Pov Rina.Seketika rasa laparku langsung musnah. Padahal bau penyetan bebek Pak Ruslan yang aku bawa sudah membuat perut ini keroncongan.Gurih dan lembutnya daging bebek ini, serta sambalnya yang tidak pelit membuat cita rasa dari penyetan bebek Pak Ruslan ini diserbu oleh para penyuka kuliner.Bahkan sebelum aku menikah dengan mas Adit aku sering berkunjung ke tempat makan milik Pak Ruslan ini. Hanya untuk menikmati penyetan bebek dan minuman segarnya."Tenang, Nak. Jangan gegabah menyimpulkan perkataan ibu. Ibu bisa menjelaskan semua ini," kata ibu dengan penuh kehati-hatian setelah mendekat ke arahku."Mau dijelaskan bagaimana lagi, Bu? Semua sudah jelas kalau Ibu itu masih berat dengan mas Adit. Ingat, Bu, lelaki itu yang sudah menyakiti anak dan cucu Ibu!""Bukan itu maksud ibu, Nak. Kamu jangan salah tafsir dulu. Ibu hanya tidak ingin kamu menyandang status janda. Apalagi bernasib sama seperti kebanyakan janda di luar sana. Ditambah lagi kamu sudah ada anak, Nak.""Kalau sudah j
"Rin, Rina! Romi eek, Rin!" teriak Prita dari ruang tengah."Iya!" Ku usap air mataku dengan kasar. "Maaf sudah menganggu kamu makan, Rin.""Ah, nggak apa-apa akunya yang malah minta maaf sudah merepotkan kamu," jawabku.Ku ambil alih Romi dari gendongan Prita. "Tunggu sebentar ya Tante. Aku mau salin dulu," ku katakan dengan bahasa yang seperti anak kecil."Iya, Romi ganteng. Tante tunggu di depan ya."Dengan cekatan aku pun mengganti celana Romi. Meski ibu menawari untuk menggantikannya tapi aku tetap kekeh tidak memberikan Romi kepada beliau. Rasanya aku jadi sakit hati dengan ibuku sendiri. Ini sudah tidak boleh dibiarkan. Aku akan menyelidiki apa maksud ibu yang selalu membela mas Adit yang sudah jelas terbukti bersalah."Gimana rasa penyetan Pak Ruslan, enak?" tanya Prita setelah aku keluar ke ruangan tamu dan menemuinya."Enak banget, Prit. Tidak ada yang berubah rasanya." Terpaksa berbohong kepada Prita padahal aku sendiri belum tahu gimana bentuk dan rasa penyetan yang dibaw
"Memangnya kenapa, Prita? Kalau Romi bersama dengan ibuku di rumah? Beliau kan neneknya, pasti akan menjaga Romi dengan baik," kataku berpura-pura seperti tidak ada yang terjadi dengan pikiranku ini.Sengaja aku memancing Prita agar menceritakan kepadaku sesuatu yang dia ketahui tentang ibu, meskipun itu hal kecil.Prita menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada seseorang yang mendengar perkataannya."Sebenarnya sudah lama aku ingin bicara mengenai masalah ini, Rin. Tapi aku nggak berani karena aku tidak ingin membuat kamu jadi kepikiran. Apalagi selama kamu tinggal di rumah mertua kamu, keadaan kamu tidak baik-baik saja.""Jadi sekarang beritahukanlah aku, Prita. Apa yang sebenarnya terjadi dengan ibuku? Aku merasa ibu telah menyembunyikan suatu hal dari kami, aku dan bapak.""Namun kamu jangan menyalahkan ibu kamu, ya. Karena posisi ibu kamu waktu itu sedang kepepet," katanya."Ada suatu hal yang membuat ibu kamu sulit untuk membuang Adit, sebagai menantunya Rin. Soalnya ibu
Pov Adit"Dit, ibu mau ngenalin kamu dengan Zaskia. Dia cantik banget loh. Kamu nggak bakalan nyesel kalau ketemu dengan dia," ucap ibu dari ambang pintu kamarku.Entah ini sudah keberapa kali aku dikenalkan seorang wanita cantik oleh ibu.Sejak ibu jengkel karena diberi alamat palsu oleh saudara Rina, kemarin. Beliau semakin semangat untuk menjodohkanku dengan wanita pilihannya.Masih teringat waktu aku mencari keberadaan Rina menggunakan alamat yang dikasih oleh saudaranya."Loh, Dit. Ini kita sedang berada di mana?" tanya ibu ketakutan. "Masak iya kita nyasar, Dit?"Ibu terlihat sangat panik saat kami menyusuri jalan yang kanan kirinya ditanami pohon jati."Ibu tenang dulu. Pokoknya jangan panik dulu. Kita teruskan perjalanan kita ini. Mungkin saja di depan sana ada pemukiman." Aku terus saja berkata begitu agar ibu tidak semakin takut."Apa iya ini desa yang ditinggali Rina dan keluarganya? Atau jangan-jangan kita ini sedang ditipu oleh ibu dari temannya Nanang, Dit?" tanya ibu rag
Pov AditSejak berjalan memasuki ruang tamu bersama ibu, tak ku lepaskan sama sekali pandanganku dari sosoknya yang cantik bak model. Semakin mendekat wajah Zaskia begitu sangat menarik hatiku. Ternyata dia lebih cantik aslinya, daripada yang ada di foto. Aku benar-benar menyesal kenapa nggak sejak dulu aku bertemu dengannya.Dan sebaliknya setelah dia sadar kalau aku memperhatikannya, dia langsung tersenyum manis ke padaku. Bahkan sesekali dia mengedip-ngedipkan matanya. Hatiku benar-benar meleleh dibuatnya."Maaf ya, Rina, salah sendiri kamu nggak mau nurut sama aku dan ibu. Aku yakin setelah menjadi janda kamu nggak bakalan mendapatkan suami baik seperti aku ini. Atau malah jangan-jangan kamu bakalan ngemis-ngemis sama aku minta untuk rujuk. Tapi lihatlah nanti nggak bakalan akau mau rujuk sama kamu," batinku penuh kemenangan.."Alhamdulillah pekerjaan Adit juga sudah mapan, Pak. Kami juga bukan dari golongan keluarga yang kekurangan. Tenang saja, Pak, nggak bakalan habis harta kam
Sudah ada lebih dari satu jam aku mengajak Zaskia jalan-jalan mengelilingi kota Kediri. Tak lupa aku pun berkunjung ke sebuah taman yang menyajikan susana segar di pinggir bantaran sungai terpanjang ke dua di pulau Jawa.Tak lupa kami pun juga berswafoto benar-benar kami seperti orang yang sedang berpacaran.Setelah mengajak Zaskia jalan-jalan melihat pemandangan di daerah taman Brantas, aku pun berinisiatif untuk mengajaknya pergi ke sebuah rumah makan yang jaraknya tak jauh dari tempat kami sekarang.Aku sebelumnya sudah mencari info di mana tempat yang di rekomendasikan oleh Netizen di aplikasi kotak pink.Setelah hampir setengah jam perjalanan, kami pun sudah sampai di tempat tujuan. Sebenarnya perjalanannya itu tidak jauh paling enggak setengah jam saja sudah sampai, namun aku memang sengaja mengendarai sepeda motorku secara perlahan dan lebih memilih jalur arah yang memutar karena ingin bisa berlama-lamaan dengan dirinya.Tempatnya yang rindang dan sejuk, membuat para pengunjung
Pov Adit"Jangan-jangan, ini adalah ulah kamu, ya?!" Ku kepalkan tanganku dan bersiap untuk menonj*k dia.Namun bukannya dia takut ke padaku, tetapi malah dia tersenyum meledekku seperti seorang jagoan.Kini ada berpuluh pasang mata orang tertuju ke pada kami, dan bahkan beberapa orang mengarahkan ponselnya sepertinya mereka senang dengan keadaan yang seperti ini, melihat orang sedang bersitegang. Aku sangat yakin mereka bakalan merekam pertengkaran kami dan memasukkannya ke sebuah aplikasi biar trending. Das*r memang orang-orang sukanya cari untung."Kalau kamu masih saja mengobrol dengan wanita itu, lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini, Mas. Akan aku adukan semua perbuatan Mas Adit kepada ibu Munah!" ancamnya.Mendengar teriakan Zaskia pandanganku langsung teralih ke padanya. Ada untungnya Zaskia berteriak seperti itu, seenggaknya aku tak jadi trending. Kalau sampai aku trending, bisa hancur harga diriku. "Awas kamu, Rina! Tunggu pembalasanku.""Aku tunggu pembalasan kamu,
