Aku masih bergeming, tidak menjawab ataupun menoleh.
"Hei, mau aku antar pulang?" tawarnya lagi dan kini tangannya menyentuh pundakku. Terpaksa aku menoleh. Awalnya aku pikir dia adalah Saka. Ternyata bukan. Lalu siapa dia? Aku tidak kenal. "Em ...." "Aku Aditya Zavir, kamu lupa ya." Pria itu tersenyum setelah menyebut namanya, sedangkan aku malah bengong. "Nilam Cahaya, aku Aditya Zavir. Si boneng," imbuhnya karena aku masih shock. Bagaimana tidak kaget coba. Wajahnya sangat jauh berbeda. Tampan. Sekitar 10 12 sama Saka. Kalau Saka, dia memang tampan dan rupawan. Sayangnya dia pria dingin dan angkuh. Kalau Aditya, dia memang baik. "Aduh lama nggak ketemu, Dit. Maaf," balasku canggung. "Nggak apa-apa, ayo aku antar pulang." Tanpa menunggu persetujuan. Aditya menggandeng tanganku masuk ke dalam mobilnya. Pria itu mengantarkan aku pulang. "Nanti mobilnya biar diambil bengkel. Besok pagi akan diantarkan ke rumah oleh karyawanku," ujarnya setelah kami masuk ke dalam mobil. "Terima kasih." Hanya itu yang keluar dari mulutku. "Sama-sama. Oh ya, lama nggak ketemu, makin cantik aja," godanya seraya menyalakan mesin mobil. Aku hanya tersenyum. Sadar diri jika aku sudah bukan lagi gadis seperti dulu. Jika tahu aku sudah menikah dan bakal jadi janda, pasti Aditya akan ilfil. "Oh iya, besok malam di acara reunian. Apa kamu mau hadir?" tanyanya memecah keheningan. "Entahlah, aku tidak memiliki pasangan," jawabku, di mana dalam acara mengharuskan membawa pasangan. Jika sampai aku tidak membawa pasangan, yang ada Si julid akan mengejek dan menghinaku. "Kalau datang sama aku gimana?" tanyanya dan aku pun tertawa. "Kok malah ketawa sih. Gimana? Mau nggak datang sama aku?" tawarnya lagi. "Nanti pacar kamu marah, aku takut diamuk." "Aku nggak punya pacar," jawabnya. Seketika tawaku terhenti. Masak lelaki setampan dia tidak punya pacar sih. Kan aneh. "Gimana? Mau nggak?" tanyanya setelah mobil berhenti di depan rumah. "Besok lah, aku pikir-pikir dulu," jawabku seraya melepaskan tali pengaman. "Ya udah kalau mau, besok hubungi nomorku. Aku siap menjemput Tuan Putri." Aditya menyodorkan kartu nama dan aku menerimanya. Memang, sejak dia melanjutkan S1 ke luar negeri. Kami tidak lagi berhubungan. Bahkan, bisa dikatakan lost contact. "Oke, terima kasih untuk malam ini," balasku setelah turun dari mobil. "Jangan lupa hubungi aku ya. Besok malam aku jemput. Kita bikin kejutan buat Putri, Si julid. Kalau kamu tidak datang, dia akan semakin mengejekmu!" Benar juga. Kalau aku tidak datang, dia pasti akan mengejekku. "Ok, besok aku akan datang. Aku tunggu kamu menjemput nanti malam." Tanpa pikir panjang, aku menerima tawaran itu. Toh besok pagi aku dan Saka sudah bukan lagi suami istri setelah aku tanda tangan penyelesaian kontrak. Setibanya di rumah, Bibi sudah menungguku. Tumben. "Nilam, duduk sini." Tangannya menepuk sofa di sampingnya. Ada yang tidak beres nih. Dari wajahnya terlihat jelas jika dia ada maunya. "Ada apa?" tanyaku ketus. "Besok adalah hari perceraian kalian. Bibi mohon kamu menolak perceraian itu. Bibi sudah ada bukti biar kalian tidak bercerai." Wanita itu memberikan beberapa foto saat aku dan Saka tidur dalam satu selimut. Benar bukan. Jika wanita itu baik saat ada maunya. Dasar ular! Dan ternyata dia sudah merencanakan malam kemarin sedemikian rupa. Dari jebakan menaruh obat di dalam minuman Saka hingga mengambil potret kami berdua. Bodohnya aku tidak curiga sama sekali, hingga akhirnya aku terjebak malam kemarin. Sial! "Aku tidak mau. Bibi aja