Keinara terbangun dari mimpi anehnya, tampak Vanya dan Yura mengelilingi tubuhnya. Terlihat dari jendela, hari sudah mulai gelap dan teringat bahwa mereka akan kembali ke rumah itu sekarang. "Kamu baik-baik aja kan, Kei?" Pertanyaan Yura menggambarkan betapa ragunya ia kembali ke rumah itu."Saya baik-baik aja, Bu." Gadis itu turun dari ranjang, berdiri dengan sempoyongan dan hampir jatuh. Serasa ruangan kamar bergoyang padahal hanya terdiam. Vanya menggandeng tanganya dan kembali menanyakan hal yang sama seperti ibunya. "Kak Kei yakin mau ke rumah itu?" Mendengar pertanyaan itu, seketika Keinara terdiam, teringat akan perkataan Kiyo di alam bawah sadarnya. "Bu, antarkan saya ke rumah Tuan Freddy.""Ha?" pekik Yura saat mendengar permintaan Keinara yang tiba-tiba. Ia justru bingung bagaimana gadis itu mengenal nama Freddy, tapi Yura dapat melihat sorot mata serius Keinara. ***Seorang pria kaya itu hanya terduduk di ranjang dengan selimutnya, tampak barang-barang di kamar berce
"Bunuh dia~"Vanya mendengar dengan jelas suara Kiyo yang meminta pengasuhnya untuk membunuh Freddy. Keinara melemparkan sebuah belati ke arah pria itu, tapi lemparannya meleset. Belati itu tertancap di dinding, sedang tubuh Freddy selamat meski tubuhnya gemetar. Dalam ingatannya, ia melihat Keinara sebagai gadis kecil cantik berambut pirang dan kini ia tak menyangka gadis itu sudah dewasa. "Katakan! Anda yang membunuh Kiyo, 'kan?" Suara Keinara menggema memecah keheningan, matanya tajam memandang pria kaya itu. Langkahnya sedikit maju menghampiri Freddy, sedangkan itu Yura dan Vanya menghentikannya. Mulut gadis itu terus berbicara mengeluarkan fakta yang selama ini tak diketahui banyak orang, bahkan tentang rumah yang selama ini ditinggali oleh Yura dan anaknya. "Kamu datang membuat kehancuran!" ujar Freddy menuding Keinara. Namun gadis itu hanya tertawa lepas, ia balik menyerang pria itu dan mencekiknya begitu kuat. Pelayan dan Yura segera memisahkan mereka, melepaskan Freddy
Keinara benar-benar larut dalam kenikmatan semu itu, sedang Kiyo terus menggerayangi tubuhnya. Memeluk tubuhnya dengan erat, sentuhannya begitu lembut. Hujan menambah dingin hawa di sekitar, tapi panas di atas ranjang. Mata gadis pengasuh itu perlahan mengerjap, tapi ia sangat sulit membukanya. Sampai ia mencoba hingga perlahan kelopak matanya perlahan pergerak, membuka pengelihatan matanya. "Aaaaaaaaaaa!" Keinara berteriak. Teriakannya terdengar oleh Yura dan Vanya, dirinya merasa cemas. Segera wanita itu berlari menuju ke kamar pengasuh anaknya, tapi hal aneh terjadi saat ia mencapai lantai kedua rumahnya. Suasana berubah gelap dan tampak beberapa akar pohon menjalar.Ia tak bisa lagi melangkah mundur, Yura menembus semua itu. Sementara itu, Vanya juga kehilangan arah kemana ibunya melangkah. Pada akhirnya ia hanya bisa menangis. Berjalan sambil memeluk bonekanya, melihat semua ruangan di rumahnya tiba-tiba berubah menjadi hutan belantara. Langkah kaki menginjak tanah dan dedaun
Seorang gadis kecil yang terduduk di bawah pohon menarik perhatian Lian dan Zein. Mereka mendekat dengan perlahan, tubuh gadis kecil yang sangat mirip dengan Vanya, tapi Lian justru tak semudah itu percaya. "Vanya." Pria itu memanggil nama putrinya dan sang gadis kecil menoleh ke arahnya. "Papa?" Vanya berangsur memeluk sang ayah. Tangis haru mereka bertemu, masih tak percaya bahwa yang dihadapannya adalah ayahnya. "Vanya, kamu kenapa di sini?" Lian bersimpuh di depan anaknya yang tengah bersedih."Aku gak tahu, Pa. Tadi aku ngejar mama, tapi aku malah di sini," jawab gadis kecil ini. "Semua ini adalah perbuatan Kiyo, Lian. Dia hanya ingin menyingkirkan kalian agar bisa bersama dengan Keinara." Ki Jatmika datang menghampiri mereka, matanya menyipit memandang sekeliling. Dendam Kiyo sudah terbalaskan, tapi bukan hanya itu yang ia inginkan. Pemuda yang kini tak tenang arwahnya itu menginginkan Keinara. "Lalu kita harus bagaimana?" tanya Lian yang merasa cemas dengan keluarganya.
