"Jangan katakan kau tidak mengetahuinya, J. Sayang sekali ... ternyata wanita itu tidak menganggapmu cukup penting untuk mengetahui itu. Apakah kau yakin akan meneruskan impian dan khayal semumu itu?" tanya Clara terdengar sarkastik dan sukses menyinggung perasaan Jayme yang kini sudah kalut."Tidak mungkin," ucapnya, lirih, bermonolog dengan dirinya sendiri.Apakah itu yang menyebabkan Zanara bertemu dengan Gabriel? Untuk mengabarkan apa yang tengah ia hadapi, dan ia sama sekali tidak membaginya dengan Jayme?Oh, mengapa rasanya begitu sakit?Nyeri yang selama ini menghantamnya karena sikap tak bersahabat dari wanita itu, nyatanya tidak lebih sakit dibanding kali ini. Karena ia sadar, sekarang ia bukanlah satu-satunya yang peduli pada Zanara.Ada Gabriel yang akan dengan senang hati membantu Zanara apa pun yang terjadi.Tangan Jayme berhenti menyuapkan makanannya, matanya memandang entah ke mana dengan tatapan kosong.J
"Eh? Apa?" tanya Zanara, seolah tak mendengar permintaan Jayme yang cukup jelas terdengar di telinganya meski memang diucapkan cukup lirih oleh pria itu."Ayolah, Zee ... jangan menggodaku. Kau mendengarnya, kan?" ucap Jayme, sembari mengulum senyum."T-tidak.""Baiklah aku ulangi," ucapnya setelah menghela napas. "Makan malam denganku. Aku pulang pukul tujuh, dan kuharap kau sudah siap."Zanara masih mematung dan bungkam.Apakah Jayme mengajaknya makan malam dengan tujuan kencan? Ataukah hanya sekadar makan malam karena ingin suasana yang berbeda saja? Lalu bagaimana dengan Marion?"Ehm, Marion—""Aku sudah. Memesan gaun khusus untuk Marion, yang artinya ia juga akan ikut," ucap Jayme dengan senyum terkembang. Andai Zanara saat ini adalah kekasih atau bahkan istri Jayme, ia pasti akan sangat cemburu akan perhatian Jayme terhadap Marion.Begitulah Jayme, yang sering kali menimbulkan kekaguman yang tak
Zanara menanti sudah lebih dari satu jam. Jayme berjanji akan tiba di rumah pukul tujuh, tetapi hingga pukul delapan tak ada kabar apa pun darinya. Meski ada sedikit kegundahan dalam hatinya, tetapi berusaha ia tepiskan.Tidak mungkin pria itu akan membatalkan janji. Selama ini ia tak pernah seperti itu.Meski mungkin Zanara tak pernah benar-benar mengenal pria itu—karena memang ia tak pernah memberi kesempatan pada hatinya untuk mengenal Jayme, tetapi ia tahu bahwa Jayme adalah pria yang selalu memegang janjinya.Zanara berulang kali mengintip jam tangannya, jarum panjang semakin menjauh dari angkat dua belas. Di mana Jayme sebenarnya?Bahkan panggilan darinya sama sekali tak direspon oleh pria itu."Mama ... apakah papa masih lama? Aku sudah lapar," keluh Marion, sembari memeluk kaki Zanara, yang segera berjongkok demi bisa sejajari putrinya."Sabar, ya, sayang. Mama sedang berusaha menghubungi papa," hiburnya.Namun,
Zanara menoleh ke sumber suara dan mengikuti arah gerak wanita yang masuk ke ruangan Jayme. Wanita paruh baya dengan postur tubuh tegap dan masih segar, berjalan masuk dan makin mendekat ke arah putranya yang masih terbaring lemah dengan kepala tertutup kasa. Wanita itu, tampak berusia sekitar lima puluhan, atau mungkin kurang dari itu, karena di mata Zanara, wajahnya tampak cantik dan segar, seolah tak terkikis usia.Melihat kedatangan ibunya, Jayme tampaknya tak terpengaruh sama sekali.Sebaliknya dengan Zanara yang tangannya masih berada dalam genggaman pria itu, bahkan ketika ia hendak melepaskannya, Jayme menahan jemari Zanara tetap berada dalam genggamannya.Bahkan ketika Zanara hendak bangkit untuk memberi tempatnya pada Minerva, Jayme tetap menghalanginya.Jayme secara tak langsung dan tanpa perlu banyak berkata, ingin menunjukkan pada wanita yang baru saja masuk, bahwa wanita inilah yang berhasil menawan hatinya, hingga terbelen
"Hey ... siapa namamu?" tanya Minerva pada Marion, yang langsung menoleh dan menatapnya dengan mata berbinar dan tatapan polos yang meneduhkan hati siapa pun yang memandangnya. Gadis itu tersenyum."Namaku Marion, Nyonya," jawab Marion. Ia kemudian menoleh pada Jayme yang tengah tersenyum memandang interaksi antara gadis kecil itu dan ibunya. "Papa, Nyonya ini siapa? Di mana mama?" tanya Marion, kemudian setengah berbisik.Jayme mencondongkan tubuh agak mendekat pada Marion, kemudian membalas bisikan gadis itu dengan suara lirih yang nyaris sama."Mama sedang pergi sebentar. Dan nyonya itu adalah ibunya Papa."Mendengar jawaban Jayme, manik gadis itu membulat, kemudian menoleh pada Minerva dengan cepat, lalu kembali pada Jayme."Jika ibunya Papa, berarti apakah dia nenekku?" tanya Marion lagi. Jayme mengangguk disertai senyuman hangat yang biasa ia berikan pada Marion."Halo, Nenek, selamat malam. Apakah benar Nenek ibunya papa?"
