“Oh iya Ela, menurutmu siapa dalang dibalik orang yang membawa kabur si Faiq?” tanya Farah seraya menatap wajah sahabatnya yang sembab karena menangis. Gadis bergigi ginsul itu menatap iba sahabat baiknya. Dia pikir-pikir kemaren, penderitaan Ela pasti berakhir dengan bahagia. Siapa sangka ternyata kembali berakhir dengan tragis. Kasihan sekali dia, sungguh gadis yang malang. Andai ia yang mengalami nasib seperti Ela, mungkin ia takkan sanggup bertahan. Bisa jadi ia akan mengakhiri hidupnya. Astagfirullah, mikir apa aku ini, batin Farah dalam hati."Entahlah Far, aku tidak tahu. Aku juga tidak ingin memikirkan itu sekarang, kini pikiranku fokus pada keberadaan mas Faiq. Kami harus segera menemukannya. Jadi tak terpikirkan untuk mencari tahu siapa pelaku penculikan itu sebenarnya.""Mungkin nanti setelah masalah ini selesai, kita akan tempuh jalur hukum, orang itu harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya." sambung Ela seraya menghela nafas panjang. Seakan beban berat
“Menghilang bagaimana maksudmu?”Lalu si penelepon menceritakan semua hal yang ia dapat dari ibu panti tanpa ada yang ditutupi perihal menghilangnya sang anak dibawa kabur oleh seseorang. Kini tak satu pun orang yang tahu keberadaannya. Tak siap mendengar kabar itu sambungan telepon langsung terputus begitu saja. Lelaki yang bernama Ibnu itu memijit pelipisnya dengan perasaan sedih yang luar biasa. Padahal dia sudah merencanakan membawa anak itu kehadapan istrinya yang hampir 25 tahun hidup dalam keadaan menderita menanti pulangnya sang buah hati. Untung dia belum menceritakan kepada istrinya, kalau dia sudah menemukan putranya. Surprise di hari ulang tahun istrinya harus tertunda sementara waktu, sampai sang anak ditemukan. Raut sedih terpancar jelas di wajahnya. Matanya berkaca-kaca menahan sesak di dada.'Harus berapa lama lagi hamba menunggu untuk bertemu anak hamba ya Allah. Tolong lindungi dia di mana pun ia berada. Jangan pisahkan kami lagi ya Allah. Biarkan kami berkumpul, m
“Waalaikumsalam,” sahut pak Ibnu dengan wajah terkejut bukan main. Netranya membola seketika, saat melihat tamu di hadapannya. Ternyata pendengarannya tidaklah salah. Suara itu adalah suara mantan karyawannya dulu, dulu sekali. Sudah lama berlalu.“Kamuu....”“Iya, ini saya Pak, bagaimana kabar bapak?” tanya sang lelaki itu basa basi untuk mencairkan suasana yang sempat tegang.“Kamu datang ke sini hanya untuk menanyakan kabar saya?”“Itu salah satunya pak, karena sudah lama kita tidak bertemu. Tapi saya punya tujuan lain ingin bertemu dengan bapak."“Iya untuk apa kamu sebenarnya datang ke sini? Setelah sekian tahun, baru sekarang kamu muncul di hadapan saya.”“Seperti yang saya katakan sebelumnya, kedatangan saya ke sini ingin membicarakan tentang....” Belum juga pria itu selesai bicara telah dipotong oleh pak Ibnu.“Tidak perlu diteruskan, sekarang saya mengerti, tanpa kamu beritahu pun saya sudah menduganya. Jadi selama ini kamu yang menyembunyikan keberadaan putra saya.” Cecar p
"Ada kabar baik," ucapnya setelah mendaratkan bokongnya di kursi. Pria tua yang masih terlihat gagah itu melempar senyum ke arah Ilman dan teman-temannya.“Ada kabar baik apa Pa, kenapa papa gak bilang di rumah. Kenapa harus ke sini?” tanya Ilman penasaran. Penasaran dengan kabar baik yang dibawa papanya hingga harus datang ke tempat ini. Ini pasti ada hubungannya dengan kasus yang tengah diselidikinya. Tidak mungkin kasus lain.“Apa ini ada hubungannya dengan orang tua Faiq Pa,” tanya Ilman menduga-duga ingin memastikan. Kalau iya betapa bahagianya Faiq bisa bertemu dengan orang tua yang sudah dia cari sebulan terakhir ini. Tepatnya dua Minggu menjelang pernikahannya.“Tepat sekali, makanya papa ke sini, tidak bicara di rumah, supaya kalian bisa langsung dengar sekaligus tanpa papa harus mengulang-ngulang cerita.”Dengan sangat menggebu lelaki tua itu menjawab pertanyaan sang anak dengan wajah bahagia. Mewujudkan kebahagiaan anaknya merupakan keinginan terbesarnya. Apalagi setelah me
"Pak Abraham, silakan duduk!" Ibnu menyambut tamunya dengan senyum sumringah. Ia sungguh tak sabar mendengar kabar yang dibawa tamunya.Betapa tidak, inilah hari yang dia tunggu-tunggu dengan tak sabar dari kemaren. Asa membuncah dalam rasa. Saat ibu panti memberitahunya bahwa ada seorang pria yang ingin bertemu mengabarkan keberadaan sang putra, dia jadi semangat berkali lipat. Sekian tahun menunggu, akhirnya keberadaan sang putra mulai ada titik terang.Setelah mendapatkan nomor telepon orang tersebut dari ibu panti, keduanya saling membuat janji bertemu. Maka di sinilah mereka sekarang.Sementara tiga pria yang bersama pak Abraham menatap lekat-lekat wajah ayah yang dirindukan oleh sahabat mereka Faiq. Ketiganya saling pandang haru, tak menyangka mereka lebih dulu bertemu dengan ayah sahabatnya. Padahal mereka tau betapa Faiq merindukan lelaki yang tampak begitu gagah itu.“Baik! Terima kasih Pak,” sahut pak Abraham seraya tersenyum ramah tak lupa saling berjabat tangan. Lalu menda
“Sekarang jelaskan posisi terakhir kalian. Saya akan meminta orang kepercayaan saya untuk menyelidi melalui cctv di sepanjang jalan yang kalian lewati.” pinta Pak Ibnu mulai mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk mencari keberadaan sang putra yang telah lama dinantinya. Tidak ada waktu untuk berpangku tangan. Semakin cepat bertindak semakin cepat juga mengetahui dan mendeteksi posisi Faiq berada.Ikhsan dengan gamblang menceritakan posisi terakhirnya saat Faiq dibawa kabur dengan motor kepada pak Ibnu. Sesekali pria itu tampak marah, berani-beraninya pria itu membawa putranya di hari bahagianya. Awas saja, jika saya temukan kalian tidak akan saya beri ampun, gumam Ibnu dalam hati. Penjara tempat yang pantas untuk kalian, karena berani bermain-main dengan saya. Geram pak Ibnu dalam hati.Setelah mengetahui duduk perkaranya, serta merta pak Ibnu berdiri lalu mendekat ke arah tiga lelaki dan memeluknya bergantian. "Sekali lagi terima kasih atas bantuan kalian semua, kami sekeluarga tid
“Emang Abi tidak punya firasat seperti Umi, umi merasa Ela tengah bersedih hati mengenang nasib tragis yang menimpanya, kemudian prustasi dan akhirnya berniat mengakhiri hidupnya. Bisa saja-kan," ujar umi Rosyida tampak cemas dan mulai mengkhawatirkan anak gadisnya.“Tidak mungkin umi, Ela anak yang kuat, tidak mungkin dia melakukan hal serendah itu. Percaya sama Abi, anak Abi itu anak terdidik dan kuat iman. Jadi tak mungkin dia berbuat hal yang tercela. Umi jangan berpikiran buruk dulu," pungkas Abi Hisyam sedikit kecewa dengan pandangan sang istri terhadap Ela."Sekuat-kuatnya orang bila terus diterpa badai akan rapuh Abi. Umi rasa sekarang Ela tak sanggup lagi memikul semua komplik yang dialaminya. Makanya Ela ....” umi Rosyida tak sanggup meneruskan perkataannya, andai benar itu yang dilakukan Ela. Umi Rosyida tak sanggup membayangkan hal itu. Wanita itu tertunduk dengan air mata tak berhenti mengalir. Gestur tubuhnya menunjukkan semakin resah dan gelisah. Sementara sang suami te
“Bro! Kayaknya ini orang yang kita cari. Lihat nih! Wajahnya sama dengan wajah orang yang difoto ini.” Tunjuk salah satu pria menyodorkan ponsel ke wajah dua temannya. Ketiganya menatap foto itu secara seksama, serta mengangguk serentak.“Benar Ini orangnya, harus kita tolong segera. Jangan sampai terlambat, bos bisa marah nanti.” ujar salah seorang pria, kemudian mendekati lelaki yang tengah terbaring dalam keadaan tidak sadarkan diri."Tega benar orang itu meninggalkan dia dalam keadaan pingsan begini." celetuk salah seorang dengan perasaan khawatir. "Namanya juga orang jahat, mana punya perasaan.""Bisa jadi orang jahat itu sengaja meninggalkannya di sini untuk menghilangkan jejak? lihat saja tangan pemuda ini juga tidak terikat." "Sepertinya pemikiranmu tepat sekali. Kalau begini, bagaimana kita bisa melacak pelakunya.""Sudah! jangan pikirkan itu dulu. Keselamatan pemuda ini yang harus kita pikirkan lebih dulu."Ketiga pria itu pun langsung memberikan pertolongan dengan membawa
Lelaki itu akhirnya pergi juga meninggalkan kamar, meninggalkan Ela dengan degup jantung yang menderu. Bibir wanita itu kembali tersungging manis. Membayangkan tingkah agresifnya tadi sungguh membuatnya malu. Ia sungguh tak percaya, bisa melakukan hal yang sangat tabu untuknya. Wajahnya memerah, sontak ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Setelah mengatur debar di dada, Ela mulai siap-siap seperti permintaan suaminya. Ia beranjak ke lemari, meraih kado dari Farah yang dulu hampir saja ia buang. Tapi setelah ia tahu kegunaan pakaian tipis menerawang itu, ia menyimpannya kembali di lemari. Kini ia berniat memakainya untuk menyenangkan sang suami. Yah, kini hatinya telah mantap, siap sempurna tanpa ada keraguan sedikitpun.Hampir 20 menit ia bersiap-siap dan menunggu kedatangan sang suami di kamar tepatnya di tempat tidur. Beberapa kali ia menguap, tapi sayangnya orang yang ditunggu tak kunjung datang. Ela menarik selimut hampir menutupi seluruh badannya. Ia belum siap menu
“Mas, kok berhenti, gak jadi masuk?” tanya Ela bingung. Wanita itu memindai area ruang keluarga, dan tatapannya melongo kaget, menyaksikan pertikaian antara kakak ipar dan suaminya.Bukannya menjawab pertanyaan Ela, Faiq justru berbisik di telinga sang istri. “Lihat itu, mereka lagi berantem. Kita dengarkan dari sini.”“Menguping pembicaraan orang diam-diam itu tidak baik Mas, apalagi mereka tengah berantem. Ayo kita keluar saja,” ajak Ela cepat seraya berbisik. Tangannya tak lupa menarik tangan sang suami dan mengajaknya keluar. Tapi sayang, Faiq tak bergerak dari posisinya. Ela menatap suaminya dengan perasaan kalut, takut ketahuan oleh kakak ipar dan suaminya.“Ayo Mas, tunggu apa lagi. Sebaiknya kita pergi sekarang,” pinta Ela memelas.Faiq mendekatkan bibir ke telinga sang istri lalu berbisik, “Ini kedua kalinya mereka berantem, aku harus tahu apa yang mereka debatkan.”“Tapi....”“Syut... Diamlah. Nanti kita ketahuan, bahaya!” pinta Faiq menutup mulut sang istri. Akhirnya Ela men
“Bunda,” ucapnya terbata-bata. Wanita itu lantas membuka pintu dan memintanya mamanya masuk ke dalam. Perempuan yang dipanggil bunda itu pun lantas masuk ke apartemen sang putri. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi tunggal yang ada di sana. Matanya memindai area ruang keluarga yang tertata dengan rapi dan juga bersih. Meskipun rapi dan bersih, tetap saja tinggal sendiri itu tidak menyenangkan.“Betah kamu tinggal menyendiri di sini?”“Maksud bunda?”“Kamu jangan pura-pura tidak tahu apa maksud perkataan bunda.”“Menikah!! Itu yang ingin bunda katakan bukan?”“Iya, apalagi.”“Kapan kamu bisa memenuhi permintaan bunda, Nak? Kamu itu bukan ABG labil lagi. Kamu itu sudah kelewat dewasa.”Widuri tersentak kaget, ia sangat paham dengan maksud perkataan sang bunda, memang dirinya sudah kelewat dewasa, bahkan sebentar lagi usianya mencapai 29 tahun. Tapi mau bagaimana, lelaki yang ia sukai dari dulu bahkan sampai sekarang tidak berubah, namun tidak direstui oleh sang bunda hanya karena lelak
“Baiklah! Saya mengerti. Sebenarnya apa yang hendak kamu bicarakan?” tanya Widuri menatap lekat sang mantan. Dadanya sampai sekarang masih bergetar hebat, saat menatap lelaki di depannya itu. Rasa cinta itu semakin menancap dalam hati, meskipun tidak terlihat rasa rindu itu di mata Faiq. Tak membuat rasa cintanya padam, tapi terus saja menyala terang. Apalagi setelah melihat keberhasilan dan kesuksesan yang pria itu sandang sekarang menambah rasa kagum dan keinginan untuk memiliki lelaki itu sepenuhnya semakin tertancap kuat dalam dadanya. Terlebih setelah mendengar perkataan Ela, kalau Faiq belum menikah dan tidak punya wanita spesial. Ia berharap, dialah wanita yang mendampingi Faiq melewati fase kehidupan berumah tangga. Ia merasa, Faiq masih mengharapkannya, belum bisa move on, buktinya sampai sekarang Faiq masih betah menyendiri. Bisa seyakin itu Widuri memahaminya, padahal andai ia tahu, jika Faiq sudah memiliki wanita spesial yang bergelar istri, entah bagaimana perasaan per
“Ela, Maaf! Tadi gak bangunin kamu, soalnya tidurmu pulas banget,” ucap Faiq menyesal seraya mendaratkan bokongnya di kursi tak jauh dari Ela. Lelaki itu menatap sang istri yang tak menoleh sedikit pun padanya.Sebenarnya tadi Faiq ragu untuk masuk ke dalam ruang keluarga, ulahnya semalam yang pura-pura pingsan membuatnya enggan bertemu dengan Ela. Ia khawatir Ela mengetahui kepura-puraannya dan bisa saja wanita itu menceritakan kepada orang tuanya. Tapi bila tetap diam dan menunggu di luar juga akan membuat kedua orang tuanya pasti bertanya-tanya. Makanya Faiq memberanikan diri masuk bergabung dengan istri dan kedua orang tuanya. Ia tak hiraukan, meskipun nanti pandangan buruk yang dilayangkan Ela.“Tidak apa-apa Mas.” Jawab Ela singkat, setelah terdiam cukup lama. Itu pun karena tak enak pada kedua mertuanya, bila Ela menampakkan kekesalan di depan sang mertua. “Oh iya Mas, nanti kita jadi pergi menemui Bu Widuri?” tanya Ela memastikan. “Kalau jadi, aku mau siap-siap sekalian mau ka
“Bukan begitu, sekarang sudah terlalu larut. Bagaimana kalau besok saja,” ucap Faiq bernegosiasi. Lelaki itu bicara tanpa beban, seolah sang istri tidak marah dituduh tidak virgin.Bukan tanpa alasan Faiq menunda sampai besok, malam ini karena sudah terlalu malam dan ia juga dari tadi menguap terus, maka tercetuslah ide menunda malam pertama itu sampai besok pagi.Lelaki itu berusaha membujuk Ela, tapi sayangnya Ela sudah terlalu kesal. Akhirnya ia bicara dengan ketus. Bahkan terkesan mengancam. Ela jelas tak bisa terima begitu saja, di mana harga dirinya. Kehormatannya dipertanyakan.“Sekarang! Atau tidak sama sekali,” ancam Ela tak terima dicurigai tidak perawan oleh lelaki yang baru beberapa hari ini sah menjadi suaminya.Sebagai wanita yang selalu menjaga kehormatannya, jelas kecewa dibuatnya.Sakit hatinya dituduh tidak perawan apalagi oleh suami sendiri. Rasanya Ela ingin menjambak rambut lelaki itu untuk melampiaskan kekesalan hati, tapi ia tak punya keberanian melakukannya. Si
“Mas lupa, pernikahan kita kan masih menjadi rahasia, masa aku bongkar di depan dosenku sendiri. Mana mungkin?” kilah Ela masam dengan wajah memberengut kesal."Eh iya, benar juga. Maaf lupa?" cengir Faiq tak enak hati.“Terus dia percaya?”“Iya, dia percaya begitu saja. Saat itu aku juga heran, kenapa dia bisa seyakin itu pada orang yang baru dikenalnya. Bahkan dia bilang begini, kamu adik angkat Faiq di panti ya, dia mencoba menebaknya.”“Terus kamu jawab apa?”“Aku jawab dengan anggukan saja.”“Terus yang membuatku merasa aneh dan bingung, kok dia bisa langsung bilang begitu ya, makanya aku curiga ada hubungan tak biasa antara mas Faiq dengan Bu Widuri. Karena wanita itu seperti sangat mengenal diri mas Faiq. Itu baru pikiranku yang pendek itu mas, belum tentu benar. Makanya sekarang aku beranikan tanya.”“Kapan kalian ketemu?”“Waktu aku masih tinggal bersama Abi dan umi, mas Faiq jemput ke rumah terus mengantarku ke kampus. Waktu itu dia melihat mas Faiq berada dibalik kemudi.”
“Kamu belum jawab salamku, menjawab salam itu wajib, jika kamu lupa.” Ujar Faiq mengingatkan istrinya.“Waalaikumsalam,” sahut Ela cepat. Wanita itu masih tampak menetralkan napas yang memburu karena saking terkejutnya. Lalu mengulurkan tangan untuk Salim dengan suaminya.“Kamu kaget ya, sedang apa sih, asyik bener, hingga beberapa kali salamku tak kamu jawab.” Protes Faiq meletakkan tas berisi laptop dan map berisi berkas di meja samping tempat tidur. Lelaki itu menghempaskan bokong tepat di sebelah Ela.“Maaf Mas, aku tidak mendengar ucapan salammu.” Jawab Ela tak enak hati.“Tidak apa-apa, aku juga minta maaf telah membuatmu terkejut.”“Terus kenapa mas mengagetkan aku, coba bayangkan kalau aku jantungan dan mati, gimana coba?”“Maaf, maaf, janji tidak akan diulangi.” Ucap Faiq untuk kedua kalinya. “Kamu sedang apa sebenarnya? Kok sampai kaget gitu? Kamu tidak melakukan sesuatu hal yang mencurigakan bukan?”“Ya tidaklah Mas, biasa, aku lagi nulis,” bohong Ela. Padahal tadi dia seda
“Kamu kenal dengan lelaki muda itu,” tanya pak Handoko mendekati sang putra sambil tangannya menunjuk ke Faiq yang kini hanya kelihatan punggungnya saja.Sebenarnya dia penasaran, bagaimana bisa Faiq mengenal putranya, mereka tidak pernah ketemu secara langsung. Selama ini Erlangga juga tidak pernah menceritakan teman yang bernama Faiq. Makanya dari pada penasaran, mending dia tanya langsung pada Erlangga.“Kenal Pa, dia itu-kan Faiq. Suami baru Ela.”“Apa?” ucap Bu Waida dan pak Handoko tak percaya secara bersamaan karena saking terkejutnya. “Kapan mereka menikah, bukannya waktu itu calon suami barunya itu diculik sebelum akad nikah dilangsungkan.” Oceh Bu Waida tak percaya, karena dia masih berharap, dengan batalnya pernikahan itu, ia berharap masih ada harapan untuk Erlangga bersatu dengan mantan istrinya.Kini harapan wanita itu sirna seketika, ia tak menyangka pernikahan itu ternyata telah dilangsungkan. Kenapa ia tidak tahu mengenai perihal itu, kenapa juga Rosyida tidak mengund