Bab 125Sesampainya di rumah, Arkan langsung masuk ke dalam ruangan kerjanya. Sebenarnya pekerjaannya memang masih banyak, tetapi ia tidak tega kepada Zakia dan anak-anaknya yang harus menunggu lama di kantor. Seandainya Arkan sendirian, pasti ia akan menyelesaikan semua pekerjaannya di kantor meskipun sampai larut malam.Hufftt....Kepalanya terasa cenat-cenut melihat berkas-berkas di ruang kerjanya. Semuanya menumpuk. Belum lagi file-file di dalam laptop yang kini layarnya sudah menyala. Semuanya harus ia pelajari sebelum membuat keputusan penting. Ada pula beberapa email dari Mitha yang harus dia baca.Sementara itu, Zakia memilih langsung ke kamar anak-anak. Dewi dan Riri langsung memandikan anak-anak itu, sedangkan Zakia duduk di sofa dengan kaki berselonjor. Kaki-kakinya terasa pegal. Zakia memijat-mijat kakinya sembari matanya terus mengawasi Riri dan Dewi.Pintu kamar mandi yang terbuka dan teriakan anak-anak membuat wanita itu tersenyum sendiri. Dia mengambil ponsel dari saku
Bab 126Sembari bersungut-sungut, Zakia memasuki kamarnya. Benar saja. Arkan sudah berbaring meski matanya tak terpejam. Lelaki itu mengenakan piyama tidur dan terlihat tengah menunggu. Zakia menghampiri sang suami, membungkukkan badan dan mendaratkan kecupan di pipi sang suami."Kenapa mukamu terlihat masam, Sayang?" tegur Arkan. Dia bisa menangkap perasaan gusar dari wajah sang istri meski Zakia sudah berusaha menyembunyikannya, dengan mengatur ekspresi wajahnya sebaik mungkin.Wanita itu menghela nafas dalam-dalam. "Mama mau minta cucu baru....""Benarkah?!" Alih-alih berempati, Arkan justru merasa sangat antusias. "Kalau begitu mari kita bikin!"Zakia menepis tangan suaminya saat pria itu mencoba meraih tubuhnya. Namun tenaga Zakia kalah jauh dari suaminya yang bertubuh tinggi besar. Dia dengan mudah jatuh ke tempat tidur dengan posisi tertelungkup, menindih Arkan yang lantas menghujaninya dengan ciuman lembut."Ah...." Desahan itu lolos begitu saja dari mulutnya. Zakia mencoba be
Bab 127"Ah ah....."Suara desahan itu terasa begitu menggelitik, memaksa Yudha membuka matanya, meski terasa berat. Malam sudah sangat larut. Udara dingin menusuk tulang. Yudha bermaksud memperbaiki letak selimut yang membungkus tubuhnya, tapi telinganya seketika tegak. Refleks tubuhnya merapat ke dinding. Suara desahan itu kian jelas, nyaring, dan itu suara Citra. Sebagai seorang lelaki dewasa, Yudha tahu apa artinya. Dia pernah berbagi kenikmatan dengan Citra. Dia pernah membuat Citra menjadi menjerit keenakan saat senjata pusakanya menusuk-nusuk liang senggama milik Citra, keluar masuk dengan tempo sangat cepat. Dulu, sebelum tragedi itu membuat semuanya hancur."Apa Citra memasukkan lelaki ke rumah ini? Kalau benar, aku akan mengusir wanita itu." Wajah pria itu merah padam. Dulu ia memang seorang petualang cinta, tapi kini ia sudah tutup buku. Kedepannya ia menjalani hidup dengan lurus. Yudha bangkit lalu berjalan menuju pintu. Kalau terbukti benar Citra memasukkan seorang lel
Bab 128"Apa yang harus aku lakukan? Kalau aku menyuruhnya untuk pergi meninggalkan rumahku, tentunya tidak etis. Selama ini Citra sudah berlaku baik dan tidak merepotkanku, bahkan dia sangat membantu." Yudha terus berpikir keras. Keningnya bahkan berkerut dari balik kaca helm yang ia kenakan.Soal tadi malam, Yudha tidak berani menyalahkan, meskipun bukan berarti membenarkan. Yudha tahu, Citra butuh kehangatan. Dan sebagai seorang lelaki yang pernah berbagi peluh dan kenikmatan bersama Citra, Yudha tahu persis bagaimana orientasi seksualnya. Jika Citra memutuskan untuk tidak lagi bermain dengan para lelaki muda, berarti itu adalah kemajuan yang besar. Yudha pikir dengan kemampuan finansial Citra yang sekarang, dengan usaha salonnya yang mulai kembali berkembang, Citra bisa membayar lagi para lelaki untuk memuaskan dirinya. Namun Citra lebih memilih bermain sendiri dengan menggunakan alat bantu.Dulu ada syarat yang mereka sepakati. Yudha menerapkan satu syarat jika ingin menjalin hu
Bab 129Sorry, saya baru bisa update sekarang. Karena kemarin hari jumat dan sabtu adalah puncak acara haul guru kami. Minggu pagi saya pulang ke rumah sendiri dengan membawa bayi saya yang berumur dua bulan (posisi saya saat melahirkan dan masa nifas ada di rumah orang tua). Berlanjut dengan acara bersih-bersih rumah yang membuat saya benar-benar nggak sempat nulis.***"Sayang, maaf...." Arkan meraih tengkuk istrinya, memijatnya perlahan. Sebelah tangannya menggenggam tespeck yang ia temukan tergeletak di pembaringan.Seharusnya kehamilan Zakia menjadi berita gembira bagi Arkan. Tapi kesedihan yang terpanjang di wajah sang istri membuat hati Arkan teriris. Sangat pedih. Bukan karena Zakia tidak menginginkan kehamilan ini, tetapi kehamilan ini datangnya terlalu cepat, disaat Naya belum genap dua tahun, bahkan 18 bulan saja pun tidak. Sementara Zakia berniat untuk memberikan anak-anaknya ASI sampai usia Ammar dan Naya dua tahun, di samping itu pula idealnya harus ada jarak antara keha
Bab 130Wanita setengah tua itu menghabiskan waktu hampir satu jam untuk berpikir. Omongan Risa memang ada benarnya. Tidak ada salahnya ia mendatangi rumah Zakia. Toh mantan menantunya itu sudah menjadi orang kaya karena menikah dengan seorang pengusaha besar yang merupakan mantan majikannya. Wanita itu mengepalkan tangan, meratapi keberuntungan Zakia. Dulu dia memperlakukan Zakia seperti pembantu. Namun sekarang Zakia justru menjadi ratu, ratu di istana suaminya yang baru. Ah, kenapa bukan Risa saja yang menikah dengan Arkan? Bukankah putri sulungnya itu juga cantik dan subur peranakannya, sehingga memungkinkan menghasilkan banyak anak untuk siapapun lelaki yang menjadi suaminya?"Kalau begini caranya, aku sangat mendukung keinginan Risa untuk merebut Arkan dari Zakia. Risa lebih pantas buat Arkan .Zakia itu punya kekurangan, pernah punya riwayat melahirkan secara caesar. Menikahi Zakia, alamat susah dan lambat punya anak. Lelaki itu kaya raya, pasti ingin punya banyak anak." Marina
Bab 131"Salahku apa jika Naya harus terlahir secara caesar, Ma?" Zakia urung masuk mobil dan malah menyadarkan tubuhnya di bodi mobil yang licin. Berusaha sekuat mungkin menahan tubuhnya agar tidak luruh dengan kedua kakinya yang gemetar.Dia paling tidak bisa menahan hati jika sudah diungkit-ungkit soal proses kelahiran putrinya, Naya. Bukan maunya jika Naya harus terakhir secara caesar, tetapi semua karena indikasi medis. Lalu kenapa ibu mertua dan orang-orang lain di luaran sana justru malah menyalahkan dirinya bahkan menuduhnya yang tidak sabar menghadapi rasa sakit pada proses persalinan?"Iya, kamu memang salah karena nggak sabaran. Padahal kalau kamu bersabar sedikit, Naya pasti bisa terlahir secara normal. Kamu pun bisa cepat pulih dan bisa segera melakukan pekerjaan rumah tangga, tidak seperti dulu, dimana kamu menjadikan proses persalinanmu itu sebagai alasan untuk lalai dengan urusan rumah," oceh panjang lebar wanita paruh baya itu.Tuh, kan? Ujung-ujungnya adalah pekerja
Bab 132Zakia bahkan sudah pernah bertemu dengan sang direktur RSIA Cahaya Bunda. Namanya Dr Budi Hartono, SpOG. Lelaki berusia 40 tahunan yang terkenal sangat ramah kepada semua orang. Dia adalah dokter kandungan favorit di kota ini."Kamu mau ya, ditangani sama dokter Budi. Dia itu yang terbaik. Jangan khawatir." Sebelum datang ke rumah ini, Hanna sudah mendengar semua curhatan Arkan soal kedatangan mantan ibu mertua Zakia yang membuat mental Zakia runtuh seketika."Nggak apa-apa. Nggak usah kontrol dulu. Kamu ngobrol aja sama dokter Budi. Dia itu baik kok. Dengan orang lain saja baik, apalagi sama keluarga sendiri," hibur Hanna seraya mengusap-usap kepala putrinya."Baik sih baik, Ma. Tapi kehamilan di bawah 18 bulan dari SC sebelumnya itu sudah harga mati, pasti caesar lagi. Aku tu pengen lahiran normal. Aku ingin buktikan sama Mama Marina jika aku bisa melahirkan secara normal." Sepasang mata Zakia berkilat. Kata-kata mantan ibu mertuanya soal kesempurnaan menjadi seorang ibu sen
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus