Bab 71Zakia menggeliat. Menyadari itu, Arkan kembali mendapatkan kesadarannya. Pria gagah itu buru-buru menjauhkan wajahnya, mundur pelan-pelan, lantas bergegas meninggalkan kamar itu.Sepanjang langkahnya menuju kamar pribadinya, Arkan tak berhenti mengusap dadanya yang terus berdebar. Ciuman yang begitu singkat, tapi begitu bermakna. Sesekali dia menggigit bibirnya. Masih terasa lembut kening Zakia dan harum tubuh wanita itu, membuat pikirannya menjadi liar."Lama-lama begini, bisa-bisa aku gila. Dia harus cepat aku halalkan sebelum aku tidak bisa mengontrol diri," gumam Arkan. Lelaki itu menyugar rambutnya kasar."Akan tetapi apakah dia mau?!" Arkan berpegangan pada gagang pintu, kemudian mendorongnya sehingga pintu kamar itu terbuka.Berbaring dengan menatap langit-langit kamar, lelaki itu berpikir keras. Dia merasa pilihannya begitu tepat. Zakia wanita itu sangat layak untuk menjadi pendamping hidupnya, tetapi masalahnya apakah wanita itu mau?! Soal ibu susu adalah perkara lain
Bab 72 Zakia membiarkan Ayu berkenalan dengan kedua bayi itu, sementara ia keluar menuju kamar Diandra. Rencananya, Ayu akan ia tempatkan di kamar itu. Zakia mendorong pintu dengan hati-hati lalu masuk ke dalam. Dia mengedarkan pandangan. Kamar ini cukup rapi, meski tidak terlalu luas. Ada tempat tidur berukuran sedang, meja rias dan sebuah lemari pakaian. Sementara dinding ruangan dihiasi oleh lukisan dan foto-foto Diandra sewaktu masih menjadi seorang model. "Sebenarnya dia punya karir yang bagus. Dia seorang model terkenal, tapi kenapa harus mempertaruhkan hidupnya di rumah ini? Apa karena cinta?! Kalau karena cinta, kenapa dia tidak memperlakukan Ammar dengan baik? Padahal kalau mencintai ayahnya, dia harus juga mencintai anaknya." Ingatannya kembali melayang saat pertama kali menyaksikan Diandra memperlakukan anak susunya itu. Hatinya kembali teriris. Dia memang belum pernah mendengar sekalipun Arkan bercerita soal Diandra, jadi dia tidak tahu dan hanya mengira-ngira, tetapi
Bab 73"Mau sampai kapan kamu terus begini, Yudha? Sejak kamu di PHK sampai sekarang, mana pernah ngasih uang sama Mama?" keluh Marina. Dia sudah kehilangan kesabaran.Sekarang uang tabungannya sudah benar-benar terkuras untuk keperluan sehari-hari, bahkan untuk memberikan uang jajan kepada Risa yang memang tidak bekerja. Marina sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kalau bukan Yudha yang memberinya uang, lalu siapa lagi? Diapun juga tidak bekerja. Tak ada sumber penghasilan lain."Ma, aku kan belum punya pekerjaan tetap. Sudah puluhan perusahaan aku datangi, tapi mereka sama saja. Mereka cuma menerima karyawan kontrak, bukan karyawan tetap. Aku nggak mau....""Karyawan kontrak itu juga sudah bagus! Kamu itu jangan pilih-pilih kerjaan!" sela Marina gemas. Selalu saja itu yang dijadikan alasan oleh putranya untuk tidak menerima pekerjaan, padahal sudah berkali-kali Yudha lulus tes."Tidak, Ma. Kalau mereka nggak mau menerima karyawan tetap, lebih baik aku nggak usah kerja. Aku ngg
Bab 74Langkah Zakia tergesa menuruni anak tangga. Dia sangat tak sabar ingin menemui lelaki itu. Setengah berlari ia menghambur, melintasi ruang tamu, terus ke teras depan dan akhirnya sampai di pos penjagaan depan pintu gerbang. Lelaki itu tampak duduk santai di bangku panjang di dalam pos. Malah ia tengah memainkan ponselnya.Zakia mendesah. Semula ia berpikir, Yudha tidak akan kembali ke rumah ini setelah ia mengembalikan semua barang-barang pemberian lelaki itu.Ternyata tidak. Lalu apa sebenarnya maunya? Bukankah seharusnya Yudha cukup tahu diri, mengingat proses perceraian mereka sudah ketok palu, tinggal menunggu akta perceraian terbit?"Mau apa kamu kemari, Mas?" tanya Zakia. Dia berdiri menghadap lelaki itu. Tatapannya nyalang, memindai setiap ekspresi wajah pria yang pernah menghalalkannya itu.Zakia sengaja tidak mempersilahkan Yudha untuk masuk ke dalam. Dia membiarkan lelaki itu tetap duduk di bangku panjang di dalam pos penjagaan. Romi dan Dodi berjaga-jaga tak jauh da
