Bab 11Dia seorang lelaki, tak seharusnya menangis, tapi dalam keadaan seperti ini dia tak bisa membendung air matanya. Arkan mendaratkan tubuhnya di jok mobil, menatap pemandangan gelap di sekelilingnya. Seperti itu pula gelap di hatinya sejak Maryam, istrinya menutup mata untuk selamanya, sesaat setelah melahirkan putra mereka, Ammar.Maryam adalah cinta pertamanya. Wanita cantik yang begitu setia menemaninya, meniti hidup dari bawah. Sebelumnya dia tidak seperti ini. Arkan hanyalah seorang pengusaha kecil rental mobil. Sebelumnya Jaguar Mobil hanya sebuah bangunan yang tidak besar dan memiliki beberapa buah mobil untuk di sewakan. Hanya itu modal awalnya membuka usaha ini. Akan tetapi sekarang Jaguar Mobil adalah perusahaan rental mobil yang memiliki cabang dimana-mana dan kantor pusatnya ia pegang sendiri. Jaguar Mobil memiliki ratusan unit mobil untuk disewakan, termasuk truk atau mobil untuk angkutan alat-alat berat. Sebelum menikah, mereka menjalin hubungan selama beberapa tah
Bab 12"Zakia," jawabnya spontan.Sebenarnya Arkan enggan menemui wanita yang terlihat seperti gembel ini, tapi entah kenapa setelah ia melihat wajah Zakia dan bayi di dalam gendongannya, ia merasa iba. Wajah wanita ini mengingatkannya akan sosok wanita yang sangat dicintainya, Maryam yang hanya bisa sesaat melihat bayi mereka, kemudian akhirnya menutup mata untuk selamanya. Arkan menghela nafas, kembali menatap wajah Zakia lekat-lekat."Di sini tidak ada lowongan untuk pembantu rumah tangga. Kenapa kamu nekat melamar pekerjaan kemari? Bukankah jelas-jelas kamu tahu bahwa di sini hanya ada lowongan untuk ibu susu? Apakah kamu berminat untuk menjadi ibu susu bagi anakku?" tanya Arkan menyelidik. Dia tidak yakin akan memberikan bayinya untuk disusui wanita ini. Melihat penampilan Zakia saja sudah membuatnya merasa eneg. Wanita muda ini jauh sekali dari kriteria ibu susu yang dikehendaki oleh Arkan. Wanita yang menjadi ibu susu bagi putranya haruslah wanita yang sehat dan berpenampilan
Bab 13"Benar, Zakia. Tuan Arkan barusan bilang kepada Bibi saat meminta izin untuk mengambil popok milik tuan muda Ammar untuk bayimu." Bi Minah meyakinkan."Alhamdulillah... terima kasih, ya Allah." Tak henti-hentinya wanita itu mengucap syukur. Ini di luar dugaannya. Titik-titik harapan itu kembali mengumpul menjadi besar. Setidaknya dia dan Naya punya tempat tinggal dan bisa makan dengan layak.Bi Minah merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan selembar uang berwarna merah. "Dan ini untukmu, Zakia. Besok setelah sarapan, belilah popok dan keperluan bayimu. Mungkin ini tidak banyak, tapi Bibi rasa bisa membantumu. Terimalah.""Apa ini, Bi?" Zakia sangat kaget. Dia menunjuk lembaran uang kertas itu tanpa bermaksud untuk menyambutnya."Ini untukmu. Terimalah, Zakia. Kamu pasti butuh ini, kan?" desak wanita setengah tua itu. Dari saat pertama kali melihat Zakia saja ia sudah tahu, jika wanita muda ini pasti tidak memiliki uang sepeser pun. Itupun terbukti saat wanita itu bilang, jik
Bab 14"Kamu sudah tahu tugas-tugasmu di rumah ini melalui Bi Minah, kan?" Arkan mengawali pembicaraan.Zakia mengangguk. "Iya, Tuan. Bi Minah sudah menjelaskan tugas-tugas saya di rumah ini.""Saya menampungmu disini atas dasar kemanusiaan, jadi sebenarnya kamu bukan karyawan di sini. Oleh karena itu, kamu tidak akan mendapatkan gaji, tetapi hanya sekedar uang saku agar kamu bisa memenuhi kebutuhanmu sendiri. Nanti uang sakumu akan saya titipkan kepada Bi Minah seminggu sekali. Kamu paham maksud saya, Zakia?" Arkan menelan ludahnya. Sebenarnya dia malas menampung wanita ini di rumahnya, tetapi dia teringat dengan Ammar. Dia tidak bisa membayangkan seandainya nasib Ammar sama seperti nasib bayi Zakia yang harus ikut menjadi gelandangan seandainya tadi malam ia tidak menuruti permintaan Zakia untuk menginap di rumah ini."Saya mengerti, Tuan. Ini sudah lebih dari cukup dan saya akan berusaha membalas kebaikan dan kemurahan hati Tuan dengan bekerja dengan baik, walaupun saya tidak dihit
