Home / Romance / Ditipu Mertua dan Suami / 4. Suami yang mencurigakan

Share

4. Suami yang mencurigakan

last update Last Updated: 2022-05-23 22:42:44

Mobil Mas Fikri cepat sekali. Dan aku akhirnya kehilangan jejak. Tapi aku yakin tujuannya adalah rumah Ibu karena ini arah jalan rumah Ibu.

Akhirnya sampai juga motorku di dekat rumah Ibu. Sengaja aku tidak parkir tepat di depan rumah. Aku tidak ingin mereka tahu keberadaanku. Dan benar saja dugaanku, mobil Mas Fikri sudah terparkir di halaman.

Tanpa ada raut capek, tampak Mas Fikri terlihat begitu bahagia menemani Randi dan Dimas bermain mainan baru di teras. Pasti mainan itu juga Mas Fikri yang membelikan. Begitu pun dengan anak-anak. Dimas yang dipangku Mas Fikri juga terlihat begitu bahagia. Pemandangan yang sangat menyakitkan bagai disayat sembilu.

Sebegitu pentingnya anak-anak Kartika buatmu, Mas, sampai istri kau nomor duakan. Aku putuskan meninggalkan tempat ini sebelum hatiku semakin hancur tercabik cabik.

Sampai rumah, aku putuskan tidak akan menghubunginya. Aku pengin tahu sampai kapan dia di rumah ibunya. Dengan perasaan gundah aku menunggu kedatangan Mas Fikri. Tapi sampai menjelang malam, batang hidungnya pun tak kelihatan. Nelepon atau chat pun juga nggak. Mana inget sama istri, dia pasti sibuk dengan krucil-krucil itu. Kutumpahkan rasa kesalku dengan tangis dan aku pun tertidur.

Paginya, ternyata Mas Fikri belum juga pulang. Rupanya dia lebih memilih menginap di rumah Ibu daripada menemui istrinya. Awas saja kamu ya, Mas. Aku sama sekali tidak bersemangat ngapa ngapain. Untung saja hari ini masih libur. Seharian goleran saja di kasur meratapi nasib menunggu Mas Fikri yang sampai sore pun tak kunjung datang.

Dadaku seperti ada bom yang siap untuk meledak.

Baru malamnya sekitar jam 9 terdengar suara mobil Mas Fikri masuk ke garasi rumah. Aku buru-buru masuk kamar pura-pura saja tidur. Entahlah rasa kangenku sudah meleleh. Aku tidak nafsu ketemu dengan dia.

"Ra, tumben jam segini sudah tidur. Ayo, bangun dulu. Nggak kangen suami, nih." Mas Fikri menggoyang goyang tubuhku.

Tak kuhiraukan. Aku tetap pura-pura terpejam. Tapi sepertinya Mas Fikri tak patah semangat. Dia lalu memencet hidungku. Sempat ngap karena nggak bisa nafas tapi aku bisa tahan. Begitu bibirnya main nyosor aja di bibirku, pertahanananku runtuh. Akhirnya aku bangun karena benar-benar nggak bisa nafas.

"Apa-apaan sih, Mas. Mas Fikri pengin aku mati?"

"Lagian tidur mpe pules begitu. Susah amat dibangunin jadi kusosor aja. Tumben kamu jaim. Biasanya kalau aku datang langsung main peluk aja."

"Tiara ngantuk. Mo tidur, Mas!"

"Eits, sebentar Tiara. Bikinin Mas teh anget dong. Pengin yang anget-anget ini. Dari perjalanan jauh."

Pret ... Perjalanan jauh apaan. 1 jam juga nggak ada dari rumah Ibu. Aku baru tahu ternyata Mas Fikri benar-benar pintar bersandiwara.

Tapi semarah marahnya aku, tetap nggak tega kalau nggak melayani suami selain takut dosa juga.

Dengan malas aku menuju dapur membuatkan teh buat Mas Fikri selagi Mas Fikri di toilet. Saat mau membuang teh celup bekas di keranjang sampah, mataku tertuju pada kertas kecil yang sudah diremas. Entahlah kenapa kertas kucel begitu kok membuatku penasaran. Karena aku merasa tidak pernah membuang kertas seperti itu. Jangan-jangan nota susu lagi seperti kemarin.

Dengan sedikit berdebar, kubuka pelan kertas itu. Dan ternyata sebuah nota lagi. Tapi kali ini yang tertera di nota adalah berderet daftar mainan anak dengan harga fantastis menurutku.

Rasa kesal kembali mengoyak dadaku. Bisa bisanya Mas Fikri begitu memanjakan anak-anak Kartika. Tidak sayang buang-buang duit sebanyak itu. Istrinya saja tidak pernah dibelikan apa-apa. Paling banter makanan.

Kubuang lagi nota itu. Dan ada kertas lagi yang tampak diremas juga. Kupungut dan mataku terbelalak melihat nota menu makanan yang semuanya jumlahnya 2. Rasanya nggak mungkin Mas Fikri makan 2 porsi begini.

Dengan siapa Mas Fikri makan. Kenapa aku jadi punya pikiran jelek pada Mas Fikri. Apa mungkin Mas Fikri makan dengan perempuan lain. Ah, tidak mungkin. Mas Fikri tidak mungkin tega mengkhianatiku. Kalau memang mau mengkhianatiku pasti sudah dari dulu.

"Ra, tehnya sudah belum? Lama amat."

Buru- buru kusajikan teh di ruang tengah tanpa sepatah kata. Aku bergegas meninggalkan Mas Fikri menuju kamar untuk tidur kembali.

"Lho, Ra, mau kemana? Temani Mas dulu. Ngobrol-ngobrol dulu. Memangnya kamu nggak kangen?" Tak kupedulikan ajakan Mas Fikri.

Sekali diam aku akan tetap diam seribu bahasa. Ini caraku memarahimu, Mas.

"Kamu itu kenapa sih, Ra, kok sekarang ambekan begitu, sih. Ngomong dong, aku punya salah apa? Pengin itu? Boleh sekarang mumpung aku nggak capek," godanya dipembaringan sambil mengusap usap lenganku.

"Awas ya, Mas, jangan sentuh sedikitpun aku!" Kubalikkan saja badanku membelakanginya.

"Hai, bocah kecil, kamu tuh kalau lagi marah begini semakin ngegemesin lho. Pengin kugigit." Mas Fikri memelukku dari belakang dan benar saja dia menggigit lenganku.

"Aduh! Sakit, Mas!"

"Makanya ngomong, ada apa? Aku salah apa?"

"Mas Fikri pikir sendiri! Introspeksi diri, Mas! Mas Fikri merasa punya salah apa?!"

"Bagaimana aku tahu. Aku saja baru nyampe rumah. Salah apa ya?"

"Iya baru nyampe rumah karena dari luar kota nggak langsung pulang!" sindirku.

"Ngomong apa kamu, Ra?"

"Bener kan, Mas? Mas Fikri mampir kemana dulu sehari semalam?! Aku baru sadar kalau aku ini memang tidak pantas dinomorsatukan. Aku ini seorang istri yang nggak penting buat kamu, kan, Mas?"

Mas Fikri memelukku semakin erat tapi aku berusaha menyingkirkan lengannya, "Kamu itu orang nomor satu di hatiku, Ra."

"Gombal, kalau nomor satu terus kenapa kemarin nggak langsung pulang?!"

"Darimana kamu tahu, Ra?"

"Feeling seorang istri itu tajam, Mas!"

"Iya, iya, aku salah. Aku sudah berbohong sama kamu, Ra. Kemarin aku mampir ke rumah Ibu nganter mainan buat anak-anak. Penginnya sebentar doang tapi anak-anak menahanku nggak boleh pulang. Bahkan aku disuruh nginap. Mereka pengin tidur denganku karena bundanya dan ayah barunya sedang pergi liburan. Mau nolak, aku nggak tega sama anak-anak."

Aku sedikit lega mendengar kejujuran Mas Fikri tapi itu belum cukup. Ada satu yang perlu dia klarifikasi.

"Ra, aku kan sudah jujur. Masih ngambek juga. Ayo, dong, aku tuh paling nggak betah kalau kamu diemin. Dunia jadi hampa tanpa suaramu, Ra."

"Habis makan sama siapa, Mas? Kok jadi lebay begitu."

"Makan apa, Ra?"

"Makan nasi gudeg sama minum es jeruk di yogya. Nggak mungkin kan Mas Fikri makan 2 porsi?"

"Oalah, Ra ... Ra. Pasti kamu nemuin nota ya. Kamu pikir aku jalan sama perempuan lain. Otaknya jangan curiga mulu ah. Aku makan sama teman laki-laki. Teman kuliahku dulu, Ra. Kebetulan dia sekarang tinggal di Yogya. Jadi sekalian aku meet up sama dia. Sudah puas?"

Lega rasanya mendengar jawaban Mas Fikri. Aku pun bisa tidur nyenyak. Paginya sebelum berangkat kerja, aku memohon pada Mas Fikri

"Mas, boleh nggak aku minta tolong?"

"Minta tolong apa, Ra?"

"Mas Fikri jangan pulang malem-malem. Pulang kerja langsung pulang nggak mampir-mampir. Supaya Mas Fikri nggak kecapekan. Malamnya biar fresh, Mas. Biar cepet jadi."

"Jadi apa?"

"Jadi oroklah. Aku pengin kita fokus bikin anak, Mas. Menenangkan pikiran, mengatur pola makan, pola hidup dan jaga stamina tubuh. Serta melangitkan doa dan membumikan ikhtiar. Semoga dijabah olehNya. Ya, Mas? Mau kan, Mas? Mas Fikri juga sudah sangat menginginkan anak, kan?"

