Home / Thriller / Disangka Ojek Ternyata Miliuner / Mau Minta Sumbangan Ya!

Share

Mau Minta Sumbangan Ya!

Author: cobaltpen
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ting~

Sebuah pesan masuk dari rekannya yang bernama Dion dari jurusan Elektro.

[Lagi di taman nih. Join sini, aku tungguin]

Begitu membaca pesan itu dari panel notifikasinya, Morgan pun segera membalasnya.

[Otw]

Usai mengirim pesan tersebut Morgan segera memakai helmnya. Rekannya satu ini menjadi harapan terakhir Morgan dalam mencari pinjaman uang.

Rekannya itu merupakan ahli kelistrikan yang sering menangani projek desain listrik rumah maupun perusahaan. Karena itulah Morgan tak ragu meminjam uang padanya. Dari segi keakraban dan juga finansial, temannya itu membawa harapan besar bagi Morgan.

Melihat Dion, Morgan segera mendekat ke arahnya. Namun, ia menyadari kalau disana ada gengnya Derren. Si anak Dekan yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengejeknya.

Alih-alih meninggalkan tempat itu karena malas menghadapi geng tersebut, Derren justru memanggilnya.

"Eh bro! Mau kemana, buru-buru amat," ucap Derren.

Hingga akhirnya Morgan pun berbalik badan menghadap mereka. Kini semua simpati tertuju padanya. Termasuk Dion yang daritadi fokus menatap laptop kini tak lagi.

"Morgan, sini join. Katanya mau ngomong penting," ucap Dion menyambut rekannya itu.

Tak tau kalau sebenarnya Morgan tak sefrekuensi dengan gengnya Derren. Sedangkan Dion yang netral tak melihat adanya kejanggalan.

"Enggak, lain kali aja," sahut Morgan.

"Alah, palingan mau utang," sindir Derren.

Kini semua pandangan memperhatikannya.

"Aku nggak asal ngomong. Kemarin si tukang ojek abis dimarahin habis-habisan sama pak Robert perkara laboratorium, terus kalau dia nggak mau ganti rugi auto di DO. Wajar aja di kesini mau nyamperin Dion. Pasti mau ngutang," jelas Derren.

Kini konflik antara Morgan dan Prof. Robert bukan rahasia lagi melainkan berita hangat yang diperbincangkan semua kalangan di kampus. Bahkan Dion pun terkejut mendengar hal itu.

Derren pun berdiri menghampiri Morgan. Dari pandangannya yang sinis tak mengecilkan nyali Morgan.

"Udah deh, terima nasib aja kalau miskin. Nggak usah sok-sokan jenius apalagi eksperimen," maki Derren. Kebetulan kemarin dia menjadi saksi kejadian di laboratorium.

"Aku bukan orang miskin," sahut Morgan.

"Iyain aja. Asal kamu tau, tukang ojek nggak pantes kuliah disini," sanggah Derren.

"Jaga mulutmu, jangan sampai kamu menyesal," tegas Morgan.

Muak dengan hinaan dari Derren, Morgan akhirnya meninggalkan taman kampus. Itu pun diiringi tawa jahat dari gengnya Derren.

"Morgan!"

Tak disangka rupanya Dion mengejarnya sampai ke parkiran.

"Dion, kamu ngapain kesini?" tanya Morgan.

"Harusnya aku yang tanya. Tapi itu nggak penting. Morgan! Kita temenan udah lama. Tapi kamu nggak pernah terus terang bilang kalau kamu butuh bantuan. Andai kamu bilang lebih awal kamu butuh berapa mungkin daritadi aku bisa bantuin kamu," jelas Dion.

"Aku nggak enak sama kamu," sahut Morgan.

"Ya sekarang jelas nggak ada. Udah kutransfer semua gajiku ke orang tua di kampung," sanggah Dion mulai putus asa.

Morgan pun menepuk pundak rekannya. Alih-Alih kecewa karena gagal mendapat pinjaman, Morgan justru kagum pada rekannya karena mementingkan kebutuhan orang tuanya diatas kebutuhan pribadinya.

Jarang-jarang ada yang berpikiran seperti Dion. Bahkan selama kuliah, Morgan banyak belajar dari Dion. Sebagai panutan sekaligus motivator.

"Nggak papa, masih ada cara lain kok," pungkas Morgan.

