Adam yang baru datang dicecar pertanyaan oleh Anti yang langsung terpancing emosinya ketika melihat lelaki tersebut. Adam hanya diam, tak menggubris ia mencoba masuk ke rumah Anti namun dihalangi oleh Anti,
"Bang! Abang!" teriak Anti kepada suaminya yang berada di dalam rumah dan tak lama kemudian keluar."Dia mau masuk ke rumah kita Bang!" ucap Anti."Rumah kalian apa?" tanya Adam yang mencoba menerobos masuk namun di halangi oleh Anti dan suaminya."Rumah ini sudah di jual Gina kepada kami, dia sudah tidak tinggal disini lagi!" ucap Anti."Tidak mungkin!" ucap Adam, dengan sekuat tenaga ia menerobos keduanya dan ketika berhasil ia masuk dan dikejar oleh Anti dan suaminya. Sementara itu Ike wanita yang dibawa Adam hanya menundukkan kepalanya karena malu. Mereka berdua diusir dari kontrakan tersebut dan Adam membawanya ke rumah Gina, untuk menginap sementara disana beberapa saat namun rumah yang mereka datangi menjadi warung makan. Entah kemana lagi ia akan"Selamat pagi cantik!" ucap Satria kepada Gina yang tengah mencuci sayur di bawah kran air.Gina menoleh, kemudian tersenyum."Selamat pagi Pak, Bapak datang pagi sekali hari ini." tegur Gina meneruskan pekerjaannya."Begitukah?" tanyanya tak percaya, padahal yang dikatakan oleh Gina benar, ia sengaja datang lebih pagi untuk bisa melihat Gina lebih lama.Perusahan teh yang baru buka dua tahun belakangan itu, berkembang pesat dan cepat, untuk mengapresiasi para karyawannya maka setiap makan siang perusahaan tersebut memberikan jatah makan siang untuk ratusan karyawan di perusahaan tersebut termasuk para pemetik teh. Dan semenjak itulah Gina bekerja di tempat tersebut. Sebelum itu, semenjak hamil Gina membuka warung kecil di depan rumah yang ia tempati untuk berjualan gorengan, karena banyak yang menyarankan dan menyuruhnya untuk berjualan nasi karena biasanya para pemetik teh malas pulang ke rumah, mereka membeli nasi bungkus di tempat Gina. Selain karena harga y
Tok... tok...Gina mengetuk pintu kantor, dimana bos mereka dan juga tamu perusahaan sedang berbincang,"Permisi..." ucapnya masuk sembari membawa nampan berisi minuman dan juga camilan untuk tamu mereka.Tamu perusahaan tersebut ada dua orang, seorang laki-laki dan juga perempuan muda, cantik dan entah mengapa Gina merasa pernah melihat perempuan tersebut entah dimana.Di letakkannya minuman dan kue kering tersebut di atas meja, kemudian ia pun kembali ke tempatnya bekerja."Tehnya segar, apa ini termasuk produksi di perusahaan ini?" tanya wanita cantik tersebut."Iya Nona Laura. Selain memproduksi teh hitam kita juga memproduksi teh hijau." ucap Ganjar pimpinan bidang produksi tersebut.Pembicaraan tentang perusahaan itu berlangsung cukup lama hingga tiba waktu makan siang. Laura pun diajak untuk makan siang di tempat tersebut oleh Ganjar dan juga Satria."Menu makan siang di tempat ini pun tidak pernah ada perbedaan antara kami dengan pemetik
"Pemandangan di sini sangatlah indah, bahkan ketika matahari bersinar cerah udara di sini masihlah sangat sejuk ya Tan," ucap Laura kepada kepada Tania, anak dari Ganjar yang merupakan manager produksi di perusahaan tersebut."Iya Ra, aku jamin kamu akan betah tinggal disini," jawab Tania sembari tersenyum."Eh kamu kenapa?" tanya Tania ketika Laura berhenti berjalan dan memijit pergelangan kakinya."Kakiku kram,""Ya sudah, kita istirahat dulu disana," tunjuk Tania kepada kursi kayu yang terletak di bawah pohon akasia yang cukup rindang tak jauh dari tempat mereka."Dulu aku pernah mengalami kecelakaan waktu kuliah di Jerman, cukup lama memulihkannya hingga bisa dipakai berjalan normal, tapi kalau terlalu kelelahan bisa kram seperti ini," cerita Laura kepada teman barunya tersebut."Kamu benar Laura, sepertinya kita memang terlalu jauh berjalan. Ini mungkin lebih satu kilo kita berjalan kaki dari rumah kontrakan kamu." Tania tersadar."Aku akan menghubun
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Alex kepada Laura pada malam pertamanya tinggal di tempat asing tersebut."Aku baik, dan sepertinya akan betah disini." jawab Laura yakin."Baguslah kalau begitu. Kau tinggal dengan siapa?" Alex begitu khawatir dengan keadaan adik perempuannya tersebut."Aku tinggal sendirian, Mas tidak usah khawatir, rumah Pak Ganjar hanya berjarak 7 meter dari kontrakanku." "Benarkah, syukurlah kalau begitu.""Sekarang gantian, aku ingin bertanya. Mas sedang dimana?" tanya Laura curiga kepada Alex yang kemungkinan tidak ada di rumah."Aku di luar," "Cepat pulang, aku tidak ingin Mama sakit karena mendengar rengekkan istrimu itu," titah Laura kepada kakak lelakinya tersebut.Alex diam, jujur ia sangatlah malas jika pulang ke rumah. Telinganya sakit jika mendengar Angel yang meminta ini dan itu."Mas come on," suara Laura melemah, ia tahu bagaimana perasaan kakaknya tersebut. Meski tidak mencintai Angel ia tetap berusaha tidak menyak
Drrrtt... drrtt...Hp Alex bergetar di atas nakas, sementara pemiliknya sedang berada di dalam kamar mandi, Sejak tadi hp itu terus saja bergetar karena seseorang yang entah siapa menelponnya. Karena penasaran Angel mengangkat telepon tersebut."Halo!" sambungan telepon tersebut dimatikan secara sepihak oleh orang yang menelpon."Aneh nelpon diangkat kok dimatikan gerutu Angel." tangannya masih memegang benda pipih milik suaminya tersebut, terlihat banyak pesan dari nomor yang tadi menelpon. "Maaf bos hp saya hilang, ini baru beli, kami belum menemukan wanita yang bos cari. Dan akan tetap berusaha mencarinya!" Angel mengerutkan kening ketika membaca pesan mencurigakan tersebut. 'Siapa yang dicari oleh Mas Alex ya?' batinnya curiga, untuk menuntaskan rasa penasarannya dengan sosok yang dicari oleh Alex, Angel mencari petunjuk di hp tersebut. Satu persatu pesan di salah satu aplikasi di hp tersebut ia buka begitupun juga foto digaleri hp tersebut.Dadanya terasa s
"Pak Satria!" ucap Gina sedikit terkejut atas kedatangan lelaki tersebut."Selamat sore Gina," sapanya."Sore Pak," Gina keluar dan melangkah ke tempat dimana terdapat dua buah kursi berbahan kayu jati yang berada tepat di teras rumahnya. Karena tidak ada lelaki dewasa di rumah tersebut, Gina enggan mengajak tamunya untuk masuk ke dalam rumah, bukan hanya dengan Satria saja, melainkan dengan semua tamu laki-lakinya."Tama mana?" "Dia..." belum lagi Gina selesai berbicara,"Om Satria!" bocah itu berlarian keluar seperti sedang di kejar sesuatu dan bersembunyi di belakang Satria."Ada apa?" tanya Satria dan Gina secara bersamaan, "Ada ular, dia makan ayam aku!" jelas Tama"Ular apa?nenek kamu mana?" tanya Gina khawatir."Nenek lagi cari kayu buat pukul ularnya, tadi aku mau ngasih ayam makan. Tapi ada ular di kandang ayamnya!" Seminggu yang lalu Tama bersama Maria pergi kepasar, ketika melihat ada anak ayam warna warni yang di jual di pasar t
Uuhhuuk... uhuuuk..."Minum dulu," Maria menyerahkan segelas air putih kepada Gina, yang tersedak setelah mendengar pertanyaan darinya.Maria menghela nafas kemudian menatap Gina lekat, "Mama tidak akan bisa menemani kamu dan Tama selamanya, sebelum hal itu terjadi... Mama ingin melihat kamu menikah dan hidup bahagia!""Gina belum ada kepikiran ke arah sana Ma, lagian apa yang Mama bilang gak mungkin. Pak Satria itu baik kepada semua orang." digenggamnya erat tangan wanita yang sudah melahirkan dan juga menemaninya seumur hidupnya tersebut."Bagiku saat ini, hidup dan kebahagiaan kalianlah yang paling penting! Kalau Mama dan Tama bahagia aku juga bahagia." Gina mencium tangan yang Maria kemudian memeluknya erat.****Angel termenung di dalam kamarnya, memikirkan perkataan Diana yang ingin dia untuk segera hamil. Selama ini tak pernah terpikirkan olehnya untuk memiliki anak, ia hanya terobsesi untuk memiliki Alex kakak dari temannya Laura. Angel mengenal Alex
Beberapa minggu kemudian..."Kulihat dia menjadi salah satu wanita terpopuler di perusahaan ini," ucap Laura kepada Tania yang menemaninya berangkat bekerja pagi ini. Karena mobil perusahaan yang menjemputnya sedang di bengkel, maka Laura pun di antar oleh Tania, mereka tak sengaja berpapasan dengan Gina yang tersenyum sembari menenteng barang belanjaan di tangannya."Iya, bukan hanya laki-laki saja yang kagum sama dia, aku sebagai perempuan juga menyukainya. Selain baik hati Mbak Gina memang cantik, padahal dia tidak berdandan seperti orang kebanyakan." aku Tania."Apa dia sudah lama jadi koki disini?" tanya Laura lagi penasaran."Kalau menjadi koki disini mungkin 2 tahun belakangan ini, soalnya dulu ketika dia pertama kali datang dia berjualan di depan rumahnya.""Oh iya, suaminya bekerja disini juga?" mendengar pertanyaan Laura, Tania menggeleng."Sampai saat ini, aku belum pernah mendengar suaminya datang." jawabnya menoleh ke arah Laura."Dia janda?"
Laura duduk termenung di ruang kecil kamarnya. Jendela kaca di samping meja riasnya memantulkan bayangan dirinya yang tampak lelah. Rambutnya yang biasanya tertata rapi kini tampak sedikit berantakan. Sejak kejadian malam itu, semuanya terasa berubah. Ia telah melewati batas, dan entah kenapa, perasaan bersalah itu terus menghantuinya.Hubungannya dengan Satria telah menjadi sebuah kesalahan besar. Malam itu, di pesta perusahaan, ia tak pernah menyangka akan terjebak dalam situasi yang begitu kacau. Entah apa yang diminum Satria pada malam itu nyatanya membawa mereka ke dalam kekeliruan yang tak termaafkan. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir bayang-bayang gelap itu dari pikirannya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat rasa hampa di dadanya.—Laura memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia ingin keluar dari zona nyaman, dari lingkungan yang penuh dengan intrik dan konflik. Ketika salah satu divisi perusahaan mengadakan
Setelah perdebatannya dengan Angel Alex memilih keluar dan pergi ke kamarnya yang berada tepat disamping kamar Angel, meski menginap dihotel yang sama, namun ia memesan kamar kamar lain untuk dirinya sendiri karena memang Alex menyukai ketenangan. Alex berdiri di depan jendela besar di kamar tersebut. Sinar matahari sore memantulkan bayangan tubuhnya yang kokoh ke lantai kayu. Tatapannya kosong menembus kaca, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai rencana. Ia sudah terlalu muak dengan permainan Angel. Istrinya itu sudah melampaui batas, dan kali ini, Alex tidak akan tinggal diam.Pintu kamar terbuka perlahan. Entah dari mana Angel mendapatkan kunci kamar tersebut, ia melangkah masuk dengan anggun, mengenakan gaun merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya penuh percaya diri, seperti biasa, tetapi sorot matanya menyimpan sesuatu—ketakutan yang ia coba tutupi.“Maafkan aku," Angel bersuaranya terdengar menyesal, juga ada nada gugup yang terselip di sana.Alex
Langit sore itu terlihat mendung, menambah suasana muram di sekitar tempat Gina berpijak saat ini. Udara terasa lembap, dan aroma tanah basah mulai tercium, tanda-tanda hujan akan segera turun. Gina menatap cakrawala dimana cahaya jingga serta awan hitam menutupi langit bagian barat wilayah tersebut. Handphone dalam tas selempangnya bergetar."Iya, Ma," ucapnya sedikit cemas."Kamu kok belum pulang? ini Tama nanyain dari tadi," ucap Maria disebrang sana."Iya Ma ini lagi dijalan, Mama sudah dirumah?" Gina memastikan keduanya baik-baik saja."Iya kami sudah dirumah, tadi ada orang baik nawarin tumpangan naik mobil, jadi Mama gak perlu nunggu jemputan dari Paman Andi,"Deg...Pernyataan dari Maria membuat Gina semakin yakin bahwa Angel tidak berbohong atas ucapannya."Ya sudah Ma, aku mau lanjutin perjalanan nanti keburu hujan!""Iya hati-hati..." Sepanjang perjalanan lagi-lagi Gina merasa tidak tenang, sebab ada seseorang yang terus saja men
Malam itu terasa sunyi, meski di luar suara kendaraan pengangkut barang produksi masih hilir mudik melewati jalanan ibu didepan rumah sederhana, Satria duduk di dalam kamarnya, menatap layar ponselnya yang menyala. Nama Gina terpampang di sana, tetapi ia tak punya keberanian untuk mengetuk ikon “panggil”. Ada ribuan kata yang ingin ia ucapkan, tetapi semuanya terhenti di tenggorokan. Kepalanya bersandar di sandaran ranjang sementara pikirannya penuh dengan bayangan Gina.Satria menghela napas panjang. “ Aku nggak bisa terus kayak gini…” gumamnya, setengah berbisik. Ia tahu, perasaannya kepada Gina bukan sekadar rasa suka biasa. Ini cinta. Cinta yang tumbuh tanpa ia rencanakan, meski ia tahu Gina masih menyimpan banyak misteri dari masa lalunya. Setiap kali ia melihat wanita itu, ada dorongan kuat untuk mengungkap misteri tersebut. Namun, semuanya terasa rumit. Gina, dengan sikapnya yang dingin namun penuh keraguan, selalu menolak untuk memberikan kepastian. Satria tahu
Malam itu, Angel berdiri di balkon kamarnya, memandang gelapnya malam di sekitar hotel tempat ia menginap. Pikirannya berputar-putar, penuh dengan rasa cemburu dan amarah yang tak bisa ia kendalikan. Gina. Nama itu terus menghantui pikirannya. Angel tidak bisa menerima kenyataan bahwa Alex, suaminya, masih memendam perasaan untuk wanita itu, apalagi setelah insiden malam pesta kemarin. Angel menggenggam ponselnya erat-erat, jemarinya gemetar. Tekadnya sudah bulat, Gina harus disingkirkan.Angel menekan nomor seseorang yang sudah ada di daftar kontaknya. Suaranya dingin ketika dia berbicara.“Aku butuh kamu lakukan sesuatu,” ucap Angel, nada suaranya rendah namun tegas.“Siapa targetnya?” balas suara pria dari seberang telepon.“Seorang wanita. Namanya Gina. Aku nggak peduli caranya gimana, tapi aku nggak mau dia lagi ada di sekitar suami aku. Buat dia kapok, atau lebih baik lagi... lenyapkan dia. Selamanya.”Hening sejenak di telepon, hanya terdengar suara nafas
