Jayme terlanjur setuju dengan keputusan yang diambil Zanara, bahwa ia akan mengambil waktu untuk dirinya sendiri. Meski ia tak tahu ke mana arah dan tujuannya, setidaknya ia sebentar saja bisa bercengkerama dengan dirinya sendiri.Zanara telah siap dengan satu tas berisi beberapa helai baju. Jayme yakin tak banyak yang ia bawa, karena Zanara telah memastikan tak akan lebih dari tiga hari.Sesungguhnya Jayme berat melepaskan kepergian wanita itu, jika mengingat hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari. Namun, kali ini ia harus melihat Zanara sebagai pasiennya. Pasien yang membutuhkan saran terbaik darinya. Hanya itu obat yang dibutuhkan wanita itu. Menepi sejenak.Zanara berjongkok di hadapan Marion, memandangi wajah putrinya yang cantik nan polos. Ada rasa berat yang menyeruak seketika. Tak pernah sebelumnya ia meninggalkan Marion terlebih untuk waktu lama. Ia selalu mengajak gadis kecil itu, bahkan saat sedang bekerja di toko rotinya. Dan kali ini, sungguh sesuatu yang cukup me
Zanara masih mematung di tempatnya untuk sesaat. Bagaimana jika ternyata Mark yang kini tengah menanti dan menemukannya? Namun, sudah jelas seperti yang dikatakan Shienna, bukan Mark yang datang. Lalu siapa?"Siapa dia, Shie?" desak Zanara, yang tidak memberi jawaban, Shienna justru mendorong Zanara untuk keluar dan menemui pria itu.Zanara berjalan perlahan dan dengan langkah ragu menuju ke tempat di mana pria itu menunggunya, dan tak bisa menahan diri dan degup jantung yang berdetak makin tak karuan saat melihat sosok yang kini tengah berdiri membelakanginya.Zanara mengatur napas, hanya agar ia tak berteriak jika dugaannya nanti ternyata benar. Setidaknya hal itu sebagai bukti bahwa Zanara tak pernah melupakan pria ini, meski tahun demi tahun berlalu.Meski kala itu hatinya telah dimiliki oleh Mark, tetapi tetap saja, pria ini masih memiliki sedikit tempat di sana."Gabe ...," panggil Zanara, lirih dan ragu. Pelupuk matanya kini telah tergenang oleh bulir hangat yang berusaha ia ben
Apa? Apakah ini merupakan bentuk pernyataan cinta dari Gabriel untuknya? Ataukah hanya sebuah permintaan izin agar Zanara bersedia membuka pintu hatinya dan membiarkan Gabriel masuk? Lantas apa yang harus dilakukan Zanara sebagai reaksi atas apa yang diucapkan oleh pria itu?"A-apa maksudmu, Gabe?" tanya Zanara, ia memang sungguh-sungguh tak mengerti maksud dan tujuan pria itu. Ia sudah lama tidak membiarkan dirinya untuk peka terhadap perasaan yang ditunjukkan padanya secara halus maupun yang terang-terangan seperti yang dilakukan oleh Gabriel.Tangan pria itu masih menggenggam jemari Zanara. Mungkin ia tak akan pernah melepaskannya sebelum mendapat jawaban pasti dari sahabat yang pernah menjadi orang yang paling ia cintai. Bahkan mungkin masih."Kau tahu apa maksudku, Zee. Tempat di hatimu, itu yang kuinginkan."Perasaan ini yang kerap kali muncul setiap Zanara mendengar ungkapan cinta atau sikap yang berbeda dari seorang pria. Perasaan yang mem
Zanara telah menunggu di L'Restaurante, tempat yang dipilihkan oleh Gabriel untuk mereka menikmati makan siang sekaligus bernostalgia. Zanara baru saja tiba, dan menantikan kedatangan Gabriel. Ia memesan secangkir kopi untuk menemaninya menunggu.Sembari menunggu, ia memutuskan untuk menghubungi Jayme agar bisa berbincang dengan Marion. Ia sangat merindukan putri kecilnya itu. Beberapa kali ia memerhatikan foto yang ada di ponselnya, di sana tampak Marion yang tersenyum ceria menampakkan deretan giginya yang bersih. Sungguh ia rindu. Mungkin tak akan bisa lebih lama berada jauh dari gadis kecil itu.Belum sempat menghubungi Jayme, dari kejauhan seseorang memanggil namanya.Gabriel datang dengan menggendong seorang anak lelaki dan langsung mendudukkannya di kursi ketika tiba di meja Zanara."Hey ...." Tatapan Zanara tertuju pada Gabriel, lalu anak lelaki dalam gendongannya. Takjub dan kagum sesaat menyelinap dalam hatinya."Gabe, dia ini .
