"Aduh! Kak Nora, kamu sibuk sampai lupa dunia? Bisa-bisanya nggak tahu Keluarga Solene di Kota Belian? Keluarga Solene yang leluhurnya adalah salah satu bangsawan, sudah turun-temurun berstatus bangsawan dan terpandang! Mereka selalu rendah hati dan misterius, hampir nggak pernah ada berita tentang mereka di luar sana. Sekarang mereka justru datang mencarimu dan mengundangmu secara pribadi untuk mendesain pakaian untuk nyonya besarnya?! Kalau kabar ini tersebar, pasti banyak keluarga kaya lainnya ikut-ikutan dan berlomba-lomba menggunakan merek kita!"Manajer pemasaran di samping kami langsung berseru penuh semangat, "Bos, kita bakal naik ke puncak kejayaan nih!""Tunggu dulu!" Aku langsung berdiri dan berusaha tetap tenang. Aku menatap Angel dengan curiga dan bertanya, "Kamu yakin ini bukan penipuan? Coba download aplikasi get contact dulu?"Angel memutar matanya hampir pingsan, "Aku sudah berkali-kali memastikannya! Mereka berbicara dengan sangat sopan dan berpendidikan. Mereka bahk
Namun, berbeda dengan Hongqi L5.Untuk punya mobil ini, selain harus cukup kaya, juga harus punya latar belakang yang bersih, serta status sosial yang tinggi, bahkan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.Mobil ini juga merupakan edisi khusus yang dibuat sesuai pesanan pribadi, sehingga setiap pemiliknya memiliki satu-satunya versi yang unik.Aku dan Angel duduk di dalam mobil, kami berdua merasa agak canggung.Untungnya, sopir yang mengenakan sarung tangan putih itu cukup ramah. Dia mengajak kami berbincang sebentar agar kami lebih rileks.Mobil mewah ini melaju dengan stabil selama satu jam sebelum akhirnya memasuki area pegunungan yang rimbun dan hijau.Sopir berkata, "Di depan sana adalah Bukit Santika, kita sudah mau sampai."Ternyata benar, tak lama kemudian, kami melihat pos penjagaan dengan beberapa tentara bersenjata berjaga di sana.Saat mobil kami mendekat, salah satu tentara memberi isyarat. Sopir pun menghentikan mobil, menurunkan kaca jendela dan menunjukkan identit
Tapi aku jelas-jelas tidak mengenal Keluarga Solene."Bu Nora, ya? Cantik sekali, tubuhnya juga ramping, auranya pun memancarkan kecerdasannya. Tak heran kalau begitu berbakat," sambut nyonya besar dengan pujian.Aku terkejut dan merasa agak tidak pantas menerima pujian tersebut.Sejak kecil, aku memang sering dipuji calon gadis cantik, bahkan terkadang aku sendiri terpesona saat melihat bayanganku di cermin. Ya, aku memang cukup narsis.Namun, Keluarga Solene adalah kalangan terpandang yang pasti sudah terbiasa melihat kecantikan luar biasa. Bagaimana mungkin masih bisa merasa orang sepertiku cantik?Mungkin karena nyonya besar memiliki tata krama yang baik dan kecerdasan emosional yang tinggi.Melihatku terdiam, Pak Budi berbisik pelan, "Ini Bu Mega, nyonya besar Keluarga Solene."Aku langsung mengangguk dan tersenyum sopan, "Salam kenal, Bu Mega. Terima kasih atas pujiannya.""Suaramu juga merdu sekali," lanjutnya.Pipiku bahkan memerah malu karena pujiannya. Aku pun membalas, "Bu M
Mega mengernyit, "Masalah itu nggak ada hubungannya denganmu, kamu adalah korban.""Terima kasih Bu Mega atas penghiburannya.""Jadi kamu masih mencintai mantan calon suamimu?"Aku sibuk mengukur ukuran pelanggan berikutnya dan menjawab sekedarnya, "Nggak, aku hanya ingin fokus pada karirku sekarang."Baru saja selesai bicara, muncul sosok pria bertubuh tinggi dan ramping dari arah tangga.Tadinya aku tidak terlalu memperhatikannya, hingga seseorang menyapanya, "Billy, kami mengganggu kamu bekerja?""Nggak, aku sudah selesai kerja," jawabnya dengan suara rendah yang begitu jernih, mengingatkanku pada pria yang memberiku sapu tangan di hari pernikahan kemarin, yaitu Billy Solene.Suaranya tetap sama, tenang dan jernih, seolah mampu menembus keramaian tanpa kehilangan kejelasannya.Mendengar suaranya, aku secara reflek menoleh, barulah aku melihat jelas wajahnya.Berbeda dari sekilas pandangan yang kulihat saat pernikahan kemarin. Ternyata putra kedua dari Keluarga Solene sangat muda dan
"Iya," jawabku sambil mengangguk, tidak berani lagi menatap matanya.Angel berdiri di sampingku, menatapku dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan sedikit menggoda, seolah-olah dia juga menyadari ada sesuatu yang aneh."Pak Billy, silakan angkat tangan sejajar dengan bahu," ujarku dengan sopan sambil mengambil pita ukur yang lebih panjang.Billy berdiri di depanku dan aku berjalan ke belakangnya. Saat mengangkat tangan, baru kusadari bahwa tinggi badannya hampir 190 cm.Untungnya, aku sendiri 172 cm. Jika lebih pendek, aku pasti akan kesulitan dan mungkin harus naik ke bangku untuk mengukurnya.Dia sangat kooperatif, sehingga aku bisa menyelesaikan pengukuran bagian atas tubuhnya dengan lancar.Saat tiba giliran mengukur lingkar pinggang dan pinggul, aku jadi ragu.Haruskah aku mengukurnya dari depan atau dari belakang?Yang lebih aneh lagi, para wanita yang sebelumnya masih berbincang dan bercanda, kini tiba-tiba terdiam. Semua mata tertuju ke arahku.Seketika, aku merasa gugup. Tanp
Bahkan melalui kain, aku bisa merasakan ototnya yang kuat dan berisi.Aku memperkirakan secara kasar, raso pinggang ke pinggulnya sekitar 0,8. Dengan bahu lebar, pinggul sempit. serta tinggi badan dan kaki yang panjang, proporsinya hampir sempurna, bisa menyaingi model profesional."Angel, sudah dicatat semua?" tanyaku sambil menoleh ke asistenku, mencoba mencairkan suasana yang sedikit canggung."Sudah, sudah dicatat semua."Aku mengangguk, merapikan alat-alat ukur, lalu bertanya satu per satu pada pelanggan tentang preferensi mereka.Ada yang suka model ketat, ada yang lebih nyaman dengan model longgar. Untuk gaun wanita yang lebih tua cenderung memilih model panjang, sedangkan yang lebih muda lebih suka yang pendek.Aku mencatat semua detail ini di tablet agar nantinya bisa merancang desain yang sesuai keinginan mereka.Setelah semuanya selesai, waktu sudah menjelang siang.Mega mengundang kami untuk makan siang bersama, tapi aku merasa tidak enak dan segera mencari alasan bahwa mas
Dia berhenti, berbalik menatapku sambil memberi isyarat padaku.Aku masih sedikit kaku, menatapnya sekilas, "Kamu pelangganku, pelanggan itu raja ... ""Tapi aku lebih suka menjadi manusia biasa saja."Jawabannya yang santai dan humoris membuatku tak bisa menahan tawa, suasaha hatiku pun lebih rileks, "Baiklah kalau begitu.""Terima kasih sudah repot-repot hari ini, sampai jumpa," ujar Billy, sikapnya benar-benar elegan, setiap kata yang diucapkannya terasa menyenangkan di telinga.Setelah mengucapkan selamat tinggal padaku, dia bahkan sempat berpesan pada sopirnya, "Pak Sunar, hati-hati di jalan ya, pastikan Bu Nora dan asistennya sampai dengan selamat.""Baik, Pak Billy."Billy mengangguk padaku dengan senyuman ringan, lalu berbalik dan masuk ke Audi A8 yang pintunya sudah terbuka sejak tadi.Aku cukup terkejut.Dengan kekayaan dan statusnya yang luar biasa, ternyata mobil pribadinya hanya Audi A8?Tak heran Keluarga Solene dikenal rendah hati dan misterius.Dalam perjalanan menuruni
Apa?Aku tertegun sejenak, lalu tertawa sinis, "Dewita, kamu nggak pura-pura lagi akhirnya?"Selama ini, dia selalu berpura-pura polos, lemah dan menyedihkan.Bahkan setiap kali aku dihina, dipukul atau dihukum dengan keras, dia akan berlagak membelaku, seolah berhati lembut dan baik.Akhirnya dia berhenti berpura-pura sekarang."Apa maksudmu? Aku memang selalu begini, hanya kamu saja yang iri padaku," jawab Dewita seenaknya."Sudahlah, aku malas berdebat. Sampaikan ke Steve, jangan sampai ingkar janji jam dua siang nanti. Susah payah dapat jadwal, kalau dia batal lagi, prosesnya bakal tertunda berbulan-bulan."Aku hendak menutup telepon, tapi Dewita buru-buru menahanku."Nora, belakangan ini Steve pergi mencarimu, 'kan?"Nada suaranya menjadi tajam, langsung menyebut nama pria itu tanpa sebutan kakak, terdengar jelas rasa cemburunya.Aku tersenyum samar, menyadari mereka sedang bertengkar. Bukannya simpati, aku malah merasa puas, "Iya, dia memang datang mencariku, lalu kenapa?""Dasar
Benar-benar keterlaluan! Beraninya datang ke kantorku dan membuat keributan, mana mungkin aku membiarkannya pergi begitu saja?Aku langusng meraih ponsel dan menelepon polisi.Sepertinya ayah bajinganku masih ditahan di tahanan. Bagus juga kalau mereka bisa jadi pasangan suami istri yang menemani satu sama lain di sana!Begitu mendengar aku berkata, "Halo, pak polisi ... " Sari langsung panik dan semakin menggila. Dia melewati meja kerjaku, berlari ke arahku dan mulai menghujaniku dengan pukulan menggunakan berkas-berkas yang ada."Beraninya lapor polisi?! Dasar pembawa sial! Gara-gara kamu, ayahmu masih ditahan sekarang!""Polisi bilang dia ditahan karena kasus prostitusi dan harus ditahan puluhan hari! Kamu benar-benar kejam! Lebih kejam dari ibumu seratus kali lipat! Keluarga yang tadinya baik-baik saja, kamu hancurkan sampai sebegitu berantakan! Nggak ada satu pun yang bisa hidup tenang!""Kenapa bukan kamu saja yang kena penyakit mematikan ini? Kenapa nggak mati saja dan menyusul
Bagaimana mungkin ada orang sebaik itu di dunia ini?Aku sama sekali tidak berpikiran macam-macam, hanya murni merasa dia adalah orang yang luar biasa.Meskipun berasal dari keluarga terpandang dan sibuk dengan urusan besar, dia sama sekali tidak menunjukkan sikap merendahkan saat aku mengundangnya makan. Dia bahkan dengan sopan dan elegan langsung menyetujuinya.Setelah puas menikmati perasaan bahagia ini, aku mulai bingung, di mana tempat yang pantas untuk makan malam ini?Dengan status seperti Billy, sudah pasti dia terbiasa dengan standar hidup yang sangat tinggi.Restoran mewah biasa saja mungkin tidak cukup untuknya.Untungnya, Wenny berasal dari keluarga yang menjalankan bisnis kuliner kelas atas.Aku langsung mengirimnya pesan.[Wenny, aku mau undang orang yang sangat penting makan malam sebagai bentuk terima kasih, tolong rekomendasikan restoran yang suasananya mewah.]Dia langsung membalas, [Kapan?][Besok malam.][Datang saja ke Arch Alley, aku minta manajer untuk siapkan ru
Namun kenyataannya, baginya ini hanyalah perkara sepele.Aku menggenggam ponsel, ragu-ragu untuk beberapa saat. Haruskah aku menghubunginya lebih dulu untuk mengucapkan terima kasih?Setelah berpikir panjang, berdasarkan prinsip hidupku selama ini, aku memutuskan tetap harus berterima kasih.Menerima bantuan orang lain tanpa menunjukkan rasa terima kasih, bukanlah prinsipku.Apakah dia menerima atau tidak, itu urusan dia. Tapi aku sendiri harus menunjukkan sikap yang pantas.Jadi, aku mengambil kartu nama yang diberikan Mudi padaku saat meninggalkan pabrik militer hari itu, lalu meneleponnya dengan penuh hormat."Halo Bu Nora," jawab Mudi di balik telepon.Aku langsung paham, mungkin ini nomor kerja Billy.Dengan statusnya, dia tidak mungkin sembarangan membagikan nomor pribadi."Halo Pak Mudi, aku mau berterima kasih secara langsung atas bantuan Pak Billy kemarin. Bisakah aku bertemu dengannya?" tanyaku langsung mengutarakan maksudku."Tunggu sebentar, aku akan menanyakannya dulu.""B
Steve menatapku dengan penuh kebencian sebelum berlari keluar sambil menggendong Dewita tanpa sepatah katapun.Aku berdiri di tempat dan bingung.Apa maksud dari tatapan itu?Seolah-olah dia sangat membenciku.Apa dia marah karena aku tidak membiarkannya menghabiskan empat triliun itu?Aku tidak tahu bagaimana keadaan Dewita setelahnya.Yang jelas, setelah mendapatkan gelang giok peninggalan ibuku, aku kembali ke Kota Belian dengan hati yang puas. Hari itu juga, aku pergi ke makam ibu untuk memberitahunya kabar baik ini.Saat malam semakin larut, pikiranku mulai tenang. Aku menatap gelang giok itu dan kembali dilanda kebingungan.Enam triliun ... bagaimana aku bisa membalas budi sebesar ini kepada Billy?Aku harus mencari waktu besok untuk membicarakannya dengannya. Bagaimanapun juga, uang itu harus kulunasi, kalau tidak, aku tak akan bisa tenang seumur hidup.Namun, sebelum sempat menemui Billy, masalah lain justru datang lebih dulu.Pagi-pagi saat aku baru tiba di kantor, aku melihat
Aku tak berani membayangkan bagaimana kejadian ini akan berkembang dan menjadi bahan perbincangan banyak orang.Aku juga tak tahu apakah ini berkah atau malah bencana bagiku.Namun, yang jelas saat ini, aku telah mendapatkan kembali semua harga diriku dan sekaligus memberikan tamparan keras pada Steve dan Dewita.Saat ini, bahkan jika aku harus mati untuk Billy, aku rela."Nora, sejak kapan kamu mengenal Pak Billy?" tanya Steve yang tak lagi bersikap angkuh dan menatapku dengan mata melotot.Aku memeluk erat kotak beludru di tanganku, lalu menatap mereka dengan senyuman santai, menjawab, "Bukan urusanmu.""Kamu ... "Aku yang sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, jadi tak ada alasan untuk berlama-lama di sini. Aku bersiap untuk meninggalkan acara lebih awal.Dewita yang kesal karena merasa dipermalukan melampiaskan emosinya pada Steve, "Ayo pergi! Untuk apa tetap di sini? Semua yang kumau sudah hilang!"Steve hanya berdiri terpaku. Dia terlihat seperti orang yang baru saja mendapat pu
Billy duduk di tempat tertinggi, matanya juga bertemu denganku, lalu mengangguk kecil padaku.Detik sebelumnya, aku merasa seperti jatuh ke jurang, tetapi detik berikutnya aku seperti hidup kembali.Hatiku dipenuhi kebahagiaan yang luar biasa dan aku tersenyum padanya dari kejauhan.Aku merasa sangat berterima kasih. Meskipun gelang giok itu tidak kembali ke tanganku, setidaknya jatuh ke tangan Billy. Itu adalah akhir terbaik yang bisa kubayangkan."Enam miliar! Ada yang mau menawar lebih tinggi?""Enam miliar sekali, enam miliar dua kali, enam miliar tiga kali! Terjual! Pemilik baru gelang giok putih ini adalah Pak Billy Solene!" ujar juru lelang begitu semangat hingga suaranya hampir pecah.Seluruh ruangan meledak dalam sorak-sorai dan tepuk tangan. Semua orang menoleh ke belakang, menatap lantai dua dengan penuh antusias.Namun, Billy tetap duduk tenang, seolah ini adalah hal yang sepele baginya. Dia tampak seperti seorang raja yang menerima penghormatan dari banyak orang.Di sampin