"Sumpah, aku nyesel banget. Tapi aku ada sisa dikit. Buat kamu. Siapa tau bisa buat ongkos," Dion merogoh saku celananya. Dan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Lalu memberikannya pada Morgan.

"Nggak udah bro! Buat kamu aja," sahut Morgan berusaha menolak.

"Udah terima aja. Siapa tau bisa bantu," desak Dion.

Hingga akhirnya Morgan pun menerimanya. Situasinya akan berbanding terbalik jika ia menolak uang tersebut. Morgan pun berjanji untuk mengembalikan uang tersebut secepatnya.

Tinggal beberapa jam saja, malam akan tiba. Dan Morgan belum mendapatkan uang tersebut. Satu-satunya yang menjadi harapan Morgan adalah uang transferan itu.

"Aku nggak punya pilihan lain. Aku harus menemui kakek," ucap Morgan melupakan egonya demi uang tersebut.

Dalam hati, dia berharap bisa memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan nyata di luar kekayaan dan kemewahan yang selama ini dia nikmati.

Tapi ternyata kehidupan menjadi orang biasa tidaklah mudah. Tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya.

Sesampainya di gerbang mewah yang melindungi sebuah rumah megah yang luas, Morgan berjalan santai.

Ia teringat masa-masa ketika ia masih menikmati segala kenikmatan tanpa kekurangan apapun. Namun, kehidupannya sebagai orang biasa juga memberinya banyak pelajaran.

"Permisi," ucap Morgan di depan gerbang. Berharap satpam rumah ini segera membukakan gerbang dan para bodyguard menyambutnya seperti yang terjadi semasa menjadi cucu konglomerat.

Tak lama kemudian seorang satpam membuka gerbang. Satpam itu, terbiasa menyambut kedatangan tamu berkelas, seketika terkejut melihat penampilan Morgan nyaris seperti gembel. Tatapan heran tergambar jelas di matanya saat ia memperhatikan wajah Morgan yang penuh keringat dan noda.

Matanya menyapu dari ujung kepala hingga ujung kaki Morgan.

"Mau minta sumbangan ya?" tanya satpam.

Kedua mata Morgan membulat dengan sempurna. "Pak ini saya, cucunya Arthur Collim," ungkap Morgan.

Satpam itu mengerutkan dahi. "Setiap keluaga tuan Arthur selalu berpakaian rapi dan elegan bukan berpenampilan seperti pengemis! Lah anda ini siapa emangnya? Ngaku-ngaku jadi cucunya tuan Arthur," sahut satpam.

"Bapak masih nggak percaya?" sahut Morgan sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. Ia tak habis pikir, untuk pertama kalinya ia tak dikira gembel di rumahnya sendiri.

"Ya iyalah. Halumu itu loh terlalu tinggi," maki Satpam.

Morgan menggeram kesal. Ia merasa tak punya waktu meladeni orang di depannya ini.

"Gini deh, memangnya kamu punya bukti kalau kamu cucunya tuan Arthur? Ayo, jawab," Satpam tak kehilangan akal untuk mengusir pria yang disangka gembel itu.

Morgan hanya bisa menghela nafas panjang. Matanya menatap satpam itu dengan tajam.

"Kok diam! Berarti kamu bohongkan," maki Satpam.

Untuk ke sekian kalinya pria paruh baya itu tak melewatkan kesempatan untuk mengejek Morgan.

“Jangan sampai bapak menyesal karena telah menahan saya masuk!” ucap Morgan yang kesabarannya sudah hampir habis.

"Mending kamu periksa ke psikiater dulu deh. Saya khawatir jiwamu nggak sehat. Atau introspeksi dulu kalau nggak gitu ngaca sana, pantes nggak disebut cucunya Arthur Collim. Gembel, mau minta sumbangan aja ngaku-ngaku jadi cucunya konglomerat. Sekarang pengemis muda kreatif-kreatif ya,"

Morgan hanya bisa menghela nafas panjang. "Sabar Morgan, sabar! Jangan gegabah," ucap Morgan dalam hati.

"Udah sana pergi! Cari mangsa lain sana! Siapa tau ada yang iba sama gelandangan baru kayak kamu," pungkas satpam.

Satpam pun berbalik badan meninggalkan Morgan diluar gerbang.

“Bapak belum tau rasanya dipecat ya,” Morgan memancing amarah satpam yang baru saja menghinanya tadi.

Ia mengira apa yang dikatakan barusan tidak akan digubris. Namun ternyata satpam itu murka padanya hingga memanggil para bodyguard untuk mengusirnya.

“Kurang ajar!!!” maki satpam sambal membuka kunci gerbang.

Morgan sama sekali tak gentar melihat dua bodyguard berbadan kekar yang berdiri di belakang satpam. Dari tampang dan gelagatnya sepertinya mereka siap menghajar Morgan.

“HEH, Sebelum babak belur mending kamu pergi deh,” ujar satpam.

“Lah nantangin. Siapa takut? Ayo sini maju,” sahut Morgan sambil melepas jaketnya.

“Gembel aja banyak gaya. Sikat bang,” maki satpam lalu memberikan isyarat pada rekan bodyguard untuk menghajar pria itu.

"Cucuku bukan gembel!"

Related chapters

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Seni Menampar Tanpa Menyentuh

    Satpam dan dua bodyguard itu diam seketika melihat sang majikan menghampiri mereka. Pria paruh baya yang mengenakan jas hitam yang harganya setara dengan gajinya selama setahun. “Morgan, masuk!!” pinta Arthur. Mendengar majikannya mengizinkan gembel itu masuk, baik satpam maupun bodyguard bergidik ketakutan. Kesalahan yang mereka lakukan kali ini pasti tidak akan ditoleransi oleh Arthur Collim.“T-tuan s-s-saya minta maaf-“ ucap satpam dengan nada terbata. Begitu Morgan berdiri dihadapannya, satpam tersebut tak punya cukup keberanian untuk menatap wajah cucu majikannya.“Maaf-maaf, enak banget ngomongnya,” sahut Morgan.Kekesalannya tak bisa dibendung lagi. Ia masih tidak menyangka dianggap gembel di rumahnya sendiri.“S-saya sungguh menyesal tuan. Saya siap menerima hukuman,” Terlihat jelas ketakutan satpam tersebut dari suaranya serta raut wajahnya.“Hajar,” pinta Arthur Collim sambil memberikan isyarat kepada dua bodyguardnya.“Baik tuan,” Dua pria bertubuh kekar itu Bersiap meng

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Bukan Sembarang Tukang Ojek

    "Ini uangnya pak” Morgan menaruh bungkusan uang di atas meja Robert Jensen. "Semua kerugian laboratorium telah saya bayar lunas," sambung Morgan. Prof. Robert Jensen masih menatapnya dengan datar. Antara kaget dan tak percaya. Begitulah yang dirasakan pria yang usianya mendekati setengah abad itu. "Morgan! Dari mana kau dapat uang ini? Hasil ngrampok ya? Uang palsu kan?!" sahutnya. Morgan merasa geli ketika mendengar komentar Profesor Robert. Tawanya pun tak bisa dibendung begitu saja. Meskipun situasinya serius, ekspresi wajah dosennya yang datar membuatnya tak bisa menahan reaksi spontan. "Pak saya memang miskin, tapi tidak dengan moral dan hati saya," ucap Morgan dengan yakin. "Lalu darimana kau dapat uang sebanyak ini?" tanya Prof. Robert. Dari nadanya terlihat jelas bahwa pria itu menyepelekan Morgan. "Dari tabungan," elak Morgan. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa kakeknya yang memberikan uang tersebut. Pasti Robert tak melewatkan kesempatan untuk menertawakan hal itu.

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Viral Karena Miskin

    "Mas, silahkan!" Morgan terkejut begitu antrian dibelakangnya justru dilayani dulu. "Kang ojek minggir dulu," ujar Derren. Teman-teman Derren pun menggusurnya sampai barisan paling belakang. Morgan menggelengkan kepala tak habis pikir dengan kelakuan mereka semua. Begitu hinanya pakaian yang ia gunakan hari ini sampai kehilangan hak disini. "Keren bro, btw thanks bro!" Beberapa menit kemudian Derren dan kawan-kawannya menjauh dari kasir. Wajah-wajah riang mereka tak bisa disembunyikan begitu membawa tas berisi kotak jam dari brand terkenal. Begitu juga dengan Derren yang hari ini puas sekali nampaknya menunjukkan kekayaannya. "Woi, buruan bayar. Ngapain disitu? Nggak mampu ya?" Tak cukup puas menghina Morgan, Derren pun tak melewatkan kesempatan untuk menghina Morgan. "Beliin lah, kasihan," sahut yang lain tentunya dengan nada ejekan. "Iya bro, kang ojek mana sanggup," "Ah elah sok melas. Uang hasil judinya kemana? Abis ya buat bayar kerugian lab?""Iya tuh. Mending ngrampo