sendiri yang melakukan," sahutku lalu bangkit dan berlenggang pergi. Terserah apa yang mau dia lakukan. Aku tidak peduli. Cukup sudah aku pusing memikirkan nasibku nanti. Aku tidak mau ditambah beban pikiran dengan foto-foto tak bermoral itu. "Jika kamu yang memberikan pada nyonya Chintya, pasti dia tidak akan menggugat kamu. Kalau Bibi yang melakukan, pasti dia tidak akan percaya!" teriaknya dan aku tidak peduli sama sekali. Berkali-kali dia berteriak hingga akhirnya kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Aku sih cuek. Anggap aja anjing menggonggong. Setelah bercerai. Aku akan ambil alih perusahaan. Aku akan urus sendiri perusahaan peninggalan papa. Malam berlalu dan pagi harinya aku bersiap untuk ke rumah keluarga Abraham. Dandan seperlunya dan tidak perlu menor seperti kata Bibi jika aku harus tampil glamor di depan keluarga Abraham, sedangkan aku tidak suka berpakaian seperti itu. "Hei, kenapa pakai baju seperti itu!" Si cerewet muncul. "Aku mau bertemu dengan keluarga Abraham, bukan dengan presiden atau mau karaokean!" tegasku berlenggang pergi meninggalkannya tanpa pamit. Seperti biasa, mulutnya ngomel-ngomel tidak jelas karena aku sengaja tidak peduli dan tidak mau dengar. Setibanya di rumah bercat putih bertingkat dengan halaman yang begitu luas, serta banyak tumbuhan hijau yang menyejukkan mata. Ini adalah kedua kalinya aku menginjakkan kaki di rumah mewah ini. "Selamat datang, Nilam. Silahkan duduk," ucap Mami mertua. "Terima kasih, Mam," balasku langsung duduk. "Sebelum tanda tangan perceraian, silahkan kamu ambil kartu di meja. Anggap saja itu adalah uang bayaran selama kamu menjadi istri Saka," ujarnya. "Maaf, Mam. Aku tidak butuh uang itu," sahutku segera. Akan aku buktikan siapa sebenarnya aku, bahwa selama ini bukan aku yang selalu meminta uang, melainkan Bibi. Matanya melebar seperti tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Tiba-tiba datang seorang pria dan berbisik, tetapi masih terdengar samar di telingaku. "Tuan Saka sudah datang." Seketika aku pun panik. Saka datang. Lalu bagaimana jika dia tahu bahwa yang kemarin malam bersamanya di hotel adalah aku, istrinya. Sedangkan dia menganggapku wanita rendahan. Pasti dia akan semakin jijik jika tahu itu aku.POV Arshaka Malam ini aku merasakan ada yang aneh pada diriku setelah minum segelas bir dari pelayan hotel. Tak biasanya aku merasa pusing dan tubuh terasa panas. Tiba-tiba saja muncul suatu perasaan yang tidak biasa pada diriku. Kebetulan saat aku sudah tidak tahan, ada seorang wanita duduk di lantai. Aku langsung memegang pundaknya dan menarik tubuhnya. Tak peduli dari mana dia dan siapa dia. Bagiku, malam ini aku bisa menyalurkan keinginanku. "Diam!" sentakku saat dia berusaha berontak. "Kau di sini! Itu artinya kau siap dengan resikonya. Nikmati saja! Bukankah ini sudah menjadi pekerjaanmu!" Aku tak peduli dengan rintihannya. Namun, anehnya, dia sama sekali tidak menangis. Hanya berusaha berontak dan menolak. Tapi baguslah, aku tak perlu mendengar suara tangisnya. *** Ketika mata mengerjap, sosok wanita itu sudah berdiri di hadapanku dengan mengendap-endap. Entah apa yang akan dia lakukan. Aku langsung menyentak dan memberikan bayaran baginya. Namun anehnya, kartu yang aku
Seketika aku pun panik. Saka datang. Lalu bagaimana jika dia tahu bahwa yang kemarin malam bersamanya di hotel adalah aku, istrinya. Sedangkan dia menganggapku wanita rendahan. Pasti dia akan semakin jijik jika tahu itu aku. Saat aku mendengar suara langkah kaki Mami menaiki tangga. Gegas aku berpamitan pada pelayan agar tidak bertemu dengan Saka. Bisa semakin terhina jika dia tahu aku lah wanita yang malam kemarin tidur dengannya. Sebelum hal itu terjadi. Menghindar dari Saka sepertinya lebih baik. Toh semua surat sudah aku tanda tangani. Jadi, tidak ada lagi urusan antara aku dan juga keluarga Abraham. Aku berjalan mengendap-endap dari pintu belakang. Sialnya, aku malah memakai mobil sport. Kepergianku pasti terdengar oleh kuping Saka. Dari kaca spion, aku melihat Saka memperhatikan mobilku dari balkon kamarnya. Untung saja aku memakai kacamata hitam saat masuk dan keluar rumah. Jika pun dia melihat cctv, aku bisa aman. Idih, kepedean sekali aku nih. Mana mungkin Saka bakalan
Mataku terus memindai setiap sudut ruangan. Namun, tidak aku temukan sosok Saka sama sekali. Ah, bukankah tadi dia pamit ke toilet. Apa aku cari ke toilet aja ya?Ide gil4. Nanti kalau beneran itu dia. Bisa makin bahaya dong."Ehem." Suara deheman muncul di belakangku."Nilam Cahaya, apa kabarnya?" tanyanya sok ramah."Masih sendiri aja, nggak laku ya," cibirnya. Mulutnya masih pedas seperti dulu. Emang dasar julid!"Nggak, dia adalah tunanganku sekarang. Kenapa?" Aditya muncul untuk membela. Sejak dulu, dialah orang yang selalu membelaku dari Si mulut julid itu."Kamu ... kayak kenal deh. Tapi siapa?" Putri mulai mengingat Aditya."Aditya Zavir," sahut Aditya dan Putri pun kaget."Aditya yang ....""Iya Aditya yang giginya tonggos, yang dulu sering kamu hin4 itu. Lelaki yang tidak akan laku karena memiliki gigi tonggos," tegas Aditya membuat mulut Putri seketika terkatup."Cie cie." Vika muncul secara tiba-tiba. Memang titisan demit deh kayaknya tuh anak. Eh, tapi ngomong-ngomong d
"Apa? Tanda tangan surat? Ok, aku akan segera ke sana."Tanda tangan surat apa? Kok aku jadi kepo gini sih."Aku harus pulang, kata kakakku aku harus tanda tangan surat pengalihan perusahaan.""Loh katanya dia ....""Dia sudah mendapatkan warisan dari Opa, makanya perusahaan yang dia pegang selama ini diberikan padaku sesuai dengan perjanjian. Siapa saja yang mau menikah, maka dia akan mendapatkan perusahaan pusat dan cabangnya akan dibagi aku dengan adikku," jelasnya, sedangkan aku masih bingung, tapi juga ikut bersyukur."Terus perusahaan barunya?" tanyaku berharap jika bukan kakak Aditya yang memegang."Tetap kakakku yang pegang, dia yang pandai mengembangkan perusahaan. Diantara kami bertiga, hanya dia yang pandai mengambil keputusan," jawab Aditya yang menjadikan harapanku sia-sia.Pasti kakak tiri Aditya tegas. Dia dipercaya oleh papinya. Saat membayangkan wajah kakak tiri Aditya, kenapa wajah Saka yang ada dalam pikiranku. Dari sifat dan watak yang diceritakan oleh Aditya, Sak
POV ArshakaSetibanya di ruang keluarga. Aku tidak menemukan istriku. Sepertinya dia kabur saat aku sedang menaiki tangga. Sebab, terdengar suara deru mobil keluar dari depan rumah ketika aku tiba di ruang keluarga.Gegas aku berlari ke arah balkon. Aku sangat penasaran dengan wajah dari istriku itu. Dan sayangnya, aku tetap saja tidak bisa melihat wajahnya sama sekali.Kaca mobil tertutup rapat, sehingga menyulitkan aku untuk melihatnya. Bikin aku semakin penasaran saja."Dia sudah tanda tangan kontraknya dan juga surat cerai!" seru Mami hingga terdengar dari arah balkon."Baguslah kalau begitu. Itu artinya aku akan segera menjadi pemegang perusahan utama," jawabku keluar dari kamar yang dulu sering aku tempati, tetapi tidak dengan sekarang.Mami hanya terdiam. Tidak menyahut apalagi membalas. Terlihat aneh sih, tapi biarlah. Lebih baik aku istirahat saja. Mumpung hari ini aku free. Sekali-kali tidur di siang hari kayaknya enak juga.Aku kembali masuk ke dalam kamar. Rapi dan masih s
