Besok adalah hari pernikahan Ela. Hari yang ditunggu oleh setiap wanita yang akan menaiki tangga berikutnya, dalam fase pernikahan dengan penuh rasa bahagia dan suka cita. Tapi tidak dengan Ela, ia lebih banyak resah dan gelisah. Raut cemas dan khawatir jelas tampak dari wajahnya yang tirus semenjak peristiwa kelam itu terjadi.Sebenarnya janda perawan itu masih dirundung ketakutan. Setiap menit, setiap jam berlalu dalam perasaan tidak tenang. Kegelisahan setiap saat hadir begitu saja tanpa diminta, hingga sering kali Ela tidak fokus dalam menyelesaikan pekerjaannya yangtengah dikerjakannya. Bahkan nasi goreng yang tengah dimasaknya pun, sampai hangus karena banyak melamun.Apakah semua wanita yang akan menikah mengalami ketakutan seperti dirinya. Tentu saja! Itu hanya pikiran Ela saja yang tengah dihinggapi ketakutan. Dia takut kalau keluarga Erlangga akan menghalangi kelancaran pernikahan ini, tak hanya itu ia juga cemas dengan ancaman Soni yang tak membiarkan lelaki lain memilikin
Hari yang ditunggu itu akhirnya tiba, pernikahan akan dilaksanakan di rumah kediaman Abi Hisyam sendiri. Beberapa tetangga yang pro dan dekat dengan keluarga Ela turut hadir membantu kelancaran pernikahan kedua bagi Ela. Mereka turut berbahagia, setelah melihat penderitaan yang dialami gadis malang itu. Semoga pernikahan itu berjalan lancar, itu doa mereka. Tidak ada lagi drama yang membuat keluarga Abi Hisyam menderita.Meskipun tak semua tetangga yang mendukung, keluarga tetap berharap pernikahan itu berjalan lancar. Ada sebagian tetangga yang meragukan kelancaran pernikahan itu, bahkan mereka menyangsikan ada lelaki tulus yang bersedia menikahi Ela, setelah apa yang terjadi padanya. Mereka ingin mengetahui siapa lelaki bodoh yang mau mempersunting gadis yang sudah dinilai buruk di sebagian masyarakat.Bisik-bisik sebagian tetangga mulai menguar ke permukaan. "Siapa sih lelaki yang mau menikahi Ela itu, nanti pasti menyesal.""Iya lelaki bodoh namanya itu, biar saja, kita lihat saj
“Iya Bi, ini dalam perjalanan menuju ke sana. Doain lancar ya Bi, tadi ada insiden sedikit, ban bocor.” Jelas Faiq menangkap kecemasan dari suara Abi Hisyam. “Maaf ya Bi, bikin Abi cemas,” sambung Faiq tak enak hati. Tak ada sahutan dari seberang, hingga membuat Faiq bicara lagi bermaksud menenangkan lelaki yang telah banyak berjasa padanya.“Abi jangan cemas, mobil sudah selesai dibenarin. Kini kami sudah melanjutkan perjalanan,” terang Faiq cepat supaya Abi Hisyam tidak panik.“Alhamdulillah, syukurlah. Abi cemas, karena kamu tak datang jua. Sementara waktu semakin siang. Baiklah! Abi tunggu segera. Jangan lama-lama ya,” pesan Abi Hisyam sebelum memutuskan sambungan telepon.Setelah sambungan telepon terputus, Faiq menyimpan kembali ponselnya di saku jas. Perjalanan kembali dilanjutkan, sampai di persimpangan tak jauh dari rumah pengantin wanita mobil kembali berhenti, membuat Faiq heran. "Ada apa lagi ini?" batin Faiq dalam hati. Kecemasan hinggap dalam dada lelaki yang sebentar l
