Lima Bulan Kemudian ....Setelah lika liku kehidupan yang dialami oleh Aisyah serta ujian dan cobaan yang menerpa hubungan percintaannya, akhirnya Aisyah memutuskan untuk menerima pinangan Alex.Hari ini adalah hari yang paling sakral bagi dirinya karena ia akan dipersunting oleh lelaki yang insyaallah lebih baik dan sholeh daripada mantan suaminya."Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Marisa binti Abdul Rahman dengan emas seberat 24 karat dan seperangkat alat solat dibayar tunai!""Bagaimana para saksi?""SAH!"Suasana menjadi penuh haru, para tamu undangan serta keluarga besar menitikkan air mata haru mendengar suara Alex yang sangat lantang mengucapkan janji suci pernikahan.Aisyah yang masih berada dikamar dengan ditemani oleh Riska dan MUA tersenyum haru, baginya ini memang bukan pernikahan yang pertama, namun kali ini rasanya penuh haru dan terasa sangat bahagia, ia berharap ini adalah pernikahan yang terakhir."Selamat Sayang, semoga sakinah mawaddah warahmah ya." Riska memel
"Pagi Sayang, tidurnya nyenyak?" sapa Mama ketika Aisyah menghampiri Mama yang sedang memasak di dapur."Pagi juga Ma, nyenyak banget Ma bahkan Aisyah kesiangan bangunnya," ujar Aisyah tidak enak hati, baru hari pertama jadi menantu dirumah ini dirinya udah bangun kesiangan, ia takut mertuanya malah berpikir bahwa Aisyah istri yang pemalas."Iya gapapa kok Sayang, namanya juga pengantin baru pasti selalu pengen manja-manjaan, ga usah malu, dulu Mama juga gitu kok sama Papa," ujar Bu Laura.Aisyah tersenyum canggung, ia membantu sang mertua memasak untuk sarapan pagi, walaupun ada Bi Narsih, namun untuk urusan masak memasak tetap mertuanya yang melakukannya.Setelah selesai memasak, Aisyah menyajikan sarapan di meja makan."Udah biar Mama aja yang lanjutin, kamu panggil suamimu biar kita sarapan bareng, Mama yakin dia pasti masih tidur," ujar Mama mengambil alih pekerjaan Aisyah.Perempuan itu mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya yang berada dilantai atas.Benar saja, lelaki itu ma
Davit mondar mandir didepan ruang operasi, hatinya sangat tidak tenang, takut terjadi sesuatu dengan istri dan juga anaknya, walaupun ia tidak pernah mengharapkan anak tersebut tetapi tetap saja anak yang dikandung Elsa adalah darah dagingnya."Bagaimana keadaannya? Udah lahiran?" tanya Mama menghampiri anak kesayangannya.Davit menggeleng lemah. "Belum Ma, Dokter masih berusaha memberikan yang terbaik tadi Elsa sempat pendarahan karena selalu memaksakan agar bisa lahiran normal lagian kan Mama tahu tabungan Davit sudah menipis dan belum tentu bisa cukup untuk biaya persalinan.""Makanya Vit kalau mau berbuat sesuatu itu dipikirkan dulu, harus hati-hati agar tidak ketahuan," ujar Papa mertuanya membuat Davit melotot."Kalian pun sebagai orang tua Elsa juga harus membantu ekonomi anak kalian, udah tahu sekarang suaminya sedang kesusahan kalian malah ingin numpang dirumah, udah gitu ga mau bantu ekonomi keluarga lagi," sindir Pak Bayu, ia tidak akan tinggal diam melihat anaknya direndah