Seketika aku menelan saliva dengan kasar mendengar suara Saka dari seberang telepon. Ya Tuhan, apa malam ini Saka akan ....Kejadian malam kemarin saja masih membekas dalam ingatan. Dan ini ... membayangkan saja aku sudah merasa takut. Apalagi suara Saka terdengar sangat menakutkan.Mendengar suara Saka membuatku bergidik ngeri. Apalagi suara itu sama persis saat Saka berbisik tepat di belakang telingaku seraya mencvmbu.Apa jangan-jangan dia emang kecandvan obat seperti itu? Kok ngeri sekali bayanginnya.Ibarat kata, sekali mencoba kok jadi tuman."Mari, Non, saya antar," ucap seorang pria berbadan kekar yang disebut Rul.Entah namanya siapa, mungkin Ruli, Amrullah, atau bisa jadi Ruliyah."Kemana?" tanyaku khawatir.Sebab, sambungan telepon juga belum terputus, sedangkan Saka sudah terdiam.Mami mengambil ponsel dari tanganku dengan cekatan."Segera ajak dia ke apartemen Saka!" Perintahnya terdengar gusar.Semakin mencekam saja keadaannya. Apa yang akan Saka lakukan nanti?Terus gim
Suara itu mengagetkanku. Lelaki yang sama di hotel dan mengejarku itu kembali hadir. Mau apa lagi dia?Tanpa peduli apa pun. Aku langsung berlari menuju lift dan segera menutup sebelum pria itu ikut masuk.Nggak di sini, nggak di sana. Aku sudah seperti tersangka m4ling saja. Dikejar dan dikejar.Huft! Akhirnya aku tiba di mobil Vika. Wanita itu sudah menunggu sejak tadi. Sampai-sampai dia ketiduran di mobil."Minggir, biar aku aja yang nyetir!"Wanita itu mengerjapkan mata. Mau marah tapi nggak jadi karena lelaki itu berteriak."Berhenti!""Siapa sih dia?" tanya Vika yang ternyata masih mengenakan gaun yang sama ketika reunian. Begitu juga denganku. Ya, kalau aku kan karena sibuk berlari saat dikejar."Anak buah Saka," jawabku menambah kecepatan agar jauh dari pantauannya."What?" Mata yang tadinya masih mengantuk, kini terbuka lebar."Anak buah Saka? Ngapain dia ngejar kamu?" sambungnya.Aku mengendikkan bahu. Sebab, aku sendiri juga tidak tahu alasan apa Saka memerintah anak buahny
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
Pria renta itu bangkit dari duduknya lalu beralih memandangku. Tatapannya tajam. Hal itu membuatku khawatir dan takut.Apa jangan-jangan Opa tidak suka jika dia memiliki cicit laki-laki?Namun, rasa ketakutan seketika sirna setelah kakek berucap."Baby boy?"Aku mengangguk."Opa senang mendengarnya. Dia akan menjadi pewaris setelah Saka. Terima kasih banyak Nilam," ujar kakek ia mendekat lalu mengusap lenganku."Sama-sama, Kek," jawabku."Aku pikir tadi kakek akan marah," imbuh Saka yang ternyata dia memiliki ketakutan yang sama."Enggak dong, apa pun anak yang dilahirkan. Opa tetap menerimanya. Jaga istri dan anakmu ya," kata kakek kembali ke posisi semula. Duduk di hadapan Saka."Siap, Opa," balas Saka."Ah iya, hari ini Opa rencananya mau menengok Aditya. Apa kalian mau ikut?" tawar Opa."Boleh," jawab Saka, "bagaimana Nilam? Kamu mau ikut?" tanya Saka dan aku pun mengangguk.Siang itu aku, Opa dan Saka berkunjung ke sel. Setibanya di sana, Vika juga sedang menemui Aditya. Saat kam
