Budi harus masuk sekarang juga!Setelah Harwin dan putranya masuk, mereka pasti akan menggunakan namanya untuk menekan Tirta dan tiga keluarga besar lainnya. Jika dia pergi begitu saja, bukankah Tirta nantinya akan balas dendam padanya?Begitu melihat Tirta yang duduk di dalam, langkah Budi menjadi terhuyung-huyung. Bisa dibayangkan betapa paniknya dia saat ini."Pak Budi, kamu datang tepat waktu sekali! Demi bocah ini, tiga keluarga besar mau melawan kami!" adu Harwin buru-buru dengan wajah gembira."Kami nggak akan ambil sepeser pun keuntungan dari tanah itu, semuanya jadi imbalan untuk Pak Budi! Sebaiknya Pak Budi yang turun tangan untuk atasi masalah ini!" lanjutnya."Ckck .... Harwin benaran nyuruh Pak Budi datang!""Kelihatannya ... kalau bukan Pak Tirta yang turun tangan kali ini, Keluarga Mahira pasti sudah hancur!"Seketika, Hubert dan istrinya merasa ketakutan."Oh, pantas saja Keluarga Sutejo percaya diri sekali. Ternyata ada Pak Budi yang jadi sokongan kalian?" hardik Tirta
"Siapa Pak Tirta?" Budi seolah-olah menemukan kesempatan untuk melampiaskan amarahnya. Dia menunjuk Harwin sambil memakinya, "Kamu nggak pantas nanyain identitas Pak Tirta!""Tapi, aku bisa beri tahu kamu dengan jelas. Jangankan aku, bahkan kalau Pak Chandra yang turun tangan sekalipun, dia hanya bisa menyanjung Pak Tirta! Cuma keluarga kecil seperti kalian ini mau melawan Pak Tirta? Sepertinya kalian nggak mau hidup di provinsi ini lagi!"Tentu saja Budi marah besar. Sejak kepulangannya terakhir kali, Chandra telah berpesan padanya untuk menjalin persahabatan dengan Tirta jika ada kesempatan. Dia tidak boleh menyinggung Tirta sama sekali.Namun kini, Harwin dan putranya malah membuatnya melawan Tirta. Jika Chandra sampai tahu hal ini, dia pasti akan memecat Budi!"Apa?! Pak Budi ... kamu nggak lagi bercanda, 'kan?"Mendengar hal itu, Harwin dan putranya seketika terperanjat. Mereka baru menyadari alasan mengapa ketiga keluarga besar itu mau melawan Keluarga Sutejo demi Keluarga Mahira
"Jadi, masalah selingkuh itu sebenarnya nggak ada. Lagian, kalaupun Aiko benaran sedang hamil anakku, itu adalah kebebasannya sendiri. Nggak ada hubungannya sama sekali dengan Pak Billy.""Kamu juga bukannya tulus mencintai Aiko. Kamu cuma mau mempermainkannya. Selain itu, Aiko juga sudah ceritakan soal membuat matamu buta. Kamu yang duluan diam-diam berniat balas dendam dengan menghancurkan perusahaan orang tuanya."Setelah itu, kamu mau menodai Aiko dengan memberinya obat-obatan terlarang. Aiko cuma nggak sengaja melukaimu karena mau melindungi diri. Itulah kejadian yang sebenarnya terjadi. Apa benar ucapanku, Pak Billy?" ucap Tirta sambil memicingkan matanya.Semua tuduhannya itu beralasan dan disertai dengan bukti kuat. Semua orang yang berada di sana pun mendengarnya dengan jelas."Ternyata begitu!""Harwin, anakmu melakukan semua itu, kamu masih berani minta bantuan dariku?" bentak Budi terhadap Harwin."Billy ... apa benar yang dibilang Pak Tirta?" tanya Harwin dengan suara geme
Kata-kata Tirta sangat jelas. Dia memang bukan tipe orang yang suka membalas dendam. Namun, menghadapi orang yang licik seperti Billy, Tirta merasa tidak nyaman membiarkannya begitu saja. Lebih baik memastikan bahwa Billy kehilangan kemampuan untuk melakukan balas dendam!Melihat Billy mengingatkan Tirta pada Pasha, yang pernah dia temui di Kota Barlin.Jika dia memberi Billy kesempatan kedua dan pria itu kemudian melukai Aiko lagi ke depannya, Tirta akan merasa sangat menyesal!"Ja ... jangan, Pak Tirta! Keluarga Sutejo nggak ada hubungannya sama semua yang dilakukan si berengsek ini. Terserah mau bagaimana Anda menghukumnya, tapi jangan sampai melibatkan Keluarga Sutejo!"Mendengar hal itu, Harwin langsung berlutut dan bersujud di hadapan Tirta."Nggak, mungkin Pak Harwin salah paham. Aku cuma mau lawan kalian berdua. Aku nggak pernah bilang mau lawan semua Keluarga Sutejo. Tentu saja, lain lagi ceritanya kalau Keluarga Sutejo mau balas dendam," timpal Tirta."I ... ini ...." Mende