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Bukan Rahasia Umum

    "Ya gimana nggak viral. Jarang loh sekarang ini mahasiswa yang kuliah sambil kerja," Percakapan awalnya yang hanya sekedar bertukar identitas, kini masih berlanjut. Bedanya hanya mereka berdua saja yang duduk di depan ruko sembari menunggu hujan reda. Sedangkan dua bodyguard tadi, menghilang entah masih memantau dari kejauhan atau pergi begitu saja. "Biasa aja," sahut Morgan. "Menurut kamu biasa aja. Tapi nggak semua orang menilai apa yang kamu lakukan itu biasa," timpal Regina. Sesama penikmat hujan itu rupanya larut dalam suasana yang tenang sore itu. "Lagian, kamu tu udah lama jadi perbincangan dosen, mahasiswa sampai satpam kampus juga," Regina tak hentinya tersenyum menceritakan perspektif orang-orang terhadap sosok Morgan. "Karena tukang ojek?" "Ih enggaklah. Lebih tepatnya karena kamu tu hebat banget, berani eksperimen di lab yang jelas-jelas risikonya fatal," jelas Regina. Morgan mengerutkan dahinya. "Buset beritanya cepet banget kesebar. Padahal---""Ya karena kamu se

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Si Cakep Punya Fan(s)

    "Morgan jemput aku ya," Sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Kebetulan pagi itu ponselnya tersambung jaringan wifi kos. "Ni cewek apaan sih, main minta jemput aja," desusnya. Enggan membaca pesan tersebut, tibq-tiba wanita yang sama mengirimkan pesan berupa lokasi suatu tempat. Hasrat kemasalan Morgan semakin menjadi-jadi begitu mengingat nama belakang wanita itu. "Ah malas kali ketemu bapaknya," ujarnya sambil menyalakan mesin motor. Usai tiba di kampus, Morgan melepaskan helmnya. Getaran dari ponselnya, membuatnya acuh karena sudah tau siapa yang menelfon. "Nggak bapaknya, nggak anaknya, ngeselin!!" makinya. Endingnya Morgan pun membuka ponselnya untuk melihat jadwal dan kelas mana yang akan ditempati matkul hari ini. Tak hanya itu Morgan yang merasa iba akhirnya membalas pesan dari wanita itu. [Sorry ya, baru buka hp pas di kampus]pesan terkirim."Jangan sampek ni cewek ngadu ke bapaknya terus bapaknya ngadu ke rektor," ujar Morgan sambil memasukkan ponselnya ke dalam

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Definisi Tepat Waktu

    Aroma khas mie sedaap membangkitkan selera pria yang menghabiskan malamnya didepan laptop. Sesekali pria itu membagi pikirannya untuk mengingat algoritma serta menikmati kuah mie sedaap yang sangat cocok dengan hawa sejuk gerimis yang melanda kota Jakarta. Ya, biarpun memiliki rekening yang jumlahnya tak patut disebut sedikit, rupanya tak mengubah kebiasaan sederhananya. Selama ini secara tak sadar Morgan telah menikmati hidupnya menjadi anak kost. Hingga akhirnya ia terbiasa dengan hal sederhana yang menciptakan kebahagiaan tersendiri. "Lewat jam 12 tugas harus dikumpulkan. Kalau tidak jangan harap lulus matkul saya,"Bila mengingat ocehan dosen satu ini, muncullah beberapa ide untuk membuat professsor berinisial J itu naik darah. Bukankah sangat menyenangkan berdebat dengan pak Jensen? Baru saja Morgan menekan tombol Send pada sebuah situs google form. Dimana jam laptopnya menunjukkan pukul 23.58. "Ini! baru namanya tepat waktu," ucapnya sambil memetikkan jarinya. Beribu alasa

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Telat dikit, Ngaruh banget!

    "Please! give me a chance to win," Seorang wanita berambut panjang duduk sambil memeluk lututnya. Morgan tak berani mendekat begitu tangisan wanita itu semakin menjadi-jadi. Dari iringan ia melihat sorot kedua mata sipit yang sembab. Bekas kacamata membekas disekeliling area bawah mata. Tampak beberapa kertas desain poster dan juga tulisan tangan yang memang dibuat dengan penuh kesungguhan. "Ya allah please, I have to win," ujarnya lagi.Morgan menggelengkan kepala tak habis pikir dengan apa yang diucapkan wanita itu. "Regina.. apaan sih, ngapain juga dia nangis disini," batin Morgan. Membayangkan kesempurnaan nasib menjadi anak professor Robert membuatnya lupa bahwa wanita itu memiliki segudang beban yang tidak diketahui banyak orang. Hal yang membuat Morgan tersentuh hatinya adalah melihat dan mendengar secara langsung isak tangis seorang perempuan. Itu membuatnya tersiksa. Lantas ia mendekati wanita itu lalu duduk disampingnya. Ia memberanikan diri untuk menyentuh pundak wanit

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Si Cakep dan Fan(s) Beratnya

    "Bodoamat mau dikasih nilai Z, nggak ngaruh," ujar Morgan. Terlanjur kesal, Morgan memilih kembali ke kost untuk melanjutkan rutinitas utamanya. Apalagi kalau bukan tidur. Tapi biarpun begitu, angan-angan tidak lulus mata kuliah yang diampu oleh Prof. Robert terus menghantui pikirannya. Meskipun begitu, jiwa bar-barnya menjadi ciri khas seorang tukang ojek yang ternyata cucu konglomerat. "Besok lagi kalau ada orang mau bunuh diri nggak usah disamperin aja deh. Bikin repot aja," gerutunya sambil memakai helm. Tangan kanannya bersiap menekan stater motor. "Morgan! Morgan! Tunggu..," Suara yang tak asing di telinganya itu berhasil mengurungkan niatnya untuk pulang. "Regina," ucapnya begitu kedua matanya melihat seorang wanita berlari menghampirinya. Ia memutuskan untuk melepas helm, dan turun dari motornya. "Morgan! Kamu---" Regina berhenti tepat dihadapan Morgan. Itupun dengan keadaan nafasnya terengah-engah. Seperti habis marathon mengelilingi fakultas teknik."Atur nafas dulu

Latest chapter

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Untung Tuker Baju

    Titt...Entah berapa kali Morgan menghubungi beberapa nomer dikontaknya. Namun sebagai penutup aktivitasnya malam ini, dia berniat ke parkiran rumah sakit untuk mengambil tasnya di jok motor. Begitu tiba di parkiran, Morgan langsung menuju ke motornya. Dan ini ke sekian kalinya ia mendapati ponselnya berdering. Brughh..Tasnya sudah dia ambil bersamaan dengan menjawab telpon dari seseorang. Siapa lagi kalau bukan bodyguardnya. Setelah mengakhiri panggilan teleponnya, Morgan merasakan sesuatu yang tidak beres. Suara langkah kaki yang pelan serta bayangan yang mengintai membuat bulu kuduknya merinding. Dalam remang-remang gelapnya parkiran, ia melihat sekelompok bayangan orang mendekatinya. Hatinya berdegup kencang, karena ia tahu ancaman telah mengintai. Ia sempat berpikir bahwa bayangan itu mungkin keluarga dari pasein lain yang dirawat di rumah sakit ini. Mungkin hal yang sama juga dilakukan orang itu. Setidaknya hal itu membuatnya tenang. Tapi yang benar saja bayangan itu semakin

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Habisi Dia!!!

    Di setiap langkahnya, selalu diiringi doa. Di setiap nafasnya teriring restu untuk melangkah lebih laju. Barangkali Morgan lupa bahwa ia memiliki harta paling berharga. Tak ada tandingannya bila dibandingkan dengan harta atau sejenisnya. Detik yang dilalui terasa lebih lama, begitu melihat sosok paruh abad itu terbaring tak berdaya di ruang rawat inap. Dalam hati Morgan, untuk masih ada disini bukan di ICU. Kalau itu sampai terjadi, mungkin saat ini juga ia akan membantai musuhnya. Kalaupun boleh memutar waktu, maka Morgan memilih tidak melakukannya. Baginya untuk apa memutar waktu kalau pada akhirnya berada diluka yang sama. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Penyesalan pun bagai air liur yang ditelan tanpa rasa. Jangankan mencium kening kakeknya, cucu kesayangan Arthur Collim tak beranjak dari ambang pintu. Ada setitik kekhawatiran tapi semua itu tertutupi dengan hasrat ingin menghabisi musuhnya hari ini juga. "Permisi mas,"Alih-alih memikirkan balas dendam, su

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Musuh Nyata Keluarga Collim

    "Kalau kamu ingat, saya pernah memaksa kalian bertiga untuk segera melakukan observasi ditempat yang jauh bahkan tempat itu hanya rekayasa. You know? Orang dan bangunan disana berasa didalam kendali saya," ucap Prof Gin. Morgan menggertakkan giginya. Ingin rasanya ia segera keluar dari ruangan ini. Namun naasnya pria itu membuatnya penasaran akan rencana murahan yang telah dirancang. "Rencana pertama berhasil. Dengan membuat kalian bertiga betah disana. Kemudian serangan terakhir saya adalah mengirimkan anak buah untuk merusak project kalian. Dengan begitu fokus kalian teralihkan pada masalah tersebut. Itu artinya semakin mudah tim IT untuk menyabotase ponselmu. Dan ternyata semua dokumen ada disitu. Sama sepertimu yang selalu memunculkan gagasan ide terbaru tentang program. Saya juga sering meluncurkan aplikasi hacker sekali klik, bisa mengakses seluruh informasi," sambung Prof Gin. 'Kurang ajar!! Jadi selama ini---' Morgan hanya bisa membatin. Sementara kedua tangannya mengepal.

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   DIA PELAKUNYA!

    Dalam hening koridor kampus yang sepi, Prof. Gin memimpin dua mahasiswa yang berjalan dibelakangnya. Morgan dan Derren mengikutinya dengan irama langkah yang sama. Sesekali mereka saling melempar tatapan sinis. Jelas di wajah mereka tersirat amarah yang belum terbalaskan. Ketika tiba didepan pintu ruangan, Prof. Gin segera membuka pintu dan mempersilakan keduanya masuk. Ruangan itu penuh dengan aroma buku serta pengharum ruangan yang khas. Rak-rak penuh dengan literatur teknologi dan dinding dipenuhi dengan sertifikat dan penghargaan. Prof. Gin duduk di meja kerjanya dengan santai, tetapi tatapannya tajam dan penuh otoritas. Morgan dan Derren berdiri di depan meja profesor itu, merasa seakan ditarik masuk ke dalam pusaran masalah yang lebih besar. "Silakan duduk," ucap Prof. Gin, suaranya yang tenang tidak mencerminkan kesabarannya. Kedua mahasiswa itu duduk di kursi yang tersedia. "Saya yakin kalian tahu mengapa kalian dipanggil ke sini," ujar Prof. Gin dengan nada naik turun

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   4 Triliun Habis dalam 24 Jam

    "Jadi selama ini atmnya ada di kalian?"Di depan ruko dua misterius itu menghadap Morgan. Merekalah bodyguard Arthur Collim yang berhasil dihubungi oleh Morgan. Sehingga mereka datang kesini itupun dengan penyamaran. "Benar tuan," sahut salah satu dari mereka. "KURANG AJAR! Jadi kalian yang narik uang itu," terlanjur naik pitam, Morgan menarik kerah baju pria itu hingga mendekat. "Demi Tuhan tuan, s-saya tidak pernah menyentuh apalagi mengecek isi atm tersebut," ujarnya ketakutan. "La terus siapa kalau bukan kamu," bentak Morgan. Geram dengan sikap bodyguardnya, Morgan sampai menghentakkan kaki melampiaskan amarahnya."Di rekening itu ada 4 triliun. Selama 24 jam hampir habis, ulah siapa kalau bukan ulah kalian!!!""Maaf lancang tuan muda. Beberapa hari ini tuan Arthur juga mengalami hal yang sama. Dana perusahaan juga menghilang. Jumlahnya tak sedikit tuan, hampir mendekati 2 triliun. Sedangkan rekening pak Arthur juga sepertinya dibajak oknum tak bertanggung jawab," ungkap seor

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Arthur Mlarat?

