Pov Adit"Oh iya kah, Bu?""Iya. Ngapain ibu bohong. Karena sejak tadi speakernya sudah ibu nyalain jadi dia bisa dengar semuanya."Ya Ampun, ibu. Padahal sejak tadi Adit sudah melambaikan tangan tanda nggak setuju saat ibu menanyakan kesibukan Zaskia."Rencananya tuh hari ini Adit ingin mengajak kamu jalan-jalan. Dia juga bela-belain tidak bekerja demi ajak kamu ke luar.""Ya Ampun Mas Adit so sweet banget.""Setelah ini kamu segera bersiap-siap ya. Nanti sekitar jam delapan tiga puluh biar Adit ke sana untuk jemput kamu.""Em ... mm, nggak usah repot-repot, Bu. Biar Zaskia saja yang datang ke rumah Ibu. Mama dan papa soalnya juga mau pergi, jadi biar Zaskia nebeng mama sampai rumahnya Ibu.""Oh, gitu. Baiklah kalau begitu biar Adit tunggu di rumah. Tapi beneran nggak apa-apa, bareng papa mama kamu? Takutnya nanti malah bikin repot.""Tidak, Bu. Nggak masalah, kok, karena sejalan.""Baiklah kalau begitu ibu tutup dulu teleponnya, ya. Salam buat mama dan papa.""Iya, Bu. Pasti akan dis
Bab 43 Pov AditDengan cepat ku kenakan masker untuk menutupi sebagian wajahku."Mas! Kamu mau pergi ke mana?"Tanpa menjawab pertanyaan Zaskia, aku bergegas keluar dari mobil dan mencari keberadaan Rina dan keluarganya. Siapa tahu ada secerca harapan untukku. Apalagi jika aku berhasil membawa Romi kembali, aku yakin kalau hati ibu bakalan luluh.Aku menengok ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan mereka. Di tempat parkir pun tidak aku temukan mobil buntut yang biasanya bapak Rina pakai.Kepalaku rasanya nyut-nyutan ketika tidak berhasil menemukan mereka. Benar-benar stres sekali aku sekarang. "Mas, kenapa kamu pergi meninggalkan aku sendirian di mobil, sih?" katanya sambil ngos-ngosan menyusulku."Kamu itu sedang mencari siapa?!" tanyanya lagi, setelah pertanyannya yang pertama tidak aku tanggapi."Ini pasti gara-gara ibu!" teriakku kesal sambil aku ayunkan kakiku seperti akan menendang bola. Benar-benar kesal aku dibuat ibu."Ada apa sih, Mas?!" sentak Zaskia. Mungkin dia kaget me
Bab 44Pov Ibu MertuaDari perkataan Zaskia aku semakin yakin kalau Zaskia sangatlah mencintai Adit. Aku yakin dia akan menjadi menantu yang penurut, dan dia tidak akan menentang aku. Seperti yang dilakukan Rina."Bu, wanita yang sama Adit itu tadi siapa, kok saya belum pernah lihat?" tanya Bu Pur yang tiba-tiba datang menghampiriku hingga membuatku menjingkat.Entah sejak kapan beberapa wanita doyan gosip ini sudah ada di halaman rumahku. Padahal yang aku tahu saat aku mengantar Adit dan Zaskia tidak melihat beliau bertiga ini.Dalam hatiku aku sangat risih kalau ada orang yang suka korek-korek masalah pribadiku."Oh, itu calon menantu saya, Bu. Bagaimana, cantik tidak?""Loh, memangnya Adit dan Rina sudah berpisah?" Beliau bertiga nampak terkejut dengan perkataanku."Sudah, Bu," jawabku."Sejak kapan?" tanya bu Kasih sambil melihat yang lainnya."Kapannya lupa, tapi yang jelas, sekarang hubungan mereka bukanlah sah suami istri. Ini kami tinggal nunggu akta cerai dari pengadilan.""Lo
Pov Ibu MertuaAh, sudahlah kenapa aku jadi mencari-cari Bu Maryah. Yang jelas masalahku sudah aman tidak terdengar oleh para wanita ahli penyebar gosip ini.Memang ya, kalau berbicara dengan tukang gosip seperti mereka memang harus ekstra hati-hati. Kalau tidak, bisa rusaklah harga diri seorang Munah."Ya sudah Bu Munah kami mau pamit dulu. Kami mau setor arisan." Nah ini hal yang aku tunggu-tunggu kenapa nggak pergi saja sejak tadi."Oh ya, Bu, silakan," jawabku sambil memberikan gaya senyum yang paling ramah."Nanti kalau arisannya sudah habis, Bu Munah ikut sekalian saja. Lumayan loh uang dari arisan itu bisa buat tambahan modal." Bu Kasih menawariku arisan yang dibayar satu minggu sekali di hari rabu.Yang rumornya kalau dapat arisan itu bisa buat beli seekor kambing."Baik, Bu," jawabku abang-abang lambe (pemanis)."Kami pergi dulu, ya." Mereka pun pergi berjalan bersama beriringan terlihat sekali mereka sangat akur, ya kadang-kadang meski pernah bertengkar juga tapi persahabat
Pov Ibu MertuaRasanya dadaku seperti disayat-sayat namun tidak berdarah. Bisa-bisa pingsan aku dibuat begini oleh calon besanku."Jeng, Munah? Jeng Munah masih dengar suara saya, kan?"Untung saja calon besanku tidak mendengar perkataanku. Kalau tahu aku kaget bisa hancur harga diriku."Iya, Bu Besan. Saya dengar kok. Bahkan menyimak dengan baik. Tapi bisa dipastikan nanti hasilnya beneran bagus kan, Bu Besan?" tanyaku memastikan."Dijamin seribu persen Jeng Munah. Ini sudah saya pilihkan orang yang sangat terpercaya. Jeng Munah nggak usah khawatir pokoknya, terima beres saja.""Baik, Bu. Bagus kalau begitu," jawabku yang masih berasa seperti mimpi di siang bolong.Hatiku masih ketar-ketir takut jika nanti semakin lama permintaan calon besanku ini terus di turuti, membuat uang tabunganku habis."Jeng Munah, tapi ini baju yang saya pesan belum termasuk baju seragam Jeng Munah dan adik-adiknya Adit juga loh. Jadi baju yang saya pesan ini khusus buat Zaskia dan Adit. Kalau Jeng Munah ma
Pov Ibu MertuaMungkin dia marah karena aku tidak jadi kepincut dengan tawaran beliau. Tapi biarkanlah siapa tahu itu hanya akal-akalan dari mereka saja. Yang jelas sekarang uang aku aman.Jika aku kepincut lagi yang jelas aku akan kehilangan uang lebih banyak lagi. Bisa seratus juta nanti habisnya. Ini saja yang tambahan buat Adit saja sudah hampir lima puluh juta. Yang ada aku bakalan protes Adit. Yang paling aku takutkan malah bisa-bisa dia bakalan membatalkan perjodohannya dengan Zaskia.Harapanku satu-satunya yaitu dengan anak-anak gadisku. Aku yakin mereka bakalan kasih solusi atas masalah ini. Nanti akan aku suruh mereka untuk membelikan baju seragam di market place dengan harga yang miring. Ingat-ingat cari uang itu susah jadi harus lebih bijak lagi dalam penggunaannya.***"Oh, kalian sudah pulang?" tanyaku ketika anak dan calon mantuku turun dari mobil."Iya, Bu. Maaf ya, kami pulangnya sudah sore banget. Soalnya kami tadi juga sekalian mampir ke tempat designer langganan ma
Pov Ibu Mertua"Ah, nggak boleh begitu dong, Dit. Kamu jangan menyerah begitu, dong.""Kamu, jangan, loyo gitu dong. Ibu sangat yakin kalau nanti Zaskia sudah menikah dengan kamu, dan sudah berada di bawah pengawasan ibu, dia bakalan berubah menjadi lebih baik. Kamu nggak akan bilang dia labil-labil lagi. Pokoknya serahkan semuanya ke pada ibu."Saat asik berbincang dengan Adit, ada pesan masuk ke dalam aplikasi warna hijau.Dengan cepat aku membukanya siapa tahu dari orang penting.[Jeng Munah, jangan lupa uang lima belas jutanyaa segera ditransfer ke rekening saya, ya. Tadi waktu di designer untuk memesan bajunya Adit, masih pakai uang saya itu pun sebenarnya harganya lebih dari lima belas juta rupiah. Hitung-hitung sama mantu sendiri saya tidak akan terlalu perhitungan. Cukup dengan lima belas juta saja Jeng Munah ganti uang saya.]Setelah membaca pesan dari calon besanku membuatku dadaku sesak. Ada getar-getar ingin rasanya menolaknya tapi kalau ditolak apa nanti kesan mereka ke p
