Seru? Kirimkan gem untuk cerita ini, yuk!
Andre tertawa sampai terlihat gigi-gigi putihnya. Senyumannya yang menawan membuat jantung Lara berdebar. Namun, wanita itu segera memalingkan wajahnya. “Pakai baju dulu!” perintahnya untuk yang kesekian. “Oke, oke. Tunggu sebentar, ya.” Andre berhenti menggoda Lara dan beranjak pergi ke kamar ganti. Beberapa helai pakaian selalu tersedia di mobilnya. Andre tak perlu risau jika ada kepentingan mendadak karena memang begitulah kehidupan seorang dokter. “Setidaknya, dulu … meski kini aku pengangguran,” gumam Andre sambil menyisir koleksi kaos dan juga celana pendek untuk bersantai di pagi hari yang cerah ini bersama Lara. ***“Ternyata, kau jago masak juga. Nasi gorengnya enak,” puji Andre setelah menyendok hidangan yang tersedia di hadapannya. “Terima kasih. Mungkin karena kebetulan aja. Biasanya yang memasak, ya, pembantu. Aku cuma kadang-kadang aja.” “Calon istri yang baik, nih,” seloroh Andre sambil melempar pandang ke arah Lara yang duduk di hadapannya. Wanita itu hanya tersi
“LARA!” “ANDRE!” Suara Lara tercekat tatkala mendengar suara barang pecah kemudian ada sesuatu yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya melalui jendela. Bau anyir dan busuk segera tercium. Lara benar-benar ketakutan karena tidak bisa melihat di dalam gelap. “Kau tidak apa-apa?” Andre tampak memeluk Lara, setelah mengulurkan tangannya ke arah ranjang. Listri padam. Mereka tidak bisa melihat apa-apa, tapi … Andre dapat menebak keberadaan Lara melalui suaranya. “Aku baik-baik saja, tapi … ada sesuatu yang masuk dari jendela!” “Tunggu di sini, aku periksa!” “I–iya ….” Lara masih berusaha menenangkan dirinya ketika Andre berjalan pelan menuju ke arah jendela. “Akh!” Andre terkejut karena sepatunya menginjak cairan yang hampir merobohkannya. Ia segera meraih pegangan apapun yang dapat menyeimbangkan tubuhnya. Andre lalu membuka jendela lebar-lebar. “Shit!” Andre memekik penuh kejutan ketika sinar bulan dapat memberikan sedikit cahaya untuk memeriksa sesuatu yang membuat mereka pen
Mobil Andre masuk perlahan ke area apartemen yang begitu mewah. Gedung tinggi itu begitu berbeda dengan apartemen Mahya. Lara mengetahui bahwa level penghasilan Andre memang jauh di atas sahabatnya, namun ia tak menyangka bahwa Andre juga bisa membeli unit apartemen mahal di kawasan jakarta ini. “Bagus, Ndre, apartemennya,” ucap Lara kagum ketika mobil mereka mulai masuk ke rubahah. “Ya. Aku senang jika kau menyukainya,” Andre memacu mobilnya perlahan karena area parkir bawah sudah terisi penuh. Ia menuju jalanan berkelok yang menghubungkan lantai paling bawah ke lantai yang ada di atasnya. Lara bisa menaksir harga apartemen yang sedang hendak ditujunya ini. Seno–meskipun tidak bisa menjadi suami andal–sering mengajarinya untuk menaksir harga sebuah barang. Dalam kehidupan seseorang yang penuh dengan limpahan harta, tentu akan ada banyak orang yang berusaha menipu mereka. Lara belajar bagaimana cara menilai barang sebagai sesuatu yang berharga atau hanya berupa rongsokan saja. Ke
Wajah Lara memerah, bukan karena malu … melainkan, efek alkohol telah naik hingga ke kepala. “Te—terlalu dekat ….” Andre mencoba memalingkan wajahnya. Ia tahu bahwa Lara tidak sepenuhnya sadar. “Hm? Apa yang kau katakan?” Suara Lara terdengar menggoda, dengan permainan tangan dan kaki yang mulai menggagahi Andre sepenuhnya. Juntaian rambut Lara membuat darah Andre berdesir hingga ke kepala. Bagaimana tidak? Rambut Lara begitu menggoda dengan wangi bunga yang menyeruak hingga menggelorakan gairah yang tertahan, pun desahan suara Lara, semua begitu sempurna. Kesempurnaan yang begitu menyiksa Andre akibat menahan gejolak hasratnya! “La–lara ….” Pria itu tampak kikuk dan malu-malu karena merasa diserang terlebih dahulu. Andre adalah tipe penyerang, jika demikian … ia merasa dipecundangi dan malah bingung harus berbuat apa,. “Ndre ….” Suara Lara kembali menggoda, alih-alih melepaskan jeratannya, wanita itu semakin berani mendekatkan diri. Kali ini, bibirnya beradu di dagu sang kek
Setelah persidangan, Seno kembali ke rumah tahanan dengan hati gusar. Ia tidak menyangka bahwa Lara akan muncul di sana. “Bagaimana dengan kerja anak-anak bodoh itu? Mengapa mereka gagal membuatnya mundur menjadi saksi?” tanya Seno dengan amarah yang membuncah pada pengacaranya. Mereka sedang berada di dalam ruangan khusus konsultasi. Pengacara Seno meminta waktu sedikit sebelum kliennya itu kembali mendekam di sel untuk menunggu persidangan lanjutan. “Pak, janganlah bicara keras-keras,” nasehat kuasa hukumnya itu dengan wajah gelisah. Matanya memindai ruangan, mencoba memeriksa apakah ada orang lain yang mendengar percakapan mereka. “ARGH! Kalau Lara datang, bisa-bisa buyar semua rencana kita! Wanita itu banyak mulut!” Seno frustasi dan menjambak rambutnya dengan keras. Ia benar-benar marah karena merasa gagal menjegal langkah Lara. Seharusnya, mantan istrinya itu ketakutan setelah teror kepala anjing yang terjadi, entah kenapa, efek yang diharapkan tidak terlihat. Lara bahkan tam
“Apa?” Andre tercekat ketika sopir memberi kode lewat pandangan matanya. "Apa yang terjadi?" tanyanya, seraya menoleh ke belakang, diikuti oleh pengacara dan Lara. Mereka melihat dengan jelas dua mobil hitam yang tampaknya membuntuti mereka.“Sepertinya, kita dibuntuti, Pak Andre. Saya akan mencoba menghindarinya.”“Coba cek dulu, Pak! Apakah benar kita dibuntuti?”Sopir menganggukkan kepala. Ia lalu mencoba memacu kendaraannya dan menyalakan sein ke kanan seolah-olah sedang berganti lajur jalan. Benar saja, dua mobil yang berada di belakang mereka ikut bergerak ke kanan, alih-alih mendahului mereka. “Sial!” Sopir itu kemudian menyalakan sein kiri dan dengan perlahan mengalihkan haluan menuju ke lajur kiri. Ia akan memacu kendaraan secepatnya agar terhindar dari radar kedua mobil yang mencurigakan itu. Dua mobil tadi kembali mengambil lajur kiri seperti sebelumnya. Mereka benar-benar mengikuti gelagat kendaraan Andre dan Lara yang ada di depannya. “Ndre … aku takut,” Lara mencengkra
BRAK! Suara benturan keras membuat mobil mereka berguncang. Andre, Lara, pengacara, dan sang sopir tersentak oleh kejadian mendadak itu."Apa yang terjadi?!" pekik Andre, mencoba memahami situasi.“Kita ditabrak, Pak!” jawab sopir itu dengan napas tersengal. Alih-alih berhenti dan mengkonfrontasi pengemudi yang ada di belakang, sopir itu kembali melajukan kendaraan. Namun, nahas, usahanya sia-sia belaka. Mobil di belakang kembali menabrak mereka dengan sengaja … BRAK! “Argh!” Semua penumpang di sana hampir terlempar jika tidak mengenakan sabuk pengaman.“Pegangan!” Sopir berteriak karena mobil Andre hampir terguling akibat guncangan yang begitu keras!Dengan sigap, sopir berhasil mengambil alih situasi. Ia segera menyeimbangkan kendaraan dan kembali memacu mobil dengan kecepatan tinggi. “Awas!” Pengacara, yang sedang duduk di sisi sopir, memekik dengan jantung berdebar ketika ada marka pembatas jalan yang ada di hadapan mereka.“Shit!” Sopir itu dengan lincah memutar setir hingga be
Moncong senjata itu diacungkan ke arah kepala Andre, sontak sang dokter berusaha untuk tetap tenang karena … Lara ada tepat di belakangnya! “Whoa … tenang, Bung!” teriak Andre sambil menahan ketakutan yang mulai menjalari tubuhnya. Nyawanya sudah berada di ujung tanduk, hanya dengan satu tarikan pemicu, maka lubang kecil di kepalanya akan berhasil membuat hidupnya berhenti seketika. “Cepat!” Pria itu tak ingin lagi berbicara. Ia benar-benar ingin mengakhiri kejar-kejaran kucing dan anjing ini dengan cepat. Ia memakai kembali kacamatanya. Dan kini bergerak semakin dekat ke arah Andre dan Lara. “Ndre! Berikan aja, Ndre!” pinta Lara sambil menangis tersedu-sedu. Ia tak ingin nyawa orang yang sangat disayanginya berada dalam bahaya. Siapa yang bisa menjamin jika pria itu tidak hanya menggertak? Kondisi jalan sepi ini juga sangat tidak menguntungkan mereka. Hari pun sudah begitu gelap. Tidak mungkin ada orang yang bisa melihat kejadian mengerikan ini, apalagi untuk melaporkan kepada pih