Hai hai, novel ini akan diusahakan update paling lambat jam 12 siang (WIB) setiap harinya, ya. Terima kasiih semuanya, selamat membacaa.
“Saya benar-benar tidak menyangka jika Anda juga tinggal di sini, Tuan Muda.” Davita tersenyum kepada Angga yang berjalan di sampingnya. “Ah, mungkin Anda jarang menginap di apartemen ini, ya? Saya pikir, Anda tinggal di rumah, bukan di apartemen.”Angga menggangguk. “Saya sesekali tinggal di apartemen,” sahutnya jujur.Meski sebenarnya bukan apartemen itu yang Angga maksud. Sebagai ahli waris keluarga Naradipta, tentunya Angga memiliki beberapa rumah dan apartemen. Sekarang Angga menambah koleksi apartemen atas namanya. Pria itu buru-buru membeli apartemen di demi bisa bertetangga dengan Davita.“Jadi malam ini Anda akan menginap di sini? Tapi bukan karena ingin mengantar saya ke sini ‘kan? Jadi Anda pun terpaksa menginap di sini karena sudah larut. Saya jadi tidak enak.”“Tidak, saya memang sudah berniat ingin tinggal di sini minggu ini.”Davita mengangguk. “Selama saya tinggal di sini, saya tidak pernah melihat Anda. Mungkin karena sering beda waktu pulang dan keluar, ya? Jadi kita
“Ingin kamu.”“Hah?”Angga terkejut, ia berdeham pelan lalu mengalihkan wajah. “Terserah, aku tidak punya alergi.”Davita tersenyum kikuk. “Ekhm, aku buat omelet saja, ya. Biar cepat, takutnya Kakak lama menunggu, keburu lapar.”“Tidak masalah.”Angga memperhatikan Davita yang tengah sibuk membuat omelet untuknya. Ia menopang dagu, tanpa sadar tersenyum tipis. Davita yang masih menggunakan handuk kimono, malah sibuk di depan kompor.“Besok pagi rencananya aku ingin membuat pasta dan beberapa makanan lain. Kalau Kakak tidak terburu-buru, bisa ke sini buat sarapan.” Davita tersenyum kepada Angga, ia meletakkan omelet di atas meja.Angga menatap omelet buatan Davita. Lalu ia memandangi Davita yang masih tersenyum.“Ah, aku izin ganti baju dulu sebentar, ya, Kak. Tidak nyaman pakai handuk kimono. Sebentar saja.” Davita langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya.Angga tanpa sadar tersenyum memperhatikan gadis itu masuk kamar. Ia berdeham pelan. “Kenapa jadi seperti pasangan pengantin baru?
Angga melangkah ke arah pintu apartemennya yang baru saja diketuk. Pria itu berjalan dengan kondisi tubuh setangah basah. Angga baru saja selesai mandi. Bahkan ia hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.Tangan kekar itu meraih gagang pintu. Perlahan Angga menarik pintu apartemen tersebut.Cklek ...“Pagi, Kak, aku ....” Kalimat Davita terhenti, matanya membulat melihat Angga hanya menggunakan handuk, sehingga tubuh bagian atasnya terekspos. Davita langsung mengalihkan wajah karena malu. “M-maaf mengganggu Kakak pagi-pagi. Aku hanya ingin mengantarkan ini.”Angga menatap secangkir susu yang disodorkan Davita. Ia melirik Davita, pipi wanita itu memerah, tampaknya karena malu dan salah tingkah.“Bukannya nanti aku akan ke sana?”Davita berdeham pelan. “Aku kira Kakak akan buru-buru berangkat pagi ini, jadi tidak sempat sarapan di apartemenku. Maaf, aku tidak bermaksud sengaja menguping pembicaraanmu di telpon tadi malam.”Angga meraih gelas susu yang disodorkan Dav
“Kak.”Angga menoleh, ia menatap Davita yang baru saja memanggilnya. Davita tersenyum singkat, lalu mendekat dan menunjuk dasi Angga.“Dasi Kakak sedikit miring, mungkin karna siap makan tadi.”Angga menunduk, ia meraih dasinya berniat membenarkan posisi yang katanya miring. Davita terkekeh ketika melihat dasi itu malah semakin miring.“Miringnya ke kiri, Kak. Coba geser ke kanan sedikit. Bagian atas dan bawahnya juga sedikit tidak rapi,” tutur Davita kepada Angga.“Tidak ada kaca.”Davita terkekeh. “Boleh aku bantu?”Angga terdiam sejenak. Lalu ia menggangguk. Melihat Angga mengizinkan, Davita perlahan mendekat. Wanita itu berdiri tepat di depan Angga, lalu meraih dasi CEO muda itu.Angga terpaku, ia menunduk memperhatikan Davita yang tengah serius merapikan dasinya. Pemuda itu memandangi Davita dengan tatapan intens. Tanpa sadar sebelah tangannya keluar dari saku celana, lalu meraih pingging Davita.Grep ...Tubuh Davita mematung, bahkan napasnya tercekat. Belum lagi mata bos toko b