Malam itu, hujan turun deras, menghantam genteng rumah seperti ketukan berirama yang memecah keheningan. Gina duduk di ruang tamu dengan segelas teh yang sudah dingin di meja kecil di depannya. Matanya menatap kosong ke arah jendela, melihat bayangan dirinya yang terpantul samar di kaca. Di sudut ruangan, Maria duduk tak jauh darinya."Gin, beberapa hari ini kok Mama merasa ada sesuatu yang aneh ya," ucap Maria "Sesuatu yang aneh bagaimana Ma?" tanya Gina penasaran."Seperti ada seseorang yang memperhatikan kegiatan Mama dan Tama,"Gina diam sesaat, ia berpikir apa sebaiknya mereka pindah saja, sementara itu Maria masih memperhatikan putrinya dengan cemas. Tama sudah tertidur di kamar dengan selimut hangat yang membungkus tubuh kecilnya."Ma, apa sebaiknya kita pindah saja?" akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibir Gina"Gin," suara Maria terdengar pelan, memecah keheningan. "Apa kamu yakin dengan keputusan ini?"Gina menghela napas panjang, mencob
"Kamu masih tidak bisa mengambil keputusan atas hubungan kamu dengan Mbak Gina kan!" Laura beranjak bangkit sembari tersenyum smirk kemudian berjalan meninggalkan Satria yang masih terpaku duduk ditempatnya. Tak ada niat dalam hatinya untuk mengejar Laura karena memang gadis itu sudah masuk kedalam mobil yang ada didepan tempat tersebut.Masuk kedalam mobil dalam perasaan yang kecewa, Laura kembali dihadapkan dengan telepon dari Angel."Ra, kamu tau keberadaan suamiku?" tanya Angel posesif."Dia tadi pergi sama Pak Ganjar, ada urusan!" jawab Laura seadanya."Hah... gak mungkin! kamu jangan bohong. Aku baru saja ketemu sama Pak Ganjar dia baru saja pulang ke kantor," mendengar pernyataan Angel, Laura terdiam."Ra, Lauraaaaa!" teriak Angel disebrang sana."Ehh...""Kamu kok malah diam aja sih?" protes Angel."Aku lagi mikir dia dimana, sekarang aku lagi dijalan nanti ku telpon lagi!" Laura mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak.Ia berp
"Pak Alex, kebetulan sekali!" ucap Satria ketika melihat kehadiran Alex. Satria mendekat dan melangkah menghampiri Alex, ia keluar dari ruangan itu karena ia sadar, tidak baik jika banyak orang dalam ruang perawatan pasien."Bagaimana Pak Alex bisa sampai sini?" tanya Satria ketika sudah berada diluar, ia yakin sekali bahwa Alex pasti juga baru mengetahui tentang kecelakaan yang menimpa Tama."Saya yang membawa Tama kerumah sakit ini!" jawab Alex datar. Satria terdiam, sekali lagi ia merasa hidupnya tak berguna karena selalu orang lain yang berada disisi Gina ketika gadis tersebut berada dititik kesulitan, kemana dirinya?"Ayo balik, kita ada rapat satu jam lagi!" ucap Alex dengan penuh penekanan, ia seolah tahu akan niat lelaki dihadapannya ini."Hah...?" belum selesai dengan satu keterkejutan, Satria yang berencana ingin libur dan menemani Gina hari ini terpaksa harus kembali kekantor."Sebenarnya saya, ingin ijin hari ini Pak!" ucap Satria menolak ajakan Alex.
"Golongan darah saya sama seperti anak itu Dok!" ucap Alex serius."Sus," dokter tersebut memanggil suster yang berjalan tak jauh dari mereka."Tolong antarkan Mas ini, dia mau donor darah!" ucap dokter tersebut."Mari Pak!" suster tersebut membawa Alex kesebuah ruangan yang dimaksud, sementara itu Gina hanya bisa menatap punggung Alex yang semakin menjauh. Jantungnya berdegub kencang, jika golongan darah Tama dan Alex sama, akankah Alex menyadari bahwa Tama adalah darah dagingnya.Ina dan Maria datang dengan tergesa,"Bagaimana keadaan Tama Gin?" tanya mereka hampir bersamaan, Gina menggeleng tanda bahwa iapun tidak mengetahui bagaimana keadaan Tama saat ini.Maria berdiri dengan bersandar didinding, matanya terpejam, berharap cucu semata wayangnya tersebut tidak kenapa-napa.Tak lama berselang, Alex kembali dengan seorang suster yang membawa satu kantong darah dan masuk kedalam ruangan dimana Tama berada, transfusi dilakukan. Suster itu masuk kedal