“Pilihan Jenderal Andreas memang tidak main-main.”
“Apa Tuan akan men-.”
Belum selesai pembicaraan pelayan terakhir ia dengar, Amanda memaksa diri untuk menutup jendela kamarnya. “Lagi, ia memanggil wanita lain… ,” gumam gadis itu, sambil memukul pelan dadanya yang mulai sakit karena cemburu.
***
“Terima kasih undangannya, Dutchess Lala,” ucap Ratu Zaina.
Lawan bicara penguasa Eden itu tampak khawatir. “Seperti permintaan Anda, Ratu Zaina. Aku batal mengundang istri Pangeran Hitam, tapi apakah Tuan tidak akan marah denganku?”
“Kenapa Pangeran Hitam harus marah padamu?” tanya Ratu Zaina dengan mendongakkan kepalanya, tampak angkuh. “Mereka hanya terikat kontrak pernikahan, bu
Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^
Senyum Amanda menghilang dengan cepat. Ia langsung jatuh terduduk, memaksa diri untuk tersenyum. ‘Ah harusnya aku sudah menduga ia akan pergi sendirian, alih-alih mengajakku.’ Gadis itu melihat gaun yang ia buat dengan susah payah seminggu terakhir ini. ‘Setidaknya aku bisa melakukan hobby yang menyenangkan ini tanpa gangguan seperti di kediamanku dahulu,’ batinnya berusaha syukur walau hatinya masih kecewa ditinggal begitu saja. Setelah beberapa saat kepergian rombongan Pangeran Hitam, seorang pelayan datang ke kamar Amanda. “Maaf Nyonya, Pangeran Apollo mencari Nyonya.” “Pangeran Apollo?” tanya Amanda balik meyakinkan. ‘Apa ia mencari P
'Kenapa ia bertanya seperti itu?' Tapi Amanda tak punya keberanian untuk menanyakan hal itu. 'Pangeran Hitam memperlakukanku sangat baik, walau tak seperti hubungan ayah dan ibu, yang begitu romantis dan harmonis. Kurasa perlakuannya lebih dari cukup kepadaku, jika dibandingkan dengan orang-orang di sekitarku.’ Gadis itu menekukkan tubuhnya seakan ada dalam persidangan, dan dia terdakwa. "Is-istri," jawab Amanda sambil menelan salivanya. Senyum Pangeran Apollo semakin melebar. 'Oh, ini yang menyebabkanmu menyukainya? Aku juga ingin mendominasinya.' Pangeran Apollo berdiri dan melangkah ke arah Amanda, membuat jarak yang begitu dekat, hingga mengharuskan gadis
Seraut wajah tampan dengan manik sewarna almond berdiri di balik pintu kamar Amanda. "Tu-tuan?" Gadis itu merasa ini adalah hal yang janggal, segera Amanda menutup pintu kamarnya. Namun sayang, salah satu kaki pria itu menahan jati kayu hitam berbentuk persegi itu. Hingga menggagalkan niat Amanda menghalangi Pangeran Apollo. Bruk! Pria itu mendorong Amanda dengan mudah. Gadis bersurai perak itu berteriak histeris. "Ai-" jeritnya tertahan memanggil pengawal wanitanya itu. "Sst." Pangeran Apollo langsung membungkam mulut Amanda. "Jangan ribut, para pelayan nanti ke sini, Amanda…,” ujarnya dengan suara rendah yang mampu membuat bulu kuduk gadis dalam cengkramannya berdiri. Tubuh Amanda gemetar. 'Apa maksud pria ini?'
“Kau diam saja menikmati ini, dan semua akan menjadi rahasia kita berdua. Hingga waktu perjanjian berakhir tiba dan aku akan menyembunyikanmu dari Pangeran Hitam maupun Ratu Minerva. Kau akan selamat Amanda, hanya dengan diam saja,” tawarnya kemudian menempelkan jari telunjuknya pada bibir lembut semerah cherry milik Amanda. “Ck!” Illarion berdecih kesal melihat roda keretanya yang rusak. Bukan hanya satu tapi ketiga kereta kuda yang ia bawa setelah merayakan pesta panen di mansion Duke Marlion mengalami masalah. “Sepertinya ini akan memakan waktu, Tuan,” jelas Andreas. Saat ini adalah sehari setelah perayaan panen. Rombongan Pangeran Hitam sudah meninggalkan istana selama dua hari lebih. “Bagaimana kalau mampir ke kerajaan kecilku,” saran Ratu Zaina dengan senyuman anggun khasnya. “Anda bahkan bisa melihat
Ratu Zaina bisa merasakan otot-otot punggung milik pria yang ia peluk menegang. Seakan mendapat angin segar, hembusan udara dari balkon istana membuat cuaca lebih dingin. Tapi ia tak menyadari rahang Illarion menutup keras, setelahnya dengan kilat tajam nyaris benci pria itu berkata dengan dingin. “Jangan mengharapkan lebih dari apa yang sudah kau dapatkan Ratu, aku tak semurah itu. Ini hanya perjanjian kita yang bisa aku batalkan kapan pun aku mau.” Segera Ratu Zaina melepas pelukan itu dengan tangan gemetar. “A-aku akan melayani Tuan. Bukankah tiap malam Tuan memanggil para wanita menghangatkan ranjang Anda? Aku bahkan lebih baik dari para wanita itu,” tawarnya dengan rasa percaya diri di titik terbawah yang tak pernah ia bayangkan akan ia rasakan. ‘Bagaimana mungkin pria ini bisa membuatku menjadi serendah i
Manik pria itu langsung tampak lebih kelam dari sebelumnya, rahangnya mengeras dan dengan langkah tegap ia menuju ke kamar Amanda. *** Beberapa menit sebelum kepulangan Pangeran Hitam, Aime mengetuk pintu kamar Amanda pagi itu. Wanita berambut pendek itu sedikit heran karena para pengawal yang biasa berdiri di depan pintu tak ia temukan. ‘Bukannya mereka kemarin masih ada petugas yang menjaga sebelum aku pamit ke kamarku? Dan ini belum saatnya ganti shift.’ Di tengah kebingungan Aime, pintu kayu jati mewah itu terbuka. Menampilkan sosok pria menawan dengan iris almondnya. Pengawal wanita itu terkejut bukan main, alih-alih bertanya, matanya tertuju pada kemeja pria itu yang tak dikancing dengan benar, dan cakaran di leher hingga ke dada yang terekspos dengan jelas. Me
“Nyonya …,” bisik Aime lemah di belakang Pangeran Hitam, kemudian pergi menjauh dengan cepat setelah melihat gerakan bibir Amanda sebelum gadis itu benar-benar tak sadarkan diri. “Tolong … kuburkan.” *** Pangeran Hitam tampak murka balik ke kamar pribadinya. Perasaannya kacau balau mendapati perselingkuhan istri dan sepupunya yang baru saja terjadi. Illarion Black menghempaskan tubuhnya di atas kasur sambil menutup muka dengan lengan kekarnya, raut wajahnya begitu lelah. “Kukira kau berbeda,” gumamnya. Rasanya ia ingin menorehkan pedangnya ke leher Pangeran Apollo, menebas saudara sepupunya itu tanpa ampun. Tapi Illarion masih berpikir jernih, jika Amanda yang merayunya ia tak mungkin membunuh sepupunya begit
Illarion Black sekarang duduk bersebrangan dengan sang Ratu Minerva. Mereka saling menatap penuh dendam. Netra biru sang Ratu menyalang lebar, seolah ingin membunuh pemuda dihadapannya. Pangeran Hitam membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam dan dingin dari manik hitam segelap malam miliknya. Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau Pangeran Hitam sangat membenci sang Ratu. Hal itu dilatarbelakangi kisah kelam masa lalu sang Pangeran yang berkaitan langsung dengan Ratu. *** “Pertemuan kali ini tidak akan membahas tentang penerus kekuasaan tertinggi Anarka,” ujar sang Raja yang langsung mengalihkan atensi para tamu dari Pangeran Hitam ke pemimpin pertemuan terbatas itu. Hadirin tampak berbisik-bisik dengan raut wajah kecewa, takut menyuarakan berbagai pertanyaan yang menggelayut di pikiran mereka masing-masing. Bagaimanapun mereka berharap di pertemuan kali in