Mohon dukungannya dengan subs dan komentarnya ya, readers? Maaf untuk update yang belum bisa rutin. Terima kasih,
"Ada apa dengan istriku? Kamu dokter Kejiwaan 'kan?" Seorang pria dengan kalimat terbata sedikit berteriak bertanya dari balik pintu kamar rawat yang tak tertutup sempurna. Dia mendengar semua yang dikatakan sepasang saudara yang menolongnya itu.Seketika keduanya menoleh dan Keenan memejamkan mata bersamaan dengan Ken yang menggeleng pelan."Apa Shifra gila karena kehilanganku?" ulang Elzien meminta jawaban.Dua bersaudara itu saling pandang lalu sang Kakak mengangguk meyakinkan Keenan. Dengan mengatakan kejujuran berharap Elzien tidak akan kecewa di kemudian hari."Ya, dia kemungkinan dalam keadaan hamil saat Kak El kecelakaan-""Bagaimana bisa hamil sedangkan aku baru se-" sahut Elzien buru-buru memotong kalimat Keenan.Pria yang sudah duduk bersandar di atas brangkar itu menggeleng dan menghentikan ucapannya. Gerakan dan ucapannya sudah semakin lancar dari sebelumnya. Hanya berdiri dan berjalan yang masih kaku dan masih butuh bantuan."Jadi ... aku berhasil meninggalkan benih di r
'Jav ... semoga bukan kamu yang merusak Shifraku! Aku lebih mencurigai Baron dalam hal ini.' batin Elzien sambil memutar ingatannya kembali."Ron! Aku harus menemui Ayahmu siang ini secara pribadi sebaiknya kamu tak ikut. Aku akan mengajak Shifra." kata Elzien buru-buru memasukkan dokumen ke dalam map saat melihat jam tangannya."Baik Pak!" balas Baron dengan keformalannya."Ayolaaah Ron! Kenapa sih harus segitunya? Kita temenan sejak bayi, kamu masih saja sungkan padaku. Padahal aku nggak minta kamu bersikap seperti bawahan ke atasan atau sebaliknya. Berapa kali aku harus mengatakan ini?" protes pria berpakaian casual itu terkekeh.Dimulai dari sana seperti gelagat aneh tampak pada Baron sampai detik terakhir Elzien mengalami kecelakaan."Biar saya bawakan tasnya, Pak! Anda bisa fokus mengendarai ATV-nya!" Saat hendak menaiki kendaraan beroda empat kala itu, sang asisten menawarkan pelayanannya."Kenapa wajah kami pucet gitu, Ron? Kamu sakit?" tanya Elzien mulai curiga ada yang aneh
"Terbaik untuk apa? Kak El? Maksudmu Elzien? Dia masih hidup?" Suara dari balik gorden kamar membuat Keenan berbalik dengan cepat dan seketika terbelalak."P-Paak Ba-Baa-Rron?" desis Keenan mundur sambil gemetaran.Pria yang sekarang di hadapannya itu tanpa kaca mata, memakai penutup kepala dan pakaian serba hitam. Melangkah mendekat dengan tatapan yang menghunus tajam. Suara sepatunya semakin menambah detak jantung Keenan seperti meloncat keluar."Di mana kamu sembunyikan Elzien? KATAKAN!" sentak Baron menghimpit tubuh Keenan di kaca lemari.Jari perempuan dengan kutek merah itu mengepal kuat di belakang tubuhnya hingga menyembulkan urat di pergelangan tangan.Baron menangkup pipi Keenan dengan satu tangannya hingga bibir berlipstik senada gaun peach yang dikenakannya itu mengerucut, membentuk huruf O."Di mana Elzien kamu sembunyikan?!" bisiknya penuh penekanan dengan gigi yang saling gemeletuk."Aaarrrgh!"Keenan mengangkat lututnya, menghantam bagian tengah kaki Baron cukup keras.
'Semoga kamu segera ditemukan El, aku sangat kehilanganmu. Aku hampir gila dan mungkin tak akan bertahan kali ini menunggumu. Aku menyayangimu, El ....'Sejak lama Baron sudah kehilangan sosok ibu, sama seperti Elzien. Ketika kasih sayang orang tua tunggal tak cukup menggantikan sosok lain salah satu keduanya, maka hal yang mungkin adalah merasa kurang disayang sepanjang hidupnya.Itulah yang terjadi pada Baron. Jika Elzien dirawat ibu yang melahirkan Javaz-istri Haribawa, maka Baron diasuh perawat yang selalu berganti setiap saat. Mereka hanya bertugas, tak jarang tanpa ketulusan dan pendidikan dalam mengawasinya. Wajar bagi sebagian orang, tapi menitipkan anak pada pengasuhan orang lain tak bisa dibenarkan sepenuhnya.Sejatinya seorang anak adalah amanah yang dititipkan Tuhan untuk menguji hamba-Nya. Apakah akan membuat tebalnya keimanan ataukah lalai akan kewajiban manusia di dunia."El, benarkah kamu ingin menikahi perempuan itu?" Baron meyakinkan sahabat sekaligus atasannya di de
"Aku nggak boleh melepaskan Keenan, bisa jadi dia adalah penolong El. Atau juga mengincar hartanya juga?" Baron kembali pada mode ingin melindungi semua milik Elzien dengan mata yang berkilat penuh semangat.Saat sedang berada pada kondisi lain dalam dirinya dia menjadi lebih tegas dan kuat. Dan sadar apa yang telah dikerjakan sebelumnya setelah kembali pada diri kesehariannya. Tapi tak bisa mengendalikan kapan muncul dan kapan menghilang. Dia sendiri tak mengerti mengapa bisa mempunyai dua pribadi dalam satu raga."Kenapa Baron menghubungi kamu lagi, Kee?""Sepertinya dia benar-benar mengidap bipolar atau lebih parah lagi. Dari sorot mata dan setiap kalimatnya berbeda saat bertemu pertama Rumah Sakit dan kedua saat mengancam di Apartemen. Dia butuh pertolongan sebelum melakukan tindakan fatal lainnya." jawab Keenan saat baru saja menutup panggilan dari Baron yang didengar juga oleh sang Kakak."Rumit sekali kehidupan orang-orang kelas jetset seperti mereka? Beruntungnya Ayah hanya se
'Hatiku telah terkunci padanya dan lupa meminta kesembuhan Shifra. Allah ... ampuni hamba.' Harapnya dalam hati tak terasa matanya mulai berembun. Dan meloloskan setetes bening saat ia memejamkan matanya.Seorang perempuan membuka matanya yang telah basah. Dia usapkan dua tangan ke wajah dan mengingat apa yang baru saja terjadi dalam mimpinya."Kamu mimpi lagi, Shif?""Perempuan di yang duduk di atas ranjang yang sama dengan Javaz itu menggeleng pelan, "aku merasa nggak bermimpi apa pun tapi tiba-tiba saja sesak dan air mata mengalir begitu saja. Apa kamu yang memimpikanku, Mas?" tanyanya menoleh."Sesak?" Javaz bangkit dari berbaringnya, menyentuh kening Shifra, "nggak demam kok?" lanjutnya mengusap sisa basahbdi pipi istrinya.Tak beda jauh dengan suaminya, keadaan Shifra sendiri berangsur pulih. Terapinya dengan beberapa ahli perlahan mengembalikan kewarasannya secara bertahap. Dia menghasilkan banyak buku yang siap diterbitkan dari curahan hatinya.Perempuan itu juga sudah bisa me
"Mas El???" Kedua mata Shifra menatap tak percaya sosok pria di hadapannya.Kepala tertutup hijab lebar dengan cadar menutup wajahnya itu menggeleng kuat. Tubuhnya bergetar hebat, lidah kelu dan tenggorokan tercekat kala pria yang tampak lebih kurus itu berjalan mendekat.Bagaimana bisa seseorang kembali setelah lebih dari tiga tahun dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan?"Apa dia anak kita, Shif?" tanyanya tersenyum ke arah balita yang digandeng Shifra. "Dia Ezra, putra kami!" Suara pria yang baru saja datang menimpali. Dia berdiri di belakang sosok pria asing yang bertanya pada istrinya. Belum mengetahui siapa sosok itu."El-Ziiiieen???" Langkahnya terhenti dan sedikit terhuyung ke belakang kala benar-benar bertemu tatap dengan dua mata si pria asing."Bagaimana kamu bisa kembali hidup? Di mana selama ini kamu berada?" Antara terkejut dan takut, suara Javaz bergetar dengan napas tersengal sembari memegang dadanya.Shifra mendekat dan langsung memeluk Javaz yang merangkul bahu
Pria asing itu menghentikan langkahnya dan berbalik dengan cepat."Shifra ...." gumamnya.Seorang perempuan bercadar menuruni anak tangga dengan pandangan lurus pada pria asing itu. Terus mengikis jarak hingga anak tangga terakhir, dia menoleh pada suami keduanya-Javaz."Shif ... apa yang akan kamu lakukan? Biar aku saja yang membuktikannya." ucapnya meraih tangan Shifra dan menggandengnya untuk lebih dekat dengan sosok misterius yang juga melangkah ke arah keduanya."Jika memang kamu istriku, kamu akan lebih bisa membedakan dari pada orang lain, Shif ...." ucapnya menatap sendu pada Shifra yang menggeleng.Jemari perempuan yang sebagian tertutup manset itu mengeratkan kaitan di jari-jari Javaz. Menoleh sekilas dengan kaku dan mata mulai berembun."Mas ...," ucapnya lirih dengan bergetar.Tubuhnya lemas dan meluruh ke lantai. Air matanya mengalir deras tanpa isakan. Bayangan kebersamaannya dengan Elzien terlintas bertumpukan dengan tawa candanya bersama Javaz di tiga tahun terakhir.