Namun, kenyataan ada di depan mata. Mereka tidak bisa mengelak ataupun tidak percaya. Terutama Dina yang telah mentertawakan rumah Tirta sebelumnya, kini wajahnya tampak merah padam karena malu. Melihat begitu banyak orang yang datang untuk membangun vila demi Tirta, dia benar-benar merasa sangat terpukul! Wajah Boris juga memerah dan hatinya merasa sangat tidak nyaman."Ternyata orang-orang ini dipekerjakan Tirta!"Beberapa warga desa lainnya sontak berubah penilaian saat memandang Tirta. Semua orang menebak-nebak, dari mana Tirta bisa mendapatkan uang sebanyak ini untuk membangun vila? Bahkan di pedesaan sekalipun, setidaknya butuh miliaran untuk membangun vila."Itu ... kalian nggak salah orang? Bocah ini cuma buka klinik kecil, nggak mungkin dia punya uang untuk membangun vila!" ujar Dian yang merasa iri terhadap Farida."Ya, apa kalian tertipu bocah ini? Butuh bantuan untuk telepon polisi dan menangkapnya nggak?" tanya Boris yang juga ikut maju."Masih mau lapor polisi? Sepertinya
Setiap ucapannya juga terdengar sangat menyanjung Tirta. Di saat mereka sedang mengobrol, timnya yang lain telah mulai bekerja untuk membongkar rumah. Rumah Tirta yang lama itu sama sekali tidak kokoh. Hanya belasan pekerja saja sudah sanggup menghancurkannya dengan mudah.Tirta melihat momen ini dengan tertegun. Dia tiba-tiba teringat dengan kenangan saat orang tuanya masih tinggal di rumah ini. Saat itu, hanya ada kebahagiaan dan tidak ada kekhawatiran apa pun. Sayangnya, dunia memang kejam. Semuanya telah berubah dalam sekejap mata. Di saat rumah tuanya roboh, hati Tirta terasa sangat hampa. Dia pun berbalik meninggalkan tempat itu."Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu. Kalau ada keperluan, Kakak telepon aku saja."Setelah kembali ke klinik, sudah ada beberapa pasien yang sedang menunggu untuk diobati Tirta. Begitu selesai memeriksa semua pasien, Tirta pun mencuci wajahnya. Pada saat itu, Agus dan Betari datang bersamaan untuk mengunjunginya.Mereka membawa berbagai hadiah seperti
"Huhu .... Tirta, kamu benar-benar baik padaku ...." Nabila menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan semua kekesalannya."Itu ... Nabila, Ayah dan Ibu mengaku salah. Kamu jangan nangis lagi. Kalau cuma salah paham, kamu tinggal di sini saja untuk bantu Tirta. Ayah dan Ibu pulang dulu." Berta dan Agus merasa lebih tenang setelah melihat Tirta begitu memedulikan putri mereka.Meski dimarahi Tirta, mereka tetap tidak merasa kesal ataupun marah. Setelah melontarkan ucapan tersebut, kedua orang itu berbalik dan pergi meninggalkan klinik."Jangan nangis lagi, Kak Nabila. Kalau matamu bengkak, nanti jadi jelek." Tirta segera mengeluarkan sehelai tisu untuk menyeka air mata Nabila."Ya, aku nggak nangis lagi. Tirta, aku nggak boleh jelek. Kalau nggak, nanti kamu nggak suka aku lagi," ujar Nabila sambil mengusap air matanya dengan sedih."Bicara sembarangan apa kamu? Kalaupun jadi jelek, aku tetap akan menyukaimu," hibur Tirta. Setelah itu, dia mencarikan kursi untuk Nabila dan menyuruhnya du
Suaranya terdengar agak cemas, "Tirta, apa kamu punya waktu sekarang?""Ada. Apa masalah kemaluan Hadi hancur itu sudah ketahuan?" Tirta sudah beberapa hari tidak bertemu dengan Agatha. Saat mendengar suaranya, Tirta jadi agak merindukan gadis itu. Jika dihitung-hitung waktunya, sepertinya batu yang disumpalkan ke kemaluan Hadi waktu itu sepertinya sudah membusuk sekarang. Namun, Tirta sangat yakin dengan kemampuan akupunkturnya. Hadi pasti tidak akan ingat apa yang telah terjadi sebelumnya."Ya, dia dilarikan ke rumah sakit oleh Baskoro. Baskoro sedang marah besar sekarang. Aku juga di rumah sakit, aku agak takut. Tirta, apa kamu bisa datang untuk menemaniku?" Suara Agatha terdengar gemetaran. Dia keluar diam-diam untuk menelepon Tirta di toilet.Sebagai Direktur Farmasi Santika, Baskoro sangat kaya dan berkuasa. Bisa dibilang, tidak ada seorang pun yang berani melawan atau membantahnya. Namun, kini putra satu-satunya tiba-tiba menjadi impoten. Bisa dibayangkan betapa besar amarahnya