"Iya, Ra."

"Janji ya, besok kita mulai ikhtiar."

"Iya, Mas janji. Sudah ayo tidur."

Keesokan hari dan seterusnya, Mas Fikri menepati janjinya. Sampai rumah tidak lebih dari jam 5 sore. Rumah tangga kami juga lebih hangat. Mas Fikri meluangkan waktu lebih banyak buatku.

Dan setiap malam adalah menjadi malam-malam indah kami. Kami rajin melaksanakan ibadah suami istri berharap kalau sering melakukan maka peluang jadinya juga lebih besar.

Sampai tak terasa 5 bulan sudah kami melaksanakan ikhtiar. Belum ada tanda-tanda berhasil tapi kami tak putus semangat.

"Iya, Randi. Ada apa?" Mas Fikri menjawab telepon Randi.

"Randi sama Dimas kangen ayah Fikri."

"Ya, sudah hari ini ayah sama budhe Tiara main ke rumah Randi, ya."

Kami pun berangkat ke rumah Ibu. Sampai di sana Mas Fikri langsung disambut oleh pelukan Randi dan Dimas yang kayaknya kangen berat. Tampak juga Kartika dengan perutnya yang sudah besar menyambut kami.

"Bagaimana kabarmu, Kartika? Sehat kan? Calon bayinya juga sehat? Nggak ada keluhan?"

"Alhamdulillah kami sehat, Mas Fikri. Iya tidak ada keluhan. Maaf ya, Mas Fikri, Mbak Tiara, Kartika ke dalam dulu. Mau rebahan. Perutnya sudah kegedhean nggak bisa diajak kompromi untuk berdiri lama-lama"

"Iya, kamu istirahat. Biar anak-anak sama kita," ucap Mas Fikri penuh perhatian.

Ketika aku dan Mas Fikri sedang asyik bermain dengan anak-anak. Tiba-tiba Ibu berteriak.

"Fikriiiiii! Tolong Kartika. Sepertinya dia mau melahirkan. Ketubannya sudah pecah. Cepat, Fikri!"

"Kartika!" Mas Fikri langsung berlari ke dalam rumah dengan panik.

Dengan susah payah dia berusaha membopong Kartika dan Kartika melingkarkan tangannya pada leher Mas Fikri sambil mendesis kesakitan.

Nyeri ... Dadaku terasa nyeri melihat adegan itu. Tapi aku berusaha meredakan gejolak ini. Mas Fikri hanya mau menolong Kartika karena dia adiknya. Aku tidak boleh egois.

"Ibu dan Tiara di rumah saja. Menemani si Mbak ngurus anak-anak. Biar Kartika kuurus!"

"Nggak, Tiara ikut Mas Fikri ke rumah sakit."

"Nggak usah, Tiara. Kamu di sini saja."

"Pokoknya Tiara ikut!"

"Ya sudah terserah kamu."

Di mobil Kartika terus merintih kesakitan. Sedangkan Mas Fikri menyetir dengan sangat kencang. Wajahnya terlihat begitu panik seolah yang mau melahirkan itu istrinya. Sekali lagi aku merasa nggak rela. Di saat lahiran pun kenapa harus Mas Fikri yang ikut repot. Kemana yang punya andil bikin anak. Benar-benar tidak bisa diandalkan suami Kartika itu.

"Tahan ya, Kartika. Sebentar lagi sampai," ucap Mas Fikri khawatir.

"Mas, kok suami Kartika nggak dikabarin?" tanyaku.

"Percuma, dia sedang di tengah laut mana bisa langsung ke sini."

"Ya tetap harus dikhabari lah, Mas. Bagaimanapun juga yang mau lahir ini anaknya."

"Iya, nanti dikhabari."

Sampai di rumah sakit Kartika langsung dibawa ke ruang bersalin.

"Cepat suster tolong Kartika!" teriak Mas Fikri panik.

"Iya, Pak. Bapak suaminya, kan? Silahkan Bapak ikut masuk. Dampingi dan beri support istri Bapak."

"Iya, Suster," tanpa peduli padaku, Mas Fikri menyerahkan kunci mobil dan tas Kartika padaku lalu mengikuti suster masuk ke ruangan.

"Mas Fikri! Apa apaan, Mas. Mas Fikri bukan suaminya! Aku tidak mengijinkan Mas Fikri masuk!" Teriakku sambil menarik tangannya menahannya untuk tetap di luar bersamaku tapi dengan keras Mas Fikri menepis lenganku dan tetap masuk ke ruangan.

"Mas Fikri!" teriakku sekali lagi dengan hati sangat sakit tapi tak digubrisnya.

Aku terduduk lemas di ruang tunggu dengan airmata yang bercucuran. Menangis tergugu sendiri sampai semua orang di ruangan melihatku. Apa sebegitunya semua kakak laki-laki memperlakukan adiknya. Sampai tidak mempedulikan perasaan istrinya.