Jayme tampak menanti jawaban Zanara tentang siapa yang kini tengah menghubunginya. Namun, ia tak ingin terlihat posesif, karena mereka bahkan belum memulai hubungan apa pun. Jayme tak ingin sikapnya akan terkesan berlebihan dan membuat Zanara justru lari darinya."Ehm ... Gabriel yang menghubungiku. Kurasa aku harus menerimanya dulu." Zanara kemudian keluar dari ruangan Jayme demi berbicara dengan sahabatnya itu."Zee ... aku sudah mempelajari surat tuntutan Mark. Tapi sebelumnya, bisakah kita bertemu untuk membicarakan ini? Aku khawatir tak bisa menyampaikan semuanya jika melalui telepon," ucap Gabriel dari seberang. Zanara menoleh sekilas ke arah pintu ruangan Jayme yang tertutup."Gabe, maafkan aku. Aku ingin sekali, tapi kawanku sedang berada di rumah sakit sekarang dan aku sedang menemaninya. Bagaimana jika besok saja?" tanya Zanara, memastikan bahwa apa yang akan dibicarakan oleh Gabriel masih bisa menunggu hingga besok.Ia sungguh tak mampu
"A-aku ...." Zanara tak mampu berucap, terlebih pertanyaan Minerva terkesan menodongnya dengan jawaban yang tentunya sulit untuk ia ucapkan.Apa yang dirasakan Zanara saat ini, terlalu dini jika menyebutnya sebagai 'jatuh cinta', tetapi jika mengatakan bahwa hatinya tak tergerak setelah menyaksikan dan membuktikan kualitas seorang Jayme Demir, rasanya juga tak mungkin. Lantas apa yang harus ia katakan?Minerva kini membelai lengan Zanara, tersenyum lembut padanya."Kau tak perlu menjawabnya jika memang belum siap, atau mungkin kau belum menyadari perasaanmu itu. Tapi aku bisa melihat itu di matamu," ucap Minerva."Kau pasti tahu seberapa besar perasaan Jayme terhadapmu tanpa perlu kukatakan. Ia putraku satu-satunya dan aku hanya ingin kebahagiaannya. Jika memang kau adalah pilihannya, maka aku tak bisa begitu saja mengatakan tidak. Namun, bukan berarti aku akan membiarkannya tetap melangkah maju jika apa yang ia tuju justru makin menjauh. Kuharap
Zanara menunggu di lobi JB hotel, sesuai alamat yang diberikan Gabriel. Ia terpaksa datang seorang diri, setelah perbincangan yang nyaris berubah menjadi drama dalam batinnya sendiri.Ia bisa membaca apa tujuan Jayme tak mengizinkan Marion ikut dengannya. Mungkin Jayme tak ingin Marion dekat dengan pria lain selain dirinya. Atau tak ingin gadis kecil itu menyaksikan apa yang mungkin akan dilakukan oleh ibunya bersama pria asing yang baru saja ia temui sepanjang usianya yang masih belia.Jayme memang cemburu, tetapi bagaimana pun ia tetap harus memakai berbagai logikanya untuk segala keputusan yang ia ambil jika itu mengenai Zanara.Ia sadar, Zanara masih menganggapnya bukan siapa-siapa, meski kebersamaan mereka yang hanya sebatas hubungan dua orang asing yang saling membantu kini mulai tampak membaik.Zanara sudah bersedia memanggil nama Jayme, tak lagi dengan panggilan formal yang selalu ia pakai, lalu hal lainnya adalah Zanara mau mengatakan masalah yang tengah ia hadapi. Meski belu
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara