Ratu Zaina tertawa, “kau membuatku terkejut. Kukira Ratu Minerva memberikan pembantunya untuk dinikahi oleh Pangeran Hitam.”
“Aku sih tidak keberatan kalau pembantu itu secantik Amanda, tapi tentu saja Amandaku adalah seorang putri bangsawan,” sergah Pangeran Apollo yang hendak meletakan tangannya di bahu Amanda. Namun gagal, tangan gadis itu langsung ditarik oleh Pangeran Hitam, hingga Amanda terseret beberapa langkah dari tempatnya.
“Amandaku,” desis Illarion pelan.
“Bergunjing dengan teman saat pelajaran memanah itu tak baik, aku akan membantumu mengingatnya,” sindir Illarion sambil mengukung Amanda dari belakang. Meraih tangan gadis yang jauh lebih mungil dari ukuran tangannya untuk menggenggam lengkungan busur, dan tangan lainnya ikut mengarahkan untuk menarik tarik busur.
Dukung penulis dengan VOTE dan bintang 5 ya ⭐⭐⭐⭐⭐ Di tunggu komentarnya kak ^^
“Aku permisi dahulu,” pamit Amanda dan berdiri dengan kikuk. ‘Kenapa juga aku duduk di sini.’ “Kemana?” tanya Illarion. ‘Ia tersinggung? Tapi kenapa ia tak marah?’ “Makan, bolehkah Tuan?” Amanda tidak lapar, tapi ia tahu jika seseorang tak nyaman dengan kehadirannya. Bayangkan saja, ia sudah merasakan hal ini hampir sepanjang hidupnya, Amanda sangat peka. ‘Dan si malaikat itu menyindirku terang-terangan Tuan Tampan, aku tidak bisa duduk di sini.’ ‘Ia benar-benar tak bisa marah?’ Illarion melihat Amanda tertawa canggung. “Duduk di sini, aku ak
Illarion langsung beranjak dari tempatnya menuju ke arah Amanda. “Apa kau begitu lapar sampai menangis?!” tanyanya dengan nada tinggi. “Ayo!” ajaknya sambil menarik tangan Amanda. Gadis itu setengah berlari mengikuti langkah Pangeran Hitam yang menyeret tubuh mungilnya. ‘Apa yang akan pria ini lakukan?’ Bersamaan dengan pikiran kalut Amanda, air matanya malah mengalir semakin deras. ‘Aku takut.’ Para koki istana langsung bersiap panik saat Pangeran Hitam ada di lorong istana menuju dapur. Pria itu melangkah masuk setelah menendang pintu dapur. “Duduk.” perintah Illarion pada Amanda sambil menunjuk kursi kayu di sampingnya. Kembali ia berdehem, sebelum mengulang kata-katanya. "Duduk …," ucap Illarion, kali ini jauh lebi
“Amanda!” panggil Ratu Zaina sambil berjalan dengan anggun ke gadis berkulit seputih salju itu. “Kau diminta ke istana utama, Baginda Raja ingin menemuimu.” “Aku?” tanya Amanda sambil mendongakan kepalanya menatap Ratu Zaina yang jauh lebih tinggi darinya. ‘Ada apa? Selain saat perkenalan setelah pernikahan kemarin, aku tak pernah diminta bertemu dengan Baginda Raja.’ “Kita pergi bersama ya? Kereta kuda sudah siap. Aku juga diminta ke istana utama.” Amanda mengangguk dan berjalan di belakang Ratu Zaina, karena wanita itu langsung berbalik meninggalkannya. Sesampai di istana utama Ratu Zaina melangkah lebih dahulu, membuat Amanda berjalan di belakangnya. “Istri Pangeran Hitam sepert
Amanda terlonjak kaget, "Ma-maafkan hamba," ujarnya seraya merunduk. 'Dia adalah pria yang terlihat berdebat dengan Tuan sebelum penyerangan di pesta dansa!' "Jangan sungkan, aku kakak iparmu," ucap pria berambut abu gelap bergelombang itu, senyum menawan mengembang dari wajahnya. "Pangeran Alexander," lanjutnya memperkenalkan diri seraya menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat. "Amanda White Broke," balas Amanda sambil membungkuk hormat dan menarik gaunnya ke kedua sisi tanpa menjabat tangan kanan Alexander. 'Ia sama sekali tak mirip Pangeran Hitam atau Baginda Raja kecuali rambut mereka sama-sama berwarna abu gelap.' "Kau akan bertemu Raja?" Amanda menggeleng. "Aku ha