Tiba-tiba pintu ruangan bersalin terbuka. Seorang suster keluar ruangan entah kemana dan pintu dibiarkan terbuka.

Kugunakan kesempatan itu. Aku harus masuk. Aku harus memperjuangkan suamiku. Bagaimana pun aku punya hak untuk melarang suamiku mengurusi istri orang walaupun itu adiknya sendiri.

Tapi baru saja aku mau masuk ... Astaghfirullah Al Adzim ... Aku terpaku di depan pintu dengan kaki gemetar, dadaku terasa sesak menyaksikan pemandangan yang begitu menyakitkan. Kuremas dadaku yang terasa panas dan nyeri. Tubuhku tiba-tiba limbung dan lemas. Kusandarkan tubuh pada tembok. Aku harus kuat. Aku tidak boleh jatuh.

Mas Fikri ...

Related chapters

  • Ditipu Mertua dan Suami    5. Kenyataan yang menyakitkan

    Ditipu mertua dan suami.Part 5Dengan kaki gemetar dan berderai airmata kukuatkan hati menyaksikan mereka dari kejauhan. Mas Fikri yang berdiri di samping Kartika dengan tangan kanan membelai mesra pucuk kepala Kartika yang tertutup jilbab. Lalu tangan kirinya ... Mas Fikri menggenggam erat tangan Kartika seolah begitu takut kehilangan Kartika.Kupalingkan wajah. Ya Alloh, aku tak sanggup. Pemandangan itu sangat menyakitiku. Dadaku seperti diremas remas. Tangisku semakin tak terkendali. Tapi rasa ingin tahuku membuat aku berusaha kuat menyaksikan adegan mereka lagi.Mataku terbelalak. Serasa tidak percaya, aku melihat dengan mata sendiri Mas Fikri berkali kali mencium kening Kartika yang sedang mengejan sambil terus membelainya. Bahkan kali ini Mas Fikri menempelkan kepalanya pada kepala Kartika seolah ingin ikut merasakan kesakitan Kartika. Dan mata Mas Fikri ... kenapa matanya terlihat sembab seperti menangis.Darahku mendidih dengan jantung yang berpacu cepat. Kupegang dada yang

    Last Updated : 2022-06-09
  • Ditipu Mertua dan Suami    6. Kebahagiaan dibalik duka

    #Ditipu_mertua_dan_suami.#Part_6Baru saja jari ini akan menekan icon galery di layar handphone, tiba-tiba Dokter dan suster datang. Akhirnya kumasukkan handphone ke tas lagi."Ibu Tiara, bagaimana keadaannya? Sudah lebih baik?""Sudah, Dok. Cuma ini mualnya kadang masih muncul.""O iya, kalau soal mualnya, Ibu Tiara kemungkinan akan tetap merasakan sampai 3 bulan ke depan.""Apa, Dok? 3 bulan? Memang nggak ada obatnya, Dok?" "Untuk mual jenis yang satu itu nggak ada obatnya, Bu. Itu bawaan janin yang ada di perut Ibu.""Janin, Dok? Maksudnya?" Aku tercengang sedikit bingung."Iya, Bu. Selamat ya, Ibu positif hamil. Janin Ibu baru berumur sekitar 5 Minggu jadi dijaga ya, Bu. Nanti saya kasih vitamin." Aku ternganga mendengar penuturan Dokter antara tidak percaya, bahagia tapi juga sedih."Saya hamil, Dok? Di perut saya ada calon bayi?!" tanyaku masih sulit untuk mempercayai keajaiban ini setelah 10 tahun entah berapa testpack yang aku habiskan.Setiap telat datang bulan walaupun ba

    Last Updated : 2022-06-09
  • Ditipu Mertua dan Suami    7. Mengenang Masa Lalu

    Tertipu mertua dan suamiPart 7"Aku ingin melihat wujud suamimu sekarang, Kartika! Tidak mungkin kan kamu tidak punya fotonya kalau memang dia itu ada?!" kutantang Kartika."Iya, Mbak, ada. Sebentar. Ini Mbak Tiara lihat sendiri foto-foto waktu acara ijab qobul," Kartika menyerahkan handphonenya padaku.Dan memang benar. Terlihat foto-foto Kartika bersama suaminya yang wajahnya tak kalah ganteng dengan Mas Fikri bahkan terlihat lebih muda. Ada juga foto saat suami Kartika menjabat tangan laki-laki yang sepertinya sedang mengikrarkan ijab qobul.Lega rasanya. Apa yang kutakutkan ternyata salah. Tapi aku masih penasaran. Aku lalu membuka galeri di HP Kartika yang masih kupegang dan ternyata isinya hanyalah foto-foto anak Kartika. Kukembalikan handphone Kartika dengan rasa malu karena sudah menuduh Kartika yang tidak-tidak.Tapi kenapa hati kecilku seolah tidak mau menerima kebenaran yang sudah dipaparkan Kartika."Sudah puas, Ra?! Ayo sekarang kita pulang!" Mas Fikri menggandeng tangan

