Share

Dua

Author: diara_di
last update Last Updated: 2022-08-11 20:09:51

Fiani memekik tak percaya dengan cerita yang Verry sampaikan.

Bagaimana mungkin Arsa yang notabene teman sekolah Fiani sejak SMP, dan telah banyak membantu Fiani, tiba-tiba berkhianat?

Bukan tanpa alasan, Fiani meminta bantuan Arsa untuk ikut memasarkan kendaraan di dealer miliknya dan Verry. Selain mereka saling kenal dan telah bersahabat lama, Arsa juga memiliki kemampuan pemasaran yang bagus.

Terbukti dengan bantuan Arsa, dealer Verry setiap bulannya mengalami kenaikan omset.

Kini, saat Verry bilang kalau Arsa sudah memalsukan tanda tangannya dan memindah alih semua aset toko yang diperjual-belikan, Fiani sulit untuk percaya.

“Jadi, kamu nggak percaya sama suami sendiri? Mana mungkin aku mengada-ngada, sih, Dek?” Verry berdiri dan berkacak pinggang.

“Bukan gitu, Mas? Aku cuma nggak nyangka aja kalo Arsa tega melakukan itu. Coba nanti aku telepon dia, aku minta dia buat balikin semua hak kita.”

“Namanya uang, Dek, siapa yang nggak tergiur. Apalagi usahaku meningkat pesat. Coba aja telepon kalo kamu masih nggak percaya, pasti nomornya juga udah nggak aktif lagi.” Verry melenggang masuk.

Fiani masih tertegun di teras rumah. Tangannya gemetar memegang ponsel. Banyak hal yang dia pikirkan. Uang hasil jerih payahnya hilang bagai debu. Apalagi untuk saat ini Fiani tak lagi memiliki tabungan. Dia masih berharap kalau suaminya punya sedikit simpanan untuk sekadar memulai usaha baru.

Wanita itu menekan nomor Arsa, hingga panggilan ke tujuh, telepon tak juga terhubung. Fiani semakin gemetar. Kecewa dan marah memenuhi rongga dada. Deru napas mulai tak teratur kala di panggilan ke sepuluh tetap tak tersambung. Dengan gontai Fiani masuk rumah. Mencari Verry yang ternyata sedang duduk santai sambil meneguk kopi dan menikmati tayangan gosip di televisi.

“Mas, kamu kok malah santai-santai? Ayo kita cari Arsa, Mas. Aku nggak terima dia mengkhianati kepercayaanku. Aku kenal dia bukan sehari dua hari, Mas. Aku yakin dia punya alasan kuat melakukan itu. Ayo, Mas.” Fiani menggoyang tubuh Verry dengan berurai air mata.

“Untuk apa, Dek? Kamu pikir dia bodoh? Terlepas apa alasannya di balik tindakan licik yang dipilih. Dia tetap pengkhianat. Ngapain capek-capek ke Rumpang Wetan, akhirnya nanti balik lagi karena dia udah pindah.” Verry membuka ponsel dan menunjukkan MMS yang masuk.

“Apa lagi ini, Mas?” tanya Fiani sendu.

“Lihat, itu rumah Arsa, ‘kan? Dia udah pindah, Dek. Mas dapet foto ini dari temen yang tadi kebetulan lewat depan rumahnya. Setelah Mas bilang kejadian penipuan ini, teman Mas coba kembali ke rumah Arsa. Ternyata udah nggak ada orangnya. Tetangga Arsa juga nggak ada yang tau ke mana penipu itu pindah. Sudahlah, Dek, apa kamu masih mau buang-buang waktu?”

“Masalahnya bukan hanya itu, Mas? Dari dealer motor itu aku investasikan semua uangku. Apa kamu punya tabungan? Makanya bisa santai dan nggak bingung?”

“Mas punya kamu, kenapa harus bingung?” Verry mengecup bibir Fiani singkat.

Wanita mana yang kuat diperlakukan manis oleh suami. Fiani juga sama lemahnya dengan wanita lain, disentuh sedikit saja dia sudah meleleh. Apalagi kalau dipuji dan dianggap keberadaannya sangat berarti, serasa terbang ke taman bunga.

Setelah diperlakukan istimewa, Fiani luluh dan ikut duduk di samping Verry. Menyandarkan kepala pada pundak sang suami. “Terus sekarang gimana, Mas? Rencana kamu apa?”

“Tadi Mas sudah daftarin kamu untuk berangkat lagi.” Verry membelai rambut Fiani.

“Berangkat ke mana?” Fiani membenahi duduknya, lalu menatap sang suami penuh selidik.

“Terbang lagi, Sayang? Kamu kan tau kondisinya seperti apa. Itu adalah solusi terbaik dari permasalahan kita ini.”

"Lho, Mas, kok mendadak, emangnya bisa? Aku juga belum siap, Mas, apalagi Reni belum aku sapih. Setauku kalo mau kerja di luar, apalagi untuk kerja di PT, nggak gampang, lho, Mas. Minimal aku harus melengkapi semua syarat-syarat dulu, barulah aku ke penampungan, dan terbangnya juga nggak bisa dipastikan. Bisa sampai lama banget, Mas. Jadi, kasih aku waktu, ya, Mas."

“Itu urusan gampang. Untuk masalah Reni, nanti kita sambung dengan susu formula. Sama aja, kan?”

“Jelas bedalah, Mas. Aku nggak mau kerja di luar lagi. Terlebih sekarang aku punya keluarga. Punya kamu dan Reni. Aku nggak mau terjadi hal-hal buruk dengan rumah tangga kita. Sebisa mungkin kita harus tetap bersama, Mas. Apa pun yang terjadi.”

Verry menangkup pipi Fiani, lalu mengusapnya lembut. “Dengarkan Mas, Dek, kita memang bisa bertahan di sini, tapi dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Buat aku sih nggak masalah, tapi gimana nanti masa depan Reni? Gimana kalo kita nggak bisa menyekolahkan dia, nggak bisa memenuhi semua kebutuhannya. Percaya sama Mas. Mas nggak akan main api.”

Fiani menunduk. Dia paling lemah saat membahas Reni, putri satu-satunya. Ada benarnya yang dikatakan Verry, tetapi dia masih sangat berat meninggalkan rumah untuk bekerja di negara nan jauh di sana. Berbagai macam pikiran menutupi kenyataan yang seharusnya patut Fiani pertanyakan. Bagaimana bisa, Verry mendaftarkan Fiani kembali bekerja ke Jepang tanpa persetujuannya? Apa iya, semua bisa secepat dan segampang itu dilakukan? Sekalipun, Fiani sudah keluar masuk negara Jepang sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

“Kenapa nggak Mas yang berangkat? Aku masih mau ngasih ASI untuk Reni, Mas?” Suara Fiani terdengar sendu karena isak tangis.

"Perempuan lebih gampang, Dek? Tau kan kalo umur Mas udah lebih dari 35 tahun, kamu yang masih 25 lebih dikit. Ditambah Mas belum pernah kerja di Jepang. Prosesnya pasti akan lebih lama dan sulit. Apa kamu mau, Reni punya masa depan suram? Kamu mau, Reni menangis minta dibelikan ini itu, tapi kita nggak punya uang? Jangan egois, Dek. Pikirkan masa depan Reni. Mas akan di sini merawat dia. Kamu jangan khawatir, ada Ibu juga yang bisa bantu Mas jaga anak kita, Sayang.”

Usai obrolan panjang dan cukup serius, Fiani tak bisa berhenti memikirkan bagaimana dia bisa hidup jauh dari keluarga kecilnya.

Sampai malam hari, Fiani masih saja sesekali menangis sambil menciumi putrinya yang tengah tidur. Memandang wajah polos Reni, membikin Fiani ingat masa depan gadis kecil itu terancam gara-gara kasus penipuan yang Arsa lakukan.

Kekecewaan Fiani pada Arsa tak mudah hilang seperti Verry yang menganggap remeh hal tersebut. Dengan tiba-tiba, sebuah ide muncul. Fiani kepikiran untuk coba menghubungi Arsa melalui surat elektronik.

“Mas, laptopnya ditaruh mana, sih? Kenapa di lemari nggak ada? Kayaknya tiga hari lalu baru kupakai,” seru Fiani sambil mengobrak-abrik seisi lemari.

“Kemarin mau Mas pake untuk bikin laporan bulanan, eh, ternyata nggak bisa dibuka, Dek. Ya udah, Mas bawa aja ke tukang servis. Kamu mau cari resep masakan di g****e?” Verry sangat tahu kebiasaan Fiani. Wanita itu hanya membuka laptop untuk berselancar di g****e, mencari apa saja asal menambah pengetahuan.

“Nggak, Mas. Aku mau kirim pesan ke Arsa lewat email.”

“Ngapain lah capek-capek, Dek. Arsa juga pasti udah blokir kamu. Kamu kan udah kirim SMS berkali-kali. Kalo dia ada niat baik pasti nanti hpnya diaktifin, kalo nggak ya dia kabarin kamu. Nggak usah kirim-kirim email.

Mulai sekarang, kamu harus latihan nggak pegang hp dan laptop. Biar pas di sana kamu udah biasa.”

Air muka Fiani berubah menjadi pucat. Dulu saat masih gadis, mau kerja sejauh apa pun, dia tetap bahagia. Beda dengan kini, saat sudah ada Reni, darah dagingnya yang masih lucu dan menggemaskan. Baru membayangkan saja sudah sangat sesak di dada, apalagi jika nanti dia jadi terbang ke Negeri Sakura.

Perjuangannya selama enam tahun bekerja menjadi TKI, musnah sudah. Verry tak pernah bisa mengerti perasaan Fiani, sebab Verry tidak ikut berjuang. Kalau orang bilang, Verry adalah lelaki yang beruntung. Bagaimana tidak? Begitu menikahi Fiani, Verry langsung dimodali usaha. Selain itu, Fiani juga membangun rumah. Tak sampai di situ, Fiani memberi fasilitas kendaraan roda empat untuk suaminya, yang sekarang ikut lenyap dibawa Arsa.

Meski kekecewaan Fiani pada Arsa begitu dalam. Namun, di jurang hati terdalam, Fiani menolak kenyataan itu. Artinya dia masih meragukan kecurangan Arsa.

Fiani berdiri, lalu melangkah keluar kamar dan duduk di sofa depan televisi. Dia menangis agak keras, meluapkan kegundahan hati yang sungguh memilukan.

“Apa nggak ada jalan keluar lain, Mas? Aku nggak bisa jauh dari Reni. Siapa nanti yang akan menyiapkan makannya, mencuci baju dan menidurkannya? Sedangkan kamu itu nggak pernah sama sekali melakukan itu.” Suaranya tak terlalu jelas, tetapi masih bisa dicerna oleh siapa pun yang mendengar. Termasuk sang mertua yang tiba-tiba ikut menyela pembicaraan mereka.

“Fia ... Fia ... kenapa harus bingung? Kan ada Ibu. Biar nanti Reni Ibu yang rawat. Verry bisa cari kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah. Sudah, jangan terlalu dipikirkan, yang penting kamu mantap untuk berangkat. Setelah dapat gaji, kamu bisa langsung transfer ke sini. Ya, tentu saja semua untuk kebutuhan cucu Ibu. Kamu nggak mau kan, kalo Reni sampai kekurangan?” Bukannya jadi tenang, ucapan Darmi justru membikin hati Fiani semakin kacau.

Fiani menggeleng lemah, lalu kemudian mengangguk dan menyetujui permintaan suami dan mertuanya dengan terpaksa.

“Aku mau Mas, tapi tolong, kamu jaga Reni dengan baik. Jaga rumah tangga kita dari godaan-godaan di luar sana. Aku harap, kamu bisa menahan dirimu selama tiga tahun.”

Verry tersenyum bahkan setengah tertawa dengan gurat semringah mewarnai sorot mata tajamnya. “Kamu nggak usah khawatir, Dek. Ada Ibu yang selalu ngingetin aku. Ya kan, Bu?”

“Oh, iya, tentu saja. Nggak usah dipikirin terlalu berat. Kalo Verry macam-macam, biar Ibu yang kasih pelajaran.”

“Nah, kalo gitu, Mas bisa langsung bilang Beny kalo kamu setuju terbang lusa.” Verry merogoh saku kemeja dan mengambil ponsel, lalu menghubungi Beny – teman sekaligus agen penyalur TKI.

Ucapan yang terdengar santai, tapi bikin Fiani terkejut sekali lagi. Secepat itukah?

“Mas, barusan kamu bilang apa?” tanya Fiani. Namun, Darmi langsung menahan tangan Fiani yang hendak mengikuti langkah Verry.

“Kamu nggak salah denger, Nduk. Memang benar Verry bilang lusa. Semakin cepat bukannya semakin baik? Kamu termasuk beruntung lho, Nduk. Lihat tuh, anaknya Pak Karim, dia sudah daftar setahun lalu, sampe dijualkan tanah lho sama Pak Karim, tapi sampe sekarang belum terbang juga. Syukuri aja.”

"Apa?!"

diara_di

Kira-kira, kenapa Verry maksa Fiani untuk cepat-cepat jadi TKI lagi, ya?

| Like

Related chapters

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Tiga

    Dini hari, pukul empat pagi, Fiani terbangun dari tidur. Entah sudah kali keberapa dia menangis. Setelah menciumi seluruh wajah Reni, Fiani keluar kamar. Duduk sendiri di kursi makan.Sendiri membikin Fiani banyak berandai-andai sesuatu yang tak akan pernah terjadi.'Ya Allah, coba kalo Bapak sama Ibuk masih ada, pasti aku masih bisa minta solusi dari mereka.' Fiani menangisi nasibnya yang kurang beruntung.Gadis malang yang kehilangan orang tua sejak usia lima tahun. Dia tak begitu ingat saat ayahnya meninggal akibat kecelakaan, dan ibunya depresi lalu ikut menyusul sebulan kemudian. Kala itu dia masih terlalu kecil untuk mengingat hal-hal yang terjadi. Sepeninggal orang tua, Fiani diasuh oleh Pakde dan budenya, saudara tunggal dari sang Ibu. Namun, Fiani kehilangan jejak mereka saat sepulang merantau. Kala itu, ternyata mereka sudah pindah karena rumah mereka disita oleh lintah darat.Ada surat yang dititipkan pada tetangga, tepatnya pada orang tua Arsa. Sayang, karena terlalu lama,

    Last Updated : 2022-08-12
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Empat

    Nada ketus Verry sontak membuat Fiani bingung. “Loh? Itu masih hak kita, Mas! Dealer itu direbut lho, kalo kamu lupa. Kamu terlalu polos apa terlalu baik sih, Mas? Makanya Arsa gampang banget ngambil punya kita," ucap Fiani sembari berpikir, "Ah, iya, cewek tadi bukannya Tina, ya? Sekarang aku percaya, Mas. Berarti beneran Arsa bermuka dua, di depan dia baik, di belakang dia menusukku. Dia pasti kerja sama dengan Tina ya, Mas! Pokoknya, aku nggak terima, Mas.”“Ya begitu temanmu, Dek. Mas aja yang selalu nutupin keburukannya. Kamu terlalu percaya sama dia. Sekarang nggak usah mikirin itu lagi. Rejeki yang hilang pasti ada gantinya. Kamu fokus kerja.” Verry berhenti di depan rumah berlantai tiga.Setelah menempuh perjalanan empat puluh lima menit, mereka sampai di kediaman Beny. Lelaki berkulit putih dengan mata sipit, langsung menyambut kedatangan Verry dengan ramah. “Ini istrimu, Ver?”“Iya, Ben. Jadwal terbang jam berapa?”“Malam, Ver. Ini nanti langsung berangkat ke Jakarta dulu.

    Last Updated : 2022-08-13
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Lima

    Di rumahnya, Reni tak tidur semalaman. Bocah kecil itu hanya menangis mencari ibunya. Baru sehari mengurus Reni, Darmi sudah uring-uringan. Bahkan, Reni dibiarkan sendiri. “Pak, kamu gantian urusin cucumu itu. Capek aku gendong semalaman. Awas aja kalo anakmu nggak bisa bayar mahal. Ogah aku ngurus anak Fia lagi.”“Sudah, urus aja Buk. Aku habis menang togel. Ini buat kamu 500, nanti kalo Verry pulang kamu pergilah senang-senang.”“Mana cukup 500? Lihat, lingkar mataku hitam karena ngurus bocah itu. Ini sih cuma cukup buat ke salon.”Ketika dua orang paruh baya itu sedang meributkan uang, Verry dengan pongahnya pulang. Tepat pukul lima pagi saat orang-orang sedang mendirikan Salat Subuh.“Apa sih, Pak, Buk, pagi-pagi udah rebutan duit?” ucap Verry sambil melepas jaket.“Kamu dari mana aja, Ver? Ibu capek ngurusin anakmu yang rewel dan nyusahin itu.”“Ibumu minta bayar Ver, kasihlah dia duit. Biar dia gantian yang senang-senang, kamu kan sudah puas seharian nggak pulang.”“Emang kamu

    Last Updated : 2022-10-13
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Enam

    “Diam! Bisa diam nggak, sih? Anak nakal, diam nggak? Kalo nggak diam Tante cubit lagi. Mau?” Jeni menarik tangan mungil Reni ke kamar mandi.Reni meredamkan suara cemprengnya. Bocah itu sesenggukan karena tangisnya membikin kulit-kulitnya membiru. Namun, bocah itu pandai juga meski akalnya belum sempurna. Dia selalu mengangguk kala Jeni mengomel, dan ... ketika Jeni lengah, dia berlari keluar rumah tanpa pakaian.“Ante atan ... hu-hu-hu, Ante atan! Nek ... Ante atan!” Reni terus meraung sambil mengatakan kalimat balita. Tidak semua orang mengerti makna kalimat tersebut, tetapi setidaknya banyak orang peduli.Kebetulan pagi itu banyak ibu rumpi sedang jajan sayuran di warung depan rumah Verry. Otomatis semua orang berlari mengejar Reni. Meski tujuan Reni tidak terlalu jauh, tetapi bagi balita sekecil itu sangat berisiko kala berlarian sendiri di jalanan ramai.“Ya Allah ... Reni ... Nak! Eh, kenapa Reni nggak pake baju?” tanya seorang ibu muda saat berhasil menangkap Reni.“Enek ... An

    Last Updated : 2023-01-18
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Tujuh

    “Bagaimana para saksi? Sah?”“Sah!”Ijab kabul itu dinyatakan sah secara agama usai Verry menjabat tangan tokoh agama di desanya. Jeni menangisi nasibnya. Dia bingung harus bahagia atau bersedih.Ada senang, tetapi lebih banyak ketar-ketirnya. Jeni memang menginginkan sebuah pernikahan. Namun, bukan diawali pernikahan tersembunyi seperti yang tengah diadakan di rumah Verry dan Fiani.“Makanya jangan kumpul kebo kalau nggak mau dipermalukan! Masih untung kami nggak memaksamu mendatangkan keluarga ke sini, kalau iya ... uh, apa nggak tambah runyam hidup kamu,” ucap Bu Ruminah dengan nada sinis.“Dasar perempuan gatal,” sahut Bu Nindi.Selesai menikahkan Verry, warga pulang berjamaah. Pernikahan siri itu tidak dihadiri oleh orang tua Verry. Darmi dan Tono menganggap kelakuan Verry hal lumrah. Mereka juga enggan direpotkan dengan urusan menjadi saksi atau apalah.Verry meremas kertas pernyataan pernikahan siri tersebut. Lalu melemparnya ke wajah Jeni. “Pagi-pagi ... sudah bikin ulah! Kamu

    Last Updated : 2023-01-20
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Rayuan Setan

    "Ya Allah ... " Tangannya gemetar, dia menekan tombol telepon.Seseorang di seberang langsung mengadukan kejadian menyedihkan. “Fi ... ini lho, Reni jalan sendiri sampai perempatan dusun 5. Untung saja tetanggaku ada yang sedikit ingat kalau Reni ini ponakanku. Coba kamu telepon Verry, tadi aku antar ke sana, tapi rumah kosong, tempat Buklek Darmi juga tutup.”“Ya Allah, Mbak ... Reni sampai dusun 5? Astagfirullah. Fia juga sudah empat hari menghubungi Mas Verry, tapi belum dibalas, telepon nggak diangkat. Tolong jaga Reni dulu ya, Mbak, Fia coba telepon Mas Verry dulu. Terima kasih banyak ya, Mbak. Sekali lagi terima kasih.”“Jangan seperti itu, Fi, kita ini saudara. Ya sudah kamu telepon ... eh, sebentar ... sudah, Fi. Itu, Verry datang.”Marah, sedih, murka, semua bercampur aduk seperti air bergejolak dalam kemasan samudera. Namun, ledakan amarah harus ditahan dalam-dalam oleh Fiani, karena waktu istirahatnya tidak akan cukup jika digunakan untuk mengomel pada Verry.Usai menyudahi

    Last Updated : 2023-01-24
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   Surprise

    Seminggu berlalu dari kejadian Reni pergi sendiri dari rumah. Sudah tanggal delapan, tetapi Fiani menahan diri untuk tidak buru-buru mengirim uang bulanan. Dia berusaha kuat, dan terus berdoa pada Sang Kuasa agar Reni selalu dilindungi.Saat itu Fiani marah besar pada Verry, tetapi lelaki itu justru malah menantang Fiani untuk tidak menafkahi sang anak.“Ya Allah ... maafkan aku, semoga Mas Verry nggak menelantarkan Reni. Orang tua kayak Ibu sama Bapak memang agak ngeri. Pasti Mas Verry selalu dibujuk untuk foya-foya pakai uang kirimanku. Hufh, astagfirullah ... mau bagaimanapun mereka tetap mertuaku. Sabar, Fi ... sabar.” Fiani menenangkan dirinya sendiri.Dia sedang mengetikkan pesan untuk dikirim ke Verry. Ingin sekali mengalah, tetapi tampak sangat lemah jika Fiani terus-terusan mengalah. Dia cuma mau bertanya keadaan Reni, bukan menyinggung perihal uang. Bersikap masa bodo pada suami adalah hal menyakitkan bagi Fiani.Ting! Satu balasan masuk.[Pakai skype-mu sekarang. Lihat anak

