Selamat membaca❤️
°°"Ternyata kamu tidak sebaik itu ya, Dahayu. Perkiraan saya selama ini ternyata salah, kamu adalah wanita paling jahat yang pernah saya kenal. Saya tidak sudi memiliki menantu seperti kamu!"Suasana saat itu benar-benar semakin memanas dan tak bisa untuk dikendalikan lagi. Baik Liana maupun Sang suami, keduanya benar-benar sudah merasa kesal dan kecewa dengan Dahayu — merasa jikalau harga diri mereka sudah dijatuhkan, sudah dibohongi, bahkan dibuat malu di depan banyak orang."Bu, Pak, saya tahu bagaimana perasaan kalian saat ini karena saya sendiri juga merasakan hal itu. Terkejut? Tentu, saya benar-benar terkejut dengan pernyataan yang sudah dikatakan oleh pria itu. Tetapi sebagai seorang Ibu, saya ini sangat paham betul dengan kepribadian Dahayu. Anak saya tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu, terlebih lagi dengan lelaki yang sudah menyakitinya," jelas Inka — mencoba untuk memberi pengertian"Mana mungkin ada penjahat yang mau mengakui kesalahannya?" saut Liana sembari melipat kedua tangannya di dada, "Sudahlah, saya tidak mau memperpanjang masalah ini lagi. Sudah cukup bagi saya dan keluarga saya untuk dipermalukan di depan banyak orang seperti ini!" lanjutnya“Bu Liana, tolong percayakan semuanya pada Dahayu, ya? Itu semua tidak—”“Maafkan aku, Dahayu.”Benteng pertahanan Arka nyatanya tak sekuat itu untuk menahan bulir demi bulir air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya. Ya, Arka menangis, pria itu benar-benar merasa tak menyangka jikalau hidupnya akan menerima kejadian sepahit itu.“Maaf? Maaf untuk apa maksud kamu, Mas?” tanya Dahayu sembari meraih kedua tangan Arka"Maaf untuk segalanya, karena sepertinya apa yang sudah Mama dan Papa katakan adalah benar. Aku harus menalak kamu saat ini juga," jawab Arka, lalu ia melepaskan tangan Dahayu dari tangannya, "Awalnya aku sudah menaruh rasa kepercayaan yang begitu besar, aku yakin kalau kamu tidak akan mungkin melakukan hal itu. Tetapi, bagaimana dengan foto dan kejadian di hari itu? Keduanya benar-benar berhasil untuk membuat rasa percayaku runtuh dan hancur begitu saja," lanjutnyaSungguh, hati Dahayu terasa sangat sakit saat mendengar itu, dirinya benar-benar tak menyangka jikalau Arka akan melontarkan kalimat yang cukup menyakitkan baginya — kalimat yang sama sekali tidak ia harapkan.“Kalian sudah dengar sendiri, kan? Itulah keputusan yang sudah Arka ambil,” ucap Liana, “Oh, iya, ada satu hal lagi. Tolong kalian kembalikan mahar yang sudah kami berikan, kalau dalam kurun waktu selama satu bulan kalian tidak bisa mengembalikannya, maka tak segan kami akan melaporkan kalian ke kantor polisi atas dasar penipuan. Camkan itu!”Sakit, benar-benar terasa sangat sakit. Apakah mungkin kebahagiaan Dahayu akan berhenti sampai di situ? Apakah hari bahagianya itu akan menghilang dan diganti dengan hari yang begitu menyedihkan?“Ya Allah, ingin Engkau ubah seperti apa lagi alur cerita di dalam kehidupanku ini?”Sementara itu di sisi lain seorang lelaki bernama lengkap Bimantara Auriga, terdapat adanya satu rasa yang sangat menggebu-gebu — rasa bangga, merasa hebat karena dirinya sudah berhasil untuk mencapai tujuannya, yaitu menghancurkan hari pernikahan Dahayu, walau ia sendiri juga harus menanggung rasa malu yang begitu besar.“Papa, Arka, ayo kita pergi dari sini! Mama tidak mau berada di dalam satu ruangan yang sama lebih lama lagi bersama dengan para pembohong!”“Iya, Ma. Ayo kita pergi!”Dengan cepat Liana langsung menarik tangan Sang suami dan anaknya — ingin segera pergi dan kembali pulang ke rumah, tanpa meninggalkan belas kasihan sedikitpun pada Dahayu dan Inka."Ya Allah, ujian apa lagi ini? Kenapa sangat berat?" gumam Inka sembari menjatuhkan tubuhnya karena benar-benar sudah merasa lemasDan Dahayu yang melihat itu pun langsung bergegas untuk menghampiri Sang Ibu, "Astagfirullah, Bu. Ibu tidak apa-apa, kan?" tanyanya dengan panik"Seharusnya kamu sudah tahu apa jawaban yang akan Ibu berikan tanpa harus bertanya," saut Inka seakan-akan tak peduli dengan kekhawatiran Dahayu, "Dahayu, tega sekali kamu. Kamu sudah mempermalukan Ibu," lanjutnya“Jadi Ibu lebih percaya ucapan Mas Bima? Ibu lebih percaya dengan ucapan lelaki gila itu dibanding aku? Anak Ibu sendiri.”Dengan lemas Inka pun menggelengkan kepalanya, "Sudah, Ibu sudah tidak sanggup untuk berfikir lagi. Lebih baik kamu kejar suami dan mertua kamu, jelaskan semuanya kembali sampai mereka percaya."Dahayu yang mendapati perintah itu pun dengan cepat langsung menurutinya. Namun sebelum ia pergi untuk mengejar Arka dan kedua orang tuanya, ia terlebih dahulu melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bima — ingin memberikan sebuah hadiah yang tak kalah mengejutkan.“Dasar lelaki jahat!”Satu tamparan berhasil Dahayu daratkan kembali pada pipi mantan kekasihnya itu, namun lelaki itu hanya terdiam dan sama sekali tidak membalas perlakuan yang sudah Dahayu berikan, pun hal itu sendiri membuat Dahayu yang melihatnya langsung memutuskan untuk kembali melangkahkan kakinya.“Welcome home, Dahayu."Bima kembali menampilkan senyum kemenangan sembari menatap Dahayu yang semakin menjauh, lalu setelah itu ia melempar pandangnya ke arah Inka yang sedang duduk tak berdaya.“Jangan pernah kamu bermain-main dengan saya, Inka Athalia. Atau kamu akan tahu apa akibatnya!"***Sementara itu di tempat lain..."Ma, apakah kehidupanku dan Dahayu benar-benar harus berakhir sampai di sini?"Satu kalimat singkat itu berhasil Arka lontarkan pada Sang Mama, pun berhasil pula membuat yang mendengarnya merasa sangat kesal, "Plin-plan! Coba katakan satu kali lagi, Arka! Bodoh sekali kamu. Memangnya kamu mau menjadi seorang suami bagi wanita yang nyatanya juga sudah memiliki suami? Coba kamu fikirkan baik-baik, ingin diletakan dimana wajah Mama dan Papa? Kami malu, Arka, malu!”"Ma, tetapi sepertinya apa yang sudah Dahayu dan Bu Inka katakan tadi benar. Dahayu tidak akan mungkin melakukan hal bodoh seperti itu," balas Arka yang masih saja belum mau untuk menerima kenyataan yang ada, "Sepertinya lelaki bernama Bima itu sudah menjebak Dahayu, dan Arka sangat yakin kalau foto pernikahan itu juga hanya editan."“Mama tidak peduli, Arka. Mama dan Papa tetap tidak akan pernah mau untuk merestui hubungan kalian!” ungkap Liana dengan tegas, “Sudah, ayo naik ke mobil. Mama ingin cepat-cepat sampai di rumah,” lanjutnya“Ma, bukannya Arka ingin membela Dahayu, tetapi—”"Silakan saja kalau kamu memaksa, tetapi Mama akan memberikan dua pilihan. Kamu ingin memilih Mama dan Papa dengan cara menalak Dahayu, atau kamu tetap bersikeras untuk memilih Dahayu dengan resiko kehilangan Mama dan Papa. Silakan kamu pilih!"Akrka kembali terdiam, pilihan yang sulit, batinnya. Pria itu sama sekali tak bisa untuk memilih karena sangat tidak mungkin juga jika ia harus kehilangan Mama dan Papanya — dua orang yang sudah menjaga dan merawatnya sejak kecil, dua orang yang sangat berjasa di dalam hidupnya."Tentukan pilihan kamu sekarang, Arkatama. Fikirkan hal itu sebaik dan sematang mungkin karena—”“Sesak, dada Papa terasa sangat sakit dan sesak. Tolong…”Ucapan Liana terhenti karena tiba-tiba saja Sang suami mengeluh sembari memegang dadanya, sakit dan sesak katanya. Arka dan Liana yang melihat dan mendengar itu pun tentu merasa panik, terlebih lagi saat lelaki paruh baya itu menjatuhkan dirinya karena sudah tak sanggup untuk menahan rasa sakit.“Astagfirullah, Pak Yudhis? Ada apa ini, Mas, Bu? Apa yang sudah terjadi dengan Pak Yudhis?”Dahayu datang di waktu yang tepat, yang mana nyatanya ia masih mendapati keberadaan Arka dan kedua orang tuanya di halaman parkir, walau dengan kondisi yang tidak diharapkan."Untuk apa kamu datang ke sini? Pergi sana! Kami tidak membutuhkan kamu,” pinta Liana sembari mendorong Dahayu hingga terjatuh, “Arka, bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” lanjutnya pada Sang anak"Kita harus bawa Papa ke rumah sakit sekarang juga, Ma. Arka takut kalau kondisi Papa akan semakin parah,” jawab Arka“Baik kalau begitu, ayo kita pergi ke rumah sakit. Papa yang kuat ya,” ucap LianaLelaki paruh baya itu hanya bisa menganggukan kepalanya tanpa mengucap sepatah kata apa pun, sampai pada akhirnya ia memejamkan keduanya matanya dan tak sadarkan diri, membuat beberapa orang lain yang melihatnya langsung bergegas untuk memasukannya ke dalam mobil agar bisa dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin.“Mas Arka, apa aku boleh ikut untuk mengantar Pak Yudhis ke rumah sakit?”--- bersambung.Selamat membaca❤️ °° “Aku sangat khawatir dengan keadaan beliau, jadi tolong izinkan aku untuk ikut ya, Mas? Aku mohon.” Dahayu kembali mencoba untuk mengambil kepercayaan Arka, sementara Arka sendiri yang mendapati permintaan itu hanya bisa terdiam — merasa bingung, sampai pada akhirnya terdengar suara Liana dan berhasil untuk memecah keheningan antara keduanya."Arkatama, cepat! Untuk apa kamu masih melayani wanita pembohong itu? Untuk saat ini yang terpenting adalah Papa kamu, bukan dia!" protes Liana"I-iya, Ma." Mau tak mau Arka menuruti ucapan Sang Mama, lalu dengan cepat ia langsung bergegas untuk masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Dahayu begitu sajaLantas, bagaimana dengan Dahayu?Ya, wanita itu sendiri hanya bisa diam mematung — memperhatikan mobil mahal yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi, pun tak lama dari itu ada Inka yang datang menghampiri, membawa dan memeluknya ke dalam dekapan demi untuk saling menguatkan satu sama lain atas kejadian yang baru saja mereka