Bab 48"Kamu dari mana saja? Kenapa tiba-tiba menghilang?" tanya mereka ketika melihat Davit yang datang dengan wajah kusut."Ambil uang untuk bayar persalinan Elsa agar bisa pulang," jawab Davit dingin, tidak mungkin ia berkata jujur kepada mereka."Ooh bilang dong jadi kita ga khawatir," ujar Bu Yuni tersenyum bahagia ternyata menantunya masih peduli dengan istri serta anaknya.Davit menghela nafas berat, rasanya ia sangat lelah dan segera tidur agar pikirannya kembali fresh."Jadi sekarang semua administrasinya udah dibayar dong dan artinya aku udah boleh pulang," ujar Elsa bahagia, dengan kepulangannya ia bisa memikirkan bagaimana caranya pergi dari Davit dengan membawa semua barang berharganya, anggap saja ia melakukan untuk biaya anaknya."Itu masalahnya, semalam aku udah coba kerumah Aisyah tapi ga dapat karena yang keluar suaminya bukan Aisyah." Davit akhirnya berkata jujur."Jadi bagaimana nasib aku dan anak ini?" tanya Elsa lirih."Ya gitu, uang tabungan aku mana cukup untuk
Bab 49"Kalian yakin mau pindah dari sini?" tanya Mama dengan buliran air mata yang membasahi pipinya.Alex mengangguk mantap. "Iya Ma, kita ingin hidup mandiri, Mama sama Papa ga usah khawatir kita akan sering-sering datang ke sini menjenguk kalian," ujar Alex tersenyum tipis.Lelaki itu sudah memutuskan untuk tinggal diapartement, ia ingin hidup mandiri dengan istrinya dan membina rumah tangga tanpa ada seorangpun yang mencampuri, ya, ia percaya bahwa kedua orang tuanya tidak akan pernah masuk terlalu dalam dengan urusan rumah tangganya, namun ia juga harus selalu waspada, lebih baik mencegah dari pada menyesal diakhir.Alex juga sudah lama mengimpikan bahwa setelah menikah ia akan menempati Apartement dengan keluarga kecilnya, ia ingin benar-benar bisa menjadi seorang suami yang selalu bisa diandalkan oleh istrinya tanpa bantuan kedua orang tuanya."Mama jangan nangis dong, pintu rumah kita akan selalu terbuka untuk Mama dan Papa, kalian bisa kapanpun datang ke Apartement," ujar Ai
Beberapa bulan kemudian ...."Sayang kamu kenapa?" tanya Alex menghampiri sang istri yang sedari tadi selalu bolak balik ke kamar mandi."Ga tahu Mas, perut aku mules banget," rintih Aisyah memegang perutnya.Alex memapah Aisyah menuju tempat tidur, setelah memastikan istrinya berbaring, Alex lalu mengambil kotak P3K yang didalamnya terdapat minyak angin.Dengan sangat telaten, Alex mengusap perut istrinya yang sudah dibaluri dengan minyak angin."Kita ke dokter aja ya," bujuk Alex. Lelaki itu sangat khawatir dengan keadaan sang istri.Aisyah menggeleng. "Ga usah Mas, nanti juga sembuh sendiri kok," ujarnya mencoba menenangkan sang suami."Non, ini Bibi bawa minuman herbal, kali aja bisa membuat sakit perut Non redah." Bi Asih membawa nampan berisi segelas air rebusan yang ia racik sendiri."Makasoh Bi," ujar Alex menerima gelas tersebut.Belum sempat minuman itu sampai kemulut Aisyah, perempuan itu kembali berlari menuju kamar mandi, perutnya kembali mual mencium aroma dari minuman t
"Ada apa ini?" tanya Alex menengahi mereka.Ia menatap tajam pasangan paruh baya yang sedang bertengkar dengan orang tuanya."Kebetulan kalian ada disini, jadi kita tidak perlu repot lagi mencari tempat tinggal kalian," ujar Bu Wiwik, mantan mertua Aisyah.Aisyah sangat bingung dengan keluarga mantan suaminya ini, kenapa mereka selalu mengganggu kenyamanannya? Apa sebenarnya yang mereka inginkan? Apa tidak ada sedikit rasa malu pada diri mereka?Aisyah menghela napas kasar. "Ada apa kalian mencari kita?""Dasar menantu tidak tahu di untung, setelah kamu kaya kamu malah campakkan kami begitu saja, kamu tahu sekarang Davit keadaan Davit sangat memburuk apalagi setelah Elsa membawa kabur semua aset kita," sarkas Bu Wiwik."Terus, apa masalahnya dengan aku?" tanya Aisyah lelah menghadapi tingkah mantan mertuanya."Kamu sebagai perempuan yang pernah bersama Davit harus tetap bantu dia apapun keadaannya!" sarkas Bu Wiwik, perempuan ini memang harus diobati sebelum semakin menjadi-jadi."Sud
"Bagaimana keadaan menantu dan calon cucu saya Dok?" tanya Mama ketika melihat Dokter yang menangani menantunya keluar dari ruangan.Dokter tersebut tersenyum tipis. "Mereka baik-baik saja bu, tapi tolong untuk sementara Aisyah jangan banyak gerak dulu, kalau bisa dia harus batstress dulu sampai kandungannya kuat.""Baik Dok, kita boleh kedalam kan?" tanya Alex, ia tidak sabar ingin melihat wajah teduh sang istri."Silahkan Pak, Aisyah biar disini dulu ya sampai infusnya habis, nanti saya akan kembali melihat kondisinya," ujar Dokter ramah.Setelah kepergian sang dokter, mereka langsung pergi menemui Aisyah."Sayang, apa ada yang sakit?" tanya Mama khawatir, ia mengusap surai lembut Aisyah."Aku gapapa kok Ma, cuma perut aja yang sedikit perih," jawab Aisyah tersenyum."Pokoknya Mama ga mau dengar penolakan, kalian harus tinggal bersama kita!" ujar Mama kekeuh.Aisyah dan Alex hanya mengangguk pasrah, mereka tahu apa yang Mama lakukan juga demi keselamatan cabang bayi yang didalam per
"Kenapa pada natap aku seperti itu? Aku ada salah?" tanya Rani sedikit tidak nyaman dengan tatapan dari mereka."Kita cuma kaget aja tiba-tiba kamu langsung ngajakin Gus Zizan nikah," jawab Bagas mewakili yang lain."Emangnya ada yang salah? Bukannya setelah lamaran harus segera menikah?" tanya Rani lagi."Tidak ada yang salah tetapi perkataan kamu itu sangat sulit untuk dicerna," jawab Ivan, sedangkan Zizan dan kedua orang tuanya hanya bisa bungkam."Aku benar-benar ingin segera menikah dengan Gus Zizan, tenang saja aku akan tetap menyelesaikan sekolah aku," ujar Rani berusaha meyakinkan."Menurut kamu definisi menikah itu seperti apa?" tanya Zizan. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut. Orang tua serta sahabatnya sengaja keluar agar memberikan waktu untuk mereka berbicara empat mata."Menyatukan laki-laki dan perempuan di ikatan janji suci sehingga mereka hidup bersama serta diberikan keturunan yang soleh dan soleha."Zizan tersenyum, lalu berkata, "Menikah bukan hany
"Kenapa kalian diam? Tadi Abi dengar kalian sedang adu mulut bahkan terdengar hingga luar," tanya Abi.Diperjalanan ingin ke UKS melihat keadaan calon menantu, Abi dan Umi tidak sengaja mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang adu mulut dan suara itu sangatlah mereka kenali, beruntung disekitaran sedang sepi jadi tidak ada santri yang mendengar, mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai ke UKS.Sesampinya di dekat pintu UKS, mereka berhenti sejenak memastikan bahwa suara tersebut benar berasal dari dalam ruangan tersebut, mereka menghela napas dan perlahan masuk."Gapapa Abi, cuma sedikit kesalahpahaman saja," jawab Zizan akhirnya."Nak, di dalam suatu hubungan pasti selalu ada ujiannya apalagi sekarang kalian sedang berada di masa pertunangan yang sangat rawan akan cobaan, tetapi Abi selalu berharap agar kalian bisa melewati semua ujiannya bersama-sama dan menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan sampai ego kalian menghancurkan hubungan yang telah kalian ja
Rani terbangun lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.50, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, ia harus segera ke Masjid sebelum teman asramanya datang biar mereka tidak curiga karena tidak melihat Rani di tempat tidur."Abi, Umi," sapa Rani ketika tidak segaja berpapasan dengan calon mertuanya tersebut."Bagaimana tidurnya nyenyak?" tanya Umi mengusap rambut Rani yang tertutup ketudung mocca tersebut."Nyenyak banget Umi," jawab Rani tersenyum mengembang."Kamu mau ke Masjid ya? Ayo kita bareng saja," ajak Abi, ia bahagia karena perlahan perempuan tersebut sudah bisa membiasakan dirinya di Pesantren dan terlihat Rani juga sudah rajin solat lima waktu, ia juga tidak pernah mendengar calon menantunya itu berbuat keributan."Maaf Abi tapi kayanya ga usah deh, Umi sama Abi duluan saja, Rani sungkan jika nanti ada santri yang lihat, bisa berpikiran macam-macam mereka karena aku dekat dengan kalian padahal notabenya aku santri baru di sini," jelas R
Jam sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB Rani bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Zizan, ia berjalan sepelan mungkin agar tidak mengganggu para temannya yang sudah memejamkan mata."Kamu mau kemana?" tanya Najwa yang terlihat sudah berdiri dari tempat tidur.Rani membalikkan badannya, ia tersenyum gugup. "Eh kamu mau ngapain?" tanya Rani balik bertanya."Seharusnya aku yang tanya kamu mau kemana? Kok kaya mencurigakan gitu?" tanya Najwa dengan mata memicing. "Ayo jujur kamu mau kemana? Apa mau kabur?""Ihh kamu ini suudzon mulu, aku mau ke dapur ambil minum," jawab Rani gugup."Kamu mau kemana?" tanya Rani masih penasaran kenapa perempuan itu terbangun."Aku mau ke toilet," jawab Najwa."Oh ya udah aku pergi dulu ya, kebetulan stok minum aku udah habis," ujar Rani beralasan, ia yakin kali ini alasannya sedikit meyakinkan."Jangan lama-lama biasanya nanti ustadzah datang untuk melihat para santri, bisa bahaya kalau kamu ga ada di asrama," ujar Najwa, benar saja terkadang ustadzah
"Tidak baik marahan terlalu lama," ujar Umi membuyarkan lamunan Rani."Eh Umi," ujarnya tidak lupa mencium tangan yang hampir keriput tersebut."Kenapa? Sini cerita sama Umi, apa Zizan menyakiti perasaanmu sehingga kalian marahan seperti ini?""Engga kok Umi, Gus Zizan ga pernah menyakiti aku tapi hanya saja aku butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi, jujur aku sedikit merasa tersindir dengan kajian Zizan tadi Subuh, aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar tapi aku belum bisa untuk melupakannya begitu saja.""Umi paham bagaimana perasaanmu dan Umi percaya perlahan kamu akan bisa terbiasa dengan Zizan, kalian hanya kurang komunikasi saja makanya masih terlihat canggung dan untuk masalah pacar kamu yang di kota, sekarang kamu masih berkabar tidak dengannya?"Rani menggeleng, ia tidak tahu bagaimana kabar lelaki tersebut, bahkan Fero sepertinya tidak punya niatan untuk mencari keberadaan dirinya."Sebaiknya kamu solat istikharah minta petunjuk kepada Allah karena tempat yang
"Rani bangun, kita solat subuh dulu yuk," ujar Nada membangunkan perempuan yang baru saja menjadi sahabatnya itu."Bentar lagi Nad," ujar Rani dengan mata yang masih terpejam, ia baru saja bisa tidur tetapi malah dibangunkan oleh Nada."Ini udah masuk waktu subuh Ran, ayo kita ke musholla, nanti telat loh," ujarnya memaksa perempuan itu untuk bangun.Rani duduk, ia bersusah payah membuka matanya. "Emangnya harus banget ya kita solat Subuh berjamaah? Apa ga bisa nanti aja? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.Nada menghela napas, ia harus memperluas kesabarannya menghadapi perempuan dihadapannya ini."Kita sebagai umat muslim harus segera melaksanakan solat lima waktu terutama solat Subuh karena banyak keistimewaan dan manfaatnya.Dalam sebuah Hadis riwayat Ibnu Majah dan Thabrani mengatakan barang siapa salat subuh berjamaah, maka dia dalam perlindungan Allah. Selain itu kita juga akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, pahala tersebut tidak hanya di
"Kamu ngapain di sini? Kenapa ga istirahat aja di kamar? Kamu pasti masih capek kan?" Zizan menghampiri Rani yang tengah duduk melamun di taman."Gapapa, aku cuma pengen lihat pemandangan di sini," ujar Rani, sebenarnya badannya sangat pegal apalagi setelah ia memaksa berbaring di tempat tidur, namun ia tidak mungkin jujur dengan Zizan, takut lelaki itu tersinggung."Kamu pasti tidak nyaman kan tinggal di asrama?" "Aku tahu asrama di sini sangat jauh berbeda dengan kamar kamu dan aku juga tahu kalau kamu tidak bisa tidur tanpa AC dan tidak bisa tidur di keramaian sedangkan di asrama kamu harus tidur bersama para santri," jelas Zizan.Rani menghela napas. "Mau bagaimana lagi, ini juga sudah menjadi keputusan aku, nyaman ga nyaman, betah ga betah harus aku jalani juga, ga mungkin aku pulang, bisa di coret nama aku dari kartu keluarga.""Kamu bisa tinggal di rumah, keberulan masih ada kamar kosong dan juga sudah ada AC, kamarnya juga lumayan besar walaupun tidak sebesar kamar kamu.""Ga
Zizan memasangkan cincin di jari manis Rani, begitu juga dengan Rani, perempuan itu memasangkan cincin di jari manis Zizan.Kedua orang tua mereka serta sahabat Zizan bersorak gembira, sekarang Rani dan Zizan sudah terikat dan tinggal selangkah lagi menuju jenjang pernikahan."Selamat ya, sekarang kalian sudah resmi bertunangan, semoga kalian bisa melewati semua cobaan dan ujian yang terjadi menjelang pernikahan, apapun yang terjadi jangan pernah leapaskan cincin itu dari jari manis kalian, jangan pernah sesekali ingin membatalkan pertunangan ini dan semoga saja kalian berjodoh dan dimudahkan segara urusan pernikahan kalian," ujar Abi memberikan nasihat.Rani terdiam, ia tidak menyangka akan secepat ini terikt dengan seorang lelaki, walaupun hanya pertunangan tapi secepatnya ia juga akan menikah, apa keputusannya ini sudah tepat? Apa ia sanggup menjalani pertunangan ini dengan lelaki yang baru ia kenal? Bagaimana hubungannya dengan Fero? Bagaimana jika pacarnya mengetahui semua ini?E
Rani berjalan menuju kelas dengan tidak semangat, hari ini adalah hari terakhir ia menginjakkan kaki di sekolah ini dan hari ini juga ia akan melangsungkan taaruf dengan Zizan, ia sangat dilema, ia tidak dapat membayangkan bagaimana nasibnya ke depan."Lah tumben nih sekolah masih sepi?" tanya Rani heran ia mengambil gawainya untuk memastikan bahwa jam tangannya tidak salah."Sudah jam 07:15 tapi kok masih sepi? Kemana warga sekolah ini? Nala dan Fero juga ga kelihatan batang hidungnya," ujar Rani berdecak.Ia membuka aplikasi berlogo hijau tersebut untuk melihat info grup kelas maupun sekolah tetapi semuanya sepi, tidak ada satupun chat yang masuk."Pada kemana sih orangnya? Padahal parkiran sudah penuh loh," ujarnya sangat penasaran, baru kali ini sekolahnya menjadi semenyeramkan ini, semua orang seperti menghilang ditelan bumi."Heh ada apa?" tanya Rani ketika melihat seorang adik kelas berlari menuju lapangan."Anu kak, Kak Nala dan Kak Angel bertengkar di lapangan, katanya keadaa