Jadid sibuk mengatur orang-orangnya untuk menyiapkan teh herbal penenang bagi Ayu. Sementara itu, Tirta bersandar di meja kerja direktur rumah sakit sambil mencatat penafsirannya tentang ilmu pengobatan."Tirta, kenapa bagian ini aku nggak mengerti?" Di seberangnya, Qaila duduk sambil membaca catatan Tirta dengan penuh perhatian.Meskipun Qaila seorang dokter spesialis pengobatan barat, dia tetap memiliki pengetahuan mendasar dalam pengobatan tradisional. Banyak hal yang sebelumnya sulit dipahami, kini menjadi lebih jelas setelah melihat catatan Tirta.Semakin dibaca, dia semakin terhanyut dalam pengetahuan baru ini. Tiba-tiba, matanya membelalak. Dia berdiri dan membungkuk, lalu menunjuk bagian tertentu dalam catatan Tirta dengan ekspresi serius.Qaila benar-benar serius dalam belajar.Namun, karena dia membungkuk terlalu rendah, pemandangan di depan dadanya langsung terlihat jelas di mata Tirta."Bagian ini sebenarnya cukup sederhana. Kalau kamu baca lebih banyak tentang dasar farmak
"Ah … bukan begitu! Tirta, ini nggak seperti yang kamu pikirkan!"Mendengar ucapan Tirta, wajah Qaila langsung memerah. Dengan panik, dia buru-buru mengambil pakaian dalam itu dan menyembunyikannya di bawah selimut. Suaranya terdengar gugup saat dia terbata-bata mencoba menjelaskan."Aku belum pernah pacaran sebelumnya …. Itu bukan pakaian seperti yang kamu pikirkan! Aku akan datang bulan dalam beberapa hari ini. Itu rekomendasi dari sahabatku. Katanya, pakaian ini lebih praktis kalau lagi haid.""Setelah pakai ini, tinggal ditambah pembalut, jadi nggak perlu sering-sering ganti pakaian dalam …."Memang benar seperti yang dikatakan Qaila. Biasanya, tidak ada orang lain yang masuk ke ruangannya. Jadi, setelah membeli pakaian itu, dia lupa menyimpannya. Saat membawa Tirta masuk tadi, dia juga tidak kepikiran soal itu.Kini setelah Tirta melihatnya, Qaila benar-benar merasa sangat malu dan tidak berani menatapnya langsung.Namun, Tirta hanya tersenyum santai dan berkata, "Bu Qaila, kamu n
Qaila awalnya merasa senang, tetapi kemudian wajahnya berubah sedikit malu."Ah, cuma masalah kecil. Ini bukan sesuatu yang merepotkan." Tirta melambaikan tangannya dengan santai. Kemudian, dia mulai melepas sepatu dan kaus kaki Qaila, lalu menarik celana panjangnya ke atas agar bisa mengatur ulang posisi tulangnya dengan lebih mudah.Namun, dengan posisi Qaila yang duduk di hadapannya dengan kaki terbuka, pemandangan di depan mata Tirta menjadi sesuatu yang sangat menggoda dan pasrah. Begitu mengangkat kepala, Tirta langsung melihat sesuatu yang seharusnya tidak boleh dia lihat.Terlebih lagi, pakaian dalam yang dikenakan Qaila saat ini adalah model yang tadi sempat menarik perhatiannya ….Tirta tiba-tiba merasa tenggorokannya kering, dan tanpa sadar, dia memperlambat gerakannya saat melakukan terapi pada pergelangan kaki Qaila. Tentu saja, Qaila sama sekali tidak menyadari bahwa dalam pandangan Tirta, dia sedang terlihat sangat terbuka dan berani.Tirta memijat pergelangan kaki Qaila
Reaksi pertama yang dirasakan oleh Qaila adalah sangat kesakitan. Bibir dan giginya terasa nyeri luar biasa! Matanya langsung memanas dan air mata mulai menggenang di pelupuknya.Meskipun dia belum pernah pacaran sebelumnya, bukan berarti ia tidak tahu benda apa yang baru saja menyentuh wajahnya!"Tirta, kamu ... kenapa bisa seperti ini …?"Qaila buru-buru menutupi mulutnya dengan tak percaya. Sorot matanya terlihat malu dan terkejut saat dia bergerak mundur beberapa langkah.'Besar sekali!' batin Qaila dalam hati. Namun, karena merasa malu, dia tidak berani mengungkapkannya."Itu ... Bu Qaila, aku nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa, 'kan?" Tirta merasa tidak perlu berpura-pura lagi. Lagi pula, bagian bawahnya sudah telanjur menyentuh Qaila. Akhirnya, dia berdiri dan menarik celananya dengan canggung."Aku ... aku baik-baik saja. Hanya saja bibir dan gigi depanku agak sakit. Biar aku istirahat sebentar."Begitu Tirta berdiri, ekspresi Qaila langsung tampak ketakutan. Dia bergerak mundur
Tirta merasa sangat tidak berdaya."Guru, aku benar-benar nggak nyangka. Kita baru pertama kali bertemu, kamu malah terpikat sampai sebegitunya sama aku! Demi mendapatkanku, kamu bahkan mengancamku dengan nggak mau mengajarkan ilmu pengobatan ....""Guru ... aku bisa merasakan perasaanmu yang begitu kuat padaku! Baiklah, kalau memang begitu, aku menerimanya! Kamu nggak perlu lagi berpura-pura di depanku!"Mendengar hal itu, Tirta hanya bisa merasa benar-benar tak berdaya dalam hatinya. Andai saja dia tahu Qaila akan bereaksi seperti ini, dia sama sekali tidak akan pura-pura mengakui perasaannya!"Bu Qaila, benar, aku memang menyukaimu. Karena kamu sudah menerimaku, sekarang aku lagi merasa sangat nggak nyaman. Bukankah kamu seharusnya membantuku melakukan sesuatu? Bantu aku melampiaskannya!"Tirta yang merasa tak berdaya, ingin menggunakan cara ini untuk membuat Qaila jijik dan menjauhinya. Saat berkata demikian, Tirta menarik tangan Qaila dan mendorongnya ke atas ranjang."Ah .... Gur
"Mungkin, ini adalah rencana takdir ...."Baru satu detik sebelumnya Tirta sedang kebingungan memikirkan hendak bagaimana mengatasi hubungannya dengan Qaila. Detik berikutnya, dia telah menyerah untuk melawan dan menenggelamkan diri sepenuhnya untuk merasakan kenikmatan tersebut.Apalagi, saat menundukkan kepala, dia melihat dada Qaila yang putih terpampang di depan matanya. Ditambah lagi dengan Qaila yang sedang mengenakan seragam dokter, membuat Tirta tidak sanggup menolak godaan. Sekujur tubuhnya langsung gemetaran."Bu Qaila, nanti aku akan tuliskan lagi beberapa catatan tentang ilmu pengobatan untukmu. Mungkin jumlahnya akan cukup banyak. Kamu bisa mempelajarinya pelan-pelan."Tirta berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk meninggalkan lebih banyak catatan berharga sebagai bentuk kompensasi bagi Qaila. Bagaimanapun, dia menyadari bahwa hubungannya dengan Qaila hanyalah sebuah kebetulan yang terjadi begitu saja.Mungkin setelah ini, mereka tidak akan memiliki banyak kesempatan untuk
Di perbatasan ibu kota provinsi, terdapat sebuah pegunungan yang luas dengan hutan lebat membentang sejauh ratusan kilometer. Di antara jajaran pegunungan ini, ada sembilan puncak yang menjulang tinggi.Dari kejauhan, pemandangannya begitu menakjubkan, seolah-olah memiliki aura yang mampu menaklukkan energi alam semesta! Gunung ini dikenal sebagai Gunung Tisatun, salah satu gunung paling terkenal di provinsi tersebut.Selain menjadi pusat perhatian para pesilat, tempat ini juga merupakan destinasi wisata yang populer sepanjang tahun. Baik musim dingin maupun musim panas, selalu ada wisatawan yang datang untuk menikmati keindahannya.Di kaki Gunung Tisatun, berdiri sebuah hotel mewah dengan desain arsitektur yang megah.Saat ini, di dalam salah satu kamar yang luas dan elegan di lantai enam hotel tersebut, duduk seorang pria paruh baya berambut putih.Meski terlihat seperti pria berusia 50-an, kenyataannya, dia sudah berumur lebih dari 90 tahun. Sebagai seorang pesilat kuno dengan kekua
"Bryan, gimana kondisi pemulihanmu sekarang?" Kurnia melangkah masuk dengan tangan bersedekap di belakang punggungnya dan bertanya dengan nada santai.Kurnia dan Naushad adalah teman seangkatan, sehingga Bryan, sebagai murid Naushad, dianggap sebagai generasi junior baginya."Terima kasih atas perhatianmu, Paman Kurnia. Setelah beristirahat beberapa waktu, lukaku sudah jauh membaik. Cuma masih terasa agak sakit kalau digerakkan. Aku belum bisa bangun untuk menyambut Paman. Mohon maaf."Saat Bryan berbicara, sorot mata penuh dendam terlihat jelas di matanya. "Bagus kalau begitu. Aku sudah utus Fasahat dan Lior untuk beli obat penyembuh untuk luka-lukamu. Setelah mereka kembali dan kamu minum obat itu, pemulihanmu pasti akan lebih cepat."Kurnia mengubah nada bicaranya, lalu duduk di tepi tempat tidur dan bertanya dengan serius, "Bryan, sebelumnya kamu bilang, orang yang bunuh Naushad dalam satu serangan itu cuma seorang anak muda berusia 19 tahun? Itu benar?""Paman, aku nggak berani bo
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di