***Langkah Yura terseok menaiki bukit. Wanita itu merangkak menuju ke ujung, ia tak tahu dimana dirinya sekarang. Bertahan hanya dengan memakan dedauan dan hewan liar bukanlah masalah, yang penting tujuannya tercapai. Sejenak ia duduk di bawah pohon besar menghela napasnya sejenak lalu terlelap. Namun ia kembali terbangun karena mendengar suara seperti buah kelapa jatuh. Sang ibu muda berdiri untuk mengambil buah kelapa yang jatuh, ia berharap buah itu akan menjadi pelepas dahaganya. Diambilnya buah kelapa itu lalu diangkatnya. Ia pikir itu adalah benar kelapa, tapi Yura salah mengira. Yang ia angkat adalah sebuah kepala manusia yang tersenyum padanya. "AAAAAAAA!" teriak Yura seraya melempar kepala aneh itu. Tawa dari kepala menggelinding itu begitu nyaring dan bukan hanya satu buah kepala saja. Ribuan kepala manusia tertawa seakan mengepungnya. Yura kembali berlari melihatnya. Terus berlari menembus kegelapan, lagi-lagi kakinya digenggam oleh sosok tangan yang dingin menyembul
Langkah Yura perlahan mundur, kembali ia berlari. Meski sekencang apapun, tapi Keinara seperti mengikutinya. Gadis itu ada dimana-mana, tapi ia yakin bahwa mereka bukanlah yang ia cari. Sampai larinya harus terhenti tatkala melihat Keinara terbaring dalam balutan akar yang memeluknya dan di sampingnya sosok Kiyo begitu dekat dengan tubuh gadis itu. Sosok itu memeluk Keinara seakan tak mau melepaskan dekapannya. Sentuhan jari dengan kuku yang panjang itu begitu lembut. "Lepaskan anak angkat saya!" seru Yura pada Kiyo. Mendengar itu, hantu pemuda dengan rupa menyeramkan dan rambut gondrong panjang itu membalasnya dengan tawa yang menggema sampai tanah yang dipijak bergetar. "Kamu ingin mengambilnya? Tidak akan! Dia hanya milik saya!" "Saya mohon, lepaskan dia." Yura mulai frustasi, terus memohon pada sosok itu. Tangisannya begitu sendu, melihat kembali ke batang pohon tempat dimana tubuh Keinara terlilit oleh pohon dan dia sudah menghilang. ***Vanya terbangun di malam gelap, ia
"Siapa yang datang malam-malam beginu?" gumam Lian seraya berdiri dari ranjang, sedang Vanya menyusul di belakang. Terdengar suara Yura dari luar yang seakan meminta bantuan. Zein ikut terbangun, ia bertanya tentang siapa yang datang. Ketika mendengar suara9 ibunya, Vanya mulai berteriak memanggilnya. "Mama!""Vanya?" Yura seperti mendengar suara putrinya di dalam. Tepat saat itu, pintu terbuka dan terlihat wajah Yura yang tampak kusam membuat Lian berkaca. Kedatangan ibu muda itu kini disambut suami dan anaknya, begitu pula Zein yang tak menyangka Yura akan selamat. "Kenapa bisa kamu ada di sini, Ma?""Aku gak tahu, Pa. Awalnya aku dengar Keinara berteriak dan aku gak tahu kenapa aku bisa di sini." Senyap seketika menjalar, segera Lian mengajak masuk Yura agar wanita itu bisa tenang. Malam yang semakin larut itu perlahan membawa angin segar pagi, meski terlihat buta tapi setidaknya suasana terang sebentar lagi akan tiba. Antara baik dan buruk, tapi di pagi subuh mereka tak mend
***Jauh sebelum semua hal aneh itu terjadi, kala semua terlihat masih sangat muda. Dua anak kecil bermain dengan riang gembira, bercanda tawa sambil bermain ayunan. "Den, langit sebentar lagi mendung. Sebaiknya Den Kiyo cepat masuk." Seorang pria tua menghampiri dua anak itu. "Sebentar, Paman. Aku masih ingin main lagi." "Tapi benar kata Paman Jatmika. Sebaiknya aku pulang saja." Seorang gadis kecil cantik jelita itu merasa sangat cemas sembari melihat langit. Ia berpamitan pada sang paman dan juga sahabatnya. Baju dengan rok terusan serba putihnya berkibar membuat Kiyo kecil larut dalam lamunan, senyum gadis itu begitu manis di pandangan matanya. "Tuh, Non Keinara saja patuh pada orangtuanya. Sebaiknya cepat masuk, Den. Tuan dan Nyonya sebentar lagi akan pulang," ucap pria itu yang ternyata adalah Ki Jatmika kala raganya masih sangat kuat untuk bekerja. Mau tak mau, Kiyo kecil harus menuruti perintah dadi Ki Jatmika. Kaki kecilnya melangkah memasuki pintu sampai tak lama huja
***Vanya terduduk di teras memandangi langit yang sendu, sedang Yura mencari kayu bakar di halaman belakang. Gadis kecil itu memandang sekitar sambil berharap dirinya bisa pulang. Dari kejauhan seperti ia mendengar suara Keinara yang menjerit, gadis kecil itu menoleh cepat. Ia beranjak untuk mengikuti asal suara itu. "Vanyaaa!" Yura menyadari itu, bergegas dirinya mengikuti sang anak.Suara teriakan Keinara begitu jelas terdengar, Vanya yakin sang pengasuh berada di hutan yang sama. Namun lama mencari dirinya tak menemukannya dan suara itu semakin lama semakin menjauh. Yura segera menarik tangan putrinya dan berlari menjauh dari tempatnya berdiri. "Vanya, apa yang kamu lakukan? Tidak ada Kak Kei di sini, itu hanya ilusi!" Gadis kecil itu menunduk karena menyesal, tapi amarah Yura segera mereda dan bergegas membawa Vanya keluar dari tempat itu. *Keinara masih membeku, ia terduduk berteduh sembari melindungi bayinya dari tangan-tangan dingin yang menyembul keluar dari dalam tanah
"Aku hanya ingin mengulangi masa dimana kita bersama, aku hanya ingin itu! Kamu tidak boleh mengelak!" Keinara memandang Kiyo dengan berkaca-kaca. Sejujurnya, ia masih mencintai pemuda yang telah lama tiada, tapi dia sadar bahwa dunia mereka berbeda. Anak yang ia lahirkan dari benih sesosok hantu biar dirinya yang merawat, tak ingin jika Kiyo yang mengambilnya. Namun bagaimana pun Kiyo sekarang telah menjadi sosok yang kejam, dia harus dihindari. "Tolong kembalikan mereka, Kiyo." "Aku akan mengembalikan mereka jika kamu mau ikut bersamaku."Suatu pilihan yang sangat sulit baginya, tapi dia harus melakukan ini demi menyelamatkan keluarga Vanya. Ia meminta untuk Kiyo menunggunya sampai dirinya siap menjadi pendamping pemuda itu di alam gaib. "Baiklah, aku akan memberimu waktu. Namun kau harus kembali?""Iya, tapi beri aku kebebasan meski hanya sesaat. Aku ingin berkeliling berdua dengan anak kita."Mata binar Keinara membuat Kiyo terdiam, pandangan itu membuatnya teringat kembali p
Lian menoleh ke arah istrinya yang sudah sangat kecewa. Ada bulir menetes dari netranya. "Kamu masih saja seperti dulu." "Sayang, bukan maksudku menyakitimu!" ujar Lian memohon. "Kamu bahkan tidak mau mendengarkan apa yang aku minta dan sekarang kamu tak percaya sama ceritaku."Lian hanya terdiam dan sang istri mulai bertindak. Ia segera membawa Vanya dan akan mencari Keinara lalu membawanya pulang. "Tunggu, Yur!" seru Lian menghalangi Yura. "Biarkan aku pergi!" Wanita itu tetap ingin meninggalkan