Selamat membaca❤️ °° "Bu, ini semua bisa terjadi karena Dahayu ya? Kepergian Pak Yudhis itu bisa terjadi karena Dahayu? Dahayu yang sudah membuat Pak Yudhis meninggal? Begitu ya, Bu?"Suasana duka benar-benar sudah berhasil menyelimuti hati Dahayu dan Inka dengan sangat baik, suara isak tangis dari keduanya pun juga mulai terdengar — memungkinkan para tetangga atau siapa saja yang sedang lewat di depan rumah mereka pasti akan merasa bingung dan terheran-heran."Tidak, Nak. Kepergian Pak Yudhis bukan sepenuhnya karena kesalahan kita, ini semua adalah takdir Allah. Memang sudah seperti ini jalannya, ketetapannya memang sudah seperti itu."Dengan perlahan Inka mencoba untuk memberikan pengertian pada Sang anak, namun lagi-lagi Dahayu kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, Bu, bukan seperti itu. Semua masalah ini bermula karena Dahayu, jadi Pak Yudhis pergi meninggalkan Mas Arka dan Bu Liana untuk selamanya ya karena Dahayu," tutur Dahayu, "Berarti memang benar ya dengan apa yang sudah
Selamat membaca❤️ °°"Pergi kalian dari hadapan saya dan anak saya! Kami sudah terlalu malas untuk berurusan dengan para pengkhianat seperti kalian. Manusia sok suci!""Astagfirullah, Bu Liana! Apa maksudnya? Kenapa Ibu menampar anak saya? Keterlaluan!"Ibu mana yang tak marah saat mendapati Sang anak disakiti oleh orang lain? Bahkan tepat di depan matanya, dan hal itulah yang kini sedang dirasakan oleh Inka.Pasalnya, ia sendiri sama sekali tak pernah menyakiti putri semata wayangnya itu, bahkan untuk memiliki niat saja rasanya tak mungkin. Tetapi, bagaimana dengan orang asing itu? Yang mana ia justru dapat dengan mudahnya meninggalkan bekas luka yang begitu besar. Tak hanya di fisik, tetapi juga di hati."Kamu yang nyatanya jahat, Bu Liana!" sambung Inka, masih mencoba untuk meluapkan rasa kesal di hatinya, "Bisa-bisanya kamu mengotori pipi anak saya dengan cara seperti itu, yang bahkan saya sendiri saja tidak pernah melakukannya!""Loh, bukankah kejahatan memang harus dibalas denga
Selamat membaca❤️ °° "Bima, hentikan! Jangan coba-coba untuk menyakiti anak saya atau saya akan melaporkan kamu pada pihak yang berwajib!""Ya, silakan, lakukan saja sesuka hati kalian. Tetapi ingat, saya tak berani menjamin kalau kalian bisa bertemu dengan Dahayu lagi setelah kalian melakukan hal itu."Inka menangis, hanya itu yang bisa ia lakukan. Air matanya mengalir dengan begitu deras, fikirannya pun juga sudah melayang jauh entah kemana — membayangkan akan jadi seperti apa dan bagaimana keadaan yang nantinya akan terjadi jika Bima benar-benar melakukan hal bodoh itu pada putrinya."Apa kamu belum puas, Bima? Belum puaskah kamu untuk menghancurkan hidup anak saya? Yang bahkan sekarang kamu juga memiliki niat untuk membunuhnya. Ada dimana hati kamu, Bimantara? Tega sekali, jahat!"Bima yang mendapati pertanyaan itu pun hanya terdiam, tak mau untuk menjawabnya dan justru memilih untuk mengarahkan senjata api yang ada di tangannya itu ke arah langit, sebelum pada akhirnya terdengar