Pov Ibu Mertua"Lia! Pokoknya kamu cariin baju buat kita yang harganya murah. Ibu nggak mau kalau harus kehilangan uang lagi," kataku dengan penuh penekanan. Aku benar-benar dilanda gelisah.Untung saja malam ini Adit lembur. Kalau tidak, bisa panjang urusannya."Mau cari di mana sih, Bu? Kenapa nggak sekalian saja pesan bareng-bareng dengan keluarganya Mbak Zaskia, sih?" kata Lia yang masih sibuk dengan ponsel di tangannya."Haduh, kamu ini! Kemarin bajunya Zaskia dan Adit saja sudah mau lima puluh juta. Masak mau nambah lagi?" kataku sambil mondar mandir memegangi kepalaku."Uang hampir lima puluh juta itu hanya untuk baju dua orang saja loh Lia, belum ibu, kamu dan adik kamu. Kalau sampai semua ikut pesan di sana, bisa-bisa nyampai seratus juta sendiri hanya untuk baju. Kamu nggak ingin kan, kalau ibu sampai mati berdiri karena tabungan ibu ludes? Ini saja belum biaya untuk pernikahan loh, Lia. Coba bayangkan bagaimana rasanya kepala ibu ini," aku terus saja berbicara mengeluarkan
Pov Adit"Memang Zaskia perempuan manja gitu saja sudah lapor ke bapaknya, si*l!" kataku sambil ku pukul-pukul pahaku.Dengan cepat aku mengendarai sepeda motorku ke arah rumah. Jika aku tidak cepat sampai di rumah, ibu pasti semakin marah denganku."Cepetan masuk, Mas! Ibu sudah marah besar," kata Lia sambil terlihat ketakutan saat menyusulku ke depan.Dengan cepat aku memarkirkan sepeda motorku. Dari kejauhan ku lihat ibu sudah menyambutku di pintu masuk.Ingin rasanya pergi jauh dari sini, kalau ujung-ujungnya aku yang jadi seperti ini. Dulu yang aku pikir hanya kerja dan kerja. Kalau sekarang harus ngertiin perempuan segala. Dulu Rina nggak begini banget. Kenapa juga sih Zaskia itu nggak kayak si Rina saja sih? Rina itu selalu nurut dengan ibu untuk ngertiin aku.Saat aku hendak mencium punggung tangan ibuku, ibuku malah menaruh sambal pedas yang bekasnya jari lima nempel di pipiku."Panas sekali rasanya," batinku sambil ku pejamkan mataku. Zaskia-zaskia lihat nanti akan aku balas
Pov AditDengan cepat aku menutup pintu kamarku dan tak lupa menguncinya dari dalam agar Zaskia nggak masuk lagi. Tak butuh waktu sepuluh menit aku sudah selesai mengganti baju, dengan langkah malas aku pun keluar menemui ibu dan Zaskia. Terlihat Zaskia masih cemberut ke padaku. Tapi biarkan saja toh dia juga akan baikan sendiri."Tuh, Mas Adit sudah selesai, Cantik," kata ibu dengan nada yang dibaik-baikkan agar Zaskia selesai cemberutnya."Adit berangkat dulu ya, Bu," kataku sambil mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkanku.Setelah aku selesai mencium punggung tangan ibu, Zaskia pun ikut melakukan hal yang sama.Aku sangat yakin ibu tadi sudah membelaku di depan Zaskia. Enak saja wanita kok ingin nyetir laki-laki. Kalau sampai aku nurut dengan wanita mau ditaruh mana letak harga diriku? Semua ini ada alasannya. Karena akulah yang nantinya jadi calon imam bukannya dia. Jadi sudah seharusnya dia harus menurut sama aku."Loh kok naik sepeda motor? Kenapa nggak pakai mobil