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Ratu Zaina membuka percakapan di dalam kereta kuda, saat perjalanan balik ke istana hitam. “Pangeran Alexander sangat menyayangi adiknya, ia berharap bisa berbaikan segera dengan Pangeran Hitam,” jawab Amanda prihatin. Ratu Zaina nyaris tertawa mendengarnya, tapi melihat Amanda mengungkapkan hal itu dengan nada sedih, ‘ia benar-benar memberi tahu pembicaraan mereka kepadaku dengan mudahnya, dan memang aku akan percaya hal itu?’ Ia jadi tergelitik untuk bertanya. “Kau akan membantunya?” “Sepertinya, walau hamba tak begitu yakin akan hal ini, Ratu.” ‘Ternyata istri Pangeran Hitam hanya gadis kecil naif yang mudah dibodohi.’
“Lakukanlah, anggap saja pesta penyambutanmu juga,” ujar Illarion menanggapi bisikan Ratu Zaina. “Aku membebaskan kalian mengatur semuanya,” lanjut pria bermata segelap malam itu sambil memperhatikan Amanda yang gugup. “Bagaimana denganku?” ujar Pangeran Apollo dengan wajah kecewa yang dibuat-buat. Tapi tak ditanggapi oleh Illarion dan langsung beranjak pergi dari tempatnya. *** “Ada kabar?” tanya Illarion begitu masuk ruang kerjanya. “Maaf Tuan, kami belum mendapat keberadaan pria itu. Tapi informasi yang kami dapat, ia biasa datang ke kota setiap sebulan sekali untuk bertemu kliennya.” Illarion tampak kesal, “Segera temukan si sialan itu, aku akan membinasakan siapapun yang berani meracuniku.”
“Tentu! Kesetiaan loyal pada Tuan!” jawab Adam tanpa ragu. “Ki-kira-kira apa yang akan Pangeran Hitam lakukan padaku jika Tuan tahu hal seperti ini?” Adam berpikir sejenak. ‘Sebenarnya Tuan benar-benar tak peduli dengan berapa budget yang dihabiskan, hal ini bahkan tak menyentuh sedikitpun nominal harta yang dimiliki Tuan. Tapi gadis ini perlu diberi pelajaran agar tidak menghambur-hamburkan uang. Ia dan adiknya dulu ternyata sama saja. Ia perlu belajar mengelola uang dengan baik, karena banyak yang lebih membutuhkan ketimbang pesta konyol ini.’ “Menjual ginjalmu mungkin? kudengar orang-orang timur sedang mencari organ dalam beberapa wanita muda untuk eksperimen, mereka akan memberi harga sangat mahal,” terang Adam sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Hari yang ditentukan untuk pesta akhirnya tiba. Ini merupakan sebuah hal yang mengejutkan mengingat selama ini Istana Hitam tak pernah mengadakan perhelatan kecuali saat Pangeran Hitam kembali dari medan perang, beberapa waktu lalu. Apalagi ini sebuah perjamuan yang biasa dihadiri oleh para nyonya bangsawan, yang berarti istri Pangeran Hitam lah yang mengundang acara ini. Amanda terlihat gugup sambil mematut dirinya di depan cermin. ‘Aku masih belum terbiasa bertemu banyak orang,’ keluhnya dalam hati. “Pangeran Hitam belum datang?” tanya gadis itu sambil menyibak gaun berwarna lilac yang senada dengan iris amethyst-nya. Aime menggeleng. “Belum Nyonya. Tapi Ratu Zaina sudah datang.” “Betulkah,” tanya Amanda den