Abi Hisyam jelas heran dan bertanya-tanya, kenapa tidak ada Faiq bersama rombongan itu. Kemana pria itu, apa ia berniat kabur? pikiran buruk bermain di benak Abi Hisyam. Untuk menghilangkan pikiran buruk itu, mau tak mau Abi Hisyam harus bertanya pada salah seorang dari rombongan yang baru datang. “Mana Faiq?” Tanya Abi Hisyam dengan mata terus jelalatan memindai area. Berharap Faiq muncul dari belakang. Tapi sayang harapannya tak sesuai kenyataan. Faiq tak kunjung keluar dari mobil. Gimana mau keluar, orang yang ditunggu tidak berada di dalam mobil.“Faiq tidak bersama kalian?” tanya Abi Hisyam yang penasaran dengan keberadaan Faiq.Serentak semuanya bengong dengan pertanyaan pria di depannya. Masih ingat dalam benak mereka, bahwa ada seorang pria yang datang menjemput Faiq, kini calon mertua Faiq ini malah menanyakan pada mereka. Mana mereka tahu, jelas sekali tadi sudah berangkat dengan orang yang mengaku suruhan Abi hisyam. "Loh ! Faiq belum sampai sini? kok aneh," gumam Ikhsan
Sementara di tempat lain, tepatnya di atas sebuah motor yang tengah melaju kencang seorang pria berpakaian pengantin berusaha menghentikan laju motor. Lelaki itu adalah Faiq, sang calon pengantin yang dibawa kabur oleh seorang pria. Entah apa tujuan pria itu membawa kabur sang pengantin baru.“Hei Pak! Berhenti, bapak mau bawa saya kemana? Kok jalannya lewat sini,” tanya Faiq menepuk bahu sang sopir sedikit kencang. Tanpa memedulikan tepukan Faiq, sang sopir terus saja melarikan motornya ke jalan yang lengang.“Pak! Berhenti,” teriak Faiq dengan nada suara lebih keras. Tapi teriakan itu tetap tak digubris oleh si pengendara motor. Kebetulan jalanan sepi, jadi mudah saja bagi pak sopir bersikap acuh dan tak peduli.“Jika bapak tidak berhenti juga, saya loncat nih,” ancam Faiq tak kehilangan akal. Faiq mengambil ancang-ancang bersiap untuk meloncat.Mendadak sang sopir terkaget-kaget dengan ancaman penumpangnya. Wah bahaya, kalau dia bisa kabur, habis aku dimarahi bos besar. Ini tak bo
“Terus gimana dengan pernikahan Ela Umi, Abi.” Tanya Ela dengan wajah murung. Harusnya ia bahagia dengan batalnya pernikahan ini. Namun setelah ia pikir matang-matang, tak ada salahnya menerima asalkan itu bisa membuat Umi dan Abinya bahagia.Meskipun awalnya ia keberatan dengan pernikahan ini, tapi melihat kebahagiaan kedua orang tuanya, tentu saja hal ini menjadi pemikiran bagi Ela sendiri. Apalagi bila mengingat, tak sedikit waktu dan biaya yang telah mereka keluarkan, tiba-tiba batal begitu saja, siapa yang tak sedih dibuatnya.“Sementara pernikahanmu dengan Faiq kita tunda dulu sampai Faiq ditemukan.” Jawab umi Rosyida dengan wajah sendu. Ia mencoba kuat dengan cobaan ini supaya sang anak tidak larut dalam duka dan bersedih berkepanjangan.“Kenapa ditunda Ros, Ela bisa menikah dengan Erlangga.” Usul Waida yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka.Ela, Rosyida dan Abi Hisyam saling lirik, tak percaya dengan apa yang mereka dengar barusan.“Maksudmu,” tanya Rosyida penuh int
“Oh iya Ela, menurutmu siapa dalang dibalik orang yang membawa kabur si Faiq?” tanya Farah seraya menatap wajah sahabatnya yang sembab karena menangis. Gadis bergigi ginsul itu menatap iba sahabat baiknya. Dia pikir-pikir kemaren, penderitaan Ela pasti berakhir dengan bahagia. Siapa sangka ternyata kembali berakhir dengan tragis. Kasihan sekali dia, sungguh gadis yang malang. Andai ia yang mengalami nasib seperti Ela, mungkin ia takkan sanggup bertahan. Bisa jadi ia akan mengakhiri hidupnya. Astagfirullah, mikir apa aku ini, batin Farah dalam hati."Entahlah Far, aku tidak tahu. Aku juga tidak ingin memikirkan itu sekarang, kini pikiranku fokus pada keberadaan mas Faiq. Kami harus segera menemukannya. Jadi tak terpikirkan untuk mencari tahu siapa pelaku penculikan itu sebenarnya.""Mungkin nanti setelah masalah ini selesai, kita akan tempuh jalur hukum, orang itu harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya." sambung Ela seraya menghela nafas panjang. Seakan beban berat