Pov AditUntung saja di rumah makan tadi aku belum sempat pesan minuman ataupun makanan. Kalau sampai pesan, bisa dipastikan siang ini aku tidak akan bisa membeli seporsi bakso. Nasib-nasib."Beneran kamu sudah kenyang, Dit? Nih aku mau nambah lagi," kata Rudi sambil berdiri untuk pergi menambah bakso lagi. Kalau nggak datang langsung ke tempatnya katanya nggak afdol.Mau jujur kok ya malu. Untung saja tadi aku menolak ibu untuk tidak membawakanku bekal nasi dari rumah. Bisa tambah hilang lagi ini mukaku. Rasa-rasanya aku sudah tidak kuat kalau harus mengirit begini."Sudahlah, namanya juga diet ya harus bisa nahan lapar, betul kan, Dit," kata Budi sambil menepuk pundakku."Diet kok terus, Dit?" kata yang lain ikut menggoda."Ya jelas diet dong. Calon istrinya adit yang baru ini kan orang kaya, ya harus jaga penampilan dong, betul gitu nggak, Dit?" kata Rudi yang datang sambil membawa semangkok penuh bakso.Bukannya membela, sebenarnya dia sedang mempermalukanku."Pintar kamu, Rud. Ka
Pov Rina"Selamat siang, Pak Syamsuri," kata pak Candra saat masuk ke ruangan diikuti aku yang mengekor di belakang lelaki berlesung pipit ini."Siang juga, Pak Candra." Pak Syamsuri langsung bangun dari duduknya diikuti oleh lelaki yang ada di sebelahnya."Maaf saya datang terlambat, Pak," kata pak Candra sambil menjabat tangan pak Syamsuri."Nggak apa-apa, Pak. Santai saja," jawab pak Syamsuri."Pak Candra perkenalkan ini Pak Wiyoko.""Pak Wiyoko, ini Pak Candra, dan ini sekretarisnya Bu Rina."Lelaki itu tersenyum melihatku, dengan tatapan yang masih sama seperti yang aku ingat saat kejadian sembilan tahun yang lalu.Diarahkannya tangan lelaki yang dulu pernah aku panggil dengan sebutan om Wiyoko itu ke arahku. Rupanya lelaki itu ingin menjabat tanganku.Dengan tangan bergetar, aku mulai memberanikan diri mengangkat tanganku membalas jabat tangan lelaki yang kini terlihat mulai menua itu. Ada rasa takut yang sangat mendalam menghampiri memoriku.Namun belum sampai menjabat tangan p
Pov RinaIbu hanya diam saja tidak menanggapi perkataan Bapak. Kelihatan sangat jelas wajah bapak merah padam menahan emosi. Beliau pun langsung pergi begitu saja meninggalkan kami."Tuh, lihat ibu dan bapak jadi bertengkar seperti ini gara-gara kamu, Rina."Tanpa banyak bicara, aku pun juga langsung pergi meninggalkan ibu seorang diri. Biarkan saja ibu seperti itu. Kalau terus diladeni yang ada malah semakin besar masalahnya.***Hanya butuh waktu dua menit saja aku sudah sampai di depan pintu ruangan Pak Candra. Tanpa buang waktu, aku langsung mengetok pintunya."Ya, masuk!""Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan sopan."Tolong, kamu bawa dan pelajari laporan ini. Satu jam kemudian kita bertemu di lantai bawah. Hari ini ada meeting dadakan dengan Pak Syamsuri pimpinan dari perusahaan Mega Industri. Saya berencana akan mengadakan meeting tersebut di rumah makan baru kita, di Sedap Gurih," katanya dengan suara tenang."Baik, Pak.""Tolong, kamu kabari anak-anak di sana agar m
Pov Rina"Halo, Rin! Denger-denger mantan kamu mau menikah lagi. Kamu nggak cemburu kah, Rin?" goda Prita yang barusan masuk ke ruanganku. "Ah, biarin Prit. Aku sudah tak peduli lagi sama dia.""Yakin, nih?" kata Prita sambil mencolek pinggangku setelah itu duduk di depan meja kerjaku."Ya yakinlah. Buat apa lelaki semacam dia dipelihara. Yang ada malah makan hati saja.""Ciye berarti sudah move on dong?""Move on nggak move on ya harus dimove on-kan, dong.""Kayaknya move on-nya karena terpakasa. Beneran kamu nggak penasaran Adit mau menikah dengan siapa?""Ah, sudahlah, Prit. Jangan, bahas dia lagi! Aku ingin muntah kalau bahas dia. Aku ingin dengan pekerjaanku.""Nah, betul itu. Aku suka gaya kamu. Tapi kalau ada yang mau deketin kamu, kamu mau tidak?""Ah, aku nggak bisa mikir untuk sekarang ini. Yang jelas bagaimana sekarang aku bisa mendapatkan banyak uang untuk masa depan Romi.""Bagus tuh. Tapi saran nih, Rin. Traumanya jangan lama-lama, ya. Kalau ada yang baik mau deketin ka
Pov Adit"Kok ya Ampun, sih? Memangnya kamu nggak ingin jika uang kamu terkumpul?""Ya mau, Bu. Tapi ya nggak gitu juga caranya. Adit bisa malu dengan teman-teman, kalau setiap hari harus nebeng.""Ya sudahlah, terserah kamu," jawab beliau ketus.Ibu pun langsung pergi dari kamarku. Aku jadi heran kenapa ibu jadi semakin aneh begini.Ku miringkan badanku ke arah kanan dan kiri, sambil ku pejam-pejamkan mataku, namun tetap saja tak bisa tidur. Ku lihat jam di dinding masih menunjukkan jam dua belas, tengah malam.Masih teringat pembicaraan dengan Bu Sayuti kalau Rina sekarang menjadi kurusan aku pun berseluncur mencarinya di media sosial namun sia*lnya pencariannku tak membuahkan hasil. Kemungkinan besar Rina sudah memblokir semua media sosialku.Namun aku punya ide aku akan pergi ke sebuah rumah makan yang pernah aku kunjungi di mana aku bertemu dengan dia saat tragedi minuman es Siapa tahu aku bertemu lagi dengan Rina.***Pov Rina"Kenapa harus berakhir seperti ini, Tuhan? Kenapa?
Pov AditPov AditBeberapa menit kemudian ponselku berdering ada pesan masuk daris seseorang yang sedang bahagia di seberang sana.Ku hela nafas dalam-dalam saat akan membuka pesan darinya..[Mas, aku cantik, kan?] Begitulah bunyinya pesan yang di atasnya ada poto dia yang selesai dirias."Kok masih sempat-sempatnya dia berkirim foto ke padaku,"batinku."Siapa itu, Dit?" tanya ibu yang diam-diam mengintip isi pesanku."Calon menantu Ibu," jawabku singkat."Mana?!" kata ibu sambil meraih ponselku karena penasaran melihat poto calon menantu kesayangannya."Ih, cantik sekali dia, Dit," ibu merasa takjub."Mana, Bu Munah? Aku juga mau lihat," kata Bu Sayuti juga ikut penasaran."Eh, iya. Mangklingi banget Zaskia," ucap Bu Sayuti"Cepetan dibalas, Dit! Jangan, lama-lama balasnya!" kata ibu kemudian setelah berhasil mengambil alih ponselku yang dibawa Bu Sayuti dan memberikannya ke padaku."Mau di balas apa, Bu?" kataku malas."Mas Adit ini gimana, sih? Ya bilang cantik gitu atau dipuji yan
Pov Adit"Kamu sudah siap, Mas?" tanya Lia ke padaku."Iya," jawabku sambil tersenyum."Wah, anak ibu kelihatan tampan sekali. Cocok sekali kamu pakai baju ini, Nak. Pantas saja harganya mahal, karena membuat kamu semakin kelihatan gagah. Tak sia-sia ibu kasih uang tambahan ke pada mamanya Zaskia.""Memangnya mamanya Zaskia minta uang lagi, Bu?" tanyaku heran. Mengingat yang aku tahu, mamanya Zaskia hanya minta uang senilai tiga puluh juta saja. Selebihnya belum ada info dari ibu."Eh, enggak. Bukan itu maksud ibu itu ....""Ini yang memilihkan Mbak Zaskia ya, Mas?" ibu belum selesai berbicara, tapi sudah terpotong oleh pertanyaan Lia ke padaku."Iya, Lia, ini yang memilihkan Zaskia.""Pantas bagus banget. Cocok loh, dipakai Mas Adit. Lia saja sampai pangling lihat Mas Adit. Apalagi nanti para tamu dan saudara.""Iya, memang calon istrimu itu sangat berbakat di dunia fashion, Dit. Dia itu sangat paham mana yang paling cocok untuk kamu."Dalam hati kecilku aku sangat berat untuk menjal