Bab 15 Setelah menaruh gelas bekas susu di dekat tempat pencucian piring, Zakia segera mencari asal suara tangisan itu. Dia berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah ini dengan menajamkan indera pendengarannya. Ternyata suara itu berasal dari lantai dua rumah ini. Zakia menapaki anak-anak tangga, kemudian akhirnya berhenti di depan pintu sebuah kamar yang terbuka lebar. Pemandangan yang memilukan tersaji di hadapannya. Seorang bayi menangis keras di pangkuan seorang wanita muda berseragam baby sister yang memaksa menjejalkan dot ke mulut mungil bayi itu. "Diamlah! Lekas minum susu ini. Kamu ini ya, merepotkan saja. Jangan buat kerjaanku menjadi semakin susah. Jadi anak lelaki itu jangan cengeng!" Wanita muda itu terus mengomel sembari terus memaksa menjejalkan dot ke mulut mungil itu. Namun bayi itu menutup rapat-rapat mulutnya. "Kamu maunya apa sih? Dari tadi nangis terus, tak pernah mau menyusu. Aku sudah capek dari tadi bolak balik bikin susu buat kamu, tapi nggak pernah kamu
Bab 16 Zakia menegakkan tubuhnya secepat mungkin. Dia tak ingin terlihat lemah di hadapan Diandra. Sudah cukup pengalamannya berada di rumah suaminya, ditindas oleh ibu mertua dan kakak iparnya. Dia tidak boleh takut berhadapan dengan Diandra. Tidak boleh ada yang berkuasa di rumah ini selain majikannya, Tuan Arkan. Dia dan Diandra itu kedudukannya setara, sama-sama pegawai di sini, meski tugas mereka berbeda. "Aku hanya mengingatkanmu, Mbak. Aku tidak ingin kamu melakukan kesalahan yang justru akan membahayakan posisimu sendiri. Jikalau sampai terjadi apa-apa pada Tuan Muda, kamu sendiri yang harus menanggung resikonya," ucap Zakia, lantas wanita muda itu berbalik bermaksud keluar dari kamar itu. Namun belum sampai kaki Zakia berada di depan pintu, keburu tangannya dicekal oleh Diandra. "Aku tidak butuh kepedulianmu! Mauku sekarang kamu tidak usah peduli dengan Tuan Muda. Tuan Muda itu urusanku, bukan urusanmu!" bentak Diandra. Kepala Zakia terangkat. Dia tersenyum sinis. "Aku
Bab 17Tepat jam 04.00 sore, Zakia yang membawa serta putri mungilnya sudah siap. Semula ia berpikir hanya akan pergi sendiri dengan ditemani sopir, tapi ternyata tidak. Ada mas Reno dan istrinya, mbak Laras yang juga memiliki tujuan yang sama. Mbak Laras, wanita cantik itu sedang hamil anak kedua mereka dan usia kehamilannya sudah menginjak Minggu ke-10. Sementara anak pertama mereka sudah berusia 5 tahun.Mobil meluncur dengan tenang. Zakia dan Laras duduk berdampingan. Dari rumah Arkan, mereka harus menempuh waktu hampir 20 menit untuk sampai ke rumah sakit tujuan."Aku nggak habis pikir, Zakia. Kok ada ya, laki-laki kayak gitu. Seandainya aku jadi kamu rasanya pengen kusembelih saja. Laki-laki nggak ada guna!" Laras berdecak kesal. Dia memang baru pertama kali bertemu dengan Zakia, tetapi lewat sang suami, Reno, dia mendengar cerita memilukan soal Zakia yang diusir oleh suaminya."Saya juga nggak ngerti, Mbak. Kesalahan saya cuma itu, minta dibelikan susu formula untuk Naya, tetap
Bab 18Pandangan mata Diandra kemudian tertuju kepada box bayi, tempat di mana Ammar tertidur dengan nyenyak. Semoga saja Arkan tidak curiga jika putranya sudah dicekoki obat yang membuat Ammar seringkali mengantuk dan akhirnya tertidur hampir sepanjang hari."Setelah aku berhasil merebut Arkan, maka dengan segera, bayi ini harus segera aku singkirkan. Aku tidak sudi mengurusnya. Bayi ini cuma alat bagiku untuk merebut Arkan agar kembali ke dalam pelukanku," gumam Diandra penuh kemarahan."Apalagi dia anak laki-laki dan akan menjadi pewaris semua kekayaan Arkan. Aku tidak sudi berbagi dengan anak ini, apalagi dia terlahir dari rahim Maryam, musuh bebuyutanku," pikirnya.Diandra dan Maryam memang bersahabat sejak mereka masih kuliah, tetapi entah kenapa keberuntungan selalu saja berada di pihak Maryam, bahkan untuk urusan percintaan. Sejak lama Diandra menaruh hati kepada Arkan, lelaki sederhana, pekerja keras dan memiliki tubuh tinggi besar, gagah dan tampan. Nyatanya Arkan lebih memi
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus