Pak Ibnu dan Bu Arina tampak bingung. Lalu tak lama kemudian pak Ibnu baru ingat. Mungkin saja orang suruhannya menggunakan nama Faiq sesuai identitas yang ada di dompetnya. Mungkin nama itu yang di daftarkan oleh orang yang menemukannya kemaren. Saya yakin sekarang, pasti nama itu yang di daftarkan, gumam pak Ibnu dalam hati.“Maaf Suster, sepertinya kami yang salah menyebutkan nama. Coba Suster ketik nama pasien Faiq, lengkapnya Faiq Ayyubi, itu pasien yang ingin kamu temui,” Ucap pak Ibnu.“Baik! Mohon tunggu sebentar.” Suster itu bergegas mengetik nama sesuai yang disebutkan pak Ibnu dan benar saja nama itu muncul dilayar komputer, beserta ruangan dan di kamar berapa. Suster Yati yang tertulis di name tag itu menyampaikan pada pak Ibnu.“Pasien ada di ruangan Kamboja kamar 321 Pak,” jawab Suster tak lama kemudian."Alhamdulillah, ternyata ada ya Sus, kami sudah panik duluan tadi." kelakar pak Ibnu mengurangi ketegangan yang sempat terjadi. Suster membalas dengan senyuman. "Kalau d
“Duduk sini Ma, nanti kamu capek berdiri terus.” Titah Pak Ibnu menunjuk ke kursi. Bu Arina pun tidak menolak perhatian yang ditunjukkan sang suami, karena memang ia sudah lelah berdiri dari tadi saat ikut reuni dadakan pertemuan suaminya dengan sahabatnya. Lekas wanita itu mendudukkan bokong di kursi tepat di dekat wajah si buah hati. Pelan-pelan ia menunduk, lalu menciumi dahi sang putra sangat lama sekali. Lalu membetulkan selimut yang menutupi sebagian tubuh putra tercinta. Sejenak ia bisa rehat dari rasa penat yang dirasakannya. Banyak rasa yang ingin ia ungkapkan atas pertemuan setelah penantian panjang itu. Rasa bahagia tiada terkira. "Terima kasih Pa, sudah menemukan putra kita, mama semakin cinta pada papa," ungkap Bu Arina tanpa sungkan di depan wajah sang putra."Apa pun itu, asal mama bahagia, pasti akan papa lakukan, sekalipun memetik bulan di langit," gombal pak Ibnu memeluk sayang istri tercinta."Hhmm, bisanya menggombal dalam situasi tegang begini." cebik Bu Arini me
Lelaki yang dipanggil Syam itu pun masuk ke ruangan ingin membezuk anak dari sahabat yang baru bertemu setelah sekian tahun lamanya terpisah.“Perkenalkan Syam! Ini anak kami Genta.” Begitu pun sebaliknya pak Ibnu memperkenalkan Genta kepada sahabatnya."Genta, pria tampan ini adalah sahabat papa."Genta alias Faiq menoleh ke arah sahabat dari papanya. Wajahnya terkejut sempurna saat menyadari siapa orang yang dimaksud.“Abi... Abi Hisyam,” panggil Faiq terbata-bata. Tangannya langsung menggapai berusaha meraih tangan lelaki yang telah banyak berjasa padanya."Eh! Kalian sudah saling kenal mengenal rupanya. Dunia ini sempit ternyata," kaget Ibnu heran, bagaimana bisa putranya mengenal Hisyam sahabatnya. "Iya Pa," sahut Faiq terus memandang ke arah Abi Hisyam.“Abi di sini? Abi datang ingin membesukku juga?” tanya Faiq tak percaya. Lelaki yang dipanggil Faiq itu terkejut bukan main saat menyadari siapa yang tengah terbaring di ranjang pasien. Sungguh ia tak menyangka kalau pasien itu
“Gimana Faiq, apa kamu akan melanjutkan pernikahan ini atau justru membatalkannya.” Tanya pak Ibnu pada anak lelakinya. “Papa tidak ingin mempengaruhi pikiranmu, kamu yang jalani, jadi kamu juga yang memutuskan.”“Papa hanya berpesan, sebelum memutuskan sesuatu, tanya hati kecilmu terlebih dulu, kamu akan temukan jawabannya di sana. Biasanya kata hati itu sering benar."“Iya Pa, aku sudah punya jawaban.” jawab Faiq malu-malu."Bagus, jadi cowok itu harus berpikir realistis, cerdas, cermat dan cekatan. Papa dukung apapun keputusanmu."“Jadi apa jawabanmu,” kejar Abi Hisyam menatap wajah anak asuhnya. Faiq menatap balik wajah teduh lelaki yang banyak berjuang untuknya. Tidak ada salahnya menyenangkan hati orang tua. Apalagi bila melakukan dengan ikhlas, maka hasilnya jiwa menjadi tenang, lapang tanpa beban. Abi Hisyam tak sabaran menunggu jawaban, akhirnya kembali bicara. "Kenapa diam? kamu ragu? katakan saja. Abi tidak marah atau pun kecewa. Seperti yang papamu bilang tadi, bahwa j
“Maaf Dok, ini sedikit melenceng. Boleh saya menanyakan sesuatu?” tanya pak Ibnu menatap lekat pemuda di depannya.“Silakan pak Ibnu, saya akan jawab semampunya. Asal jangan yang sulit saya jawab,” balas Erlangga berkelakar. Hidup tak melulu serius, kadang kita butuh candaan. Supaya hidup terkesan tidak monoton.“Sebelumnya tolong maafkan, jika pertanyaan saya membuat anda tersinggung, kesal maupun marah.”"Loh! Kenapa saya bisa marah dan kesal? apa pertanyaan yang ingin bapak ajukan ada hubungannya dengan saya," tanya dokter Erlangga dengan wajah penuh kerutan."Iya, pertanyaan ini ada hubungannya denganmu.""Masalah apa ya Pak? Apa mungkin ada hubungannya dengan Faiq juga?""Benar sekali, pertanyaan yang ingin saya sampaikan erat kaitannya denganmu dan Faiq."Dokter Erlangga merenung panjang seakan menebak pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh pria di depannya. Setelah cukup lama terdiam, dokter Erlangga kembali bicara.“Sampaikan saja Pak Ibnu, jangan khawatir, bila semua itu d
Wanita itu kini dihantui rasa takut, takut Ela berbadan dua. Rasa cemas dan khawatir yang melingkupi hati dan pikiran umi Rosyida membuatnya kurang fokus. Bahkan suara salam yang sedikit lumayan keras yang diucapkan beberapa pengunjung di pintu kamar tidak terdengar oleh umi Rosyida. Pikirannya tengah terganggu dengan keadaan Ela yang bertingkah seperti orang hamil. Apa Ela menutupi sesuatu darinya, desisnya dalam hati. Hal itu tentu saja membuat sebagian orang yang berada di pintu menjadi heran dan bertanya-tanya. Termasuk pak Ibnu yang bingung melihat kelakuan istri sahabatnya.“Hisyam, istrimu kenapa? Sedang melamun atau sedang memikirkan apa itu,” bisik pak Ibnu tepat di telinga Abi Hisyam.Abi Hisyam yang tengah melamun jadi terkejut mendapatkan pertanyaan. “Iya, kenapa ya. Tadi baik-baik saja saya tinggalkan. Kenapa sekarang jadi banyak melamun.” jawab Abi Hisyam dengan dahi berkerut.“Gih kamu samperin, tanya kenapa? kita tunggu di sini.” Titah pak Ibnu pada Abi Hisyam. “ Iya,
“Jangan-jangan dia....” Faiq tidak meneruskan perkataannya dan berbalik masuk ke dalam menemui Abi Hisyam dan umi Rosyida. Sontak saja kedua orang itu terkejut bukan main.“Loh Faiq, gak jadi pulang. Masih mau di sini menemani Ela ya,” canda Abi Hisyam garing dengan wajah mengerling nakal. Faiq yang dicandai tentu saja memerah mukanya.“Bukan begitu Abi, tadi di luar ada keributan. Kata suster ada pria aneh yang mencurigakan di depan kamar ini. Sebaiknya Abi dan umi berhati-hati, jangan meninggalkan Ela tanpa penjagaan yang ketat.” ucap Faiq dengan napas yang sedikit sesak karena bicara tanpa jeda."Hah! benarkah! Kamu serius," tanya Abi Hisyam sangsi. Masa di rumah sakit ada orang yang berniat jahat, rasanya tidak masuk akal."Benar Abi, tidak ada salahnya untuk lebih berhati-hati."Tak lama suster menyusul masuk lalu membenarkan perkataan Faiq, meminta semua orang untuk berhati-hati.“Benar Bu, kata mas ini." jelas suster mendukung perkataan Faiq."Tadi saya mau ke sini mengantar ob
Keduanya pun langsung membopong tubuh Ela dan membawanya pergi tanpa perlawanan.Sementara itu Faiq baru saja sampai gerbang rumah sakit. Setelah orang suruhan papanya meminta izin menjaga Ela dalam jarak jauh atas permintaan Ela sendiri timbul ke kekhawatiran dalam hatinya. Maka di sinilah dia sekarang menyusul untuk berjaga-jaga jangan sampai kejadian yang terjadi padanya terjadi juga pada Ela. Ela tidak boleh merasakan diculik seperti dirinya. Dia perempuan pasti merasakan ketakutan tidak sama seperti laki-laki.Untuk kali ini ia tidak boleh ceroboh, pria bucin itu tidak boleh menang untuk ketiga kalinya. Ia yakin pria itulah yang menjadi dalang gagalnya pernikahan Ela. Bahkan sampai dua kali. Jangan sampai besok rencana mempercepat pernikahannya dengan Ela di rumah sakit pun akan gagal untuk yang ke tiga kali. Itu sangat, sangat tidak boleh terjadi.Faiq baru saja sampai di gang arah kamar Ela dan melihat umi Rosyida melangkah pelan memasuki kamar rawat calon istrinya. Ia tidak me
Lelaki itu akhirnya pergi juga meninggalkan kamar, meninggalkan Ela dengan degup jantung yang menderu. Bibir wanita itu kembali tersungging manis. Membayangkan tingkah agresifnya tadi sungguh membuatnya malu. Ia sungguh tak percaya, bisa melakukan hal yang sangat tabu untuknya. Wajahnya memerah, sontak ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Setelah mengatur debar di dada, Ela mulai siap-siap seperti permintaan suaminya. Ia beranjak ke lemari, meraih kado dari Farah yang dulu hampir saja ia buang. Tapi setelah ia tahu kegunaan pakaian tipis menerawang itu, ia menyimpannya kembali di lemari. Kini ia berniat memakainya untuk menyenangkan sang suami. Yah, kini hatinya telah mantap, siap sempurna tanpa ada keraguan sedikitpun.Hampir 20 menit ia bersiap-siap dan menunggu kedatangan sang suami di kamar tepatnya di tempat tidur. Beberapa kali ia menguap, tapi sayangnya orang yang ditunggu tak kunjung datang. Ela menarik selimut hampir menutupi seluruh badannya. Ia belum siap menu
“Mas, kok berhenti, gak jadi masuk?” tanya Ela bingung. Wanita itu memindai area ruang keluarga, dan tatapannya melongo kaget, menyaksikan pertikaian antara kakak ipar dan suaminya.Bukannya menjawab pertanyaan Ela, Faiq justru berbisik di telinga sang istri. “Lihat itu, mereka lagi berantem. Kita dengarkan dari sini.”“Menguping pembicaraan orang diam-diam itu tidak baik Mas, apalagi mereka tengah berantem. Ayo kita keluar saja,” ajak Ela cepat seraya berbisik. Tangannya tak lupa menarik tangan sang suami dan mengajaknya keluar. Tapi sayang, Faiq tak bergerak dari posisinya. Ela menatap suaminya dengan perasaan kalut, takut ketahuan oleh kakak ipar dan suaminya.“Ayo Mas, tunggu apa lagi. Sebaiknya kita pergi sekarang,” pinta Ela memelas.Faiq mendekatkan bibir ke telinga sang istri lalu berbisik, “Ini kedua kalinya mereka berantem, aku harus tahu apa yang mereka debatkan.”“Tapi....”“Syut... Diamlah. Nanti kita ketahuan, bahaya!” pinta Faiq menutup mulut sang istri. Akhirnya Ela men
“Bunda,” ucapnya terbata-bata. Wanita itu lantas membuka pintu dan memintanya mamanya masuk ke dalam. Perempuan yang dipanggil bunda itu pun lantas masuk ke apartemen sang putri. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi tunggal yang ada di sana. Matanya memindai area ruang keluarga yang tertata dengan rapi dan juga bersih. Meskipun rapi dan bersih, tetap saja tinggal sendiri itu tidak menyenangkan.“Betah kamu tinggal menyendiri di sini?”“Maksud bunda?”“Kamu jangan pura-pura tidak tahu apa maksud perkataan bunda.”“Menikah!! Itu yang ingin bunda katakan bukan?”“Iya, apalagi.”“Kapan kamu bisa memenuhi permintaan bunda, Nak? Kamu itu bukan ABG labil lagi. Kamu itu sudah kelewat dewasa.”Widuri tersentak kaget, ia sangat paham dengan maksud perkataan sang bunda, memang dirinya sudah kelewat dewasa, bahkan sebentar lagi usianya mencapai 29 tahun. Tapi mau bagaimana, lelaki yang ia sukai dari dulu bahkan sampai sekarang tidak berubah, namun tidak direstui oleh sang bunda hanya karena lelak
“Baiklah! Saya mengerti. Sebenarnya apa yang hendak kamu bicarakan?” tanya Widuri menatap lekat sang mantan. Dadanya sampai sekarang masih bergetar hebat, saat menatap lelaki di depannya itu. Rasa cinta itu semakin menancap dalam hati, meskipun tidak terlihat rasa rindu itu di mata Faiq. Tak membuat rasa cintanya padam, tapi terus saja menyala terang. Apalagi setelah melihat keberhasilan dan kesuksesan yang pria itu sandang sekarang menambah rasa kagum dan keinginan untuk memiliki lelaki itu sepenuhnya semakin tertancap kuat dalam dadanya. Terlebih setelah mendengar perkataan Ela, kalau Faiq belum menikah dan tidak punya wanita spesial. Ia berharap, dialah wanita yang mendampingi Faiq melewati fase kehidupan berumah tangga. Ia merasa, Faiq masih mengharapkannya, belum bisa move on, buktinya sampai sekarang Faiq masih betah menyendiri. Bisa seyakin itu Widuri memahaminya, padahal andai ia tahu, jika Faiq sudah memiliki wanita spesial yang bergelar istri, entah bagaimana perasaan per
“Ela, Maaf! Tadi gak bangunin kamu, soalnya tidurmu pulas banget,” ucap Faiq menyesal seraya mendaratkan bokongnya di kursi tak jauh dari Ela. Lelaki itu menatap sang istri yang tak menoleh sedikit pun padanya.Sebenarnya tadi Faiq ragu untuk masuk ke dalam ruang keluarga, ulahnya semalam yang pura-pura pingsan membuatnya enggan bertemu dengan Ela. Ia khawatir Ela mengetahui kepura-puraannya dan bisa saja wanita itu menceritakan kepada orang tuanya. Tapi bila tetap diam dan menunggu di luar juga akan membuat kedua orang tuanya pasti bertanya-tanya. Makanya Faiq memberanikan diri masuk bergabung dengan istri dan kedua orang tuanya. Ia tak hiraukan, meskipun nanti pandangan buruk yang dilayangkan Ela.“Tidak apa-apa Mas.” Jawab Ela singkat, setelah terdiam cukup lama. Itu pun karena tak enak pada kedua mertuanya, bila Ela menampakkan kekesalan di depan sang mertua. “Oh iya Mas, nanti kita jadi pergi menemui Bu Widuri?” tanya Ela memastikan. “Kalau jadi, aku mau siap-siap sekalian mau ka
“Bukan begitu, sekarang sudah terlalu larut. Bagaimana kalau besok saja,” ucap Faiq bernegosiasi. Lelaki itu bicara tanpa beban, seolah sang istri tidak marah dituduh tidak virgin.Bukan tanpa alasan Faiq menunda sampai besok, malam ini karena sudah terlalu malam dan ia juga dari tadi menguap terus, maka tercetuslah ide menunda malam pertama itu sampai besok pagi.Lelaki itu berusaha membujuk Ela, tapi sayangnya Ela sudah terlalu kesal. Akhirnya ia bicara dengan ketus. Bahkan terkesan mengancam. Ela jelas tak bisa terima begitu saja, di mana harga dirinya. Kehormatannya dipertanyakan.“Sekarang! Atau tidak sama sekali,” ancam Ela tak terima dicurigai tidak perawan oleh lelaki yang baru beberapa hari ini sah menjadi suaminya.Sebagai wanita yang selalu menjaga kehormatannya, jelas kecewa dibuatnya.Sakit hatinya dituduh tidak perawan apalagi oleh suami sendiri. Rasanya Ela ingin menjambak rambut lelaki itu untuk melampiaskan kekesalan hati, tapi ia tak punya keberanian melakukannya. Si