Pov Adit"Mau yang ini, Mas!" Zaskia teriak kegirangan.Entah kenapa Zaskia ini terlihat sangat norak, kayak nggak pernah beli baju baru saja. Padahal ini sudah ke lima lembar baju yang sudah dimasukkan ke keranjang.Aku hanya terdiam sejenak saat dia berbicara seperti itu. Ku pijat pelan-pelan keningku. "Uangku bisa habis cuma untuk beli baju saja," kataku pelan."Boleh ya, Mas?" rengeknya sambil memegang tanganku."Itu yang kamu ambil kan sudah ada lima lembar, masak iya mau lagi?" Kali ini ku beranikan diri untuk menegurnya."Katanya ini adalah hadiah permintaan maaf kepada Zaskia, semua yang dipilih Zaskia Mas Adit mau membelikannya. Apalagi semua ini bagus-bagus dan cocok sekali saat aku coba tadi.""Tapi masak iya mau nambah lagi, Zas?""Iyalah, Mas. Kamu nggak mau belikan buat aku? Ya udah kalau gitu akan aku adukan ke orang tuaku nanti.""Ya sudah ambil satu saja yang paling kamu suka. Jangan, semuanya!""Mas Adit ini perhitungan banget. Masak suruh ambil satu saja. Selama ini
Pov Adit"Memang Zaskia perempuan manja gitu saja sudah lapor ke bapaknya, si*l!" kataku sambil ku pukul-pukul pahaku.Dengan cepat aku mengendarai sepeda motorku ke arah rumah. Jika aku tidak cepat sampai di rumah, ibu pasti semakin marah denganku."Cepetan masuk, Mas! Ibu sudah marah besar," kata Lia sambil terlihat ketakutan saat menyusulku ke depan.Dengan cepat aku memarkirkan sepeda motorku. Dari kejauhan ku lihat ibu sudah menyambutku di pintu masuk.Ingin rasanya pergi jauh dari sini, kalau ujung-ujungnya aku yang jadi seperti ini. Dulu yang aku pikir hanya kerja dan kerja. Kalau sekarang harus ngertiin perempuan segala. Dulu Rina nggak begini banget. Kenapa juga sih Zaskia itu nggak kayak si Rina saja sih? Rina itu selalu nurut dengan ibu untuk ngertiin aku.Saat aku hendak mencium punggung tangan ibuku, ibuku malah menaruh sambal pedas yang bekasnya jari lima nempel di pipiku."Panas sekali rasanya," batinku sambil ku pejamkan mataku. Zaskia-zaskia lihat nanti akan aku balas
Pov AditDengan cepat aku menutup pintu kamarku dan tak lupa menguncinya dari dalam agar Zaskia nggak masuk lagi. Tak butuh waktu sepuluh menit aku sudah selesai mengganti baju, dengan langkah malas aku pun keluar menemui ibu dan Zaskia. Terlihat Zaskia masih cemberut ke padaku. Tapi biarkan saja toh dia juga akan baikan sendiri."Tuh, Mas Adit sudah selesai, Cantik," kata ibu dengan nada yang dibaik-baikkan agar Zaskia selesai cemberutnya."Adit berangkat dulu ya, Bu," kataku sambil mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkanku.Setelah aku selesai mencium punggung tangan ibu, Zaskia pun ikut melakukan hal yang sama.Aku sangat yakin ibu tadi sudah membelaku di depan Zaskia. Enak saja wanita kok ingin nyetir laki-laki. Kalau sampai aku nurut dengan wanita mau ditaruh mana letak harga diriku? Semua ini ada alasannya. Karena akulah yang nantinya jadi calon imam bukannya dia. Jadi sudah seharusnya dia harus menurut sama aku."Loh kok naik sepeda motor? Kenapa nggak pakai mobil
Pov AditUntung saja di rumah makan tadi aku belum sempat pesan minuman ataupun makanan. Kalau sampai pesan, bisa dipastikan siang ini aku tidak akan bisa membeli seporsi bakso. Nasib-nasib."Beneran kamu sudah kenyang, Dit? Nih aku mau nambah lagi," kata Rudi sambil berdiri untuk pergi menambah bakso lagi. Kalau nggak datang langsung ke tempatnya katanya nggak afdol.Mau jujur kok ya malu. Untung saja tadi aku menolak ibu untuk tidak membawakanku bekal nasi dari rumah. Bisa tambah hilang lagi ini mukaku. Rasa-rasanya aku sudah tidak kuat kalau harus mengirit begini."Sudahlah, namanya juga diet ya harus bisa nahan lapar, betul kan, Dit," kata Budi sambil menepuk pundakku."Diet kok terus, Dit?" kata yang lain ikut menggoda."Ya jelas diet dong. Calon istrinya adit yang baru ini kan orang kaya, ya harus jaga penampilan dong, betul gitu nggak, Dit?" kata Rudi yang datang sambil membawa semangkok penuh bakso.Bukannya membela, sebenarnya dia sedang mempermalukanku."Pintar kamu, Rud. Ka
Pov Rina"Selamat siang, Pak Syamsuri," kata pak Candra saat masuk ke ruangan diikuti aku yang mengekor di belakang lelaki berlesung pipit ini."Siang juga, Pak Candra." Pak Syamsuri langsung bangun dari duduknya diikuti oleh lelaki yang ada di sebelahnya."Maaf saya datang terlambat, Pak," kata pak Candra sambil menjabat tangan pak Syamsuri."Nggak apa-apa, Pak. Santai saja," jawab pak Syamsuri."Pak Candra perkenalkan ini Pak Wiyoko.""Pak Wiyoko, ini Pak Candra, dan ini sekretarisnya Bu Rina."Lelaki itu tersenyum melihatku, dengan tatapan yang masih sama seperti yang aku ingat saat kejadian sembilan tahun yang lalu.Diarahkannya tangan lelaki yang dulu pernah aku panggil dengan sebutan om Wiyoko itu ke arahku. Rupanya lelaki itu ingin menjabat tanganku.Dengan tangan bergetar, aku mulai memberanikan diri mengangkat tanganku membalas jabat tangan lelaki yang kini terlihat mulai menua itu. Ada rasa takut yang sangat mendalam menghampiri memoriku.Namun belum sampai menjabat tangan p
Pov RinaIbu hanya diam saja tidak menanggapi perkataan Bapak. Kelihatan sangat jelas wajah bapak merah padam menahan emosi. Beliau pun langsung pergi begitu saja meninggalkan kami."Tuh, lihat ibu dan bapak jadi bertengkar seperti ini gara-gara kamu, Rina."Tanpa banyak bicara, aku pun juga langsung pergi meninggalkan ibu seorang diri. Biarkan saja ibu seperti itu. Kalau terus diladeni yang ada malah semakin besar masalahnya.***Hanya butuh waktu dua menit saja aku sudah sampai di depan pintu ruangan Pak Candra. Tanpa buang waktu, aku langsung mengetok pintunya."Ya, masuk!""Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan sopan."Tolong, kamu bawa dan pelajari laporan ini. Satu jam kemudian kita bertemu di lantai bawah. Hari ini ada meeting dadakan dengan Pak Syamsuri pimpinan dari perusahaan Mega Industri. Saya berencana akan mengadakan meeting tersebut di rumah makan baru kita, di Sedap Gurih," katanya dengan suara tenang."Baik, Pak.""Tolong, kamu kabari anak-anak di sana agar m
Pov Rina"Halo, Rin! Denger-denger mantan kamu mau menikah lagi. Kamu nggak cemburu kah, Rin?" goda Prita yang barusan masuk ke ruanganku. "Ah, biarin Prit. Aku sudah tak peduli lagi sama dia.""Yakin, nih?" kata Prita sambil mencolek pinggangku setelah itu duduk di depan meja kerjaku."Ya yakinlah. Buat apa lelaki semacam dia dipelihara. Yang ada malah makan hati saja.""Ciye berarti sudah move on dong?""Move on nggak move on ya harus dimove on-kan, dong.""Kayaknya move on-nya karena terpakasa. Beneran kamu nggak penasaran Adit mau menikah dengan siapa?""Ah, sudahlah, Prit. Jangan, bahas dia lagi! Aku ingin muntah kalau bahas dia. Aku ingin dengan pekerjaanku.""Nah, betul itu. Aku suka gaya kamu. Tapi kalau ada yang mau deketin kamu, kamu mau tidak?""Ah, aku nggak bisa mikir untuk sekarang ini. Yang jelas bagaimana sekarang aku bisa mendapatkan banyak uang untuk masa depan Romi.""Bagus tuh. Tapi saran nih, Rin. Traumanya jangan lama-lama, ya. Kalau ada yang baik mau deketin ka
Pov Adit"Kok ya Ampun, sih? Memangnya kamu nggak ingin jika uang kamu terkumpul?""Ya mau, Bu. Tapi ya nggak gitu juga caranya. Adit bisa malu dengan teman-teman, kalau setiap hari harus nebeng.""Ya sudahlah, terserah kamu," jawab beliau ketus.Ibu pun langsung pergi dari kamarku. Aku jadi heran kenapa ibu jadi semakin aneh begini.Ku miringkan badanku ke arah kanan dan kiri, sambil ku pejam-pejamkan mataku, namun tetap saja tak bisa tidur. Ku lihat jam di dinding masih menunjukkan jam dua belas, tengah malam.Masih teringat pembicaraan dengan Bu Sayuti kalau Rina sekarang menjadi kurusan aku pun berseluncur mencarinya di media sosial namun sia*lnya pencariannku tak membuahkan hasil. Kemungkinan besar Rina sudah memblokir semua media sosialku.Namun aku punya ide aku akan pergi ke sebuah rumah makan yang pernah aku kunjungi di mana aku bertemu dengan dia saat tragedi minuman es Siapa tahu aku bertemu lagi dengan Rina.***Pov Rina"Kenapa harus berakhir seperti ini, Tuhan? Kenapa?
Pov AditPov AditBeberapa menit kemudian ponselku berdering ada pesan masuk daris seseorang yang sedang bahagia di seberang sana.Ku hela nafas dalam-dalam saat akan membuka pesan darinya..[Mas, aku cantik, kan?] Begitulah bunyinya pesan yang di atasnya ada poto dia yang selesai dirias."Kok masih sempat-sempatnya dia berkirim foto ke padaku,"batinku."Siapa itu, Dit?" tanya ibu yang diam-diam mengintip isi pesanku."Calon menantu Ibu," jawabku singkat."Mana?!" kata ibu sambil meraih ponselku karena penasaran melihat poto calon menantu kesayangannya."Ih, cantik sekali dia, Dit," ibu merasa takjub."Mana, Bu Munah? Aku juga mau lihat," kata Bu Sayuti juga ikut penasaran."Eh, iya. Mangklingi banget Zaskia," ucap Bu Sayuti"Cepetan dibalas, Dit! Jangan, lama-lama balasnya!" kata ibu kemudian setelah berhasil mengambil alih ponselku yang dibawa Bu Sayuti dan memberikannya ke padaku."Mau di balas apa, Bu?" kataku malas."Mas Adit ini gimana, sih? Ya bilang cantik gitu atau dipuji yan
Pov Adit"Kamu sudah siap, Mas?" tanya Lia ke padaku."Iya," jawabku sambil tersenyum."Wah, anak ibu kelihatan tampan sekali. Cocok sekali kamu pakai baju ini, Nak. Pantas saja harganya mahal, karena membuat kamu semakin kelihatan gagah. Tak sia-sia ibu kasih uang tambahan ke pada mamanya Zaskia.""Memangnya mamanya Zaskia minta uang lagi, Bu?" tanyaku heran. Mengingat yang aku tahu, mamanya Zaskia hanya minta uang senilai tiga puluh juta saja. Selebihnya belum ada info dari ibu."Eh, enggak. Bukan itu maksud ibu itu ....""Ini yang memilihkan Mbak Zaskia ya, Mas?" ibu belum selesai berbicara, tapi sudah terpotong oleh pertanyaan Lia ke padaku."Iya, Lia, ini yang memilihkan Zaskia.""Pantas bagus banget. Cocok loh, dipakai Mas Adit. Lia saja sampai pangling lihat Mas Adit. Apalagi nanti para tamu dan saudara.""Iya, memang calon istrimu itu sangat berbakat di dunia fashion, Dit. Dia itu sangat paham mana yang paling cocok untuk kamu."Dalam hati kecilku aku sangat berat untuk menjal