Aku menahan diri sekuat tenaga agar air mataku tidak jatuh.Rasa sakit terdalam datang dari orang yang dulu paling kucintai.Keputusasaan dan kebencian memenuhi dadaku, bahkan jemariku pun bergetar.Setelah beberapa saat, tiba-tiba aku merasa lega. Aku menoleh ke arahnya dan bertanya, "Kalau aku terus menaikkan harga, kamu akan tetap mengikutinya?"Tatapan Steve bergetar, seolah dia juga merasakan sakit, lalu dia berbisik, "Nora, jangan keterlaluan!"Aku mengabaikannya, tersenyum tipis, lalu mengangkat papan, "Dua triliun seratus miliar!"Paling buruk, aku akan menjadi bahan tertawaan dunia, menjual perusahaanku untuk membayar denda dan memulai semuanya dari nol.Namun, kalau aku menang, bukankah itu berarti dia akan mengalami kerugian besar dan merasakan sakit yang sama?"Nora!" Seperti yang kuduga, begitu aku menyebut angka itu, Steve langsung kehilangan ketenangannya.Namun, Dewita yang naik tidak mengerti situasinya.Melihat Steve tidak segera menawar lagi, bahkan saat juru lelang
Setelah mendengar penjelasan dari juru lelang, aku semakin yakin ini memang gelang giok milik ibuku. Gelang ini awalnya beredar di kalangan kolektor barang antik di Kota Belian. Awalnya nilainya diremehkan, tetapi setelah bertemu dengan seorang ahli, barulah gelang ini diakui sebagai barang berharga dan akhirnya muncul di lelang ini."Harga awal untuk gelang giok susu ini, empat puluh miliar."Begitu juru lelang menyebutkan harga, seseorang langsung mengangkat papannya, "Lima puluh miliar.""Enam puluh miliar."""Enam puluh empat miliar."Aku tetap tenang dan tidak terburu-buru menawar. Aku ingin melihat dulu bagaimana situasinya berkembang.Namun, tiba-tiba Dewita mengangkat papan lelangnya, "Seratus miliar!"Ruangan mendadak riuh, semua orang menoleh ke arah mereka.Aku terkejut, wanita munafik ini benar-benar mulai menyerang."Seratus miliar sekali, seratus miliar dua kali, seratus miliar ... "Sebelum juru lelang menyelesaikan hitungannya, aku akhirnya mengangkat papan, "Seratus se
Tapi, aku tiba-tiba teringat, beberapa hari lalu, Steve pernah bilang kalau dia tidak punya cukup uang tunai sebanyak dua triliun saat ini.Aku pun kembali optimis, kalau mereka tidak punya cukup uang, berarti peluangku untuk menang masih besar.Acara lelang segera dimulai.Rumah lelang ini termasuk salah satu yang terbaik di dunia dan setiap tahunnya, acara lelang amal mereka selalu menarik banyak orang kaya dari dalam maupun luar negeri.Di antara para tamu, aku melihat beberapa wajah yang familiar, mereka adalah orang-orang kaya dari Kota Belian.Barang yang dilelang di awal berupa lukisan terkenal dan guci antik dengan harga terendah pun mencapai puluhan miliar.Para miliarder itu begitu semangat menawar, seperti hanya sedang membeli sayur di pasar.Aku diam-diam merasa kagum sekaligus cemas, bagaimana kalau aku tidak bisa memenangkan lelang untuk gelang itu?Sementara itu, Steve dan Dewita duduk berdampingan, sesekali berbisik satu sama lain. Mereka terlihat mesra, seolah lupa bah