Bab 95"Pokoknya kamu harus melakukan segala cara agar bisa kembali mengambil rumah itu. Kamu harus tanggung jawab! Rumah itu peninggalan ayahmu. Mama tidak rela jika hasil kerja keras ayahmu lenyap begitu saja akibat kecerobohanmu. Kamu harus cari tahu di mana Tia bersembunyi dan ambil kembali uangmu!" Marina mengomel panjang pendek sembari membongkar semua barang-barang yang bertumpuk di ruang tamu. Ini bukan pertama kali ia mengomel. Bukan cuma Yudha, ia juga tidak setuju saat Risa menjaminkan sertifikat rumah itu ke bank. Namun sedikit banyak, ia pun tergiur dengan keuntungan yang dijanjikan oleh Tia. Satu hal yang disesali Marina kini.Nasi sudah menjadi bubur. Rumahnya terlanjur melayang. Dan ia harus tinggal di rumah kontrakan kecil tak layak huni. Putranya, Yudha bahkan tak bisa di andalkan untuk mengusahakan rumah kontrakan yang lebih baik. Bukan cuma rumah kontrakan, Yudha juga jarang memberi uang belanja sejak ia di PHK beberapa waktu yang lalu.Sepasang bola matanya menat
Bab 96"Oh, pasti karena permainan ranjang pemuda ini sangat hebat, kan? Sehingga kamu dengan sukarela memeliharanya. Ah, bagaimana dengan senjatanya?! Aku tidak yakin ukurannya melebihi milikku." Kevin mengelus selangkangannya sembari tersenyum mengejek."Tutup mulutmu! Kamu menjijikan, Kevin. Aku tidak serendah yang kamu pikirkan!" Namun sedetik kemudian Citra menyadari apa yang dikatakan Kevin itu memang benar. Dia memang memelihara Yudha untuk memenuhi kebutuhan biologisnya sebagai seorang wanita dewasa. Status kekasih hanya sebatas status untuk menutupi hal yang sebenarnya. Toh, pada kenyataannya hubungan mereka sebatas untuk saling menguntungkan. Yudha bak gigolo ekslusif untuknya."Nggak usah mengelak, Citra. Kamu pikir aku tidak tidak tahu hal yang sebenarnya? Kamu salah jika menganggap aku sudah pergi dari hidupku. Aku masih tetap mengawasimu. Dan suatu saat aku akan kembali. Saat ini adalah momen yang tepat....""Dan aku takkan pernah membiarkan kamu kembali kepada Citra da
Bab 97 "Yudha, aku mohon maaf. Aku akan mengantarmu pulang ke rumah kontrakan kamu yang itu," ucap Citra. "Pulang ke kontrakan?" Tenggorokan Yudha tercekat. Kenyataan ini sudah ia perkirakan dan akhirnya terjadi juga. Hanya saja, ia tidak menduga akan secepat ini. Dia baru saja keluar dari rumah sakit dan belum sembuh. Apa nanti kata ibu dan Risa, jika ia pulang dengan kondisi seperti ini? Pasti akan banyak pertanyaan. Apalagi jika melihat sosok Citra yang tak mereka kenal. Yuda pun akan sangat malu jika harus bertemu dengan ibu dan kakak perempuannya dalam kondisinya yang seperti ini. Minimal, kalaupun ia harus di tendang dari rumah wanita disisinya ini, Yudha harus sembuh dulu. Itu baru impas Citra menatap Yudha lekat-lekat. Sebenarnya ia pun tak tega. Namun ia tak mungkin meneruskan hubungan dengan Yudha. Lelaki itu sudah tak lagi berguna untuknya. Apa yang bisa diharapkan jadi seorang lelaki yang inti kelelakiannya sudah tak bisa tegak? Dia sudah berbaik hati dengan mena
Bab 98"Aku sudah berbaik hati mencarikan rumah kontrakan untukmu dan mengantarmu ke sini. Tolong jangan menyusahkanku dengan permintaan yang macam-macam. Nanti motormu akan aku kirim ke sini." Citra membawa Yudha masuk ke dalam. Ruangan tamu yang sangat sempit, tak ada sofa, hanya lantai yang dingin. "Barang-barangmu yang masih tertinggal di rumahku juga akan aku kirimkan kembali. Kamu jangan khawatir. Namun, aku punya permintaan. Setelah ini, tolong jangan ganggu aku lagi, karena hubungan kita sudah selesai." Citra menarik nafas usai mengucapkan rentetan kata-kata yang membuat dadanya sesak. Tak mudah untuk bersikap tegas. Dia pun sebenarnya tak berniat untuk menyingkirkan Yudha. Salah kalau lelaki itu menganggap dirinya tega memutuskan hubungan. Citra hanya Ingin memastikan kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi. Jika tidak dengan Yudha, maka dengan lelaki lain.Dia dan Yudha bukan suami istri, jadi ia tak punya kewajiban untuk merawat lelaki itu sampai sembuh, kemudian menahan saba
Bab 99"Masak apa, Sayang?" tegur lelaki itu sembari melingkarkan tangannya di pinggang Zakia. Telapak tangannya menempel ketat di perut wanita itu. Arkan mengusap perut rata itu dengan penuh harap.Mengingat mereka telah melewati malam demi malam dengan gairah yang membara, wajar jika Arkan berharap ada kehidupan kecil di dalam rahim Zakia dan itu berasal dari benihnya. Pasti akan sangat menyenangkan jika seandainya ia dan Zakia bisa punya anak lagi yang akan meramaikan kehidupan rumah tangga mereka.Zakia menggeliat. Berada di pelukan Arkan membuatnya risih. Dia meletakkan pisau di atas meja dapur, lalu memutar tubuhnya, menghadap sang suami. Tubuh Zakia yang mungil hanya sebatas bahu Arkan. Sehingga dagu lelaki itu bertumpu di kepala Zakia."Masak Mas lah," kekeh Zakia."Apa? Kamu serius?" balas Arkan dengan nada suara di buat seperti anak kecil yang tengah merajuk. Dia mengusap-usap pipi istrinya."Issh... Mas ini ada-ada saja. Emangnya nggak liat bahan-bahan masakan di atas meja?
Bab 100Arkan mendesah. Ini jelas bukan kebetulan, tetapi pohon kayu itu sengaja diletakkan melintang untuk menghalangi mobilnya agar tidak bisa melewati jalan ini."Sepertinya ada yang menghalangi jalan kita, Sayang." Arkan menoleh ke belakang, tempat sang istri duduk bersama kedua buah hatinya. Seandainya Arkan hanya sendirian, mungkin dia tidak perlu khawatir. Hanya saja ada orang-orang yang sangat ia cintai ikut bersamanya. Keselamatan mereka menjadi prioritas utamanya."Bagaimana ini, Mas? Apa yang harus kita lakukan?" Zakia mengintip dari balik kaca dan melihat ada beberapa orang lelaki yang berdiri di belakang pohon kayu yang melintang di jalan. Mereka semuanya menggunakan topeng yang menutupi wajah aslinya."Sebentar, aku telepon Hans dulu." Arkan mengambil ponsel dari saku celananya, mencoba menghubungi Hans dan juga Reno.Namun sudah berapa kali ia menghubungi dua orang itu, tetapi hasilnya nihil. Nomor telepon seluler mereka tidak aktif."Sayang, kamu bisa nyetir, kan?" Ar
Bab 101"Reno!" pekik Arkan saat penutup wajah lelaki itu terlepas."Ya, ini aku, wahai tuan Arkan yang terhormat." Seringai terukir dari bibir lelaki itu. Sudah kadung ketahuan, Reno tak punya pilihan selain menantang big bosnya itu. Lagipula, ia sudah menunggu kesempatan ini sangat lama dan ini baru kesampaian."Kurang ajar! Kamu memilih menjadi seorang pengkhianat, Reno?!" Arkan menatap tajam sang asisten pribadi seolah tak percaya. Dadanya bergemuruh hebat. Satu lagi orang terdekatnya yang berkhianat.Tuhan, haruskah ia tidak mempercayai semua orang?!Reno, orang yang sangat ia percaya ternyata merencanakan makar untuk membunuhnya. Ini sungguh tak bisa di percaya, kecuali dengan bukti di hadapan Arkan."Ya, sudah lama aku menunggu kesempatan ini, dan ini saat yang tepat, saat kamu sedang terbelit masalah dengan keluarga dan masa lalumu!" Lelaki itu mengepalkan tangan. Wajahnya berubah kelam, mungkin seperti itu pula hatinya."Aku tahu dimana kamu liburan, tapi aku sengaja membiark
Bab 102Jleb.Meski tubuhnya lemah, tetapi tidak dengan pendiriannya. Tatapan Arkan begitu menusuk setajam mata pisau."Aku punya rumah sendiri, Ma." Hanya itu alasannya untuk menolak."Mama tahu, tapi rumahmu masih belum aman untuk kalian tinggali. Itu masalahnya, Nak. Mama pikir kamu tidak akan mau mempertaruhkan keselamatan anak dan istrimu, kan?" bujuk Hanna. Jika Arkan mau menerima tawarannya, maka dengan sendirinya ia mendapatkan keuntungan bisa berkumpul dengan cucu satu-satunya, setidaknya untuk sementara waktu. Dia dan suaminya tidak perlu bersusah payah untuk menculik Ammar seperti tempo hari dan membuat kehebohan seisi rumah mantan menantunya ini."Aku akan menjaga keluargaku, Ma. Mama tidak perlu khawatir," bantah Arkan."Tapi Mama yang khawatir dengan kalian. Baru pulang dari liburan saja kalian sudah mendapat celaka, bagaimana kalau sampai berada di rumah yang belum steril dari orang-orang yang tidak menyukai kalian?!" Hanna menghela nafas. Sama seperti halnya sang suami
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus