Faiq pun tersadar tengah menguping, dia tidak ingin ketahuan oleh kakak perempuan dan kakak iparnya. Lalu buru-buru turun beberapa undakan tangga untuk menyamarkan perbuatannya dan diam di sana sampai terdengar derit pintu yang dibuka Davit dan Faiq pun menaiki tangga persis kayak orang yang baru saja menaiki tangga. Faiq berharap aksinya tidak ketahuan.Biar tidak ketahuan menguping, Faiq buru-buru menyapa Davit. Senyum semringah terbingkai di bibirnya. Tampak oleh Faiq wajah Davit mendadak pias dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Faiq berharap semoga kakak iparnya itu tidak curiga, kalau barusan dia tengah menguping.“Eh! Mas Davit. Baru saja aku berniat memanggil, eh orangnya keluar. Mas, diminta mama sekarang turun untuk makan malam. Oh ya, Mbak Erika mana mas, gak sekalian turun?” tanya Faiq menoleh ke arah pintu saat tidak melihat kakaknya di belakang tubuh Davit.Bukannya menjawab pertanyaan Faiq, Davit malah balik bertanya. “Sejak kapan kamu berada di tangga,” tanya Davit cur
“Ela? Maksudmu Ela Almahera.” Tanya Davit cengo.Lelaki itu sungguh tak percaya, bisa bertemu langsung dengan penulis 'Ditalak Usai Akad', penulis yang hampir merebut semua perhatiannya. Lebih tak menyangka lagi, ternyata perempuan itu adik iparnya sendiri. Pria itu menggeleng sesaat, rasanya tak mungkin. Ia kurang yakin dengan pikirannya. Sebaiknya ia pastikan dulu kebenarannya.Faiq mengernyit bingung mendengar pertanyaan lelaki itu, bagaimana mungkin Davit kakak iparnya mengenal Ela. Bukannya selama ini ia tinggal di Paris. Bagaimana caranya mengenal istrinya. Ternyata dunia sesempit ini, sangat mencurigakan. Batin Faiq dalam hati.Apalagi bila mengingat pertengkaran kecil keduanya tadi di atas, membuat Faiq menduga-duga. Meskipun mbak Erika tidak menyebut langsung nama tetangga sebelah yang dimaksud, bisa jadi tetangga sebelah itu tetangga sebelah kamar maksudnya. Kebetulan sekali kamar dia dan mbak Erika memang berdampingan. “Iya mas, nama lengkap istriku memang Ela Almahera. M
“Mau kemana?” tanya Faiq dengan pandangan fokus ke laptop. Lelaki itu sebenarnya sedang melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai siang tadi. Baru sekarang bisa ia lanjutkan kembali. Meskipun matanya fokus ke laptop, namun telinganya bisa mendengar baik, kalau barusan ada yang memasuki kamarnya. Dan ia sangat yakin yang baru saja memasuki kamarnya itu, wanita yang telah resmi menjadi istrinya. Langkah Ela mendadak terhenti dan menoleh ke asal suara. Ia bingung siapa yang mengajaknya bicara? Sementara suaminya masih larut di depan laptop tanpa melihat ke arahnya. Dan tidak ada orang lain selain mereka berdua. Ela tampak bingung dan heran, apa di rumah ini ada hantu, batinnya dalam hati. Tapi tidak mungkin, rumah sebagus ini ada makhluk halusnya. Pasti tadi yang bicara mas Faiq, duganya yakin sekali. Tak mau menduga-duga, Ela akhirnya bertanya.“Mas Faiq yang bicara barusan,” tanyanya heran. Wanita itu hanya berdiri saja tak berniat mendekati suaminya.“Menurutmu, emang ada orang lain s
“Kamu yakin! Jika ada yang kamu ketahui, atau ada seseorang yang mempengaruhi pikiranmu, katakan saja terus terang. Aku janji tidak menyembunyikannya dari kamu,” ucap Faiq kembali meyakinkan istrinya. Lelaki itu menatap sang istri lekat-lekat mencari jawaban dari wajah istrinya.“Tidak ada Mas, serius,” ucap Ela meyakinkan suaminya. Saat ini lebih baik dia cari tahu dulu kebenaran perkataan wanita itu sendiri tanpa melibatkan suaminya. Ia tak ingin terburu-buru mengambil langkah yang hanya akan menjadi penyesalan. Lagian mas Faiq kurang apa coba, dia lelaki yang baik dan perhatian serta bertanggung jawab. Jadi tidak perlu ragu."Baiklah kalau begitu, aku tidak bisa memaksamu. Terserah kamu saja, asal jangan menyesal nanti."Ela membalas dengan anggukan.“Sekarang giliran kamu yang bicara Mas. Tadi mau bicara apa?” “Oh itu ... Tentang perkataan Mas Davit bahwa kamu adalah seorang penulis. Aku serius tidak menyangka kamu seorang pengarang cerita handal. Istriku ternyata hebat bercerita
“Lalu kenapa tadi mas bilang mau menikahiku karena ingin membalas semua kebaikan Abi?”“Perkataan aku tadi tidak semuanya benar, kamu jangan mudah percaya begitu saja. Aku menikahimu bukan semata hanya membalas budi, tapi karena memang dari awal pertama bertemu denganmu hatiku merasa klik. Bahkan jantungku sempat berdetak tak karuan waktu itu.”Jantung Ela bergemuruh hebat mendengar pengakuan cinta dari sang suami. Mimpi apa dia semalam, hingga pagi ini ia mendengar pengakuan cinta Faiq. Hatinya begitu menghangat, tak menyangka ternyata suaminya juga mencintai dirinya. Ia pikir tadi cintanya bertepuk sebelah tangan. Ternyata sang suami hanya bercanda doang.“Klik? Maksudnya?”“Entahlah, bingung juga menjelaskannya. Yang pasti aku merasa cocok dan jantungku berdebar kencang kala itu. Apa itu yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama.”“Benarkah, mas serius, tidak bercanda lagi kan,” balas Ela singkat dengan wajah merona kemerah-merahan. Wanita itu tidak yakin begitu saja, apala
“Ini, mau ke sini. Kamu belum siap juga tidur bareng sama aku-kan? makanya aku akan tidur di sini saja,” tunjuk Faiq di lantai sebelah kanan tempat tidur. Lalu dengan wajah ditekuk melangkah ke sebelah sisi kiri tempat tidurnya.Lelaki itu bergegas menggelar karpet kecil di lantai dan meletakkan bantal dan selimut di sana. Ela memandangi punggung suaminya yang tengah merapikan tempat tidurnya itu dengan perasaan tidak menentu antara senang dan sedih. Sebagai seorang istri, ia tahu tugas dan tanggung jawabnya, tapi di satu sisi ia belum siap berbagi tempat tidur dengan sang suami. Wanita itu merasa tidak enak hati, padahal pemilik kamar ini adalah lelaki itu. Kenapa dia yang tidur di lantai, harusnya dia dong sebagai pendatang dan menumpang di kamar ini. Ia tidak boleh egois dan membiarkan lelaki itu tidur di lantai, pasti dingin. Wanita itu terdiam tanpa kata, mengingat dugaannya salah, ia pikir suaminya mencari kamar lain di rumah ini. Tentu rumah semewah dan sebesar ini pasti pu
Faiq mengukir senyum dikulum, bagaimana bisa wanita cantik ini memeluknya, padahal dari semalam dia yang melarang keras untuk tidak memeluk dirinya. Bahkan sempat-sempatnya dia menjaga tubuhnya dengan guling. wanita itu kini memeluknya dengan sangat erat. Ia perhatikan wajah itu yang tidur dalam keadaan pulas dan wajah itu tampak manis sedang mengukir senyum kecil.Wajah Ela berada tepat di sisi wajahnya, napasnya bahkan mengenai wajah lelaki yang tengah tersenyum smirk itu. Spontan tangan Faiq mengusap kepala Ela dan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menghalangi pandangannya. “Bulu mata tebal dengan alis terukir indah, bukan ukiran palsu seperti yang sering ia lihat di wajah banyak wanita yang ditemuinya. Alis itu murni ciptaan Allah tanpa ada perubahan sedikit pun.Puas memandangi wajah cantik Ela, kini Faiq memindai area kamarnya. Sebenarnya ia tengah ketakutan, takut Ela bangun dalam pelukannya lalu wanita itu mengamuk padanya. Padahal jelas-jelas wanita itu yang mendatan
“Perusahaan Genta Buana yang terkenal itu,” tanya Bu Widuri terperanjat kaget. Ia tak percaya kalau Faiq bekerja di sana. Bagaimana mungkin? Masuk ke sana itu tidaklah mudah, hanya orang-orang pilihan dengan nilai tinggi. Tak hanya itu, pelamar harus menguasai ilmu manajemen yang mumpuni baru bisa lolos dan diterima bekerja di sana. Tentu saja dengan gaji yang tinggi juga.“Iya Bu,” jawab Ela lugas.Kini ia baru mengerti mengapa kemaren itu Faiq bisa naik mobil.“Pantas saja kehidupannya sekarang lebih baik. Kemaren waktu melihat dia mengantarmu pakai mobil, saya sebenarnya sudah curiga. Ternyata kehidupannya sekarang makin baik dan mapan.”“Alhamdulillah, wa syukurilah!”“Apa ada orang dalam yang membantu Faiq bisa diterima bekerja di sana?” tanya Bu Widuri yang masih saja curiga dan tidak percaya begitu saja.“Kayaknya tidak ada Bu Widuri, kan kak Faiq emang udah pintar dari sananya.”Widuri mengangguk membenarkan perkataan Ela, “Kamu benar Ela, Faiq itu memang memiliki otak yang ce
Lelaki itu akhirnya pergi juga meninggalkan kamar, meninggalkan Ela dengan degup jantung yang menderu. Bibir wanita itu kembali tersungging manis. Membayangkan tingkah agresifnya tadi sungguh membuatnya malu. Ia sungguh tak percaya, bisa melakukan hal yang sangat tabu untuknya. Wajahnya memerah, sontak ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Setelah mengatur debar di dada, Ela mulai siap-siap seperti permintaan suaminya. Ia beranjak ke lemari, meraih kado dari Farah yang dulu hampir saja ia buang. Tapi setelah ia tahu kegunaan pakaian tipis menerawang itu, ia menyimpannya kembali di lemari. Kini ia berniat memakainya untuk menyenangkan sang suami. Yah, kini hatinya telah mantap, siap sempurna tanpa ada keraguan sedikitpun.Hampir 20 menit ia bersiap-siap dan menunggu kedatangan sang suami di kamar tepatnya di tempat tidur. Beberapa kali ia menguap, tapi sayangnya orang yang ditunggu tak kunjung datang. Ela menarik selimut hampir menutupi seluruh badannya. Ia belum siap menu
“Mas, kok berhenti, gak jadi masuk?” tanya Ela bingung. Wanita itu memindai area ruang keluarga, dan tatapannya melongo kaget, menyaksikan pertikaian antara kakak ipar dan suaminya.Bukannya menjawab pertanyaan Ela, Faiq justru berbisik di telinga sang istri. “Lihat itu, mereka lagi berantem. Kita dengarkan dari sini.”“Menguping pembicaraan orang diam-diam itu tidak baik Mas, apalagi mereka tengah berantem. Ayo kita keluar saja,” ajak Ela cepat seraya berbisik. Tangannya tak lupa menarik tangan sang suami dan mengajaknya keluar. Tapi sayang, Faiq tak bergerak dari posisinya. Ela menatap suaminya dengan perasaan kalut, takut ketahuan oleh kakak ipar dan suaminya.“Ayo Mas, tunggu apa lagi. Sebaiknya kita pergi sekarang,” pinta Ela memelas.Faiq mendekatkan bibir ke telinga sang istri lalu berbisik, “Ini kedua kalinya mereka berantem, aku harus tahu apa yang mereka debatkan.”“Tapi....”“Syut... Diamlah. Nanti kita ketahuan, bahaya!” pinta Faiq menutup mulut sang istri. Akhirnya Ela men
“Bunda,” ucapnya terbata-bata. Wanita itu lantas membuka pintu dan memintanya mamanya masuk ke dalam. Perempuan yang dipanggil bunda itu pun lantas masuk ke apartemen sang putri. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi tunggal yang ada di sana. Matanya memindai area ruang keluarga yang tertata dengan rapi dan juga bersih. Meskipun rapi dan bersih, tetap saja tinggal sendiri itu tidak menyenangkan.“Betah kamu tinggal menyendiri di sini?”“Maksud bunda?”“Kamu jangan pura-pura tidak tahu apa maksud perkataan bunda.”“Menikah!! Itu yang ingin bunda katakan bukan?”“Iya, apalagi.”“Kapan kamu bisa memenuhi permintaan bunda, Nak? Kamu itu bukan ABG labil lagi. Kamu itu sudah kelewat dewasa.”Widuri tersentak kaget, ia sangat paham dengan maksud perkataan sang bunda, memang dirinya sudah kelewat dewasa, bahkan sebentar lagi usianya mencapai 29 tahun. Tapi mau bagaimana, lelaki yang ia sukai dari dulu bahkan sampai sekarang tidak berubah, namun tidak direstui oleh sang bunda hanya karena lelak
“Baiklah! Saya mengerti. Sebenarnya apa yang hendak kamu bicarakan?” tanya Widuri menatap lekat sang mantan. Dadanya sampai sekarang masih bergetar hebat, saat menatap lelaki di depannya itu. Rasa cinta itu semakin menancap dalam hati, meskipun tidak terlihat rasa rindu itu di mata Faiq. Tak membuat rasa cintanya padam, tapi terus saja menyala terang. Apalagi setelah melihat keberhasilan dan kesuksesan yang pria itu sandang sekarang menambah rasa kagum dan keinginan untuk memiliki lelaki itu sepenuhnya semakin tertancap kuat dalam dadanya. Terlebih setelah mendengar perkataan Ela, kalau Faiq belum menikah dan tidak punya wanita spesial. Ia berharap, dialah wanita yang mendampingi Faiq melewati fase kehidupan berumah tangga. Ia merasa, Faiq masih mengharapkannya, belum bisa move on, buktinya sampai sekarang Faiq masih betah menyendiri. Bisa seyakin itu Widuri memahaminya, padahal andai ia tahu, jika Faiq sudah memiliki wanita spesial yang bergelar istri, entah bagaimana perasaan per
“Ela, Maaf! Tadi gak bangunin kamu, soalnya tidurmu pulas banget,” ucap Faiq menyesal seraya mendaratkan bokongnya di kursi tak jauh dari Ela. Lelaki itu menatap sang istri yang tak menoleh sedikit pun padanya.Sebenarnya tadi Faiq ragu untuk masuk ke dalam ruang keluarga, ulahnya semalam yang pura-pura pingsan membuatnya enggan bertemu dengan Ela. Ia khawatir Ela mengetahui kepura-puraannya dan bisa saja wanita itu menceritakan kepada orang tuanya. Tapi bila tetap diam dan menunggu di luar juga akan membuat kedua orang tuanya pasti bertanya-tanya. Makanya Faiq memberanikan diri masuk bergabung dengan istri dan kedua orang tuanya. Ia tak hiraukan, meskipun nanti pandangan buruk yang dilayangkan Ela.“Tidak apa-apa Mas.” Jawab Ela singkat, setelah terdiam cukup lama. Itu pun karena tak enak pada kedua mertuanya, bila Ela menampakkan kekesalan di depan sang mertua. “Oh iya Mas, nanti kita jadi pergi menemui Bu Widuri?” tanya Ela memastikan. “Kalau jadi, aku mau siap-siap sekalian mau ka
“Bukan begitu, sekarang sudah terlalu larut. Bagaimana kalau besok saja,” ucap Faiq bernegosiasi. Lelaki itu bicara tanpa beban, seolah sang istri tidak marah dituduh tidak virgin.Bukan tanpa alasan Faiq menunda sampai besok, malam ini karena sudah terlalu malam dan ia juga dari tadi menguap terus, maka tercetuslah ide menunda malam pertama itu sampai besok pagi.Lelaki itu berusaha membujuk Ela, tapi sayangnya Ela sudah terlalu kesal. Akhirnya ia bicara dengan ketus. Bahkan terkesan mengancam. Ela jelas tak bisa terima begitu saja, di mana harga dirinya. Kehormatannya dipertanyakan.“Sekarang! Atau tidak sama sekali,” ancam Ela tak terima dicurigai tidak perawan oleh lelaki yang baru beberapa hari ini sah menjadi suaminya.Sebagai wanita yang selalu menjaga kehormatannya, jelas kecewa dibuatnya.Sakit hatinya dituduh tidak perawan apalagi oleh suami sendiri. Rasanya Ela ingin menjambak rambut lelaki itu untuk melampiaskan kekesalan hati, tapi ia tak punya keberanian melakukannya. Si
“Mas lupa, pernikahan kita kan masih menjadi rahasia, masa aku bongkar di depan dosenku sendiri. Mana mungkin?” kilah Ela masam dengan wajah memberengut kesal."Eh iya, benar juga. Maaf lupa?" cengir Faiq tak enak hati.“Terus dia percaya?”“Iya, dia percaya begitu saja. Saat itu aku juga heran, kenapa dia bisa seyakin itu pada orang yang baru dikenalnya. Bahkan dia bilang begini, kamu adik angkat Faiq di panti ya, dia mencoba menebaknya.”“Terus kamu jawab apa?”“Aku jawab dengan anggukan saja.”“Terus yang membuatku merasa aneh dan bingung, kok dia bisa langsung bilang begitu ya, makanya aku curiga ada hubungan tak biasa antara mas Faiq dengan Bu Widuri. Karena wanita itu seperti sangat mengenal diri mas Faiq. Itu baru pikiranku yang pendek itu mas, belum tentu benar. Makanya sekarang aku beranikan tanya.”“Kapan kalian ketemu?”“Waktu aku masih tinggal bersama Abi dan umi, mas Faiq jemput ke rumah terus mengantarku ke kampus. Waktu itu dia melihat mas Faiq berada dibalik kemudi.”
“Kamu belum jawab salamku, menjawab salam itu wajib, jika kamu lupa.” Ujar Faiq mengingatkan istrinya.“Waalaikumsalam,” sahut Ela cepat. Wanita itu masih tampak menetralkan napas yang memburu karena saking terkejutnya. Lalu mengulurkan tangan untuk Salim dengan suaminya.“Kamu kaget ya, sedang apa sih, asyik bener, hingga beberapa kali salamku tak kamu jawab.” Protes Faiq meletakkan tas berisi laptop dan map berisi berkas di meja samping tempat tidur. Lelaki itu menghempaskan bokong tepat di sebelah Ela.“Maaf Mas, aku tidak mendengar ucapan salammu.” Jawab Ela tak enak hati.“Tidak apa-apa, aku juga minta maaf telah membuatmu terkejut.”“Terus kenapa mas mengagetkan aku, coba bayangkan kalau aku jantungan dan mati, gimana coba?”“Maaf, maaf, janji tidak akan diulangi.” Ucap Faiq untuk kedua kalinya. “Kamu sedang apa sebenarnya? Kok sampai kaget gitu? Kamu tidak melakukan sesuatu hal yang mencurigakan bukan?”“Ya tidaklah Mas, biasa, aku lagi nulis,” bohong Ela. Padahal tadi dia seda
“Kamu kenal dengan lelaki muda itu,” tanya pak Handoko mendekati sang putra sambil tangannya menunjuk ke Faiq yang kini hanya kelihatan punggungnya saja.Sebenarnya dia penasaran, bagaimana bisa Faiq mengenal putranya, mereka tidak pernah ketemu secara langsung. Selama ini Erlangga juga tidak pernah menceritakan teman yang bernama Faiq. Makanya dari pada penasaran, mending dia tanya langsung pada Erlangga.“Kenal Pa, dia itu-kan Faiq. Suami baru Ela.”“Apa?” ucap Bu Waida dan pak Handoko tak percaya secara bersamaan karena saking terkejutnya. “Kapan mereka menikah, bukannya waktu itu calon suami barunya itu diculik sebelum akad nikah dilangsungkan.” Oceh Bu Waida tak percaya, karena dia masih berharap, dengan batalnya pernikahan itu, ia berharap masih ada harapan untuk Erlangga bersatu dengan mantan istrinya.Kini harapan wanita itu sirna seketika, ia tak menyangka pernikahan itu ternyata telah dilangsungkan. Kenapa ia tidak tahu mengenai perihal itu, kenapa juga Rosyida tidak mengund