    Last Updated : 2023-01-25
  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   10. KEBERUNTUNGAN

    Fiani masih menatap laptop di depannya, dia mulai khawatir dengan sang mertua yang kerap mengganggu rumah tangganya. Dia juga kasihan pada Verry, harus menggantikan perannya mengurus Reni. Di saat seperti itu, ingin sekali dia punya kantong ajaib, dan pulang ke Indonesia dalam kedipan mata.Air matanya menetes lagi ketika bayangan Reni begitu lahap makan mi instan. Bocah itu tampak seperti anak kurang makan.“Ya Allah, amit-amit. Jangan sampe Reni kekurangan, apalagi kurang makan,” gumam Fiani. Dia langsung menyambar ponsel, lalu mengirim uang melalui SMS ke rekening Verry. Alhamdulillah, sudah dari seminggu lalu Fiani memutasi uangnya ke tabungan Indonesia.Ketika hendak menutup laptop, Fiani malah ingat Arsa. Walaupun mengantuk, dia tetap berkutat di sana. Dia membuka tautan Yahoo untuk berkirim surat elektronik ke Arsa. Tidak ada lagi cara lain, harapannya Arsa sedang bekerja, dan bisa cepat membalas emailnya. Bak pelangi setelah hujan, Fiani masih punya harapan, email ke Arsa terk

    Last Updated : 2023-01-26

Latest chapter

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   55. MURAHAN

    Reni dibawa kabur oleh seorang perempuan. Fiani panik, dia teriak kencang sambil tangannya merogoh dompet dan menarik selembar uang, kemudian memberikannya ke Mang Es Krim. Ponsel dia masukkan saku celana, lalu berlari mengejar anaknya."Al ... Ali, Reni ... !" Fiani mengguncang lengan Ali, tangan kirinya menunjuk ke arah jalan raya. Lama direspn, Fiani berpaling. Rasanya tidak ada guna mengharap pertolongan Ali. Reni adalah anaknya, dia harus berusaha sendiri untuk dirinya."Tunggu." Fiani ditahan oleh Ali."Aku nggak punya waktu.""Tunggu dulu, ada apa sebenarnya?" Ali bertanya seolah dia tidak melihat kepanikan perempuan di depannya."Reni dibawa seseorang dan kamu malah bertanya ada apa?" Fiani geleng-geleng, dia menghempas tangan Ali yang mencengkeram pergelangannya.Akan tetapi, Ali kembali menangkap pergelangan tangan Fiani dan berkata, "Tenang, bisa jadi kamu salah lihat.""Kamu gila!" Fiani menginjak kaki Ali, dan mendorong tubuh pria tersebut cukup keras. Namun, usahanya ter

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   54. KABUR

    Satu bulan bukanlah waktu yang panjang untuk seseorang menunggu dengan keresahan. Sejak Ali melamarnya, dia enggan melihat detik jam berputar, begitu juga untuk melihat matahari di luar, Fiani malas."Ibu ... ayo beli jajan, Eni mau jajan, Bu." Reni menggoyang tangan Fiani yang sedang diam menatap televisi. Siang itu dia merasa bosan, dan mencoba menyalakan televisi. Namun, ternyata saluran pertama yang tayang adalah berita. Pembawa acara menyebutkan hari dan tanggal saat itu. Fiani kaget, dia sejenak diam dan menghitung berapa lama dia mengurung diri di rumah itu. Hingga suara rengekan Reni menyadarkan keegoisan dan nyalinya yang ciut. Harusnya dia berpikir bagaimana cara keluar dari tempat mengerikan tersebut, bukan malah meratapi hal yang baru direncanakan.Bukankah Tuhan penentu segala kejadian? Apakah imannya mulai lemah dengan berbagai ujian yang Tuhan berikan? Fiani terus berpikir, tidak sepantasnya dia menyerah dengan keadaan. Apa gunanya Tuhan memberi akal jika didiamkan."Bu

