, Mark adalah lelaki yang baik. Namun, mengapa Zanara begitu antipati dengan pria ini?Tak hanya menilai sikap dan cara pria itu bertutur kaya pada Clara, melainkan juga secara fisik, Clara belum pernah bertemu atau tidur dengan pria yang begitu memesona seperti Mark.Bolehkah jika ia
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara