Kemudian, beberapa orang itu saling memapah dan duduk di sofa. Mereka seperti menantikan pertunjukan seru.Resnu saja berani menampar Saad yang merupakan seorang wali kota. Mudah saja baginya untuk memberi Tirta pelajaran, 'kan?Mereka tidak akan tahu bahwa Resnu sedang memikirkan cara untuk menjelaskan dan minta maaf kepada Tirta. Setelah mendengar provokasi mereka, Resnu ingin sekali membunuh mereka!Dengan perasaan gusar, Resnu membentak, "Berengsek! Tutup mulut kalian! Kalian mau melihatku mati? Dasar bodoh! Siapa suruh kalian menyinggung Pak Tirta?""Sepertinya kalian semua sudah bosan hidup! Cepat berlutut dan minta maaf kepada Pak Tirta atau aku nggak bakal mengampuni kalian!"Usai berbicara, Resnu ketakutan hingga kesulitan berdiri dengan stabil. Di sisi lain, Dipo dan lainnya termangu melihat respons Resnu.Resnu bukan hanya tidak memberi Tirta pelajaran, tetapi juga memanggilnya dengan begitu sopan? Bahkan, menyuruh mereka berlutut dan minta maaf kepada Tirta? Ada apa ini? Ap
Tirta tidak peduli pada senyuman Resnu yang penuh sanjungan. Dia membentak tanpa sungkan sedikit pun, "Kalau kamu berani bohong, aku akan melumpuhkanmu sekarang juga!""Hah? Kak Agatha? Pak Tirta, aku baru sampai di kota. Aku nggak menculik kakakmu. Jangan salah paham!" Kali ini, giliran Resnu yang kebingungan.Saat berikutnya, Resnu terpikir akan sesuatu. Orang yang dimaksud Tirta pasti adalah wanita yang diculik oleh Dipo! Kalau tidak, Tirta tidak mungkin datang ke kelab untuk memberi Dipo dan lainnya pelajaran!"Oh, aku sudah ingat. Maksudmu Presdir Farmasi Santika? Para bajingan ini menculik kakakmu? Aku akan menyuruh mereka membebaskannya! Tolong jangan pukul aku!" pinta Resnu.Kemudian, Resnu menghampiri Dipo dan menendang sambil memaki, "Siapa suruh kamu menculik kakak Pak Tirta! Kamu kira bisa semena-mena karena kaya dan berkuasa? Ini ilegal! Cepat lepaskan wanita itu! Kalau sampai Pak Tirta turun tangan, kamu yang bakal setengah mati!"Jika Dipo tidak menculik Agatha, Resnu ti
Usai berbicara, Juna langsung mengakhiri panggilan."Pak Resnu, Pak Tirta, aku sudah menuruti instruksi kalian. Tapi, sepertinya kedua orang itu menolak mendengarkanku. Bagaimanapun, mereka bukan bawahanku. Aku nggak tahu ke mana mereka bawa Agatha. Aku juga nggak bisa mengatur mereka ...." Dipo berpura-pura tidak berdaya.Sebenarnya, dalam hati Dipo, dia berharap Juna dan Hamdan melakukan sesuatu yang gila. Dengan begitu, amarahnya baru terlampiaskan!Begitu mendengarnya, ekspresi Tirta sontak menjadi masam. Sebelum Tirta bersuara, Resnu yang panik buru-buru menunjuk Dipo dan memaki, "Sialan! Kamu yang menyuruh mereka menculik orang, tapi sekarang kamu nggak bisa mengatasinya? Dasar sampah! Aku bisa membunuhmu sekarang juga!""Sudahlah, ini bukan urusanmu lagi," sela Tirta sambil mengangkat tangan dan mengernyit. Ketika melihat Resnu begitu takut, Tirta tahu Resnu tidak berkaitan dengan penculikan ini. Dugaannya salah."Oh, baik, Pak. Kalau butuh bantuan, beri tahu saja aku. Aku pasti
Saad dan lainnya juga merasa ucapan Tirta kurang tepat. Namun, karena Tirta sudah berbicara demikian, mereka juga tidak bisa mengatakan apa pun lagi.Saad berpikir, jika Tirta gagal bernegosiasi dengan mereka, dia akan turun tangan untuk membantu.Juna terkejut mendengar nama Tirta. Dia bertanya dengan terbata-bata, "A ... apa? Kamu Tirta?""Ya, aku Tirta," ucap Tirta dengan tegas. "Aku nggak ingin mengulangi perkataanku. Kesabaranku terbatas. Kuberi kamu waktu 10 detik untuk mempertimbangkan. Tentukan pilihanmu secepatnya.""Eee ... ini ...." Juna seketika merasa panik. Pengeras suara diaktifkan, jadi Hamdan bisa mendengar semuanya. Segera, keduanya bercucuran keringat dingin."Tirta kembali .... Ini benaran gawat! Kita nggak seharusnya menculik Agatha!" Mereka tahu sekejam apa Tirta. Ketika Ezra dan Rudi menghasut para pemegang saham untuk memaksa Agatha mundur, Tirta memberi mereka semua pelajaran tanpa ampun.Mereka semua hampir mati dibuatnya! Kini, mereka malah melakukan hal yang
Adapun Saad, Mauri, dan Susanti, mereka juga tidak menyangka Juna dan Hamdan akan tunduk. Sepertinya ini jauh lebih mudah daripada mereka mengutus pasukan untuk menangkap Juna dan Hamdan.Setelah memikirkan sikap Resnu terhadap Tirta, kini pandangan mereka terhadap Tirta lagi-lagi berubah. Sepertinya, Tirta jauh lebih hebat dari yang mereka lihat."Tirta, kami akan bawa Bu Agatha ke sana sekarang juga. Kalau kamu mencemaskannya, kamu boleh bicara dengannya dulu," ucap Hamdan.Segera, terdengar suara Agatha yang senang. "Tirta, aku baik-baik saja kok. Jangan cemas. Sebentar lagi kita ketemu."Jelas, kedua orang itu sudah melepaskan Agatha. Tirta berkata, "Baguslah kalau begitu. Kak, kamu pegang saja ponsel mereka. Panggilannya nggak usah dimatikan."Tirta merasa lega. Dia melarang Agatha mematikan ponsel supaya Juna dan Hamdan merasa takut. Dengan demikian, mereka tidak akan berani memainkan tipu muslihat apa pun.Setidaknya, sekarang keselamatan Agatha terjamin. Juna dan Hamdan tidak m
Kini, Dipo dan lainnya bisa menebak bahwa Tirta yang memutuskan lengan Resnu. Resnu bukan hanya tidak berani membalas dendam, tetapi juga bersikap begitu rendah diri terhadap Tirta dan teman-temannya.Setelah mendapat izin dari Tirta, Resnu pun langsung kabur. Resnu belum tentu setakut ini pada ayahnya!Dipo dan lainnya kembali menatap Tirta. Mereka lagi-lagi merasakan ketakutan mendalam. Saat ini, terdengar bentakan Resnu dari koridor. "Jangan mimpi! Kalian telah menyinggung Pak Tirta. Kalian bukan temanku lagi!"Demi tidak terlibat dalam masalah ini, Resnu memilih untuk putus hubungan dengan mereka. Dipo dan teman-temannya hanya bisa berduka. Mereka baru menyadari betapa berbahayanya sosok yang mereka singgung!"Pak Tirta, kami sudah salah. Kami nggak seharusnya menyuruh orang menculik Bu Agatha. Begini, kami bakal membayar 6 triliun sebagai kompensasi. Tolong ampuni kami sekali." Setelah berdiskusi sesaat, Dipo dan lainnya memberanikan diri untuk memohon."Hehe. Kalian kira uang bis
Ketika melihat reaksi Susanti, Tirta tahu bahwa wanita ini cemburu karena melihatnya peduli pada Agatha. Bagaimanapun, ada banyak hal yang terjadi selama mereka berada di makam kuno. Mereka telah memiliki perasaan untuk satu sama lain.Secara fisik, mereka juga melakukan pertukaran yang menyenangkan. Apalagi, Susanti berjanji akan menunjukkan bokongnya kepada Tirta setelah keluar dari makam kuno. Jika tidak menyukai Tirta, Susanti tidak akan menjanjikan hal semacam itu.Tirta buru-buru mengejar Susanti, lalu memeluknya dari belakang. "Kak Polisi, jangan terburu-buru dong. Setelah Juna dan Hamdan sampai, kamu masih harus membawa mereka ke kantor polisi."Susanti awalnya senang dikejar dan dipeluk Tirta. Namun, setelah mendengar kalimat terakhir Tirta, Susanti merasa kesal hingga mengentakkan kakinya."Itu cuma masalah sepele. Nggak usah aku turun tangan, kamu juga bisa sendiri. Bukannya kamu sangat hebat? Hanya dengan satu perintah darimu, mereka akan menyerahkan diri ke kantor polisi.
Susanti awalnya telah membuat persiapan mental. Namun, ketika melihat Tirta dan Agatha bermesra-mesraan, dia tidak bisa menahan kecemburuannya dan langsung bangkit dari kursinya."Bu, kamu menyukai Tirta ya?" tanya Agatha sambil melepaskan pelukannya. Mereka sama-sama wanita, jadi Agatha tentu bisa merasakan kejanggalan pada sikap Susanti."Aku menyukainya? Ya, itu mungkin terjadi kalau aku buta atau pria di dunia ini sudah punah," ujar Susanti sambil menatap Tirta dengan murka.Agatha melirik Susanti, lalu melirik Tirta. Dia mencoba mencari tahu dengan berkata, "Sebenarnya nggak perlu keras kepala begini. Tirta pria yang hebat kok. Wajar kalau kamu menyukainya.""Kamu cantik dan seksi. Kalau kamu mengungkapkan perasaanmu kepada Tirta, Tirta pasti akan menerimamu. Aku bersedia menjadi saudaramu kok.""Seri .... Hehe. Jangan bercanda. Aku nggak menyukainya. Mana mungkin aku mengungkapkan perasaan yang nggak pernah ada?" Susanti segera mengoreksi ucapannya.Agatha menjadi makin curiga. D
Tirta tetap menunjukkan ekspresi tenang dan santai ketika berucap, "Lagian kalau kamu tetap di luar, aku juga nggak bisa mengobatimu. Lebih baik kita masuk bareng.""Itu memang harimau, aku nggak mungkin salah lihat ...." Nia bersikeras dengan pendapatnya. Namun, dia tahu bahwa menerima perawatan Tirta di luar bukanlah pilihan. Jadi meskipun dengan hati berat, dia mengikuti Tirta dan Melati masuk ke dalam klinik.Ketika mereka masuk, Ayu keluar dari dapur karena mendengar suara mereka. Dia bertanya, "Tirta, mana bajumu? Wanita ini sudah aku suruh masuk dari tadi, tapi dia tetap nggak mau. Dia datang untuk mengobati penyakit apa sih? Apa Bibi perlu membantumu nanti?"Mendengar ucapan Ayu, wajah Nia langsung memerah. Jelas sekali dia tidak ingin orang lain tahu bahwa dia mencari Tirta untuk mengobati dadanya."Bajunya kotor, jadi aku buang. Nia cuma ada masalah kecil kok. Nggak perlu bantuan, Bibi. Aku bisa menyelesaikannya sendiri," jawab Tirta sambil menggeleng. Pria itu bisa memahami
Setelah berpikir sejenak, Melati membalas, "Aku juga nggak tahu di mana Bu Yanti tinggal .... Di gunung ini nggak ada sinyal. Gimana kalau nanti setelah kita turun gunung, aku telepon Arum? Dia pasti tahu di mana Bu Yanti tinggal.""Ya sudah, kita langsung turun gunung sekarang saja. Jangan pikirkan dua harimau itu lagi, seharusnya nggak akan ada masalah," jawab Tirta sambil menempatkan Yanti di kursi belakang mobil. Melati pun membantu menjaga Yanti selama perjalanan.Setelah mobil turun gunung dan mendapatkan sinyal, Melati segera menghubungi Arum melalui telepon. Suara Arum segera terdengar."Apa? Bu Yanti mau lapor ke polisi biar dua harimau itu ditangkap?""Biarkan saja kalau sudah lupa. Bu Yanti tinggal di ujung barat desa, di rumah yang ....""Oh ya, di klinik datang seorang wanita muda. Katanya, dia mau cari Tirta untuk berobat. Kak Melati, tolong sampaikan ke Tirta ya ...."Setelah mendapatkan alamat rumah Yanti dari Arum, Tirta langsung mengarahkan mobil menuju rumah tersebut
"Tirta, apa lukaku sudah bisa dibalut sekarang?" tanya Yanti. Dia akhirnya menyadari bahwa sikapnya tadi kurang wajar. Matanya menghindar, bahkan tak berani menatap Tirta secara langsung.Tirta menjawab, "Bisa, Bu Yanti. Lagian, bajumu sudah rusak dan nggak bisa dipakai lagi. Lebih baik dilepaskan saja. Aku akan cuci bajumu ini, lalu pakai kainnya untuk membalut lukamu.""Setelah selesai, kamu bisa pakai bajuku untuk sementara kalau nggak keberatan," ujar Tirta sambil mencuci tangannya di aliran sungai kecil."Oke, terserah kamu. Lagian, bajuku memang sudah nggak bisa dipakai lagi," jawab Yanti sambil mengangguk pelan. Dia berusaha mengatasi rasa malunya dan perlahan melepaskan pakaian tipis yang dikenakannya.Meski berat badan Yanti sekitar 55 kilogram, pinggangnya tetap terlihat ramping dan memberikan kontras tajam dengan bagian atas tubuhnya yang montok.Bahkan Tirta yang sudah terbiasa menghadapi berbagai situasi, tak kuasa meliriknya sejenak sebelum akhirnya tersadar kembali.Sete