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   53. MERINTIH

    “Jaw ... .”“Tidak bisa!”Ali berdiri, meninggalkan Fiani.Fiani berlari, mengejar Ali yang melangkah lebar menuju lantai atas. Perempuan itu menarik tangan Ali. “Nggak bisa gimana? Kamu itu yang nggak bisa menghalangi orang mengambil keputusan! Aku mau tinggal berdua sama Reni, tanpa bayang-bayangmu lagi.”“Kita akan menikah.”“Menikah adalah hal besar, nggak bisa kamu asal ngomong, terus semua tercapai. Menikah itu kesepakatan, Li. Aku nggak akan pernah mau me ... ni ... kah, sama kamu!” Emosi Fiani mulai meledak-ledak.Fiani yakin kebaikan Ali memang tidak beres. Sekarang dia tertahan di sana, dengan orang yang sulit dipahami.“Masih ada waktu, satu bulan. Jadi belajarlah menerima semua ini. Kita akan menikah bulan depan.”Plak ... !Kesabaran Fiani habis, dia paling benci pria mempermainkan pernikahan. Kegagalannya di pernikahan terdahulu, bikin Fiani mawas diri. Tidak terbersit sedikit pun bahwa dia akan dinikahi oleh Ali.Tamparan di pipi Ali, membikin pria itu tersenyum. Detik

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   52. CALON ISTRI

    Pagi-pagi sekali, Fiani bangun dari tidur nyamannya. Itu adalah hari pertama menjalani kerja di tempat baru dengan orang lama. Masih bersama Ali, pria kaku dengan segudang rahasia. Itu hanya pandangan Fiani.Sebelum beraktivitas, Fiani berjalan ke ruang tamu – menyibak sedikit vitrase yang menutup jendela kaca. Menatap bangunan berlantai tiga di depan rumah kecil yang dia tinggali sekarang. Rumah mungil dengan ruang tamu ukuran 3x3, kamar + kamar mandi 6x6, dan dapur 3x4. Sangat nyaman bagi Fiani. Rumah itu memang diperuntukkan bagi asisten Ali.Cukup takjub dengan pencapaian Ali saat itu. Di usia muda, Ali sudah bisa membangun usaha sendiri. Namun, kadang terbersit rasa penasaran akan usaha-usaha milik Ali. Tentunya selain bergelut di hukum, Fiani yakin, Ali punya banyak bisnis mengular lainnya. Rasanya jika dipikir, kalau hanya dari satu sumber, tidak masuk akal Ali bisa sekaya itu.“Astaga, apa-apaan sih aku ini. Pagi-pagi udah ngurusin harta orang.” Fiani menutup vitrase. Dia masu

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   51. BAIK-BAIK SAJA

    Hubungan yang telah terjalin lama, mendadak harus rusak gara-gara satu pihak menganggap pihak lain sepele. Suatu hubungan tidak akan awet ketika komitmen yang terjalin diabaikan.Komitmen? Fiani mengusap air mata, dia terlalu pusing memikirkan kesalahan fatalnya. Persahabatan yang terjalin dengan Arsa murni tanpa syarat. Bahkan sejauh itu, dia bingung dengan letak kesalahannya. Tamparan kemarin, Fiani rasa sangat pelan. Malah seingatnya dia pernah menampar Arsa lebih kuat.Di dalam mobil, Fiani terus berpikir keras. Sampai dia tidak menyadari mobil yang dikendarai oleh Ali berhenti di sebuah rumah makan.Fiani mendongak, dia agak terkejut ketika seseorang memberikan sapu tangan.“Bersihkan air matamu, setelah itu kita makan dulu.”“Aku nggak laper.”Ali memutar tubuh, dia menghadap Fiani yang tengah membersihkan wajahnya. “Saya tahu, tapi pikirkan kesehatanmu. Katanya mau merawat Reni sendiri.”Fiani semakin terisak. Mendengar nama Reni, dia ingat kebaikan Mama Lina, artinya semua ber

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   50. LULUH LAGI

    Ali menahan tangan Fiani, dia tidak membiarkan Fiani pergi bersama Arsa. Namun, Arsa murka. Pria berkulit kuning langsat tersebut, khawatir pada nasib Fiani jika harus kembali ke rumah yang berdekatan dengan rumah Verry, mantan suaminya.Sekalipun hanya semalam, Arsa tetap tidak rela. Dia tahu bagaimana Verry. Tabiat Verry sudah dihafal oleh Arsa. Pun dengan Fiani. Terlebih posisi Ali memang bukan siapa-siapa. Masalah hutang Budi, atau Fiani masih memiliki sangkutan dan tanggungan pembayaran jasa pengacara terhadap Ali, dia siap melunasi semua. Asal jangan berbuat semena-mena pada Fiani. Kalau dia bisa menjamin keselamatan Fiani sih, Arsa akan tenang. Namun, kenyataannya Fiani terancam celaka gara-gara Ali.Arsa berbalik, maju dua langkah. Matanya menatap Ali tanpa berkedip beberapa detik. Kemudian, dia mendorong bahunya, sampai Ali terhuyung hampir jatuh. Arsa melangkah lagi, dia mengangkat kepalan tangan, mengayunnya ke udara hendak dihempaskan ke wajah Ali. Akan tetapi, sebelum tin

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   49. DRAMA ILUSI

    Bau minyak angin menyeruak di hidung pria berkulit sawo matang tersebut. Aromanya sungguh mengganggu, rasanya sampai di tenggorokan. Memaksa dia untuk membuka matanya.Rupanya cahaya bohlam warna putih, dengan watt besar – mengganggu pandangan. Arsa membuka kelopak mata lamban. Cuma dua detik, dia memejam lagi. Bukan hanya silau, tetapi dia ingat kejadian nahas ketika Verry menghujani dia dengan beragam tinjuan. Dia takut, lampu terang benderang yang baru saja dilihat adalah cahaya surga.“Sa ... bangun!” Fiani menepuk pipi Arsa.Suara Fiani terdengar jelas di telinga Arsa. Namun, pria itu takut semua hanya khayalan.‘Andai aku bisa menghindar, pasti kuhindari. Tapi setiap kematian akan dihadapkan dengan malaikat. Mau nggak mau aku harus menerima kenyataan ini. Ya Allah, ampuni aku.’ Arsa membatin.Kemudian dia berkata pelan. “Kenapa suara Fia yang selalu aku dengar Ya Allah.”“Kamu ngomong, Sa? Astagfirullah, buka matamu, Sa. Terus kamu mau denger suara siapa? Cuma aku sama Ali di si

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   48. TERKAPAR

    Sret ... !Plak!Tangan kekar yang dulu pernah menyentuh pipi Fiani lembut, tiba-tiba mencengkeram tangannya kasar. Perempuan berkaus putih itu terkejut bukan main. Bagaimana bisa? Beragam tanya menyelundup ke kepala, sebelum curiga, dan prasangka buruk datang.“Tunggu.”Telinga Fiani mendengar suara Ali. Namun, kesadaran dirinya seakan terbelenggu, sampai dia tidak bisa berkata-kata lagi. Verry terus menarik Fiani menjauhi rumah Ali.Bugh!Cekalan Verry terlepas setelah Ali melayangkan tinju ke bahu pria berambut gondrong tersebut. Di situlah, Fiani seolah tersadar bahwa dia sedang berada di dunia nyata.“Bajingan! Diam atau tubuhmu hancur di tanganku.” Verry menatap Ali tajam. Wajahnya berubah lebih dari 50%. Wajah yang dulu bersih, sekarang dipenuhi jambang. Padahal jika dihitung, Fiani baru berapa bulan tidak bertemu dengan Verry. Kulit bersihnya sirna, berganti jadi kusam. Tubuh proporsional Verry juga lenyap. Tampak perutnya mengembang nyata di balik kaus biru tua.“Pergi dari s

  • Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI   47. MALU

    Rumah sederhana tanpa teras. Bangunan tahun 85’an. Kurang lebih sudah dua puluh tahun berdiri. Namun, masih tampak cantik dengan paduan cat warna biru muda dan putih. Fiani menyisir pandangan ke semua arah. Rumah yang sama ketika dirinya dibawa ke sana beberapa bulan lalu, tetapi catnya sudah berubah.Ada segumpal nyeri ketika mengingat kejadiannya. Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat berlebih. Fiani coba menarik napas berkali-kali, mencari ketenangan.“Eh.” Dia terkejut dengan tangan yang tiba-tiba menggenggam, dan menariknya.Rupanya Ali. Fiani terenyak seketika. Rasa takut masih membelenggu jiwa rapuhnya. Sekalipun Reni sudah berada di tempat aman. Mama Lina begitu bahagia saat Reni dibawa ke sana, bahkan tidak boleh diajak Fiani pergi. Fiani bersyukur mempunyai orang-orang baik di sekitarnya.“Loh, Fi ... !”Kaki Fiani terhenti di depan pintu. Kepalanya menoleh, tubuhnya kemudian berbalik. Seutas senyum dia lempar dengan berat hati pada seseorang di tepi jalan. Wanita paruh baya

DMCA.com Protection Status