Agatha jelas sekali tidak ingat bahwa Hadi telah melupakan kejadian di desa waktu itu. Namun, Baskoro malah bisa mengetahuinya dan bahkan menginterogasi Agatha secara langsung. Jantung Agatha berdetak kencang karena mengira Baskoro telah mengetahui apa yang terjadi.Namun setelah dipikir-pikir, sepertinya tidak mungkin Baskoro mengetahuinya. Jika dia sudah tahu, pasti tidak perlu lagi menginterogasi Agatha. Mungkin Baskoro hanya mendengarnya dari orang lain. Agatha berusaha menenangkan diri agar tidak terlihat panik, lalu berkata, "Waktu itu aku sendirian ke desa. Hadi memang awalnya mau pergi bersamaku, tapi setelah menjawab sebuah telepon, dia langsung turun dari mobil. Aku juga nggak tahu apa yang terjadi.""Oh? Dia dapat telepon dari siapa? Di mana dia turun dari mobil dan jam berapa?" Baskoro memang tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Dia hanya mendengar dari orang lain bahwa Hadi pergi ke desa bersama Agatha. Namun, ekspresi Agatha terlihat agak aneh tadi sehingga Baskoro mulai
Dokter paruh baya itu menepuk pundak Baskoro untuk menghiburnya. Baru saja dia selesai bicara, Hadi yang terbaring di ranjang pasien telah didorong keluar oleh para dokter. Mereka mau mengantarkannya ke kamar perawatan intensif untuk diobservasi lebih lanjut.Hadi yang mendengar perkataan dokter itu langsung menangis dan berteriak pada Baskoro, "Ayah, aku nggak mau jadi waria! Aku nggak mau hidup lagi, bunuh saja aku ....""Nak!" Baskoro langsung berlari menghampirinya dan memegang tangan Hadi dengan erat sambil bertanya, "Nak, beri tahu Ayah, apa kamu ingat siapa yang membuatmu sampai begini? Ayah akan balas dendam untukmu! Siapa pun yang membuatmu seperti ini, Ayah akan membuatnya menanggung akibatnya dan menghilangkannya dari muka bumi ini!"Agatha bergidik ngeri melihat ekspresi Baskoro saat berdiri di belakangnya."Ayah, aku juga sudah nggak ingat .... Aku cuma ingat pergi ke desa bersama Kakak, tapi aku nggak ingat lagi kejadian setelahnya .... Saat terbangun lagi, aku menyadari
"Tirta?" Agatha membuka mata mendengar suara itu. Ketika melihat Tirta menyerbu ke arahnya, Agatha pun merasa terkejut sekaligus gembira."Agatha, jangan takut. Aku akan membalas perbuatannya." Selesai berbicara, Tirta langsung menerjang ke depan dan mencengkeram tangan Baskoro yang terangkat dengan kecepatan kilat."Bocah, siapa kamu? Beraninya kamu ikut campur urusanku?" bentak Baskoro. Dia merasa harga dirinya terinjak-injak karena Tirta menegurnya di depan publik seperti ini.Tangan Tirta bak capitan besi. Baskoro mengerahkan tenaga besar, tetapi tidak bisa melepaskan diri dari Tirta. Hal ini membuat Baskoro merasa makin malu dan geram."Kamu Baskoro?" Tirta mengamatinya, lalu terkekeh-kekeh dan meneruskan, "Agatha adalah teman masa kecilku. Beraninya kamu memukulnya!"Plak! Begitu melepaskan tangan Baskoro, Tirta langsung melayangkan tamparan keras. Sekarang, pukulan Tirta bisa menghancurkan sebuah batu besar dengan mudah.Jadi, ketika terkena tamparan itu, Baskoro merasa seluruh
"Ini keren sekali. Seseorang yang tak dikenal menghajar Presdir Farmasi Santika!" Sebagian besar orang mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian ini, lalu mengunggahnya di internet. Ini akan menjadi berita besar!"Cepat panggil direktur rumah sakit. Beri tahu dia Pak Baskoro dipukul orang sampai sekarat! Farmasi Santika punya hubungan kerja sama dengan rumah sakit kita. Kalau terjadi sesuatu, kita yang harus bertanggung jawab!" Seorang dokter paruh baya yang berada di kerumunan buru-buru memerintah staf medis."Ya, baik!" Staf medis segera berlari pergi untuk mengabari direktur rumah sakit."Kenapa kalian diam saja? Cepat tahan dia!" teriak dokter itu lagi. Kemudian, dia membawa dokter lainnya untuk maju dan menghentikan Tirta."Nak, cepat berhenti! Di sini rumah sakit, bukan tempatmu untuk bertindak semena-mena!" hardik dokter itu."Oh, boleh saja. Tapi, kamu harus menjawab satu pertanyaanku dulu," ujar Tirta yang bangkit dari tubuh Baskoro. Kemudian, dia menginjak wajah Baskoro dan
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di