“Baik, Pak. Saya akan segera ke sana sebentar lagi, terima kasih, Pak Maizal.”“Astaga, apa-apaan ini? Rasanya sangat aneh kalau berbicara formal seperti ini denganmu, Davita.”Davita terkekeh mendengar kalimat Maizal di seberang telepon. “Kita ‘ka sedang membahas bisnis, jadi harus profesional, dong?”“Ya-ya, terserah-mu. Intinya sebagai rekan bisnis, aku sudah memberitahumu. Sekarang aku ingin bertanya masalah pribadi.”Kening Davita berkerut samar. “Masalah pribadi? Rasanya aku tidak punya masalah apa pun denganmu, Kak.”“Ck, ini masalah Angga.”Kedua alis Davita bertaut. “Kenapa dengan Tuan Muda Naradipta?”“Jurus apa yang kamu gunakan, sampai Angga jadi seperti itu?”“Hah? Seperti apa?” Davita tak paham maksud Maizal.“Bukan aku bermaksud memandang rendah bisnismu. Toko bungamu sangat keren, paling besar di Jakarta, bahkan di Indonesia. Hanya saja, aku heran karena Angga selalu ingin membicarakan masalah bisnis langsung denganmu. Biasanya, perusahaan besar pun, perusahaan-perusah
Sesuai dugaan Davita, Hani benar-benar berada di depan ruangan CEO Naradipta Group. Ia tersenyum sinis, lalu mempersiapkan wajah angkuhnya untuk berhadapan dengan Hani.Hani melotot melihat Davita datang sembari membawa buket bunga. Ia berdiri dari duduknya, lalu tersenyum sinis ke arah Davita.“Kau datang lagi? Cih, benar-benar wanita penggoda. Setiap hari kau ke sini untuk mencari perhatian Angga? Kau kira Angga orang seperti apa yang bersedia dekat dengan karyawan toko bunga sepertimu, hah!” Hani tersenyum remeh ke arah Davita.Davita membalasnya dengan senyum miring. “Urus saja urusanmu. Kau sendiri setiap hari ke sini, tapi sampai sekarang masih tidak pernah berhasil bertemu dengan Tuan Muda Naradipta? Kasihan sekali, katanya kau adalah calon istrinya Tuan Muda Naradipta. Kenapa untuk bertemu dengannya saja tidak bisa? Selalu tidak diizinkan masuk, sungguh menyedihkan.”“Kau!” Hani melotot sembari menunjuk Davita dengan tangan kirinya. “Aku bukannya tidak diizinkan masuk, tapi An
Hani menggeram. Ia terus menatap pintu ruangan kerja Angga. “Kenapa dia masih belum keluar?” desisnya.Hani melirik jam tangannya. Sudah 15 menit semenjak Davita masuk ke dalam ruangan kerja Angga, wanita itu tak kunjung keluar. Hal ini membuat Hani curiga, marah, kesal serta tak terima.“Apa saja yang dia lakukan di sana? Bukannya dia cuma mengantar buket bunga? Kenapa dia masih belum keluar?” Hani berdiri dari duduknya, ia menggeram. “Pasti dia sedang menggoda Angga di dalam. Tidak bisa aku biarkan!”Hani berjalan cepat ke arah meja sekretaris. Ia menarik napas untuk menstabilkan ekspresi wajahnya. Hani masih tersenyum pada sekretaris Angga.Teni menunduk singkat ke arah Hani. “Anda masih menunggu, Nona? Maaf, mungkin akan lebih baik Anda kembali saja. Jadwal Tuan Muda hari ini sangat padat, mungkin beliau akan makan siang di luar dan tidak akan membiarkan orang lain mengganggu.”Hani tersenyum tak percaya. “Sibuk? Tidak membiarkan orang lain mengganggu? Lalu kenapa wanita tadi bisa
“Keluarga Naradipta memang sangat kaya.” Davita membatin sembari memperhatikan mansion utama keluarga Naradipta dari dalam mobil.Mansion yang berdiri kokoh di tengah halaman nan luas. Davita tak pernah menyangka dirinya akan berkunjung ke sana, meski hanya karena tujuan pekerjaan. Bisa memasuki mansion utama keluarga Naradipta adalah suatu kebanggaan bagi orang luar, karena tak sembarang orang bisa diizinkan masuk ke sana.“Halamannya sangat luas, tapi memang tidak ada bunga. Saya yakin, kalau halaman mansion ini ditanami bunga, pasti akan semakin indah.” Davita menatap Angga yang duduk di sebelahnya.Angga mengangguk. “Kamu atur saja. Mama sudah menunggu, kamu bisa perlihatkan designnya kepadanya.”Davita mengangguk. “Kalau sekeliling mansion ingin ditanami bunga, saya harus berkeliling dulu untuk memahami tempat, Tuan Muda.”Angga mengangguk. “Nanti saya temani.”Davita tersenyum kikuk. “Tidak harus Anda juga, saya tahu Anda sangat sibuk.” Davita melirik laptop di pangkuan Angga. B