Billy yang berani melakukan kekerasan di depan umum jelas tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Pak Budi, aku nggak apa-apa. Kamu bawa saja mereka berdua. Aku nggak mau lihat mereka lagi," ujar Tirta setelah menghibur Aiko yang ketakutan."Baik, aku akan suruh orang untuk bawa mereka pergi! Kalau ada masalah, Pak Tirta silakan hubungi aku saja!" jawab Budi. Setelah itu, dia menyuruh bawahan dari tiga keluarga besar untuk membawa pergi Billy dan Harwin."Tunggu, kalau Pak Harwin benar-benar menyesali perbuatannya, aku bisa saja mengampuninya. Kalau nggak, Pak Budi tangani saja sendiri," timpa Tirta.Dari yang terlihat sejauh ini, perilaku Harwin setidaknya masih belum terlalu berlebihan. Jika bukan demikian, Tirta tentu tidak akan memberikan kelonggaran seperti itu."Ya, ya," jawab Budi sebelum membawa orang-orangnya keluar dari pintu utama. Dia sudah memutuskan untuk menyerahkan Billy kepada Chandra, agar Chandra yang menangani hukuman untuknya secara langsung.Adapun Keluarga Sutejo, mes
"Hm? Kamu nggak usah ikut aku pulang lagi deh?" Mendengar ucapan Aiko, Tirta merasa agak terkejut. Tentu saja dia mengerti maksud ucapan Aiko. Masalahnya adalah, saat ini terlalu banyak wanita di rumahnya. Kalau ditambah satu lagi, jelas tidak ada tempat untuk tidur!Belum lagi, jika Ayu dan Melati melihat dia membawa Aiko pulang, bukankah mereka akan marah besar dan mungkin langsung menghukumnya?"Huh! Masih saja pura-pura. Kalau aku nggak ikut kamu pulang, kamu tidur di sini saja? Kamu pasti merasa kurang nyaman di rumahku, 'kan? Kalau di rumahmu, kamu bisa tiduri aku sesuka hatimu!" Jelas sekali, Aiko salah mengartikan ucapan Tirta."Putri kita memang hebat, berani mengejar sesuatu yang disukainya! Sama seperti gayaku waktu muda dulu!" Hubert menguping pembicaraan mereka, lalu tersenyum dan bertukar pandang dengan istrinya."Uhuk uhuk ...." Tirta hampir saja tersedak. Pada akhirnya, dia terpaksa menjelaskan kesulitannya."Ini ... Aiko, rumahku lagi renovasi sekarang. Aku sendiri saj
Pemandangan ini benar-benar memikat!"Kamu lagi nyetir, nggak boleh lihat ke sana! Kalau sudah senggang nanti, aku kasih kamu lihat sampai puas." Melihat tatapan Tirta yang tampak membara, Aiko tampak malu sekaligus bahagia."Aiko, aku cuma boleh lihat? Nggak boleh lakukan yang lain?" Pada dasarnya, Tirta memang tidak mengantuk. Namun setelah mendengar ucapan Aiko ini, dia jadi semakin bersemangat."Tentu saja cuma boleh lihat, memangnya kamu mau ngapain? Dasar mesum!" Aiko masih muda dan jarang berteman dengan lawan jenis. Kini setelah digoda oleh Tirta, wajahnya langsung merah padam."Mana ada orang yang cuma boleh lihat, nggak boleh sentuh? Kamu ini benar-benar nggak masuk akal!" ujar Tirta dengan kesal."Aku cuma sekadar ngomong kok. Setelah naik ke ranjang, semuanya jadi tergantung sama kamu, 'kan? Kamu ini entah benaran nggak ngerti atau sengaja mau goda aku?" balas Aiko dengan sinis. Setelah itu, dia terus-terusan menguap. Saat ini, dia benar-benar mengantuk."Tirta ... aku ngan
"Cuih, dasar berengsek. Aku bukannya mau bantu kamu .... Kamu terlalu menganggapku buruk!" Melihat ekspresi Tirta yang tampak nakal dan malah menikmatinya, Aiko akhirnya menyerah dan buru-buru melepaskannya.Dia teringat kejadian di ruang VIP sebelumnya, di mana "hal ini" hampir membuatnya meragukan hidupnya sendiri!Dalam hati, Tirta terkekeh-kekeh, 'Hehe, aku tahu kamu nggak nakal, tapi aku nakal!'Namun, Tirta berpura-pura menguap dan menunjukkan ekspresi lelah sambil berkata, "Aiko, aku nggak seperti yang kamu bayangkan, kok. Aku cuma agak ngantuk sampai sulit membuka mata.""Setelah kamu pegang sebentar tadi, aku jadi semangat. Makanya, aku menyuruhmu lebih kuat supaya aku bisa semangat. Perjalanan dari sini ke kabupaten masih jauh. Kalau aku ngantuk berat, gawat sekali kalau sampai terjadi kecelakaan.""Hush, jangan bicara sembarangan. Kita nggak akan kecelakaan." Aiko mana mungkin menyangka ternyata Tirta masih begitu bersemangat.Melihat penampilan Tirta yang terlihat ngantuk,
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b