Selamat membaca❤️ °° “Cukup, hentikan!"Dahayu, Inka, dan Liana yang mendapati keributan itu pun tentu merasa takut, namun dengan cepat mereka mencoba untuk memisahkan dua lelaki itu dari petarungan yang cukup sengit, yang mana Dahayu dan Inka langsung menjauhkan Bima dari Arka, sementara Liana langsung menarik dan membawa Arka ke dalam pelukannya."Cukup, Arka. Hentikan! Mama tidak mau kamu terluka hanya karena perbuatan bodoh lelaki itu," ucap Liana"Tetapi lelaki itu sudah menyakiti hati dan fisik Dahayu, Ma. Aku harus membalasnya!" saut Arka dengan arah tatap yang masih saja ia tujukan pada Bima, tentu dengan deruan nafas yang menggebu-gebu, "Aku tidak terima!""Kenapa harus tidak terima? Toh, saya melakukan hal itu demi kebaikan Dahayu agar dia tidak terjebak ke dalam permainan yang sudah anda buat!" balas Bima, lalu ia menepis tangan Dahayu dan Inka dengan kasar, "Seharusnya anda bisa menggunakan otak anda dengan baik, Bapak Arkatama Maheswara.""Apa saya tidak salah dengar? La
Selamat membaca❤️ °°"Aku sangat mencintaimu, Dahayu. Sungguh, tolong maafkan aku, tolong maafkan semua kesalahanku.""Aku tidak pernah marah atau bahkan menaruh rasa benci di dalam hati dan diriku terhadap kamu, Mas. Kamu tidak salah, jadi tidak ada alasan bagiku untuk membenci kamu. Tidak ada yang perlu untuk dimaafkan, ya?""Terima kasih banyak, Dahayu."Dahayu menganggukan kepalanya, sebelum pada akhirnya Arka melepas pelukan itu dan mengalihkan pandangnya ke arah Inka. Ya, lelaki itu ingin meminta maaf pada Inka karena sudah berani untuk berkata kasar dan menuduhnya kemarin, yang bahkan sampai tadi saat mereka belum tahu jika nyatanya semua kesalahan dan permasalahan berasal dari Bima."Bu Inka, maafkan Arka dan Mama ya? Maaf karena kami sudah berkata dan menuduh hal yang tidak-tidak," ucap Arka diakhiri dengan meraih tangan Inka dengan maksud untuk bersalaman, "Maaf atas ketidaksopanan kami, maaf sudah membuat Bu Inka dan Dahayu merasa sakit hati karena perkataan kami.""Iya, Ar
Selamat membaca❤️ °°"Nak, sudah ya? Ikhlaskan, mungkin kamu dan Arka memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Ibu yakin jika suatu saat nanti kamu pasti akan menemukan pasangan hidup yang lebih baik dari Arka, lelaki yang mau menghargai dan menghormati kamu sebagai perempuan."Dahayu yang mendengar nasihat baik dari Sang Ibu pun hanya bisa menganggukan kepalanya, lalu ia memejamkan matanya sejenak sembari mengatur nafasnya setelah mendapati mobil Arka yang sudah mulai pergi untuk meninggalkan tempat itu."Bu, janji ya? Janji untuk jangan pernah pergi meninggalkan Dahayu. Dahayu sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Ibu, hanya Ibu yang bisa memberikan semangat baru untuk hidup Dahayu. Dahayu butuh Ibu," pinta Dahayu"Iya, sayang. Ibu tidak akan pernah pergi meninggalkan kamu," balas Inka dengan senyumannya, lalu ia meletakan tangannya pada dada Dahayu dan mengusapnya dengan lembut, "Ibu akan selalu ada di sisi kamu," lanjutnya"Terima kasih, Bu. Dahayu sayang Ibu," ucap DahayuKed
Selamat membaca❤️ °° "Dahayu, aku tahu kalau hal ini sangat berat bagi kamu karena aku sendiri juga pernah mengalaminya. Kehilangan orang yang kita sayang itu memang sangat menyakitkan, tetapi aku yakin kalau kamu bisa dan mampu untuk melewati semuanya dengan baik. Kamu perempuan hebat, Yu."Kalimat itu berhasil untuk menyapa rungu Dahayu dengan sangat baik — halus dan lembut, penuh dengan perhatian, membuat yang mendengarnya merasa lebih tenang dan damai, walau tak bisa dipungkiri jikalau nyatanya rasa sedih yang ada tak akan mungkin bisa hilang dalam kurun waktu yang cepat.Semua butuh proses, begitu pula dengan Dahayu."Mas Arka?!" Dahayu cukup tersentak saat dirinya sudah mengetahui siapa orang yang sudah mengatakan hal itu padanya, lalu ia melempar arah pandangnya ke sisi lain — mendapati adanya keberadaan Liana yang sedang berdiri sembari memalingkan wajahnya, "Bu Liana?" lanjutnya"Hm..." Liana merespon ucapan Dahayu tanpa melihat ke arah yang bersangkutan, "Jangan terlalu lam