"Aku ...." Zanara hendak menjawab asal saja, setidaknya pembahasan ini tidak akan berlanjut. Namun, belum sempat ia melanjutkan ucapannya, ponselnya berdering. Nama Jayme tertera di sana, yang tentu saja tak mungkin ia abaikan.Setelah memberi isyarat pada Gabriel bahwa ia harus menerima panggilan itu, Zanara bangkit dari duduknya, kemudian bergegas menjauh dari meja di mana Gabriel masih berada di sana dan tampaknya kini tengah disibukkan dengan putranya.Terima kasih pada Jayme dan Marion yang telah menyelamatkannya. Untuk sementara.Zanara bersemangat menerima panggilan video yang masuk. Rasa rindu yang membuncah pada Marion membuatnya ingin segera berada di rumah. Bila perlu saat ini juga."Mama ... kapan Mama akan pulang? Aku sangat merindukanmu," ucap Marion, segera setelah Zanara menekan tombol hijau di layar ponselnya."Wah ... hampir saja Mama melompat karena terkejut. Apakah ini suara putriku yang cantik itu? Siapa namanya? Oh,
Tampaknya akan percuma bagi Zanara jika menolak penawaran Gabriel. Pria itu mungkin hanya ingin menemani hingga dirinya tiba di Bursa dalam keadaan aman, begitu yang dikatakannya.Meski untuk sementara waktu Zanara tak bisa memastikan apakah ia nyaman dengan apa yang dilakukan Gabriel, tetapi dengan terpaksa ia menerima saja kebaikan hati pria itu."Ehm, aku ... sebenarnya aku tidak tinggal di rumahku sendiri, Gabe," ucapnya, ragu."Lantas?""Aku tidak enak jika tidak menawarimu untuk mampir, tetapi kebetulan aku tinggal dan menumpang di rumah seseorang."Gabriel tampaknya bisa menebak siapa yang dimaksud oleh Zanara. Namun, ia sedang tak ingin memperdebatkan apa pun saat ini. Bukankah mereka sudah dekat untuk waktu yang tidak sebentar? Ia tak perlu takut bersaing dengan pria yang baru saja masuk ke kehidupan Zanara.Sudah bisa dipastikan Gabriel yang akan menang."Tidak masalah, Zee. Setelah bertemu Marion, ak
Dua orang wanita dengan usia yang tak jauh berbeda tengah duduk berhadapan di sebuah kafe. Mereka tampaknya sudah cukup lama berada di sana, memperbincangkan banyak hal yang seharusnya mereka bicarakan sejak lama, karena tampaknya mereka berada pada frekuensi yang sama.Wanita dengan rambut sewarna madu dengan tubuh sintal bak biola, menghirup kopi di cangkirnya sembari menyimak apa yang diucapkan wanita lainnya."Hmm ... jadi kita memiliki musuh yang sama?" tanya wanita bertubuh sintal, memastikan bahwa memang mereka memiliki sebuah kesamaan. Sementara wanita lainnya hanya memandang dengan tatapan tajam."Jangan katakan kau tidak tahu sama sekali. Jika kau memang tidak tahu, lantas apa tujuanmu datang menemui Jayme? Hanya untuk konsultasi atas penyakit yang ... sebenarnya tak pernah ada, yang benar saja," tembak gadis di hadapannya, membenarkan rambut sebahunya yang terurai hingga helainya mengenai wajah.Wanita berambut madu melipat kakinya. Tam