Farida menebak Tirta pasti menyembunyikan sesuatu. Dia mengambil nasi kotak dari mobil, lalu memberikannya kepada Tirta. Farida berkata, "Nggak ada nasi kotak yang tersisa lagi. Kalau kamu nggak keberatan, ini nasi kotakku."Farida yang membawa nasi kotak. Di atasnya terdapat gambar kartun kucing berwarna merah muda. Gambar itu juga terdapat di pakaian dalam yang sering dikenakannya. Siapa sangka, Farida yang lebih tua daripada Ayu menyukai barang lucu seperti ini."Kak Farida, kalau kamu berikan nasi kotakmu padaku, kamu makan apa?" tanya Tirta. Dia merasa malu. Apalagi setelah melihat gambar kucing di nasi kotak itu.Farida melihat tatapan Tirta tertuju pada gambar kucing itu. Dia takut Tirta mentertawakannya. Farida menyahut dengan gugup, " Aku nggak lapar, anggap saja aku lagi diet. Kamu makan saja.""Oke. Terima kasih, Kak Farida. Oh, iya. Bagaimana perkembangan renovasi vila? Apa malam ini aku bisa tinggal di vila?" timpal Tirta.Tirta tidak sungkan lagi. Dia membuka nasi kotak,
Tiba-tiba, terdengar suara batuk Agatha. Dia bertanya, "Tirta, apa maksudmu?"Tirta terkejut. Dia segera menyimpan mata tembus pandang, lalu membuka pintu dan berkata seraya tersenyum, "Kak Agatha, maksudku Kak Nia sangat kompeten. Ke depannya pria yang bersamanya pasti bahagia."Agatha yang curiga bertanya, "Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Bukannya kamu lagi melakukan akupunktur pada Kak Nia? Apa yang dia lakukan?"Tirta menjawab dengan tenang, "Maksudku untuk urusan kebun buah. Tadi kami membahas masalah kebun buah waktu melakukan terapi akupunktur. Kak Nia bisa mengurus semuanya tanpa bantuanku. Dia sangat kompeten."Agatha mengangguk sambil menanggapi, "Kak Nia memang kompeten. Aku pun nggak bisa melakukannya sendiri. Aku pasti kewalahan."Agatha bertanya lagi, "Mana Kak Nia? Apa terapi akupunktur sudah selesai?"Tirta menyahut, "Sudah. Dia lagi ganti baju."Agatha berusaha menahan tawanya dan menimpali, "Makanannya sudah siap. Kamu cuci tangan dulu sebelum makan. Kak Aru
Tirta berkata sebelum memulai akupunktur, "Kak Nia, terapi akupunktur kali ini mungkin berbeda dengan sebelumnya. Aku akan menambahkan pijatan agar efeknya lebih bagus."Tirta melanjutkan, "Sebaiknya kamu persiapkan mentalmu. Tentu saja, aku nggak berniat mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kalau kamu keberatan, aku hanya melakukan akupunktur.""Pijatan?" ujar Nia. Dia menghela napas, lalu mengangguk dan menambahkan, "Itu ... nggak masalah. Lagi pula, semua itu untuk mengobati penyakitku. Aku bisa terima, yang penting bisa menyembuhkanku.""Oke, Kak Nia. Mungkin nanti akan sedikit gatal. Tahan sebentar, ya," timpal Tirta. Selesai bicara, dia langsung menusukkan jarum ke bagian dada Nia.Kali ini, Tirta melakukan terapi akupunktur pada Nia untuk menyembuhkan sesak napas yang dideritanya. Setelah Tirta mencabut jarum, Nia belum merasakan gatal.Kemudian, Tirta melakukan terapi akupunktur sesi kedua. Begitu Tirta menusukkan jarum, Nia merasa gatal hingga mengeluarkan desahan. Dia bergu
Kemudian, Ayu kembali sibuk di dapur. Agatha keluar dari klinik, lalu bertanya kepada Tirta, "Tirta, Bibi Ayu bilang apa denganmu? Kenapa kalian kelihatan misterius?"Tirta menjawab dengan tenang, "Nggak apa-apa. Bibi Ayu tanya kenapa Kak Nia tiba-tiba tinggal di klinik.""Oh. Kamu cepat lihat dulu, nanti malam Kak Nia tidur di mana?" timpal Agatha. Dia menarik Tirta masuk ke klinik, lalu melanjutkan dengan ekspresi khawatir, "Selain itu, kita bertiga ... kita tidur di mana? Nggak ada tempat lagi."Nia yang berdiri di depan pintu klinik berujar dengan canggung, "Tirta, apa aku merepotkan kalian? Kalau nggak, aku tinggal di hotel saja."Tirta menepuk dadanya sambil menjamin, "Nggak usah, Kak Nia. Aku sudah atur semuanya. Klinik ini cukup untuk ditempati kita semua.""Kalau begitu, kamu lakukan akupunktur pada Kak Nia. Aku lihat Bibi Ayu butuh bantuan atau nggak," ucap Agatha. Selesai bicara, dia masuk ke dapur.Tirta menutup pintu klinik, lalu mengambil jarum dan berkata kepada Nia, "Ka