“Mas lupa, pernikahan kita kan masih menjadi rahasia, masa aku bongkar di depan dosenku sendiri. Mana mungkin?” kilah Ela masam dengan wajah memberengut kesal."Eh iya, benar juga. Maaf lupa?" cengir Faiq tak enak hati.“Terus dia percaya?”“Iya, dia percaya begitu saja. Saat itu aku juga heran, kenapa dia bisa seyakin itu pada orang yang baru dikenalnya. Bahkan dia bilang begini, kamu adik angkat Faiq di panti ya, dia mencoba menebaknya.”“Terus kamu jawab apa?”“Aku jawab dengan anggukan saja.”“Terus yang membuatku merasa aneh dan bingung, kok dia bisa langsung bilang begitu ya, makanya aku curiga ada hubungan tak biasa antara mas Faiq dengan Bu Widuri. Karena wanita itu seperti sangat mengenal diri mas Faiq. Itu baru pikiranku yang pendek itu mas, belum tentu benar. Makanya sekarang aku beranikan tanya.”“Kapan kalian ketemu?”“Waktu aku masih tinggal bersama Abi dan umi, mas Faiq jemput ke rumah terus mengantarku ke kampus. Waktu itu dia melihat mas Faiq berada dibalik kemudi.”
“Kamu belum jawab salamku, menjawab salam itu wajib, jika kamu lupa.” Ujar Faiq mengingatkan istrinya.“Waalaikumsalam,” sahut Ela cepat. Wanita itu masih tampak menetralkan napas yang memburu karena saking terkejutnya. Lalu mengulurkan tangan untuk Salim dengan suaminya.“Kamu kaget ya, sedang apa sih, asyik bener, hingga beberapa kali salamku tak kamu jawab.” Protes Faiq meletakkan tas berisi laptop dan map berisi berkas di meja samping tempat tidur. Lelaki itu menghempaskan bokong tepat di sebelah Ela.“Maaf Mas, aku tidak mendengar ucapan salammu.” Jawab Ela tak enak hati.“Tidak apa-apa, aku juga minta maaf telah membuatmu terkejut.”“Terus kenapa mas mengagetkan aku, coba bayangkan kalau aku jantungan dan mati, gimana coba?”“Maaf, maaf, janji tidak akan diulangi.” Ucap Faiq untuk kedua kalinya. “Kamu sedang apa sebenarnya? Kok sampai kaget gitu? Kamu tidak melakukan sesuatu hal yang mencurigakan bukan?”“Ya tidaklah Mas, biasa, aku lagi nulis,” bohong Ela. Padahal tadi dia seda
“Kamu kenal dengan lelaki muda itu,” tanya pak Handoko mendekati sang putra sambil tangannya menunjuk ke Faiq yang kini hanya kelihatan punggungnya saja.Sebenarnya dia penasaran, bagaimana bisa Faiq mengenal putranya, mereka tidak pernah ketemu secara langsung. Selama ini Erlangga juga tidak pernah menceritakan teman yang bernama Faiq. Makanya dari pada penasaran, mending dia tanya langsung pada Erlangga.“Kenal Pa, dia itu-kan Faiq. Suami baru Ela.”“Apa?” ucap Bu Waida dan pak Handoko tak percaya secara bersamaan karena saking terkejutnya. “Kapan mereka menikah, bukannya waktu itu calon suami barunya itu diculik sebelum akad nikah dilangsungkan.” Oceh Bu Waida tak percaya, karena dia masih berharap, dengan batalnya pernikahan itu, ia berharap masih ada harapan untuk Erlangga bersatu dengan mantan istrinya.Kini harapan wanita itu sirna seketika, ia tak menyangka pernikahan itu ternyata telah dilangsungkan. Kenapa ia tidak tahu mengenai perihal itu, kenapa juga Rosyida tidak mengund