Jayme baru tiba di rumah saat hari sudah larut. Namun, tak ada sambutan dari Marion maupun Zanara. Mungkin keduanya sudah terlelap, Jayme tak ingin mengganggu, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya.Malam ini ia ingin tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan pekerjaan atau apa pun. Ia sudah cukup berkutat dengan semua itu sejak siang tadi, sedikit waktu beristirahat mungkin tak ada salahnya.Baru saja ia menutup pintu kamarnya, lamat-lamat ia mendengar suara Zanara yang sepertinya tengah berbincang dengan seseorang di telepon. Bukan bermaksud untuk menguping, tetapi ia tak mampu menahan rasa ingin tahu dengan siapa wanita itu bicara."Shie, sungguh, kau sama sekali tidak memberi solusi. Aku serius, ini bukan hal yang bisa kau tanggapi dengan main-main! Nasibku dan Marion ada di tanganmu. Kumohon ...."Kalimat yang baru saja ia dengar berhasil menggugah rasa penasaran Jayme akan siapa dan apa yang dibahas oleh Zanara. Apa yang dimaksud dengan nasibnya dan Marion ada di tangan S
Satu tahun kemudian.“Jayme, apakah balon yang kemarin sudah dipasang semuanya?” tanya Zanara sembari membawa beberapa kotak besar berwarna biru. Ia tampak mondar-mandir mengatur semua yang akan mereka gunakan untuk pesta hari ini.Marion tampak bersemangat membantu sang ibu dengan memasang beberapa ornamen di sekitar meja yang di atasnya telah tertata makanan kecil dan kue tart.Sesekali ia mengedar pandangan di seluruh penjuru ruangan. Sudah cantik dengan banyak hiasan, balon, serta pernah-pernik berwarna biru dan putih. Bahkan kue yang tertata di meja pun berwarna biru. Ia sudah mengintipnya tadi dan sekarang kue itu tertutup hiasan dengan warna putih.Hari ini bukanlah hari ulang tahun Marion, atau pun Jayme dan Zanara. Bukan pula perayaan pernikahan keduanya, melainkan pesta baby shower yang terlambat mereka laksanakan dengan terpaksa—karena sempat terjadi perdebatan antara Jayme dan Zanara mengenai apakah mereka akan mengadakan pesta itu atau tidak.Di saat Jayme menginginkannya
Hari-harinya bahkan terasa kosong tanpa kehadiran Marion. Ia dan Jayme seharian hanya menghabiskan waktu di hotel, sekadar piknik di balkon atau bercinta yang akhir-akhir ini menjadi hal yang Zanara hindari.Tragedi pengaman yang terlupakan menimbulkan kecemasan di hati Zanara, bagaimana kalau itu lantas menimbulkan bibit di dalam rahimnya? Apakah ia sudah siap dengan itu?Kini Shienna dan lainnya sudah pergi dan meninggalkan Jayme dan Zanara berdua kembali. Keduanya tengah berbaring di lantai balkon dengan memandangi langit yang cerah. Semuanya sudah selesai dan ia, juga Jayme tak perlu lagi berurusan dengan masalah yang mungkin akan membuat kehidupan keduanya begitu rumit.Urusan yang harus diselesaikan oleh Zanara saat ini adalah perbincangan mengenai bayi yang kembali diulang-ulang oleh Jayme.“Berarti ini kesempatan untuk kita membuat bayi?” godanya di sela percakapan mereka sembari melakukan piknik di balkon seperti yang biasa dilakukan oleh keduanya selama tak ada Marion.“Tida
Zanara menghubungi Shienna, memintanya agar menjaga Marion sehari lagi, karena dirinya dan Jayme masih ada keperluan yang harus mereka selesaikan. Meski rindu, setidaknya ia yakin akan bertemu dengan Marion.Sementara dengan Kenneth, tak ada hari esok. Detik ini juga pria itu harus menjelaskan segalanya.Kenneth memaksa untuk pulang, saat Zanara dan Jayme tiba di rumah sakit. Dengan lengan yang patah dan beberapa luka di tubuhnya, Kenneth tak bisa pergi ke mana pun.Jayme menyeret pria itu kembali ke kamarnya, diikuti Zanara, lalu mengunci pintu ruangan tempat dirinya dirawat.“A-apa yang kalian mau? Jayme ... mengapa kau tampak aneh, kawan?”“Jangan berpura-pura lagi, Ken. Atau ... aku harus memanggilmu Brandon?”Kenneth terhenyak kala mendengar todongan Jayme terhadapnya. Ia kemudian menoleh ke arah Zanara, lalu Jayme, secara bergantian.“Apa yang kau katakan?”“Sudahlah, penipu, kau tidak bisa lari lagi. Sekarang katakan, apa tujuanmu menyamar sebagai Kenneth si detektif swasta ini
Zanara menyeret langkah keluar dari bangunan itu. Ia menguap beberapa kali, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang. Ia masuk ke dalam pelukan Jayme dan menyandarkan kepala di dada pria yang memilih untuk menunggunya di luar.“Bagaimana?” tanya Jayme, seolah ingin tahu akan hasil yang didapat sang istri mengenai Kenneth, yang ia yakini memang adalah Kenneth yang asli.“Aku harus datang menemui Kenneth. Namun, sepertinya tidak malam ini. Kita kembali ke hotel saja, Jayme ... aku mengantuk.”Jayme mengangguk, kemudian menuntun Zanara masuk ke dalam taksi dan membiarkan wanita itu tidur sepanjang perjalanan.Tiba di hotel, giliran Jayme yang tak bisa terlelap. Ia memikirkan kecurigaan Zanara mengenai Kenneth, tetapi dirinya tak percaya. Kini, rasa ingin tahu yang sebelumnya hanya dirasakan Zanara pada akhirnya juga menggelitik perasaan Jayme.Ia mengambil ponsel Zanara yang sejak tadi berdering. Nama Mark tertera di layarnya. Apa yang dilakukan pria itu menghubungi istrinya selarut ini? A
“Gabriel? Apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau cari? Dan bagaimana—“ Zanara tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia teringat perkataan Kenneth mengenai seseorang yang mengikuti mereka.Lalu ingatan Zanara tertuju pada kertas yang berisi pelaku sabotase mobilnya, bahkan penculikan Marion pun melibatkan Gabriel di dalamnya.Ia selama ini tak percaya itu, tetapi tak ingin memulai pertengkaran dengan mengatakan bahwa Kenneth mungkin saja berdusta entah dengan tujuan apa.Kini, setelah melihat sendiri buktinya, masihkah Zanata meragukan hasil analisa dan investigasi Kenneth?Mungkin tidak, tetapi Zanara masih yakin bahwa Kenneth adalah Brandon yang menyamar. Namun, apa motif Brandon menyamar dan terus mengikuti Zanara? Dan mungkinkah dirinya akan mengakui setelah semua masalah ini menemui titik terang?Zanara mendekat pada Gabriel yang hanya menunduk, menghindari tatapan tak percaya dari wanita yang sungguh ia cintai itu. Ia tak bisa ... tak bisa jika Zanara lantas membencinya. Namun, e
Zanara berteriak, tetapi yang keluar hanya suara tak beraturan. Ia berusaha menghalangi apa pun yang akan dilakukan oleh pria misterius itu. Entah bagaimana keamanan hotel itu hingga pria asing ini bisa masuk dan melakukan ... entah apa, di kamarnya.Berbagai kemungkinan terus mengganggu pikiran Zanara.Jayme masih terlelap, bagaimana jika penyusup itu lantas ... ah! Sungguh Zanara ingin melakukan sesuatu, tetapi tangan dan kakinya sudah terikat dan tali yang mengikatnya terhubung pada trail yang ada di kamar mandi.Zanara berusaha melepaskan ikatan itu, tetapi tak bisa. Ia masih berusaha memanggil nama Jayme, dan suaranya hanya terasa seolah tenggelam dan tak terdengar.Sementara itu, si penyusup melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya, mencari sesuatu entah apa. Bahkan Zanara yang sejak tadi berusaha untuk mengira-ngira pun tak menemukan jawaban hingga penyusup itu terlanjur mengikatnya seperti sekarang.“Sial!” umpatnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, hanya tersangkut di
Jayme baru saja keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ‘tritmen’ spesial bersama Zanara. Tak lama berselang, terdengar suara ketukan di pintu, yang tentu saja tak perlu lama menunggu, Jayme sudah menyambut siapa pun tamu yang datang mengunjungi mereka.Tak mungkin sebotol sampanye, karena ia tak memesan apa pun. Namun, yang ia pikirkan mustahil, justru terjadi. Seorang pegawai hotel datang dengan troli berisi makanan dan sebotol wine.“Maaf, apakah benar ini kamar Tuan Demir?” tanya pegawai hotel tersebut dengan bahasa Inggris yang fasih.“Ya, benar.”“Ini ada pesanan sajian makan malam dan sebotol wine untuk Tuan dan Nyonya Demir.”Jayme terdiam sejenak, bertanya pada pegawai tersebut, siapa yang memesan makan malam spesial untuk mereka. Namun, pria itu mengatakan bahwa tak disebutkan siapa pengirimnya.Jayme hendak menolak, tetapi bersamaan dengan Zanara yang keluar dari kamar mandi dan mengetahui sang suami yang tengah berbincang dengan seseorang di luar.Zanara menghampiri
“Ada satu hal yang kubingungkan darimu, Zee. Mengapa kau begitu ingin tahu mengenai pria, yang dari namanya saja sudah jelas kalau ia adalah orang lain? Tidakkah itu akan membuang waktumu?” tanya pria yang tengah bicara dengannya di seberang. “Nikmati saja bulan madumu dengan Jayme, Zee.”Zanara menghela napas, menoleh sebentar ke arah kamar Kenneth, sejenak, kemudian kembali memutar tubuhnya kembali ke posisi semula.“Bagaimana lagi? Kau tahu, kan bagaimana jahatnya ia? Kau sudah pernah merasakan juga, dia adalah psikopat,” ucap Zanara, setengah berbisik. “Dan kita tak pernah tahu apa tujuan pria itu mendekati Jayme dan aku.”Pria di seberang mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada Zanara yang tengah didera kegundahan.Wajar saja, karena dulu Brandon-lah yang menyekapnya dan menghajar Mark hingga babak belur hanya demi sebuah obsesi. Jika memang semua yang ia lakukan adalah demi memiliki Zanara, mengapa ia memutuskan pertunangan begitu saja, dulu?“Sudahlah, Mark ...
Jayme dan Zanara tengah menikmati semilir angin di pantai Lido, keduanya berjemur sebagaimana layaknya turis asing lain yang melakukan hal sama.Suasana di tempat mereka berada tidak terlalu ramai, karena musim gugur baru saja tiba. Langit tidak terlalu cerah, bahkan justru tampak mendung. Namun, baik Jayme maupun Zanara tak terganggu akan cuaca apa pun. Mereka duduk dan berbincang seolah tak akan pernah habis pembahasan mereka mengenai banyak hal.Wajar saja, meski mereka telah bersama selama lebih dari tiga tahun, tetapi itu hanya kebersamaan tanpa status yang tak mungkin bagi Jayme untuk mengorek banyak hal tentang wanita itu, pun sebaliknya.Zanara bahkan tidak tertarik akan kehidupan Jayme sebelumnya. Mengenai kehidupan pribadinya, keluarganya, terlebih kehidupan asmara pria itu.Untuk bagian itu, Jayme memilih untuk tidak membahasnya dengan Zanara. Tak ada yang menarik bagi pria itu mengenai kehidupan cintanya selain dengan wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.Sementara