    Last Updated : 2022-06-10
  • Ditipu Mertua dan Suami    8. Suami yang hilang dari ranjang

    Aku yang menangis terpaku di depan tubuh Mas Fikri sambil menutup wajahku dengan telapak tangan tidak menyadari kalau Mas Fikri sudah terbangun.Sebuah pelukan erat membuatku tak berkutik, "Ra, maafkan aku, ya, kalau aku sudah menyakitimu. Tolong, Ra, jangan menolakku begini. Aku membutuhkuanmu." Dia mengiba, bibirnya menyapu lembut pipi dan keningku.Sedangkan batinku terus berperang antara mempercayainya dan meragukannya. Dengan menahan perut yang mual dan rasa jijik ini, aku membiarkan Mas Fikri semakin beringas menciumiku lalu menggiring paksa tubuhku ke sofa. Aku pun hanyut dengan permainan Mas Fikri yang begitu memabukkan.Dan pertahananku jebol. Di sofa panjang, akhirnya hasrat Mas Fikri terlampiaskan. Kupukul pukul dadanya, "Aku benci kamu, Mas!" Teriakku berontak tapi Mas Fikri justru memelukku semakin erat."Benci tapi suka, kan? Makasih ya, sayang. Perlu kamu tahu, aku sangat mencintaimu, Ra. Jangan pernah kamu meragukan itu." ucap Mas Fikri sambil berkali kali menciumiku

    Last Updated : 2022-06-11
  • Ditipu Mertua dan Suami    9. Suara mencurigakan di kamar Kartika

    Tertipu mertua dan suami"Anu, Mbak, kegerahan." "Bukannya pakai AC kok kegerahan.""Maksud saya kegerahan nahan sesuatu karena istri lagi nifas nggak bisa dicolek.""Oalah, ada-ada saja kamu. Lihat Mas Fikri?""Nggak lihat, Mbak, kan saya tidur baru bangun.""Rafli, mumpung cuma ada kita berdua, ada yang pengin aku omongin," ucapku pelan takut membangunkan yang lainnya."Tentang apa, ya, Mbak?""Sst ... Jangan keras-keras, nanti yang lain bangun." Kami pun ngobrol dengan suara pelan sekali."Tentang suamiku dan istrimu." bisikku."Maksudnya?""Kamu nggak cemburu istrimu dekat-dekat dengan suamiku?""Kan mereka kakak adik, Mbak. Wajarlah kalau deket," jawab Rafli polos."Tapi perlakuan Mas Fikri pada Kartika itu melebihi batas dari seorang kakak pada adiknya. Nggak wajar!""Masak, sih, Mbak. Saya ngelihatnya biasa saja.""Iya, karena kamu tidak pernah di rumah!" Aku terdiam mendengar sebuah suara dari suatu tempat. Kuhampiri arah suara itu yang ternyata dari dalam kamar Kartika yang

    Last Updated : 2022-06-12
  • Ditipu Mertua dan Suami    10. Membuktikan kebenaran

    Di depan kamar Kartika, kuketuk pintu kamar dan kupanggil pelan Rafli yang ternyata masih tiduran di sofa ruang tengah."Mbak Tiara, ada apa lagi?" tanya Kartika setelah pintu terbuka."Mas Fikri, Rafli, Ayo kita masuk!" ajakku."Tiara, jangan lancang kamu! Ini kamar Kartika!" teriak Mas Fikri sambil berusaha mencekalku, tak kupedulikan, kuhempaskan saja tangannya, kakiku tetap melangkah masuk ke kamar Kartika."Ada apa, Mbak? Kenapa masuk ke kamar Kartika?" tanya Kartika dengan muka sok polos."Rafli, tutup pintunya!" Perintahku pada Rafli setelah semua masuk ke kamar."Kartika, sekarang tunjukkan surat nikah kamu dan Rafli!" "Maaf, Mbak. Kami belum punya surat nikah. Kami baru nikah siri. Tapi secepatnya kami akan menikah secara hukum.""O, jadi baru nikah siri?! Atau malah nikah pura-pura?!""Tiara! Jaga mulutmu! Jangan mempermalukanku!" teriak Mas Fikri tapi tak kugubris."Kami nggak nikah pura-pura, Mbak. Kami memang baru nikah siri. Dan kami punya alasan sendiri kenapa kami nik

    Last Updated : 2022-06-13
  • Ditipu Mertua dan Suami    11. Siapa suami Kartika?

    "Ayo, Rafli, jangan ragu!" Langkah Rafli yang tampak ragu-ragu tapi akhirnya sudah berdiri tepat di hadapan Kartika.Tangan Rafli mulai memegang pinggang Kartika. Mata Kartika terpejam dengan deraian mata. Lalu ...Rafli melakukan yang kuperintahkan. Pertama terlihat kaku tapi tak lama ia terlihat begitu menikmati permainan itu. Kartika menangis terisak isak seolah dia tersakiti oleh laki-laki tak halal.Di tengah permainan mereka, tiba-tiba Mas Fikri menghampiri Rafli lalu memukul wajahnya bertubi tubi. Rafli terhuyung, bibirnya berdarah. Darahku mendidih, dadaku sesak, "Kenapa kamu marah, Mas?! Kenapa, Mas?! Jawab!" Kutatap tajam matanya yang tampak merah dipenuhi amarah, dadanya terlihat naik turun seperti memendam kekesalan, tak ada yang keluar dari mulutnya.Ia berdiri terpaku tanpa sepatah kata seolah sedang berusaha mengendalikan emosinya. "Rafli, kenapa kamu tidak balas pukulan dia?! Kenapa kamu diam saja?! Kartika itu istrimu bukan?!""Is ... iiistriku, Mbak," jawabnya terb

    Last Updated : 2022-06-14
  • Ditipu Mertua dan Suami    12. Gara gara obat tidur

    "Begitu? Apa mungkin Ibu salah minum obat?'"Saya nggak minum obat apa-apa, Dok. Semalam saya hanya minum jahe tapi memang setelah minum jahe itu saya seperti dibius. Ngantuk tak tertahan dan akhirnya tertidur pulas." "Iya, mungkin di jahe itu ada obat tidurnya, Bu." Aku tersentak tidak percaya. Jadi aku tidur pulas semalam karena ulah Mas Fikri. Hanya demi Kartika, kamu tega melakukan itu, Mas. Lihat saja, aku pasti akan bisa membuka kedok kalian.Percakapan kami terhenti ketika melihat Mas Fikri masuk ke ruangan. "Dok, bagaimana kondisi istri saya, Dok? " tanya Mas Fikri yang baru saja datang, kupalingkan wajah tak sudi melihat penipu itu."Dari hasil lab, istri Bapak Hb nya rendah sekali, Pak. Itu yang membuat dia sesak nafas. Dan sepertinya selama ini nggak dirasa sama ibu. Baru terasa setelah tubuh ngedrop. Akan dilakukan transfusi darah. Baru disiapkan. Selain itu, kehamilannya yang masih begitu muda juga mengalami kontraksi." "Apa, Dok?! Istri saya hamil?!" "Lho, bapak b

    Last Updated : 2022-06-15

Latest chapter

  • Ditipu Mertua dan Suami    99. Akhir yang indah

    "Nih, ada yang kangen sama ayahnya," ucapku sambil mengarahkan layar pada perutku."Maksudnya, Ra?""Iya, roket yang Mas Putra luncurkan ternyata ajaib, tepat sasaran. Benihnya jadi, Mas." "Maksudmu kamu hamil, Ra?" Aku mengangguk sambil menunjukkan testpack dengan berurai airmata. Mata Mas Fikri langsung berkaca kaca, setelah itu menangis sesenggukan, "Secepat ini, Ra?""Iya, Mas, aku juga seperti tidak percaya. Ini hanya karena kebesaranNya.""Alhamdulillah ya Allah, begitu cepat Engkau berikan anugrah indah ini pada kami." Tubuh Mas Putra kemudian meluruh bersujud syukur. Setelah itu kami hanya bisa sama-sama menatap layar dengan mata basah, "Ra, aku pengin meluk kamu. Aku besok pagi pulang, ya." Aku mengangguk bahagia."Kira-kira itu roket yang pas kuluncurkan di mana ya, Ra, yang berhasil jadi. Feelingku kok pas di camping di pantai. Rasanya beda soalnya.""Sok yakin, Mas, hanya Allah yang tahu. Yang terpenting, semoga aku dan bayi kita diberi keselamatan dan kesehatan ya, Mas

  • Ditipu Mertua dan Suami    98. Bulan madu (3)

    And Aubrey was her name,(Dan Aubrey adalah namanya,)A not so very ordinary girl or name.(Nama dan gadis yang biasa saja)But who’s to blame?(Tapi siapa yang harus disalahkan?)For a love that wouldn’t bloom(Untuk cinta yang tidak akan mekar)For the hearts that never played in tune.(Untuk hati yang tak pernah dimainkan selaras.)Like a lovely melody that everyone can sing,(Seperti melodi indah yang gampang dinyanyikan oleh setiap orang,)Take away the words that rhyme it doesn’t mean a thing.(Dengan lirik yang kurang bermakna)But God I miss the girl,(Tapi Tuhan aku rindu gadis itu,)And I’d go a thousand times around the world just to be(Dan aku akan berkeliling dunia seribu kali untuk)Closer to her than to me.(Lebih dekat dengannya daripada denganku sendiri.)And Aubrey was her name,(Dan Aubrey adalah namanya,)I never knew her, but I loved her just the same,(Aku tidak pernah mengenalnya, tapi aku mencintainya sama saja)I loved her name.(aku mencintai namanya.)Wis