"Uhuk, uhuk. Nggak usah begitu gugup, Bu. Mungkin agak perih waktu dioleskan obat nanti. Kamu harus tahan ya," ucap Tirta untuk menenangkan Yanti. Ketika memeriksa luka itu, Tirta tak kuasa merasa takjub dengan ukuran payudara Yanti. Besar sekali!"Tirta, gimana kalau aku oles sendiri? Kalau kamu yang oles, aku ... aku malu ...." Suara Yanti terdengar lirih. Dia masih tidak berani membuka matanya. Wajah dan lehernya sampai memerah."Boleh saja. Tapi, kamu nggak bisa membalut lukamu sendiri. Aku tetap harus membantumu. Sebaiknya serahkan saja kepadaku. Kalau cepat beres, kita juga cepat turun. Langit sudah mau gelap lho," sahut Tirta sambil membersihkan tanaman obat dengan air sungai."Ya sudah, kamu saja yang bantu aku." Yanti mengiakan. Lagi pula, Tirta sudah pernah melihatnya. Jika terus menolak, dia hanya akan terkesan terlalu manja. Makanya, Yanti akhirnya membulatkan tekadnya.Setelah membersihkan tanaman obat, Tirta mencari dua buah batu bulat yang agak bersih. Setelah mencucinya
"Hais, memang nggak bagus kalau ada yang tahu. Pokoknya, aku nggak bakal beri tahu siapa pun tentang masalah hari ini," balas Tirta sambil melangkah dengan stabil. Dia bisa merasakan payudara besar di punggungnya.Setelah mendengarnya, Yanti pun mengiakan dan tidak merespons lagi. Dia tidak pernah bersentuhan dengan pria. Kini, Tirta malah menopang bokongnya dan bajunya rusak. Hal ini tentu membuat perasaannya campur aduk dan tak kuasa berpikir sembarangan.'Waktu itu, dia nggak sengaja menyemprotku. Kali ini, dia malah melihat dadaku. Jangan-jangan ... semua ini adalah takdir?'Tirta tentu tidak tahu apa-apa tentang pemikirkan Yanti ini. Sambil menggendong Yanti, dia terus mencari tanaman obat yang bisa digunakan untuk menghilangkan bekas luka.Sekitar tujuh atau delapan menit kemudian, mereka tiba di depan air terjun itu. Di bawahnya adalah air bersih.Tirta berjongkok untuk menurunkan Yanti, lalu berujar, "Bu, kamu bersihkan diri dulu di sini. Tadi aku melihat tanaman obat yang bisa
"Bakal berbekas kalau infeksi? Serius? Jangan-jangan kamu cuma mau ambil keuntungan dariku? Kamu bicara begitu untuk menakutiku, 'kan?" tanya Yanti yang masih belum berbalik. Namun, dia merasa yang dikatakan Tirta masuk akal.Yanti terluka dan pakaiannya rusak. Dia pasti tidak bisa mengejar harimau lagi untuk sekarang. Dia terpaksa mengesampingkan masalah ini dulu."Kalau aku ingin ambil untung darimu, ngapain aku repot-repot ngarang kebohongan? Di sini nggak ada siapa-siapa. Aku bisa langsung menidurimu kalau memang mau!" sahut Tirta dengan pasrah."Terserah kamu saja. Pokoknya aku sudah mengingatkanmu. Mau diobati atau nggak, terserah kamu," lanjut Tirta."Kamu benaran bukan ingin ambil untung, 'kan? Kalau begitu, kamu mau gimana? Aku bakal turuti ucapanmu." Setelah ragu-ragu sejenak, Yanti akhirnya membuat keputusan. Payudara wanita sangat penting, hampir sama dengan kemaluan pria. Dia tentu tidak ingin payudaranya berbekas."Kita cari sungai yang bersih dulu untuk bersihkan lukamu.
"Tirta, aku perlu ikut nggak?" tanya Melati dengan agak panik."Nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Nanti aku bawa Bu Yanti balik. Kamu tenang saja," sahut Tirta sambil mengeluarkan jarum perak di sakunya dan menunjukkannya kepada Melati."Kamu ingin membuat Bu Yanti lupa kejadian hari ini ya? Ya sudah, kamu kejar dia. Aku nggak bakal ikut supaya kamu nggak repot." Melati memahami maksud Tirta. Dia pun hanya menunggu di mobil.Tirta turun dari mobil, lalu berteriak kepada Yanti yang berlari di depan, "Bu Yanti, tunggu aku! Aku salah makan siang ini. Perutku terus mulas. Aku jadi nggak kuat lari. Jangan terlalu cepat, aku nggak bisa menyusulmu!""Kamu masih begitu muda. Seharusnya tubuhmu kuat. Kenapa malah lemas sekali? Cepat sedikit! Aku nggak lihat harimaunya lagi!" Yanti sama sekali tidak berhenti dan terus berlari. Payudaranya yang besar itu pun terus berguncang dibuatnya."Hais ...." Tirta menghela napas dengan tidak berdaya. Ketika dia memutuskan untuk tidak berpura-pura lagi dan
"Bu Yanti, kedua harimau itu nggak melukai siapa pun. Untuk apa kamu lapor polisi?"Begitu mendengarnya, Tirta menghentikan mobilnya. Kemudian, dia turun, tetapi tidak berniat membawa Yanti mencari harimau.Sepertinya, Yanti melihat kedua harimau itu waktu mereka kabur. Makanya, dia mengejar kedua harimau itu bersama Melati."Harimau sangat ganas. Mereka bisa memangsa orang. Aku melihat mereka di desa tadi! Mereka pasti mencari mangsa di bawah gunung karena nggak ada yang bisa dimakan di pegunungan!""Aku tentu harus lapor polisi supaya mereka menangkap kedua harimau itu. Kemudian, mereka akan dibawa ke pusat perlindungan satwa! Kalau ditunda, takutnya akan ada yang terluka!" jelas Yanti dengan ekspresi cemas dan napas terengah-engah.Bisa dilihat bahwa kepala desa ini sangat baik hati. Namun, dia tidak tahu bahwa kedua harimau itu adalah milik Tirta. Mereka ditugaskan untuk menjaga rumah."Kamu berpikir terlalu jauh. Mungkin mereka cuma mau jalan-jalan. Kalau tujuan mereka adalah mema
"Kak! Ka ... kamu ini ya! Karena kamu yang mulai duluan, aku nggak bakal sungkan-sungkan lagi! Waktu Tirta mengantarmu pulang hari itu, aku melihat bulu keriting di mulutmu! Cepat jujur, apa itu .... Ah!"Naura sungguh kewalahan karena ditindas Aiko. Tanpa sempat berpikir lagi, dia langsung mengungkapkan apa yang dilihatnya hari itu.Begitu mendengarnya, wajah Aiko sontak memerah. Dia buru-buru menutup mulutnya dan berteriak nyaring, "Ah! Nggak mungkin! Kamu pasti salah lihat! Kalau kamu berani bicara sembarangan, aku bakal menyiksamu mati-matian!"....Mobil akhirnya berhenti di depan klinik. Setelah turun dari mobil, Tirta membuka bagasi dan menurunkan barang belanjaan mereka. Kemudian, dia dan Arum sama-sama memasuki klinik.Sebelum Tirta meletakkan barang-barangnya, Ayu menghampiri dan berkata dengan cemas, "Tirta, Arum, akhirnya kalian pulang! Dua ekor harimau besar kabur saat Melati membuka pintu untuk mengambil barang!""Melati sedang mencari mereka! Taruh saja barang-barang kal