    Pagi ini keluarga Jensen menyantap hidangan sarapan. Ruangan itu terhias elegan, dengan kursi-kursi empuk dan meja panjang yang dihiasi penuh dengan hidangan lezat. Semuanya terlihat begitu sempurna, seolah-olah menciptakan semacam kebahagiaan yang bersifat rutin di keluarga ini. "Itu tolong airnya ditambah ya bik,""Baik nyonya,""Sama satu lagi, ambilin buah di kulkas ya bik,""Iya nya,"Jauh sekali dengan kebiasaan Morgan sehari-hari. Yang hanya mengandalkan mie instan sebagai menu utama dan abadi. Jangankan duduk di meja makan, kos-kosannya saja tidak muat diisi seperangkat tempat duduk. Justru Kasur yang seharusnya menjadi tempat tidur malah digunakan sebagai alas apapun. Alas pantat, misalnya. Prof. Robert Jensen, duduk di ujung meja dengan sikap yang tenang. Dengan setelan jas yang rapi, dia memberikan kesan otoritas. "Ada kelas pagi yah?""Nggak,""Kok tumben berangkat pagi,""Mau rapat bentar,"Sedangkan Regina, anak semata wayangnya, duduk di seberangnya. Pakaian dan pena

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Mana Uangku?

    Regina baru saja tiba di rumah setelah hari yang melelahkan di kampus. Namun, kelelahannya tak menjadikannya bermalas-malasan. Justru ia harus segera merawat rambutnya yang kusut. Regina berdiri di depan cermin kamar mandi, tetesan air masih terasa di kulitnya. Warna senja yang mulai meredup memancarkan sinar lembut ke dalam kamar mandi, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Dia membiarkan handuk putih lembut melilit rambutnya yang basah, meresapi sensasi hangat setelah selesai keramas. Dalam kesendirian itu, Regina merasa seolah-olah kamar mandi menjadi tempat perlindungan dari segala masalah yang terjadi di luar sana. Tetesan air yang menetes dari rambutnya menciptakan melodi lembut yang seolah-olah membawanya ke dunia yang jauh dari keriuhan dan drama kampus. Ponselnya yang ditaruh di samping wastafel, tanpa disadari bergetar seiring dengan notifikasi yang masuk. Namun, Regina masih asyik mengeringkan rambutnya di kamar mandi. Dalam keheningan tersebut sambil mengeringka

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Diam Untuk Melunjak

    Teriakan dan tawa yang tak senonoh mulai mengganggu ketenangan. Geng Derren dengan bangga masih menyerbu bangku tempat ketiganya duduk. "Sekarang lihat sini, ini dia trio abal-abal! Masih nongkrong di sini sambil bermimpi sukses ya? Haha!" ujar Derren sambil menunjuk-nunjuk mereka satu per satu. Kedatangannya yang telat menjawab pertanyaan tiga trio ingusan itu. Yang sempat menanyakan keberadaan sang ketua geng. Tapi mbatin sih. "Bukan trio abal-abal tapi trio ingusan,""Oh ada baru ternyata,""Iyalah baru rilis,""Lebih cocok pakai nama itu deh. Lengkap juga formasinya ada kang ojek, ada pecundang, dan ada juga yang suka lapor ke dosen,""Ups, lengkap nggak tuh,"Jonathan yang biasanya cepat emosi, kali ini duduk dengan tenang. Ia membuka pesan dari Dion di ponselnya. Media tangkapan layar menunjukkan jumlah dana masuk di rekening Dion yang mencapai 700 juta rupiah dari klien yang telah mempercayakan proyek pada mereka. 'Gilaaak jauh dari perkiraan cuy,'batin Jonathan. Alis Jona

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Caci Maki Elit, Memuji Sulit

    “Wooiii trio MJD,”Ketengangan di kantin sirna seketika. Saat itu hanya ada Morgan, Jonathan, dan Dion."MJD apaan?" Morgan melirik dua rekannya secara bergantian.Di tengah hiruk pikuk kampus Konoha, terdengar bentakan keras dari salah satu anggota geng yang dikenal sebagai musuh Morgan, seorang miliuner yang menyamar sebagai mahasiswa biasa. Geng tersebut terdiri dari Derren dan anak buahnya, yang telah menguasai kampus dengan perilaku intimidatif dan penindasan terhadap mahasiswa.Geng yang memerintah kampus tersebut memperlakukan mahasiswa berdasarkan status sosial dan kekayaan, bukan berdasarkan kemampuan akademik atau kepribadian. Mereka terus memperluas kekuasaan mereka tanpa ada yang berani melawan atau melaporkan tindakan mereka.Di tengah kondisi seperti itu, masih ada pertanyaan apakah ada mahasiswa lain yang berani menentang geng tersebut dan apakah ada harapan untuk mengembalikan keadilan di kampus Konoha.Dengan demikian, kehidupan kampus Konoha dipenuhi dengan keteganga

DMCA.com Protection Status