“Ace sudah kembali ke kantor?” Hanung bertanya sambil menyudahi pekerjaannya di layar komputer dan kepada asistennya yang menghampiri ruang kerjanya untuk menyalurkan informasi itu dan menjadi penghubung antar perusahaannya dengan perusahaan Ace Hanung mengernyit dengan “Dia tetap nekat menghentikan dana dukungan untuk anak perusahaan dan menghentikan beberapa pembelian produk?”Satya menggeleng kecil. Terlalu banyak pertanyaan yang digelontorkan Hanung seperti biasa. Pria enam puluh tahun itu cenderung cerewet jika menyangkut Ace dan perusahaan.“Kabar dari divisi pemasaran pusat Pak Ace sudah bekerja kembali setelah cuti panjang. Tapi saya tidak menemukan kabar di mana dia menghabiskan masa cutinya.” ujar Satya, keki.Hanung memperjelas kekesalan di wajahnya dengan mengembuskan napas panjang. Buku-buku jarinya yang kebanyakan lemak mengepal.“Belum ada meeting lanjutan? Direksi-direksi lain yang mengayomi kerabat perusahaan tidak bikin gerakan cepat tanggap?”Satya menggeleng. Tida
Penolakan Damian untuk beberapa peminat jasanya berbanding terbalik ketika Satya mengabarkan bahwa Ace sudah meninggalkan kantor.“Aku harus cari orang yang mau jadi penumpangku sekarang... Pak... Bapak...” Sigap Damian memburu pria berjaket lusuh dan memakai sendal jepit yang nyaris putus pengaitnya. Wajahnya mengkerut, menanggung beban sedang di pundaknya menggendong tas ransel yang sama seperti penampilan pemiliknya. Di makan usia dan resleting tasnya yang los ia kaitan dengan peniti besar untuk menahan benda berharganya, kain sarung dan beberapa lembar pakaian.“Pak... tunggu.” Damian mencekal lengannya.Sepasang mata kosong milik Bapak tunawisma itu melebar, terkejut. “Hah... Ada apa... ada apa?” tanyanya gagap. Damian tersenyum manis, senyum andalan yang dapat meluluhkan hati siapapun yang melihat ketulusan palsu demi kepentingan pribadinya.“Bapak mau bantu saya? Hanya nemenin saya jalan-jalan... habis itu nanti saya belikan sembako.” bujuknya sambil memastikan keluar-masuk
Hanung terpaksa meninggalkan pekerjaan lemburnya ketika mendapati Damian pulang ke gudang penyimpanan dengan tubuh sempoyongan setelah melepas ketegangan dan keresahannya di kelab malam. Namun, ada bagian dari benaknya yang terguncang tak keruan karena keputusasaan yang nampak jelas di wajahnya yang kuyu nan lelah. Bukan... bukan karena ia bersimpati lagi. Urusan itu sudah selesai, sekarang yang ia harapkan adalah kepercayaan hukum timbal-balik. Kebaikan di balas kebaikan dan lain sebagainya, dan sikap Damian itu menjawab permintaannya hari ini. Ada kegagalan serta kegawatan yang amat besar hingga menyebabkan si blegug sia itu kembali menjadi manusia sia-sia. “Kenapa kamu?” bentaknya, memecah keheningan malam yang terasa wingit nan jauh dari orang-orang.Damian mendongak, sedetik kemudian isi kepalanya berputar-putar memecah konsentrasi yang perlu ia tajamkan selama membawa kendaraannya dalam kondisi setengah sadar.“Pak Hanung...” Damian tersenyum-senyum sembari melangkahkan tungka
“Damian tahu kamu tadi sore ngasih aku seserahan, Ace. Apa mungkin... apa mungkin dia membuntutimu?” tukas Pamela sembari memegangi kedua lengannya. Sorot matanya berubah total. Dari yang tadinya hanya cemas, kini menjadi sangat cemas dan penasaran.“Apa kamu nggak curiga dengan orang-orang di sekitarmu, tadi... tadi waktu kamu beli seserahan pernikahan kita!” desaknya dengan tidak sabar.Pamela berdecak saat ingatan Ace tidak seperti ingatan gajah karena pria itu justru mengernyitkan dahi, berpikir dengan susah. “Diingat-ingat lagi, Ace. Tapi mobilmu ada dashcam, kan? Minta sopir cek rekamannya sekarang!”Ace membuka mulutnya seraya mengatupkan mulutnya, ia berpikir sebentar untuk mengais-ngais kegiatannya sebelum pria berjaket ojek online di toko kue tadi mencurahkan segenap jawaban rasa penasaran Pamela. “Aku tidak melihat wajahnya, Pam. Aku cuma lihat bagian belakangnya. Punggungnya bungkuk. Aku sempat curiga kalau itu Damian!” Ace menjelaskan pemikirannya tadi. “Cuma aku tidak
SUV merah, camero bumblebee, dan sekarang sedan mahalnya harus mendekam di garasi mobil orang lain. Ace tidak yakin penyamarannya dengan mobil box kantornya akan mempermudah jalannya penyamaran. Namun, Burhan memastikan keamanan akan semakin diperketat baik untuknya dan Pamela. “Aku mohon papa tidak perlu bersekongkol dengan Hanung biarpun dia kakek Berlian.” Ace menggoyangkan telunjuknya. ”Hanung itu jahat. Mata duitan. Aku bisa pastikan dia membantu Damian tapi tidak cuma—” “Hanung mengincarmu dan Pamela. Apa yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menjaga dirimu sendiri!” sahut Wiratmaja, menghentikan tutur kata Ace yang tidak penting ke mana arah tujunya. “Papa tidak akan ikut campur urusanmu dan Hanung, kamu lawan atau membiarkannya itu terserah kamu. Papa ada urusan lain.”Ace tidak mudeng kenapa ayahnya enggan berpihak, pasalnya ia adalah darah dagingnya. Atau mungkin sebenarnya ia anak pungut? Pemikiran itu membuatnya menghalangi langkah Wiratmaja menuju halaman rumah, sia
Hanya Damian yang tahu apa arti Pamela di hidupnya. Dan, jikalau benar pernyataan Burhan ia masih meratapi nasib setelah ditinggal oleh Pamela daripada menyusun rencana lagi untuk mengintai lagi, di kasurnya yang hanya setebal sepuluh senti dari lantai mess pegawai pilihan—pegawai bandel—jawabannya iya. Damian meringkuk di pembaringan, berselimut sarung sambil memandangi cincin pertunangannya. Satu-satunya barang yang luput dari penyitaan. ”Aku cinta kamu, Mela. Kamu cintanya aku.” Dikecupnya cincin itu seperti mengecup bibir Pamela yang basah dan lembut. Mata sedihnya tak lepas memandangi hal berharga yang tertinggal dari Pamela untuknya. Cincin tunangan yang dibeli dengan uang tabungan bersama. Setiap bulan sejak setahun usia mereka berkencan, Damian mengajaknya membuka rekening bank dan menyisihkan sebagian gaji. “Kamu tidak boleh menikah dengan Ace. Dia tidak cinta kamu. Wiratmaja tidak suka.” tukasnya sembari memejamkan mata. “Hanya aku yang cinta kamu, kamu dulu juga begitu
“Kenapa bisa begini, Ace? Katamu tadi hanya ketemu klien sambil makan siang di PI. Kamu bohong, ya? Kamu bertengkar sama siapa?”Ace mengigit bibirnya kuat-kuat, menahan rasa perih saat kapas beralkohol menyentuh luka di tulang pipinya setelah aksi tonjok-tonjokan dengan Damian berlangsung dengan alot.Ace memukul, Damian juga memukul. Mereka saling menendang, mencengkeram, membanting dan menekan sampai Hanung perlu turun tangan untuk memisahkan keduanya. Tetapi Burhan hanya menonton keributannya sambil geleng-geleng kepala. Ace sempat berpikir Burhan hanyalah berpihak pada Pamela karena ia sama sekali tidak membantunya bahkan sekarang.“Ace bertengkar dengan Damian. Di kantor Hanung.” jawab Burhan, mewakili bosnya untuk melegakan adik manisnya.“Mereka bertengkar seperti remaja merebutkan cinta. Merebutkan kamu.” Burhan melemparkan ponselnya ke arah Pamela, sigap wanita itu menangkap setelah menghentikan diri merawat Ace.‘Pamela milikku.’ ‘Kamu hanya kebetulan menyelamatkannya, Ac
“Baru ada penebalan dinding rahim, Ibu, Bapak. Kemungkinan ini akan datang bulan, atau memang sedang mempersiapkan rahim untuk kehamilan. Kami sarankan untuk mengecek kembali dua Minggu lagi karena ini terlalu cepat melakukan pendeteksian kehamilan dari tanggal perkawinan kalian. Bagaimana?” Pernyataan dokter spesialis kandungan itu membawa Pamela dan Ace ke pemeriksaan selanjutnya. Ace ingin memeriksa kesuburannya untuk memastikan benih-benih premiumnya tidak kosong setelah sekian lama tidak diperbaharui. Karena itu, Pamela menunduk dalam-dalam sambil menjalin kedua jemari tangannya.Pamela berharap lantai yang ia pijak meleleh, menelannya bulat-bulat untuk menyembunyikan wajahnya yang semakin malu ketika Ace menanyakan perihal sunat dewasa.“Sunat kedua kali untuk keperluan kesehatan atau apa, Bapak? Sudah alot itu kulupnya, nanti tambah sakit kalau di bedah.” goda Si Dokter. Pasien datang dengan kondisi babak belur dan riwayat usia diri dan pernikahan yang lumayan bikin cengar-ce