Selamat membaca❤️ °° “Aku dan Jeenara pamit ya, Mas. Terima kasih karena sudah mengantar kami. Oh, iya. Tolong titipkan salamku pada Bu Liana ya, sampaikan juga permintaan maafku padanya—” “Mama sudah tidak ada, Yu. Mama sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu karena jatuh di kamar mandi, dia terpeleset. Dokter berkata kalau Mama mengalami serangan jantung.”Lagi, Dahayu kembali dikejutkan dengan pernyataan Arka, ia benar-benar tak menyangka jikalau ternyata wanita paruh baya yang selalu membencinya itu kini sudah tiada.“Innalillahi, ya Allah. Turut berduka cita ya, Mas. Maaf, a-aku tidak tahu tentang hal itu,” ucap Dahayu“Tidak perlu minta maaf, tidak apa-apa, karena itu memang bukan hal penting yang harus kamu ketahui. Iya, kan?” balas Arka sembari menundukan kepalanya, “Hm... Oh, iya. Ta-tapi ada satu hal penting yang harus kamu ketahui. Tepat sehari sebelum Mama pergi, dia berkata padaku kalau katanya dia rindu kamu, ingin bertemu dan juga minta maaf. Ingin sekali rasanya dia
Selamat membaca❤️ °° 8 Tahun kemudian… “Sayang, kamu dan Jeenara sudah berangkat belum? Sekali lagi aku minta maaf ya karena tidak bisa jemput kalian, ada meeting mendadak sampai jam 12 siang dengan team. Tapi kalian tenang saja ya, aku akan langsung pergi menyusul ke sana setelah meetingnya selesai. Plaza Indonesia, kan?”(Jeenara, dibaca ; Jinara). “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Aku dan Jeenara sudah siap, kami hanya tinggal menunggu taksi onlinenya datang, sepertinya sebentar lagi. Oh, iya, Mas. Anakmu ini bawel sekali, katanya sudah tidak sabar untuk bermain di tempat bermain. Sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Papa juga katanya.” “Aduh, manisnya anak Papa. Ya sudah, kalau begitu sampai bertemu nanti ya. Kabari aku terus, Ma.” “Oke, Papa sayang. Sampai bertemu nanti ya! Jeenara and Mama loves you.” “Papa loves you two too, sayang-sayangnya Papa. Hati-hati di jalan ya, see you.” Sambungan telepon keduanya pun berakhir, dan kebetulan pula taksi online yang ditunggu sudah datan
Selamat membaca❤️ °° “Sekarang aku harus apa? Aku merasa seperti tidak memiliki arah dan tujuan. Aku hilang tanpa tahu ingin pergi kemana.” Hampa, itu yang sekiranya sedang dirasakan oleh Arkatama Maheswara. Baginya, semua telah menghilang — semuanya tak lagi sama, tak ada lagi rasa kasih sayang dan cinta tulus yang menyelimuti hatinya. Melindungi dirinya dari kejamnya kenyataan di dunia.Rumahnya itu kini sudah tiada, tempat ternyaman untuknya pulang dan mengadu itu kini sudah pergi meninggalkannya. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat sunyi sepi, bahkan ia merasa jikalau dirinya sudah tak lagi berguna untuk siapa pun — termasuk dirinya sendiri.Rasa bersalah yang ada pun sudah berhasil menghantuinya. Namun, ia bisa apa selain pasrah? Semuanya sudah terjadi. Ingin marah? Tentu saja, ingin sekali. Namun dengan siapa?“Kamu marahi saja dirimu sendiri, Arkatama! Apa kamu tak sadar kalau kamu itu bodoh? Bodoh karena sudah melepas wanita yang begitu sempurna seperti Dahayu. Kamu bod
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu benar-benar hamil. Dan pertanyaanku hanya satu, bagaimana nasib hidupnya dengan Sang anak nanti? Tidak mudah kalau mereka hanya harus hidup berdua tanpa ada sosok suami dan juga Ayah yang menemaninya. Wah, lelaki itu memang sangat keterlaluan! Gila dan tidak memiliki hati. Bisa-bisanya dia melakukan hal setega ini pada Dahayu.” Rakyan menghela nafasnya sembari memejamkan mata — untuk mengatur emosi yang saat itu sedang ia rasakan, lalu setelahnya ia menoleh ke belakang, mengarahkan tatapnya ke arah Dahayu yang sedang berbaring di kasur periksa.Lemas, begitulah keadaan Dahayu yang bisa Rakyan lihat.Ya, saat itu Dahayu masih dibiarkan berbaring di atas kasur periksa dengan infus yang tersambung ke tangannya — hal yang memang sengaja dilakukan karena keadaannya saat itu masih lemah, Dokter yang menyuruhnya untuk menjaga kondisi tubuhnya ; agar tidak kembali menurun.“Kandungan Bu Dahayu saat ini sudah memasuki usia enam minggu ya, Pak. Dan alhamdulillah
Selamat membaca❤️ °° “Mas Rakyan, jadi orang yang selalu membersihkan makam Ibu dan menaburkan bunga di atasnya itu kamu?” “Iya, Dahayu. Aku yang melakukannya.” Ya, dia orangnya. Rakyan Pradana.Kalian masih ingat dengan lelaki itu, kan? Jika lupa, sini, biar aku bantu ingatkan kembali.“Terima kasih banyak sebelumnya, Mas. Tetapi saya tidak— Loh? Mas Rakyan? Kamu Rakyan Pradana, kan?”“Iya benar, saya Rakyan. Tunggu, kamu Dahayu ya? Dahayu Ishvara alumni Universitas Indonesia jurusan Sastra, kan?”“I-iya, benar itu aku.”“Wah, kenapa bisa kebetulan begini ya? Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bertemu lagi. Omong-omong kamu masih ingat denganku, Yu? Suatu kehormatan besar ini namanya.”“Bisa saja kamu, Mas. Lagi pula ya, sepertinya mustahil kalau aku lupa dengan kamu. Rakyan Pradana. Bayangkan, hanya dengan mendengar namanya saja aku bisa ingat betapa seringnya lelaki itu untuk mencari masalah dengan Pak Yugi karena tidak pernah masuk ke dalam kelasnya. Betul, tidak?”Ya, lel
Selamat membaca❤️ °° “Kamu tidak salah dengar, Mas. Nama lelaki itu Kaivan Daffa, dan dia adalah Kakak sepupuku. Dia yang sudah membantu aku selama beberapa hari terakhir ini, bahkan dia juga yang sudah menolongku dari keterpurukan, menolongku agar aku tetap bangkit dan sembuh dari luka yang cukup membekas. Walau nyatanya tidak mudah, sangat sulit dan menyakitkan hati.” “Dahayu, maaf. A-aku tidak tahu, maaf. Sekarang aku ulangi pertanyaanku, ya? A-apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku? A-apa kamu benar-benar ingin bercerai? Tolong fikirkan itu lagi, Yu. Jangan gegabah, kita hanya butuh waktu untuk bicara dan menenangkan hati serta fikiran.” Nyatanya, Arka kepalang malu. Rasa malu itu sudah berhasil menyelimuti dirinya, pun merasa tak enak hati karena sudah menuduh Dahayu — tanpa bukti. Hingga akhirnya ia kembali mengulang apa yang sudah ditanyakan, dengan harap bisa mendapati jawaban yang berbeda. “Dahayu, coba lihat aku. Me-memangnya kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Kam