“Menghilang bagaimana maksudmu?”Lalu si penelepon menceritakan semua hal yang ia dapat dari ibu panti tanpa ada yang ditutupi perihal menghilangnya sang anak dibawa kabur oleh seseorang. Kini tak satu pun orang yang tahu keberadaannya. Tak siap mendengar kabar itu sambungan telepon langsung terputus begitu saja. Lelaki yang bernama Ibnu itu memijit pelipisnya dengan perasaan sedih yang luar biasa. Padahal dia sudah merencanakan membawa anak itu kehadapan istrinya yang hampir 25 tahun hidup dalam keadaan menderita menanti pulangnya sang buah hati. Untung dia belum menceritakan kepada istrinya, kalau dia sudah menemukan putranya. Surprise di hari ulang tahun istrinya harus tertunda sementara waktu, sampai sang anak ditemukan. Raut sedih terpancar jelas di wajahnya. Matanya berkaca-kaca menahan sesak di dada.'Harus berapa lama lagi hamba menunggu untuk bertemu anak hamba ya Allah. Tolong lindungi dia di mana pun ia berada. Jangan pisahkan kami lagi ya Allah. Biarkan kami berkumpul, m
Lelaki itu akhirnya pergi juga meninggalkan kamar, meninggalkan Ela dengan degup jantung yang menderu. Bibir wanita itu kembali tersungging manis. Membayangkan tingkah agresifnya tadi sungguh membuatnya malu. Ia sungguh tak percaya, bisa melakukan hal yang sangat tabu untuknya. Wajahnya memerah, sontak ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Setelah mengatur debar di dada, Ela mulai siap-siap seperti permintaan suaminya. Ia beranjak ke lemari, meraih kado dari Farah yang dulu hampir saja ia buang. Tapi setelah ia tahu kegunaan pakaian tipis menerawang itu, ia menyimpannya kembali di lemari. Kini ia berniat memakainya untuk menyenangkan sang suami. Yah, kini hatinya telah mantap, siap sempurna tanpa ada keraguan sedikitpun.Hampir 20 menit ia bersiap-siap dan menunggu kedatangan sang suami di kamar tepatnya di tempat tidur. Beberapa kali ia menguap, tapi sayangnya orang yang ditunggu tak kunjung datang. Ela menarik selimut hampir menutupi seluruh badannya. Ia belum siap menu
“Mas, kok berhenti, gak jadi masuk?” tanya Ela bingung. Wanita itu memindai area ruang keluarga, dan tatapannya melongo kaget, menyaksikan pertikaian antara kakak ipar dan suaminya.Bukannya menjawab pertanyaan Ela, Faiq justru berbisik di telinga sang istri. “Lihat itu, mereka lagi berantem. Kita dengarkan dari sini.”“Menguping pembicaraan orang diam-diam itu tidak baik Mas, apalagi mereka tengah berantem. Ayo kita keluar saja,” ajak Ela cepat seraya berbisik. Tangannya tak lupa menarik tangan sang suami dan mengajaknya keluar. Tapi sayang, Faiq tak bergerak dari posisinya. Ela menatap suaminya dengan perasaan kalut, takut ketahuan oleh kakak ipar dan suaminya.“Ayo Mas, tunggu apa lagi. Sebaiknya kita pergi sekarang,” pinta Ela memelas.Faiq mendekatkan bibir ke telinga sang istri lalu berbisik, “Ini kedua kalinya mereka berantem, aku harus tahu apa yang mereka debatkan.”“Tapi....”“Syut... Diamlah. Nanti kita ketahuan, bahaya!” pinta Faiq menutup mulut sang istri. Akhirnya Ela men
“Bunda,” ucapnya terbata-bata. Wanita itu lantas membuka pintu dan memintanya mamanya masuk ke dalam. Perempuan yang dipanggil bunda itu pun lantas masuk ke apartemen sang putri. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi tunggal yang ada di sana. Matanya memindai area ruang keluarga yang tertata dengan rapi dan juga bersih. Meskipun rapi dan bersih, tetap saja tinggal sendiri itu tidak menyenangkan.“Betah kamu tinggal menyendiri di sini?”“Maksud bunda?”“Kamu jangan pura-pura tidak tahu apa maksud perkataan bunda.”“Menikah!! Itu yang ingin bunda katakan bukan?”“Iya, apalagi.”“Kapan kamu bisa memenuhi permintaan bunda, Nak? Kamu itu bukan ABG labil lagi. Kamu itu sudah kelewat dewasa.”Widuri tersentak kaget, ia sangat paham dengan maksud perkataan sang bunda, memang dirinya sudah kelewat dewasa, bahkan sebentar lagi usianya mencapai 29 tahun. Tapi mau bagaimana, lelaki yang ia sukai dari dulu bahkan sampai sekarang tidak berubah, namun tidak direstui oleh sang bunda hanya karena lelak
“Baiklah! Saya mengerti. Sebenarnya apa yang hendak kamu bicarakan?” tanya Widuri menatap lekat sang mantan. Dadanya sampai sekarang masih bergetar hebat, saat menatap lelaki di depannya itu. Rasa cinta itu semakin menancap dalam hati, meskipun tidak terlihat rasa rindu itu di mata Faiq. Tak membuat rasa cintanya padam, tapi terus saja menyala terang. Apalagi setelah melihat keberhasilan dan kesuksesan yang pria itu sandang sekarang menambah rasa kagum dan keinginan untuk memiliki lelaki itu sepenuhnya semakin tertancap kuat dalam dadanya. Terlebih setelah mendengar perkataan Ela, kalau Faiq belum menikah dan tidak punya wanita spesial. Ia berharap, dialah wanita yang mendampingi Faiq melewati fase kehidupan berumah tangga. Ia merasa, Faiq masih mengharapkannya, belum bisa move on, buktinya sampai sekarang Faiq masih betah menyendiri. Bisa seyakin itu Widuri memahaminya, padahal andai ia tahu, jika Faiq sudah memiliki wanita spesial yang bergelar istri, entah bagaimana perasaan per
“Ela, Maaf! Tadi gak bangunin kamu, soalnya tidurmu pulas banget,” ucap Faiq menyesal seraya mendaratkan bokongnya di kursi tak jauh dari Ela. Lelaki itu menatap sang istri yang tak menoleh sedikit pun padanya.Sebenarnya tadi Faiq ragu untuk masuk ke dalam ruang keluarga, ulahnya semalam yang pura-pura pingsan membuatnya enggan bertemu dengan Ela. Ia khawatir Ela mengetahui kepura-puraannya dan bisa saja wanita itu menceritakan kepada orang tuanya. Tapi bila tetap diam dan menunggu di luar juga akan membuat kedua orang tuanya pasti bertanya-tanya. Makanya Faiq memberanikan diri masuk bergabung dengan istri dan kedua orang tuanya. Ia tak hiraukan, meskipun nanti pandangan buruk yang dilayangkan Ela.“Tidak apa-apa Mas.” Jawab Ela singkat, setelah terdiam cukup lama. Itu pun karena tak enak pada kedua mertuanya, bila Ela menampakkan kekesalan di depan sang mertua. “Oh iya Mas, nanti kita jadi pergi menemui Bu Widuri?” tanya Ela memastikan. “Kalau jadi, aku mau siap-siap sekalian mau ka
“Bukan begitu, sekarang sudah terlalu larut. Bagaimana kalau besok saja,” ucap Faiq bernegosiasi. Lelaki itu bicara tanpa beban, seolah sang istri tidak marah dituduh tidak virgin.Bukan tanpa alasan Faiq menunda sampai besok, malam ini karena sudah terlalu malam dan ia juga dari tadi menguap terus, maka tercetuslah ide menunda malam pertama itu sampai besok pagi.Lelaki itu berusaha membujuk Ela, tapi sayangnya Ela sudah terlalu kesal. Akhirnya ia bicara dengan ketus. Bahkan terkesan mengancam. Ela jelas tak bisa terima begitu saja, di mana harga dirinya. Kehormatannya dipertanyakan.“Sekarang! Atau tidak sama sekali,” ancam Ela tak terima dicurigai tidak perawan oleh lelaki yang baru beberapa hari ini sah menjadi suaminya.Sebagai wanita yang selalu menjaga kehormatannya, jelas kecewa dibuatnya.Sakit hatinya dituduh tidak perawan apalagi oleh suami sendiri. Rasanya Ela ingin menjambak rambut lelaki itu untuk melampiaskan kekesalan hati, tapi ia tak punya keberanian melakukannya. Si