  • Ditipu Mertua dan Suami    97. Bulan madu (2)

    Ditipu Mertua dan Suami Extra part 4 "Ayo, Ra, jawab, jangan bikin aku penasaran." "Mandi dulu, ah." Aku beranjak dari duduk berniat melarikan diri tapi tanganku langsung dicekal Mas Putra."Eits, jangan harap kamu bisa melarikan diri sebelum menjawab pertanyaanku. Duduk!""Maksa banget, sih, Mas.""Kamu kan senengnya dipaksa paksa gini. Nikah sama aku pun harus dipaksa.""Lebih enak yang dipaksa dipaksa, sih," jawabku yang akhirnya mengalah duduk di samping Mas Putra sambil melingkarkan tangan di pinggungnya dan melabuhkan kepala di bahunya. Mas Putra pun akhirnya juga melingkarkan tangannya di pinggangku. Sudah tidak peduli dengan orang sekitar, kami menikmati senja di tepi pantai layaknya orang yang sedang kasmaran."Ayo, Ra, ceritakan. Aku siap menerima kenyataan pahit.""Malam itu, setelah pernikahan kami, Mas Rasyid menuntutku untuk menjadi istri seutuhnya. Dia melepas kerudungku, Mas. Lalu bibirnya ... Bibirnya mengecup ....""Bibirmu?" Sahut Mas Putra cepat."Bukan tapi k

  • Ditipu Mertua dan Suami    96. Bulan madu

    Kami pun mengikuti Kartika masuk ke dalam rumah lalu membuka kamar Ibu. Terlihat Ibu terbaring dengan badan yang kurus kering sama dengan Kartika. Mendengar pintu di buka Ibu langsung bangun, menatapku tajam lalu bangkit dari ranjang menghampiri kami dengan dada yang naik turun. "Pembunuh! Kamu pembunuh cucuku!" Teriaknya menakutkan. Ternyata dia masih bisa mengenaliku. "Gara-gara kamu, aku tidak punya cucu! Kembalikan cucuku! Beri aku cucu!" Ibu mengambil gelas yang ada di atas meja."Rasakan ini pembunuh! Matilah kau!" Tiba-tiba Ibu mengayunkan gelas itu mengarah padaku. Untunglah Mas Putra buru-buru menarik tubuhku lalu menutup pintu kamar. Setelahnya terdengar suara gelas pecah yang dilempar ke pintu kemudian disusul teriakan Ibu yang melengking."Buka pintunya! Aku akan membunuh perempuan itu! Bukaaa!" "Tiara, sepertinya untuk saat ini kita tidak bisa berdamai dengan mantan mertuamu itu. Sangat berbahaya buat diri kamu.""Iya, Mas, aku juga takut. Kita pulang saja.""Maaf, Mb

  • Ditipu Mertua dan Suami    95. Kembali ke masa lalu (2)

    Ditipu mertua dan suami Extra part 3Setelah meninggalkan penjara, kami pun menuju kontrakan Kartika, "Gimana nih kesan yang habis ketemu mantan?" ledeknya sambil menyetir."Biasa saja." "Yang bener? Kata orang, yang pertama itu tak terlupakan.""Yang pertama tapi kalau menyakitkan buat apa diingat ingat.""Sakit pertama aja tapi selanjutnya memabukkan, kan.""Ih, apa sih, Mas Putra, nggak nyambung. Hatiku, Mas, yang sakit. Ngeres aja pikirannya." "Ha ha ha ... sekarang mikir ngeres nggak masalah, kan sudah ada tempat pelampiasan."Tanganku sudah melayang bersiap memukul lengannya tapi dengan spontan dicekal Mas Putra lalu ditaruh di pahanya dengan tangan kanan masih pegang setir."Geser rada ke sini, Ra, dudukmu." "Mau ngapain? Fokus, Mas, lagi nyetir nanti nabrak lagi." "Sudah, sini, mo dapat pahala, nggak?" Aku pun akhirnya manut menggeser dudukku mendekat padanya, "Sudah, nih, terus suruh ngapain?""Elus-elus." Tanganku yang digenggamnya di pahanya di geser lebih ke kanan.N

  • Ditipu Mertua dan Suami    94. Kembali ke masa lalu

    Besoknya, akhirnya kita terbang ke Jakarta. Sampai di rumah Mas Fikri, ibu mertuaku menyambut dengan hangat. Lengkaplah kebahagiaanku. Akhirnya aku punya mertua idaman yang begitu menyayangiku tidak seperti mertuaku dulu. Mengingatnya seperti diiris iris lagi."Selamat datang di rumahmu yang baru, Tiara," sambut Ibu sambil memelukku."Kok rumahku, Bu? Ini rumah Ibu, kan?""Ini rumah Fikri. Hasil kerja keras Fikri jadi ini otomatis rumahmu. Ibu dan Tia hanya numpang di sini.""Ibu jangan begitu. Ini rumah putra Ibu, Ibu yang lebih berhak.""Nggak, Nduk. Kamu istri Fikri. Kamu yang lebih berhak.""Sudah, sudah, kenapa kalian jadi rebutan rumah. Kalau nggak ada yang mengakui biarin nanti diakui istri kedua saja.""Hus! Amit-amit! Jangan sampai kamu menduakan Tiara ya, Fikri. Awas saja, bakalan Ibu pecat jadi anak!""Bercanda, Bu, mana mungkin anak Ibu yang baik ini sanggup menyakiti perempuan yang dengan susah ngedapetinnya. Memperjuangkannya saja butuh waktu hampir 20 tahun.""Nah itu

  • Ditipu Mertua dan Suami    93. Tentang Adam

    "Bukan. Itu murni Rekayasa Allah, Ra. Nasib baik berpihak padaku. Aku selalu berdoa untuk didekatkan denganmu jika kamu jodohku dan jauhkan bila bukan jodohku. Dan ternyata Allah terus mendekatkan kita. Makanya aku terus berjuang untuk mendapatkan kamu, Ra, karena yakin kamulah jodohku." ucapnya sambil menggenggam tanganku dan menatapku syahdu, terasa berdesir desir. "Tuh, kan, pegangan tangan begini aja nyetrum nih, Ra. Ada yang bangun," lirihnya sambil mengedipkan satu matanya."Nggak! Mati air!" teriakku."Dasar airnya nggak bisa diajak kompromi. Ya sudahlah, nggak usah pegang-pegang tangan. Ayo dilanjutin ceritamu!""Seminggu sekali setiap hari Sabtu Mas Fikri ke Yogya menemuiku. Walaupun sudah berkali kali kuusir tetap nekat, Mas. Dan setelah menceraikan Kartika dia berani beraninya melamarku. Membawa ibu dan saudara saudaranya. Ibunya sampai memohon mohon agar aku mau rujuk. Katanya hanya aku yang bisa memberinya cucu karena Kartika sudah tidak bisa memberinya cucu." "Kenapa?"

  • Ditipu Mertua dan Suami    92. Malam pertama (3)

    "Tiara! Kok keluar, sih. Ini shower gimana?""Halah, modus, kan, Mas Fikri? Mau minta nambah lagi, kan, di kamar mandi?" "Otakmu tuh yang ngeres. Beneran ini shower mati!""Ya sudah Mas Fikri pakai handuk dulu!""Iya, udah, istriku yang cantik. Buru sini!"Aku pun masuk ke kamar mandi lagi dengan siaga 1 takut diisengin Mas Fikri. Saat kunyalakan shower, ternyata benar shower mati. Tak keluar setetes air pun."Yah, mati air berarti ini, Mas. Tampungan pasti juga sudah habis buat nyuci piring acara resepsi tadi malam.""Terus gimana, Ra? Mana kudu mandi junub lagi. Butuh air banyak ini.""Di lantai bawah ada kamar mandi yang ada baknya kok, Mas. Kita mandi di sana, yuk. Semoga airnya masih penuh.""Udah pada bangun belum, ya, Ra? Malu tahu subuh-subuh mandi keramas. Ayo, Ra, temenin." "Punya urat malu juga, Mas?" ledekku yang dibalas Mas Fikri dengan mendorong kepalaku. Sambil membawa handuk, kami mengendap endap menuruni tangga takut ngebangunin yang lain. Dan aman, lantai bawah ma

  • Ditipu Mertua dan Suami    91. Malam pertama (2)

    "Oh iya, Ra, Adam mana? Dari ijab qobul tadi aku belum lihat Adam. Pasti sekarang dia sudah besar ya, sudah bisa jalan.""Ceritanya panjang, Mas. Adam ...." Mengingat Adam, airmataku luruh tak terbendung. Mas Fikri merengkuh tubuhku, "Sudah, sudah, kalau pertanyaanku hanya membuat kamu sedih begini tidak usah kamu ceritakan sekarang, Ra. Aku tidak ingin kebahagiaan kita hari ini rusak dengan kesedihanmu. Nanti saja ceritanya kalau kamu sudah siap, ya." Usapan Dokter Fikri di punggung akhirnya bisa meredakan kesedihanku, begitu nyaman dalam pelukan suami. Setelah mandi keramas, Dokter Fikri mengajakku sholat bersama. Bahagia sekali rasanya akhirnya aku punya seorang imam idaman hati. Tak henti mengucap syukur atas anugrahNya hari ini. Semoga ini adalah jodoh terakhirku sampai jannahMu ya Allah. "Gara-gara nafsu sampai lupa belum ngedoain istri, main seruduk aja ya, Ra. Sini kudoain dulu." Selesai sholat Dokter Fikri meraih kepalaku. Lalu seuntai doa ia lirihkan tepat di depan dah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status