Selamat membaca❤️ °° Kaivan Daffa… Ya, Kaivan Daffa — sebuah nama yang memiliki makna pria tampan nan penuh dengan kehangatan, yang mana nama itu sendiri juga benar-benar menjadi doa atas harapan dan permintaan yang terkabul.Sesuai dengan arti dari namanya ; lelaki bernama Kaivan itu sangat tampan, pun juga hangat, sehingga membuat siapa saja yang berada di dekatnya menjadi nyaman — termasuk Dahayu.Namun dalam kisah ini kalian tak boleh salah menyangka — seperti Arka, karena nyatanya lelaki itu adalah Kakak sepupu Dahayu — anak dari Kakak Sang Ibu ; Inka. Umur mereka pun tak jauh dan hanya terpaut usia 2 tahun saja, namun Kaivan sangatlah dewasa dan pantas untuk disebut sebagai Kakak.Dan dialah — lelaki yang bertemu dengan Dahayu di taman dekat rumah sakit.Flashback On Dahayu terus menangis, air mata itu terus mengalir — tanpa henti dan bahkan semakin deras. Sebenarnya Dahayu malu, tapi rasa sesak itu sudah tak mampu untuk ia tahan, hingga tiba-tiba ada seorang lelaki yang dat
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu, apa kamu sudah yakin dengan keputusan itu? Apa kamu benar-benar ingin melakukannya? Tolong fikirkan lagi, Yu. Apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku?” “Iya, Mas Arka. Aku yakin, masih sama yakinnya seperti dulu aku memutuskan untuk menikah dengan kamu, pun di saat aku memutuskan untuk kembali setelah kamu menalak aku. Ini bukan hanya keputusan semata, tetapi aku benar-benar ingin melakukannya.” Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pukul 11.00 WIB. Hari ini — di salah satu tempat yang dapat dikatakan cukup menyeramkan bagi sepasang suami istri, yaitu ; Pengadilan Agama, ada Arka dan juga Dahayu yang nyatanya kembali bertemu setelah hampir melewati hari yang cukup panjang, yang mana saat itu keduanya sedang berada di salah satu lorong kosong yang ada di sekitaran tempat itu.Flashback On “Dahayu, aku tidak bisa hidup tanpamu. Bagaimana ini? Aku tak mau cerai, yang aku mau adalah hidup bahagia dengan kamu. Aku sangat membutuhkan kamu, sayang. Kembal
Selamat membaca❤️ °° Assalamualaikum, Mas Arka sayang… Bersamaan dengan surat ini, aku — Dahayu Ishvara, istrimu, ingin mengucapkan serta mengutarakan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada kamu, suamiku. Terima kasih untuk segalanya ya, Mas. Terima kasih banyak karena kamu sudah pernah hadir ke dalam hidupku. Terima kasih banyak atas tiap-tiap warna nan indah yang sudah kamu goreskan di atas kertas polos kehidupanku. Mas Arka sayang… Mungkin perpisahan ini akan terasa begitu menyakitkan hati dan diri kita, tapi aku yakin akan menjadi lebih menyakitkan lagi kalau kita tetap memaksa untuk terus bersama.Mas, bila nyatanya kita berdua — aku dan atau kamu sudah tak bisa untuk saling mencintai lagi, maka percayalah kalau semua ini hanya akan lebih menyiksa lagi. Dan ada satu hal yang ingin aku sampaikan. Pasti akan ada waktu dimana orang yang awalnya sabar berubah menjadi jengkel, orang yang awalnya peduli berubah menjadi segan, bahkan orang yang setia akan berubah menjadi khi