“Mas lupa, pernikahan kita kan masih menjadi rahasia, masa aku bongkar di depan dosenku sendiri. Mana mungkin?” kilah Ela masam dengan wajah memberengut kesal."Eh iya, benar juga. Maaf lupa?" cengir Faiq tak enak hati.“Terus dia percaya?”“Iya, dia percaya begitu saja. Saat itu aku juga heran, kenapa dia bisa seyakin itu pada orang yang baru dikenalnya. Bahkan dia bilang begini, kamu adik angkat Faiq di panti ya, dia mencoba menebaknya.”“Terus kamu jawab apa?”“Aku jawab dengan anggukan saja.”“Terus yang membuatku merasa aneh dan bingung, kok dia bisa langsung bilang begitu ya, makanya aku curiga ada hubungan tak biasa antara mas Faiq dengan Bu Widuri. Karena wanita itu seperti sangat mengenal diri mas Faiq. Itu baru pikiranku yang pendek itu mas, belum tentu benar. Makanya sekarang aku beranikan tanya.”“Kapan kalian ketemu?”“Waktu aku masih tinggal bersama Abi dan umi, mas Faiq jemput ke rumah terus mengantarku ke kampus. Waktu itu dia melihat mas Faiq berada dibalik kemudi.”
“Kamu belum jawab salamku, menjawab salam itu wajib, jika kamu lupa.” Ujar Faiq mengingatkan istrinya.“Waalaikumsalam,” sahut Ela cepat. Wanita itu masih tampak menetralkan napas yang memburu karena saking terkejutnya. Lalu mengulurkan tangan untuk Salim dengan suaminya.“Kamu kaget ya, sedang apa sih, asyik bener, hingga beberapa kali salamku tak kamu jawab.” Protes Faiq meletakkan tas berisi laptop dan map berisi berkas di meja samping tempat tidur. Lelaki itu menghempaskan bokong tepat di sebelah Ela.“Maaf Mas, aku tidak mendengar ucapan salammu.” Jawab Ela tak enak hati.“Tidak apa-apa, aku juga minta maaf telah membuatmu terkejut.”“Terus kenapa mas mengagetkan aku, coba bayangkan kalau aku jantungan dan mati, gimana coba?”“Maaf, maaf, janji tidak akan diulangi.” Ucap Faiq untuk kedua kalinya. “Kamu sedang apa sebenarnya? Kok sampai kaget gitu? Kamu tidak melakukan sesuatu hal yang mencurigakan bukan?”“Ya tidaklah Mas, biasa, aku lagi nulis,” bohong Ela. Padahal tadi dia seda
“Kamu kenal dengan lelaki muda itu,” tanya pak Handoko mendekati sang putra sambil tangannya menunjuk ke Faiq yang kini hanya kelihatan punggungnya saja.Sebenarnya dia penasaran, bagaimana bisa Faiq mengenal putranya, mereka tidak pernah ketemu secara langsung. Selama ini Erlangga juga tidak pernah menceritakan teman yang bernama Faiq. Makanya dari pada penasaran, mending dia tanya langsung pada Erlangga.“Kenal Pa, dia itu-kan Faiq. Suami baru Ela.”“Apa?” ucap Bu Waida dan pak Handoko tak percaya secara bersamaan karena saking terkejutnya. “Kapan mereka menikah, bukannya waktu itu calon suami barunya itu diculik sebelum akad nikah dilangsungkan.” Oceh Bu Waida tak percaya, karena dia masih berharap, dengan batalnya pernikahan itu, ia berharap masih ada harapan untuk Erlangga bersatu dengan mantan istrinya.Kini harapan wanita itu sirna seketika, ia tak menyangka pernikahan itu ternyata telah dilangsungkan. Kenapa ia tidak tahu mengenai perihal itu, kenapa juga Rosyida tidak mengund