Lian. Hal yang sama terjadi kembali, pertengkaran Lian dan Yura tiba di tempat dan waktu yang tak tepat. Pria itya sadar apa yang ia lakukan, ia tak bermaksud untuk tak percaya pada Yura."Tunggu sebentar!""Untuk apa, Pa? Sudah kesekian kalinya begini. Sekarang apalagi?!"Suasana mendadak hening menyisakan penyesalan Lian, sedang Yura masih dibara oleh api kemarahan. Dia bersikeras untuk keluar dari rumah bersama Vanya dan mencari keberadaan Keinara meskipun itu mustahil. "Ok, ok, ak
***Gangguan gaib yang membuat Freddy begitu gila, emosinya begitu tak stabil dan penuh dengan halusinasi. Bahkan pagi ini, dia dihantui oleh kejadiannya di masa lalu. Tatapannya begitu takut, tapi ia tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk merampas rumah itu. Beberapa karyawan yang bekerja untuk merubuhkan rumah itu kini bergerak. Freddy juga tidak hanya merampas rumah untuk diratakan, tapi juga melenyapkan semua keluarga Lian berserta Keinara. Kakinya harus segera melangkah, menemui para karyawannya untuk segera bekerja. Mereka bergegas mendatangi kediaman yang kini dijaga oleh sesuatu yang menyeramkan. Dengan terpincang kakinya, Freddy melangkah menapaki tanah. Sebuah pertanyaan besar selalu berada di sekitar kepala semua orang, apa yang terjadi pada pria kaya yang membuat kakinya berjalan terseok pincang. Sudah banyak dokter yang menanganinya, tapi semua itu sia-sia. Kaki kanannya serasa diremas kuat oleh sebuah tangan besar, rasa dingin di sekitar begitu terasa. Fredd
***Jauh sebelum semua hal aneh itu terjadi, kala semua terlihat masih sangat muda. Dua anak kecil bermain dengan riang gembira, bercanda tawa sambil bermain ayunan. "Den, langit sebentar lagi mendung. Sebaiknya Den Kiyo cepat masuk." Seorang pria tua menghampiri dua anak itu. "Sebentar, Paman. Aku masih ingin main lagi." "Tapi benar kata Paman Jatmika. Sebaiknya aku pulang saja." Seorang gadis kecil cantik jelita itu merasa sangat cemas sembari melihat langit. Ia berpamitan pada sang paman dan juga sahabatnya. Baju dengan rok terusan serba putihnya berkibar membuat Kiyo kecil larut dalam lamunan, senyum gadis itu begitu manis di pandangan matanya. "Tuh, Non Keinara saja patuh pada orangtuanya. Sebaiknya cepat masuk, Den. Tuan dan Nyonya sebentar lagi akan pulang," ucap pria itu yang ternyata adalah Ki Jatmika kala raganya masih sangat kuat untuk bekerja. Mau tak mau, Kiyo kecil harus menuruti perintah dadi Ki Jatmika. Kaki kecilnya melangkah memasuki pintu sampai tak lama huja
"Siapa yang datang malam-malam beginu?" gumam Lian seraya berdiri dari ranjang, sedang Vanya menyusul di belakang. Terdengar suara Yura dari luar yang seakan meminta bantuan. Zein ikut terbangun, ia bertanya tentang siapa yang datang. Ketika mendengar suara9 ibunya, Vanya mulai berteriak memanggilnya. "Mama!""Vanya?" Yura seperti mendengar suara putrinya di dalam. Tepat saat itu, pintu terbuka dan terlihat wajah Yura yang tampak kusam membuat Lian berkaca. Kedatangan ibu muda itu kini disambut suami dan anaknya, begitu pula Zein yang tak menyangka Yura akan selamat. "Kenapa bisa kamu ada di sini, Ma?""Aku gak tahu, Pa. Awalnya aku dengar Keinara berteriak dan aku gak tahu kenapa aku bisa di sini." Senyap seketika menjalar, segera Lian mengajak masuk Yura agar wanita itu bisa tenang. Malam yang semakin larut itu perlahan membawa angin segar pagi, meski terlihat buta tapi setidaknya suasana terang sebentar lagi akan tiba. Antara baik dan buruk, tapi di pagi subuh mereka tak mend
Langkah Yura perlahan mundur, kembali ia berlari. Meski sekencang apapun, tapi Keinara seperti mengikutinya. Gadis itu ada dimana-mana, tapi ia yakin bahwa mereka bukanlah yang ia cari. Sampai larinya harus terhenti tatkala melihat Keinara terbaring dalam balutan akar yang memeluknya dan di sampingnya sosok Kiyo begitu dekat dengan tubuh gadis itu. Sosok itu memeluk Keinara seakan tak mau melepaskan dekapannya. Sentuhan jari dengan kuku yang panjang itu begitu lembut. "Lepaskan anak angkat saya!" seru Yura pada Kiyo. Mendengar itu, hantu pemuda dengan rupa menyeramkan dan rambut gondrong panjang itu membalasnya dengan tawa yang menggema sampai tanah yang dipijak bergetar. "Kamu ingin mengambilnya? Tidak akan! Dia hanya milik saya!" "Saya mohon, lepaskan dia." Yura mulai frustasi, terus memohon pada sosok itu. Tangisannya begitu sendu, melihat kembali ke batang pohon tempat dimana tubuh Keinara terlilit oleh pohon dan dia sudah menghilang. ***Vanya terbangun di malam gelap, ia
***Langkah Yura terseok menaiki bukit. Wanita itu merangkak menuju ke ujung, ia tak tahu dimana dirinya sekarang. Bertahan hanya dengan memakan dedauan dan hewan liar bukanlah masalah, yang penting tujuannya tercapai. Sejenak ia duduk di bawah pohon besar menghela napasnya sejenak lalu terlelap. Namun ia kembali terbangun karena mendengar suara seperti buah kelapa jatuh. Sang ibu muda berdiri untuk mengambil buah kelapa yang jatuh, ia berharap buah itu akan menjadi pelepas dahaganya. Diambilnya buah kelapa itu lalu diangkatnya. Ia pikir itu adalah benar kelapa, tapi Yura salah mengira. Yang ia angkat adalah sebuah kepala manusia yang tersenyum padanya. "AAAAAAAA!" teriak Yura seraya melempar kepala aneh itu. Tawa dari kepala menggelinding itu begitu nyaring dan bukan hanya satu buah kepala saja. Ribuan kepala manusia tertawa seakan mengepungnya. Yura kembali berlari melihatnya. Terus berlari menembus kegelapan, lagi-lagi kakinya digenggam oleh sosok tangan yang dingin menyembul
Seorang gadis kecil yang terduduk di bawah pohon menarik perhatian Lian dan Zein. Mereka mendekat dengan perlahan, tubuh gadis kecil yang sangat mirip dengan Vanya, tapi Lian justru tak semudah itu percaya. "Vanya." Pria itu memanggil nama putrinya dan sang gadis kecil menoleh ke arahnya. "Papa?" Vanya berangsur memeluk sang ayah. Tangis haru mereka bertemu, masih tak percaya bahwa yang dihadapannya adalah ayahnya. "Vanya, kamu kenapa di sini?" Lian bersimpuh di depan anaknya yang tengah bersedih."Aku gak tahu, Pa. Tadi aku ngejar mama, tapi aku malah di sini," jawab gadis kecil ini. "Semua ini adalah perbuatan Kiyo, Lian. Dia hanya ingin menyingkirkan kalian agar bisa bersama dengan Keinara." Ki Jatmika datang menghampiri mereka, matanya menyipit memandang sekeliling. Dendam Kiyo sudah terbalaskan, tapi bukan hanya itu yang ia inginkan. Pemuda yang kini tak tenang arwahnya itu menginginkan Keinara. "Lalu kita harus bagaimana?" tanya Lian yang merasa cemas dengan keluarganya.