Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang ingin menjadi janda. Apalagi di usia yang sangat muda. Namun, hari ini Luisa merasakan kepediham ditinggal suami. Ya, bukan dirinya yang meninggalkan Edmun dengan menggugat cerai, tetapi pria itu yang benar pergi meninggalkannya dan tidak bisa kembali lagi. Bagaimanapun Edmun adalah pria yang pernah sangat ia cintai. Tentulah kepergian Edmun meninggalkan luka dan kesedihan, meskipun sebenarnya menjelang akhir hidup suaminya, ia membenci pria itu. Tanah Merah itu sudah membentuk gundukan. Taburan bunga ada di atasnya, membuat aroma wewangian khas atas meninggalnya manusia. Edmun baru saja selesai dikubur setelah dua jam disemayamkan di rumahnya. Rumah tempat tinggalnya bersama Luisa. Semua sanak famili mengucapkan bela sungkawa dan turun sedih dengan nasib Luisa. "Jika saja kalian memberikan sedikit kepercayaan pada putraku, tentulah ia tidak akan terlilit utang dan berakhir di sini. Edmun masih muda, tetapi sungguh malang nasibnya karena
Cristy benar-benar mendatangi rumah Pak Darmono. Wanita itu tahu, bahwa Luisa masih ada di sana. Buktinya rumah yang biasa Luisa tinggali bersama Edmun, sepi. Lagian Luisa belum bisa bepergian karena masih dalam masa iddah. Kini, Cristy sudah berada di depan rumah Pak Darmono. Klakson mobil ditekan dua kali oleh sopir Cristy. Wanita itu datang ditemani oleh salah seorang ajudan. Nisa yang tengah menyiram tanaman, mendengar bunyi klakson mobil di depan. Lekas ia mematikan keran air, merapikan seadanya selang air yang panjang itu, untuk melihat siapa tamunya. Belakangan ini begitu banyak tamu yang datang ke rumah suaminya dan itu rata-rata untuk menagih utang dari Edmun. Nisa membuka pintu kecil di samping pagar. "Siapa?" tanya Nisa dengan sedikit menyipitkan matanya. Matahari pukul sebelas siang, membuat matanya silau. Sopir Cristy memundurkan sedikit mobilnya saat melihat ada wanita di pintu kecil. Kaca mobil bagian belakang pun diturunkan oleh Cristy. "Apa saya bisa bertemu Lui
"Papa rasa tidak mungkin, Luisa. Kamu pernah didiagnosa oleh dokter perihal kesuburan bukan? Katanya kamu akan sulit punya anak." Pak Darmono keningnya yang mendadak berat. Belum kering tanah kuburan Edmun, kini ditambah kenyataan putrinya sakit, mual dan muntah seperti gejala hamil. "Pa, yang memberikan anak pada perempuan itu ya Pencipta, Pa. Gak ada yang gak mungkin kalau Tuhan sudah ikut campur. Prediksi manusia bisa saja salah," jawab Luisa dengan helaan napas. "Oke, dari pada penasaran, besok pagi kamu test pack.. Jika positif, maka kita harus segera ke dokter untuk memeriksakannya. Mungkin saja kehamilan kamu ini sebagai pengganti Edmun yang akan menemani kamu. Papa sudah tua dan kamu butuh teman." Sekali lagi Pak Darmono menghela napas berat. Bagaimana tidak berat? Mau sekaya apapun dirimu, jika harus mengurus utang milyaran di luar sana, pastilah sangat berat. Masih untung papanya tidak stres berat dengan tagihan utang Edmun. Ia harus bersyukur papanya bisa membantu membay
Sepanjang malam Luisa terjaga dari tidurnya. Ia tak sabar menanti pagi agar bisa segera menuntaskan rasa penasaran. Apakah rasa mual dan muntah-muntahnya selama beberapa hari ini karena ia hamil. Semoga saja tidak ya, Tuhan! Itulah doa dalam hati yang selalu ia ucapkan sepanjang malam. Tiba pukul lima subuh, tepat suara azan berkumandang, Luisa pergi ke kamar mandi dengan membawa alat test pack, serta wadah kecil seperti wadah vitamin C yang transparan. Ia memeriksa air seninya. Menunggu alat bekerja selama beberapa detik. Matanya bahkan tak sanggup berkedip demi melihat garis satu yang ia inginkan tetap satu saja, tetapi itulah hanya sebuah keinginan, karena saat ini, garis itu perlahan menjadi dua, meskipun samar. Tidak puas dengan satu test pack, maka Luisa menggunakan alat tes kehamilan yang satunya lagi. Ia berharap garis satu, ternyata keinginannya tidak dikabulkan oleh Tuhan. Kedua test pack itu bergaris dua. Luisa terduduk di atas closet yang sudah ia tutup. Kedua kakinya
Kabar kehamilan Luisa tentu saja membuat Levi sangat terkejut. Karena dari informasi yang ia dapat dari almarhum Ed, Luisa sulit punya anak. Selama menikah dengan Ed, belum pernah sekali pun wanita itu positif hamil. Ed begitu yakin kalau istrinya sulit untuk punya anak, oleh karena itu, Levi nekat nekat meminta syarat untuk tidur dengan wanita yang ada dalam obsesinya. Jika sekarang Luisa hamil, berarti Luisa hamil anak siapa? Levi begitu galau dan gamang. Ia ingin menelepon Luisa, tetapi ponsel wanita itu belum aktif. Ini sudah mendekati tiga puluh hari wafatnya Ed dan wanita itu belum membuka komunikasi dengannya. Apakah perlu setengah memaksa? Levi menekan kontak Pak Darmono. "Halo, selamat sore, Pak." Levi bicara dengan nada formal. "Halo, selamat sore, Levi. Ada yang bisa saya bantu?""Saya boleh minta nomor telepon rumah, Pak? Saya ingin berbincang dengan Luisa. Ponselnya sudah satu bulan ini tidak aktif. Saya mencemaskan Luisa." Terdengar suara tawa pendek Pak Darmono. "B
Luisa dan Levi duduk berdua di halaman belakang, setelah Pak Darmono membolehkan keduanya berbicara serius. Tentu saja Levi yang dengan begitu sopannya meminta ijin kepada beliau. Pak Darmono juga merasa bahwa putrinya dan Levi perlu bicara empat mata. Luisa butuh teman untuk melupakan isi hati tentang perasaannya setelah ditinggal oleh Edmun. "Bagaimana, apa masih berat memikirkan kepergian Ed?" tanya Levi membuka percakapan. Malam sangat sepi, yang terdengar hanya suara jangkrik yang saling sahut di rerumputan. Luisa menoleh, lalu menggeleng. "Sudah biasa saja. Mungkin dengan begitu banyak masalah yang ia tinggalkan, membuat perasaan saya hambar." Luisa menatap langit malam. Tatapan Levi terlalu tajam. Ia khawatir semakin lemah jika berani menatap matanya yang seperti memiliki magnet untuk menundukkan lawat bicara. "Saya paham. Lalu sekarang, mmm.... " Levi menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka. Setelah dirasa aman dan sepi, Levi kembali mena
Luisa dilarikan ke rumah sakit karena wanita itu pendarahan. Nisa yang pertama kali melihatnya. Ibu sambung Luisa itu mendobrak kamar Luisa saat Luisa tak kunjung keluar. Dengan bantuan mobil tetangga sebelah, Luisa dibawa ke rumah sakit terdekat. Luisa sadar, tetapi ia seperti sedang mengantuk. "Nisa, basah," ujar Luisa lirih. Rumah sakit masih beberapa ratus meter lagi, tetapi sepertinya Luisa sudah sangat lemas. "Iya, sabar, ya. Di depan rumah sakitnya. Kamu yang kuat dan sabar." Luisa tidak menjawab. Ia hanya terus mengerjapkan matanya karena terasa sangat mengantuk. Mobil berhenti tepat di lobi IGD. Sopir yang bernama Hasan itu yang turun lebih dahulu, lalu berbicara pada satpam rumah saksi t. Tidak lama kemudian, Hasan mendekati pintu penumpang belakang. Brangkar panjang sudah ikut menyusul di belakang Hasan. "Ayo, harus segera dibawa ke ruang tindakan!""Iya, Pak, terima kasih." Nisa mengangguk. Kakinya terseret-seret mengikuti satpam dan juga Hasan yang setengah berlari m
Dua minggu sudah berlalu, sejak Luisa keluar dari rumah sakit. Kesedihan masih menyelimuti keluarga Pak Darmono, khususnya Luisa. Meskipun ia sempat ragu siapa ayah bayi yang dikandungnya, tetapi ia sudah terlanjur jatuh cinta pada setiap momen saat ia merasakan mual dan muntah. Ngidam membuatnya bisa sangat dimanja sang Papa dan dituruti oleh ibu sambungnya.Hidup harus terus berjalan. Ia akan belajar melupakan kenangan bersama Edmun dan juga kenangan bahwa ia sempat diberikan kesempatan mengandung bayi. Itu tandanya ia tidak mandul, seperti yang pernah dituduhkan oleh ibu mertuanya waktu itu. "Eh, Papa sudah pulang." Luisa bangun dari duduknya. Ia menyambut kepulangan papanya dari kantor. Namun ada yang berbeda dari biasanya, wajah papanya nampak begitu lelah."Papa mau teh atau kopi? Papa kenapa? sakit?" tanya Luisa khawatir. Pak Darmono menghela napas, lalu ia duduk di sofa tanpa semangat. Luisa pun akhirnya ikut duduk di samping papanya. Menatap wajah tua itu yang terlihat begit
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su