Bab 75"Apalagi kalau bukan itu, tapi Mama rasa ini adalah kabar baik. Bukankah ini yang kamu tunggu?" sergah Marina. "Bukan aku yang menunggu, tapi Mama!" Yudha berdecak kesal. Dia sudah tahu arah pembicaraan ibunya. Apalagi kalau bukan urusan Nilam. Sampai saat ini, ibunya masih menyayangkan sikapnya yang sudah menalak Nilam."Ya. Tapi bukankah dengan begitu, kamu bisa segera merayakan pernikahanmu dengan Nilam? Papanya Nilam pasti akan senang sekali jika tahu kamu sudah bercerai secara resmi dari Zakia," sambung Marina. "Jangan lupa, Ma, aku dan Nilam sudah bercerai. Aku menikah Nilam secara siri dan aku menceraikannya pun secara siri. Semua sudah impas!" tegas Yudha. Dia memutar bola matanya malas, lantas bangkit berdiri. Malas sekali rasanya meladeni sang ibunda, yang ada di otaknya cuma ada Nilam. Seperti tidak ada perempuan lain saja, padahal mantan istrinya itu sudah berbuat yang tidak baik terhadap ibunya, bahkan tega mengusir ia dan ibunya dari rumah, karena ibunya protes
Bab 76Jamuan makan siang kali ini sungguh nikmat. Di sebuah restoran yang lebih mirip sebagai tempat wisata, mereka bertiga duduk lesehan di sebuah saung, menghadapi nasi, ikan bakar, lalapan dan sambal. Semuanya fresh. Sungguh ini makan siang yang sempurna bagi Zakia. Pilihan Arkan memang sungguh tepat. Arkan sengaja tidak membawa Zakia ke restoran tempat ia biasa menggelar pertemuan dengan klien bisnisnya.Di tempat seperti ini mereka terlihat lebih santai. Ayu tampak bersama dengan kedua bayi itu di sebuah saung yang letaknya bersebelahan dengan Zakia, Arkan dan Dahlan sedang duduk bersama."Om senang sekali melihat kalian bersama," ujar Dahlan menatap lekat Arkan dan Zakia bergantian. "Om harap kalian akan terus bersama....""Kami memang selalu bersama, Om. Namanya juga tinggal dalam satu rumah," sahut Arkan cepat. Nyaris saja ia tersenyum. Namun segera tertahan karena teringat misinya. Dia harus bersikap seolah-olah Dahlan lah yang meminta mereka untuk bertemu siang ini."Justr
Bab 77"Saya tidak tahu harus menjawab apa, Mas. Saya belum siap membina hubungan baru secepat ini. Bahkan Naya saja masih bayi...." Lirih suara Zakia."Kamu merasa trauma dengan pernikahan pertamamu?" desak Arkan.Zakia menggeleng lemah. Sepasang kakinya yang gemetar tak kuasa menopang tubuhnya hingga membuatnya luruh ke lantai. Arkan semakin mendekat. Bahkan jarak di antara mereka hanya tersisa beberapa jengkal."Bukan soal itu tetapi saya hanya ingin meyakinkan diri sendiri...."Arkan mendesah. Satu hal yang tidak diketahui olehnya, jika Zakia merasa tidak nyaman dan menganggap Arkan dan om-nya menyamakan dirinya dengan Maryam.Zakia tidak mau hidup berumah tangga di bawah bayang-bayang istri pertama Arkan. Sekali lagi, dia dan Maryam adalah orang dan pribadi yang berbeda. Harap diingat itu.Sementara jarak mereka semakin dekat. Hembusan nafas Arkan bahkan bisa ditangkap oleh indera penciumnya saat lelaki itu berjongkok kemudian duduk merapat padanya. Harum nafas maskulin yang memb
Bab 78Arkan menatap lawan bicaranya dengan tenang. Tak ada sedikitpun kegusaran dari raut wajahnya. Pria itu merasa di atas angin. Dilihat dari sisi manapun, dialah pemenangnya.Lagi pula, bukan Arkan yang salah. Yudha lah yang menghampiri Arkan dan Naya. Dia tidak pernah berusaha mencari gara-gara dengan siapapun. Arkan merasa melakukan hal yang benar. Soal ia yang menggunakan uang dan kekuasaannya untuk menekan pihak pengadilan agama, itu soal lain. Arkan hanya ingin urusan Zakia bisa cepat selesai, sehingga wanita itu bisa mengurus dua orang bayi mereka dengan tenang. Jangan sampai wanita itu kembali stres sehingga berpengaruh pada produksi ASI-nya.Lama kedua lelaki itu saling bertatapan, hingga akhirnya suara bayi memecah keheningan suasana. Arkan spontan berjongkok, mengeluarkan Naya dari kereta bayi, lalu menggendong bayi perempuan itu."Sepertinya Naya sudah mulai bosan berada disini. Jadi maaf, aku harus pergi," ucap Arkan. Sebelah tangannya mendorong stroller yang isinya su
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus