"Kamu!" ucap Laila terkejut. Ia yang tadinya duduk berjongkok, perlahan bangkit. Matanya masih belum berkedip saking masih syoknya melihat pemandangan di depannya."Ma, Omnya baik. Tadi, Omnya beliin Leia es krim," ucap Aleia dengan suara girang, sembari mendongak menatap sang Mama.Aleia belum mengerti sama sekali apa yang terjadi selama ini. Sementara Laila tak fokus mendengar ucapan sang anak."Mau apa kamu ke sini?" tanya Laila. Sekuat hati ia mencoba mengatur detak jantungnya yang seketika memompa lebih cepat agar terlihat tenang. Jangan sampai kemarahannya meledak."A--ku hanya ingin bertemua Aleia," jawab Adam, ia tahu kalau ini tidak akan mudah untuknya, kilatan kemarahan dari mata Laila seketika mampu ia baca, tetapi ia juga tidak bisa membohongi perasaannya untuk bertemua dengan darah dagingnya."Untuk apa?""Apa aku tidak boleh menemuinya?""Di antara kita sudah tak ada hubungan lagi.""Kita, tapi tidak untuk Aleia. Dia ---""Tolong, jangan ambil dia dariku! Kau punya segal
"Mas ngelihatin siapa sih?" tanya perempuan tersebut, dan seketika langsung membuat lelaki itu semakin panik, dan gelisah hingga membuatnya nampak salah tingkah."Eum ... Bu--kan siapa-siapa," jawab lelaki itu tergagap, yang tak lain adalah Pak Hamzah, mantan mertua Laila.Tak percaya perempuan itu langsung menoleh ke belakang, sementara Laila langsung pura-pura tak kenal, dan bersikap biasa saja, walau sebenarnya ia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat mantan mertuanya tersebut tengah berdua dengan wanita muda."Ma Leia, mau p***s!" ucap Aleia kemudian."Oh Leia mau p***s, ya udah ayo! Sebentar ya Mbak!" ucap Laila pada pelayan yang baru saja sampai di mejanya, pelayan itu mengangguk, dan tersenyum ramah.Laila pun buru-buru mengajak Aleia keluar, menuju toilet. Meski Laila pergi, tidak membuat lelaki lelaki paruh baya itu merasa lega, ia pun segera bangkit untuk ke toilet juga."Ya udah, jangan lama-lama ya!" ucap perempuan tersebut.Hamzah tak menanggapi, dan langsu
"Assalamu'alaikum." Seketika dahi Bu Ratmi berkerut mengetahui siapa tamu yang barusan mengucap salam tersebut. Tak biasanya anaknya berucap demikian."Lho, Arnie kok kamu pulang mana, Rea?" cerca Bu Ratmi begitu melihat Arnie datang seorang diri, bukannya menjawab salah malah disambutnya dengan pertanyaan."Iya, Ma. Arnie pulang karena ada sesuatu yang mau aku ambil.""Terus Rea sama siapa?""Sama Papanya.""Kamu biarkan Rea tinggal bersama lelaki itu?""Mas Farhan ayahnya Rea, Ma.""Duh kalian berisik amat sih, aku jadi gak konsen," tegur Farah yang merasa terganggu dengan suara sang Mama yang terus bertanya dengan nada keras.Arnie hanya menatap sekilas dengan tatapan malas terhadap iparnya tersebut, Farah sama sekali bukan lawan debatnya, perempuan itu terlalu cerewet di matanya. Arnie pun langsung selalu menuju kamar, untuk mandi. Sementara Bu Ratmi langsung pergi begitu saja, tak dipedulikannya Farah yang kewalahan menghadapi keinganan sang anak."Duh, Zafa bisa diem bentar ga
Laila tersenyum, sembari merapikan baju di patung. Setelahnya terlihat pintu butik terbuka, dan seseorang masuk. Begitu melihat siapa yang menjadi tamunya, Laila langsung tersenyum menyambut kedatangannya."Kok, kesini gak bilang-bilang?" tanya Laila. Lalu, mereka pun berpelukan, setelahnya cium pipi kanan-cium pipi kiri, layaknya seorang teman yang bertemu."Iya, sengaja biar jadi kejutan," jawab Yuna. Lalu, tersenyum. Arga yang berdiri di sampingnya pun ikut tersenyum."Ya udah ayo duduk!" ajak Laila.Mereka pun berbasa-basi sebentar, setelahnya Yuna pun mencoba gaun pengantin yang sudah mereka pesan bulan lalu. Sebelumnya Laila memang sudah memberi kabar kalau gaunnya sudah selesai ia jahit, tetapi ia tidak tahu kalau Yuna, dan Arga akan datang tiba-tiba seperti ini."Gimana apa ada yang kurang?" tanya Laila, dalam hati ada perasaan sedikit khawatir takut kalau-kalau Yuna tidak suka, atau bahkan kecewa dengan desainnya."Aku suka banget, gimana menurut kamu, Mas?" tanya Yuna pada A
"Bener, 'kan kamu Laila?" Mendengar itu, dada Laila semakin berdebar dibuatnya. tanpa menoleh, Laila langsung menjawab."Maaf, Anda salah orang!" Dengan gerakan cepat Laila melepaskan tangannya. Lalu, buru-buru pergi menemui Aleia dan Safa."Ibu! Ibu kenapa, kok, mukanya pucat gitu?" tanya Safa heran begitu melihat Laila datang."Eh, enggak apa-apa, Kok." Laila memaksa tersenyum. Lalu, memberikan minumnya.Dada Laila bergemuruh lebih kencang dari biasanya, hal yang tak diinginkannya, nyatanya tak bisa ia hindari. Sementara ,Farah masih mengawasi Laila dari tempat di mana ia tadi berdiri. Ia sangat yakin kalau perempuan itu adalah mantan istri suaminya, meski Laila mengelak, dan tak mau mengaku."Tapi, memang sih penampilannya beda dari Laila, terlihat lumayan, ya meski masih kalah jauh dari aku," batin Farah."Ra, kok lama banget ngambil minumnya sampai Zafa nungguin," ucap Bu Ratmi yang langsung menarik Farah dari lamunan."Ah, iya ada apa Ma?" tanya Farah sedikit kaget."Zafa nunggu
Laila, melihat kearah Hamzah, membuat wajah lelaki itu semakin pucat. Hamzah sama sekali tidak tahu kenapa Sava bisa ada disini? Jangan sampai perempuan itu membuat kekacauan."Papa kenapa, kok gelisah gitu?" tanya Bu Ratmi melihat gelagat sang suami yang terlihat tak tenang.Hamzah menyeka dahinya yang basah oleh keringat. Keadaan ini benar-benar membuatnya cemas."Eum ... P--apa gak apa-apa," jawab Hamzah gugup."Itu Papa sampai keringatan begitu?""Ah, iya ini cuacanya panas sekali," kilah Hamzah sembari menarik-narik kemejanya berharap ada angin yang masuk. Ia benar-benar tak tenang, dan membuatnya sampai keringat dingin melihat istri muda di depan mata, sementara saat ini ia tengah bersama keluarganya.'Bagaimana kalau sampai Sava membongkar semuanya di depan istri, dan keluarganya? Ah, tidak, jangan sampai' batin Hamzah.Bu Ratmi yang mendengar alasan sang suami hanya mengerutkan dahi, sembari menatap dengan tatapan heran.Sementara di meja Lian, Laila baru saja selesai makan,
Lelaki itu hanya tersenyum, dan melangkah mendekat. Lalu, menarik tangan Laila hingga terlepas dari Farah. Laila yang tak siap hanya terkesiap, sembari menatap tak percaya ke arah lelaki tersebut."Ka--mu!" seru Laila terkejut."siapa sih kamu? Ikut campur urusan orang saja? Mau jadi pahlawan kesiangan?" tanya Farah tak suka tangannya terlipat di dada. Sebelah sudut bibirnya terangkat naik, membentuk lengkung senyum. Senyum smirk."Sudah kubilang kalau dia ini calon istri saya. Jadi, kalau kamu mengusiknya maka akan berurusan dengan saya!" "Sok banget, kamu pikir aku takut dengan ancamanmu? Asal kamu tahu ya, dia ini sudah meng goda Mas Adam--suamiku."Laila menggeleng. "Semua itu tidak benar!" suara Laila bergetar, sama seperti dulu ia tak bisa melawan, dan hanya bisa menahan sesak dan air mata saat dirinya ditindas."Alah, ma ling mana ada ngaku! Sekarang ngaku diam-diam kalain sering bertemu, 'kan di belakangku?"Aku gak pernah merayu, Mas Adam, dan kami tidak pernah sengaja bert
"Mama lihatin siapa sih?" tanya Farah yang baru saja keluar dari tempat acara, dan mendapati Bu Ratmi mematung.Bu Ratmi masih terdiam, pandangannya terus memperhatikan Laila dan anak kecil yang baru saja masuk ke mobil."Ma!" seru Farah, dan langsung menarik Bu Ratmi ke alam sadarnya."Ah, iya. Ada apa?" tanya Bu Ratmi terkejut."Mama lihatin siapa, sampai bengong begitu.""Eum ... Bukan, bukan siapa-siapa," jawab Bu Ratmi cepat. "Ayo ke mobil, katanya mau pulang!" ucap Bu Ratmi yang langsung mengalihkan pembicaraan.Farah hanya menghela napas, dan masuk ke mobil.Sementara Arnie, dan Marwah masuk ke mobil satunya.Di dalam mobil, pikiran Bu Ratmi melayang bayangan wajah Aleia memenuhi pikirannya, dalam diri anak tersebut seperti ada magnet yang menarik perhatian, dan pikiran Bu Ratmi."Apa benar dia cucuku?" batin Bu Ratmi."Mama kenapa sih, kok, dari tadi melamun terus?" tanya Farah penasaran melihat Bu Ratmi yang sejak masuk mobil hanya diam, tak seperti biasanya."Eum ... Mama ga
15 tahun Kemudian.Laila dan Fahmi begitu merasa bahagia, dikarunia dua orang puteri, dan satu orang putera bernama Aidan yang kini berumur 7 tahun.Aleia Rihanna, sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik, dan cerdas. Aghnia pun sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik, dan tak kalah cerdas.Selain menjadi seorang mahasiswa Aleia juga sudah dipercaya memegang perusahaan yang sempat dititipkan Hamzah pada Laila beberapa tahun lalu. Begitu banyak prestasi yang ia dapat, dan saat ini ia juga tengah menyibukkan diri untuk menjadi seorang hafidzoh. Orang tua mana yang tak bangga memiliki anak yang nantinya akan memberikan mahkotah dari surga.Namun sebaliknya, berbeda dengan Zafran. Anak laki-laki yang dipundaknya ditaruh harapan besar oleh keluarga Ratmi untuk menjadi penerus keluarga mereka."Zafa!" seru Adam begitu mendapati pintu utama terbuka."Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?" tanya Adam sembari melirik jam yang melingkar di tangannya, dan tengah menunjukkan pukul 01.
"Laila!" batin Adam.Betapa bahagianya Laila bersama keluarga barunya, bahkan Fahmi terlihat begitu perhatian."Hei! Pelan-pelan, Sayang!" ucap Fahmi yang langsung dengan sigap membantu Liala turun dari mobil sembari menggendong babynya.Laila tersenyum, ia merasa begitu beruntung dipertemukan, dan dipersatukan dengan laki-laki seperti Fahmi. Laki-laki bertanggung jawab, dan penuh kasih sayang.Sementara Adam masih berdiri di tempatnya, tanpa terasa tangannya meremas roti yang tadi dipegangnya begitu kuat. Ia marah, bukan pada orang lain, melainkan pada dirinya sendiri.Andai dulu ia tak menjadi laki-laki pengecut, mungkin laki-laki yang saat ini berdiri di samping Laila adalah dirinya."Mas Adam!" seru Laila terkejut begitu melihat Adam yang masih berdiri menghalangi pintu masuk."Eh, eum ... Maaf!" Adam gegas menggeser tubuhnya. "Gimana kabar Leia?" tanya Adam yang kemudian mengalihkan pembicaraan. Akhir-akhir ini ia memang sudah jarang menemui Aleia."Dia baik," jawab Laila singkat
'Izinkan aku untuk mengucap kata maaf untuk terakhir kalinya, maaf jika selama bersama aku tak bisa membuat kamu dan anak-anak bahagia, sekali lagi maaf untuk semua kesalahan yang sudah kulakukan terhadap kalian'~Hamzah~Mata Ratmi memanas. Marah, kesal, dan kecewa seketika melebur jadi satu."Dasar lelaki tidak tahu diri, apa kurangku?" umpat Ratmi dengan amarah yang tak bisa ia lampiaskan pada seseorang yang pernah membersaminya tersebut, dan juga seseorang yang telah membuat luka di hidupnya, dan juga anak-anak.Nyatanya pesan tersebut bukan membuat hatinya membaik, malah membuat luka itu kembali menganga. Andai dekat ingin sekali ia melampiaskan kemarahan, dan kekecewaannya pada lelaki tersebut. Ratmi benar-benar kecewa dengan keputusan Hamzah yang memilih pergi dengan perempuan muda itu, bahkan tanpa membawa harta sepeserpun ia rela. Hati istri mana yang tak sakit, dan sanggup menerima diperlakukan seperti itu? Ratmi sangat marah, dan berniat membuat Hamzah pisah dengan perem
Bi Narti mengangguk, dan pamit. Laila pun menemui tamu tersebut. Namun, betapa terkejutnya ia begitu melihat siapa yang datang.Mata Laila tak berkedip memandangi lelaki yang tengah berdiri di hadapannya, benarkah apa yang dilihatnya, dan untuk apa Hamzah--mantan mertuanya datang kemari?***"Mungkin kamu tidak menyangka saya datang kemari," ucap Hamzah setelah Laila mempersilahkan Hamzah duduk--mereka duduk di kursi teras."Permisi, silahkan," ucap Bi Narti yang datang membawa minum, dan menjeda obrolan mereka."Terima kasih, Bi!" Bi Narti mengangguk, dan pamit ke belakang. Setelahnya Liala pun mempersilahkan Hamzah untuk meminum tehnya."Terima kasih!" ucap Hamzah. "Saya sengaja menemuimu, karena ada hal penting yang ingin saya sampaikan!" Lanjut Hamzah. Lalu, ia mengeluarkan sebuah map dari dalam tasnya, dan meletakkannya di atas meja kayu di hadapan mereka."Ini adalah surat kepemilikan salah satu perusahaan yang baru saya bangun, tanpa sepengetahuan keluaraga." Alis Laila terang
"Apa jual? Gak, gak. Aku gak mau hidup miskin!""Aku akan bekerja di tempat lain," ucap Hamzah menenangkan, ia pun tak menyangka di usianya yang tak lagi muda akan memilih jalan seperti ini.Sava membuang muka, bekerja di tempat lain, dan miliki perusahaan sendiri tentu saja penghasilannya berbeda, kalau sudah begini apa gunanya ia menikah dengan pria kaya, dan ruginya sudah tua."Mas akan segera mendaftarkan pernikahan kita!" ucap Hamzah menenangkan Sava yang kemarin-kemarin protes dengan status pernikahan mereka.Sava bergeming, ucapan Hamzah sama sekali tak menarik untuk ia dengarkan. Lelaki itu terlalu b0doh pergi tanpa membawa apapun, dan Sava tak bisa terima itu begitu saja.***Satu Minggu berlalu, Hamzah tengah mencoba untuk mencari pekerjaan, entah demi apa ia rela meninggalkan keluarganya demi hidup bersama Sava."Sayang aku butuh uang nih, 50 juta!" ucap Dion yang pagi itu sengaja datang ke rumah Sava dan Hamzah, ia tahu kalau pagi-pagi begini Hamzah tidak ada di rumah."A
Usai dari toilet, Bu Ratmi pun keluar dan hendak kembali ke meja makan. Namun, belum sampai ke meja, ia tak sengaja melihat sesuatu yang membuat matanya seketika terasa panas.Tangannya terkepal kuat, hingga menimbulkan buku-buku putih. Benarkah yang dilihatnya saat ini? Seorang perempuan muda tengah bergelayut manja di tangan Hamzah--suaminya. Siapa perempuan itu?Tanpa menunggu, Ratmi langsung melangkah ke arah dua insan beda usia tersebut, dan ..."Aww ... Apa-apaan ini?" teriak Sava terkejut karena tangannya ditarik, mendengar teriakan Sava membuat Hamzah reflek menoleh, dan langsung terkesiap melihat Ratmi ada disini."Ma---ma?" Mata Hamzah membulat sempurna, jantungnya berpacu lebih cepat, dengan tubuh gemetar."Punya hubungan apa kamu dengan suami saya?" tanya Ratmi dengan tatapan tajam ke arah Sava."Oh Anda rupanya," ucap Sava santai. Seolah tanpa beban, kedua tangannya ia lipatkan di dada. "Kalau Anda mau tau, tanya saja sama, Mas Hamzah," lanjut Sava dengan nada sombong."M
Tentu saja hal tersebut membuat Bu Ratmi panik, dan langsung menelpon Adam dan suaminya untuk mengurus Farah."Mama!" teriak Zafran, dan setelahnya bocah lelaki itu menangis melihat Mamanya pergi di bawa polisi seperti di sinetron yang pernah ia lihat. Bu Ratmi pun mencoba menangkannya. ***"Jadi kamu yang melaporkan Farah ke kantor polisi?" tanya Bu Ratmi sembari menatap tajam ke arah Laila, seakan siap mengulitinya hidup-hidup.Laila bergeming, hal inilah yang ingin dihindarinya, beruntung Fahmi berada di sisinya, dan langsung membelanya."Bukan Laila yang melaporkan Farah, tapi saya!""Saya tidak suka orang asing ikut campur, memangnya kamu tidak tahu siapa kami?"Fahmi menghela napas, biasanya orang kalau sudah bertanya begitu berasal dari keluarga terhormat, dan terpandang, tetapi apa gunanya jika melakukan kesalahan tetap saja harus dihukum."Maaf, mungkin saya tidak mengenal Anda. Tapi, ini bukan masalah siapa Anda, ini masalah hukum yang harus ditegakkan, agar tidak terjadi k
Kemudian ia berbalik, berniat pergi. Namun, begitu berbalik ia langsung terkejut melihat seseorang berdiri di depannya, jantungnya seakan mau lepas saking kagetnya."Siapa kamu ngagetin aja. Minggir! saya mau lewat!" ketus Minah dengan tatapan jengkel setengah mati karena terkejut. Ia tidak mengenali lelaki tersebut."Tidak penting siapa saya, sekarang ayo ikut saya!" Fahmi hendak menarik tangan Minah, mengajaknya kembali ke butik Laila, dan disuruh mengakui kesalahannya."Eh, eh siapa kamu jangan lancang ya, jangan berani pegang-pegang kalau gak mau saya teriaki maling!" Ancamnya. Ia yakin lelaki itu tidak akan berani, melihat lingkungan sekitar yang lumayan ramai. Lalu, tersenyum smirk, Minah dilawan batinnya.Melihat Fahmi tak ada reaksi membuat Minah langsung merasa percaya diri."Minggir! Jangan halangi jalan saya, saya mau belanja!" ucap Minah dengan nada ketus, dan melewati Fahmi begitu saja."Oke, kalau Ibu tidak mau saya paksa, Ibu bisa datang sendiri ke butik yang tadi!" uca
Baru saja akan melangkah pergi, Fahmi dan Laila langsung terkejut begitu melihat seseorang masuk ke butik dalam keadaan marah.Perempuan berusia sekitar 46 tahun itu, langsung melangkah menuju meja kasir dengan tatapan nyalang."Saya gak mau tau ya! Saya minta ganti rugi tiga kali lipat, apaan ini katanya barang bagus, berkualitas malah sobek begini!" Perempuan tersebut langsung megeluarkan bajunya dari paper bag, dan meletakkan ke meja kasir dengan kasar."Tenang, Bu!" ucap Laila, berusaha menenangkan perempuan yang datang-datang dan mengamuk tersebut. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik!" ajak Laila. Tentu saja apa yang dilakukan perempuan tersebut, mengundang perhatian pengunjung lainnya, dan membuat Laila tak enak."Gimana bisa tenang? Kalian sudah menipu! saya gak mau tau saya minta ganti rugi tiga kali lipat, kalau gak saya bisa tuntut dengan kasus penipuan, dan memviralkan butik kalian!"Laila menghela napas mendengar ancaman perempuan tersebut, selama membuka butik baru kali in