Saat sedang bucin-bucinan. Tiba-tiba ada aja yang ganggu. Suara pintu diketuk. Entah siapa yang datang.Beberapa saat kemudian, seorang suster muncul di ambang pintu. Wanita cantik berpakaian serba putih itu mendekat. Namun, Saka tetap tidak mau melepaskan genggaman tangannya."Sayang, malu," bisikku dan Saka tetap tidak menggubrisnya."Maaf ya, Tuan, permisi," kata suster mengganti infus yang sudah habis."Iya, Sus, jangan lama-lama ya. Segera keluar karena saya mau bicara penting dengan istri saya," balas Saka dan suster itu pun patuh."Baik, Tuan," jawabnya lalu pergi setelah urusannya selesai."Mau bicara apa sih? Sampai ngusir suster segala?" tanyaku ketika kami kembali hanya berdua di dalam kamar ini."Cuma mau bilang jadilah istriku hingga maut memisahkan kita. Aku mencintaimu Nilam Cahaya," balasnya membuatku tersipu.Kenapa setelah kejadian tadi, Saka berubah semakin romantis. Apa jangan-jangan otaknya juga ikut geser?Aku memegang kening Saka dan beralih mengusap-usap wajahn
Saka terjatuh dengan perut terluka. Gegas aku terkesiap memegangi kepalanya karena kesadaran Saka berangsur menghilang. Matanya mulai terpejam. Namun, aku berusaha membuatnya tetap sadar.Entah apa yang terjadi tadi, aku hanya menoleh dan membalas lambaian tangan Vika. Dan tiba-tiba Saka sudah terluka serta tubuhnya limbung, jatuh di atas paving."Sayang, kamu pasti kuat. Bertahan, ya," lirihku disertai dengan tetesan air mata yang tak bisa dibendung lagi.Beberapa orang mendekat dan bersiap membantu Saka."Ya ampun, Saka." Vika datang dan bersiap membantu Saka, membawanya ke rumah sakit."Tolong segera bawa ke mobil. Biar saya yang antarkan ke rumah sakit," ujar Vika.Tanpa menjawab, beberapa dari lelaki yang ada di sampingku langsung mengangkat tubuh Saka dan membawa ke dalam mobil."Ayo," ajak Vika membantuku berdiri.Di area parkiran sebelah kiri, terdengar suara riuh warga. Satpam dan beberapa warga tersebut telah mengamankan seseorang. Pakaiannya acak-acakan dan rambut awut-awut
Apa yang sebenarnya terjadi? Hatiku mulai gelisah.Bukannya langsung ganti, Saka malah mendekat padaku dan melempar amplop ke arahku yang masih duduk di tepi ranjang."Apa itu!" Matanya memandang nyalang padaku."Apa maksud kamu?" tanyaku heran mengapa wajah Saka langsung berubah 90° seperti ini.Aku membuka isi amplop tersebut. Seketika tak percaya dengan apa yang ada di depan mata."Aku bisa jelaskan, Saka. Pria ini ....""Siapa dia? Katakan sejujurnya padaku, Nilam!" sentak Saka.Hal yang aku takutkan menjadi kenyataan. Aditya mengirim surat, berisikan tentang cinta dan lain sebagainya. Namun, tulisan itu bukan tulisan tangan Aditya. Pandai sekali dia memfitnah. Dia sama liciknya dengan bibi. Apa aku jujur saja pada Saka. Sudah terlampau basah, sekalian aja nyebur."Dia itu a ...."Belum sempat aku berucap. Di luar rumah terdengar suara orang berteriak. Gegas Saka turun karena terdengar jeritan yang sangat keras. Sedangkan Aku sendiri hanya melihat dari balkon.Sungguh kejam, Adit
Vika langsung bersimpuh di hadapanku. Wanita itu memohon padaku. Apa jangan-jangan ...."Ada apa, Vik?" tanyaku khawatir.Saka muncul di ambang pintu. Pria itu langsung mendekat dan membantu Vika bangun lalu mendudukkannya di sofa.Entah apa yang terjadi dengan Vika. Saat dia akan mengatakan apa yang terjadi. Tiba-tiba Aditya datang lalu memukul pintu dengan keras hingga membuatku kaget.Brak!Aku terkesiap dengan menutupi hidung menggunakan apa saja saat Aditya mendekat. Demi meyakinkan jika aku benar-benar tidak tahan bau parfum. Vika sendiri tidak memakai parfum karena tidak ada bau sama sekali pada tubuhnya saat kami berdekatan. Selama ini aku sengaja memblokir banyak kontak, termasuk Aditya dan Vika. Sengaja aku menghindar dari mereka, terutama Aditya.Aditya masuk lalu menyeret Vika dengan kasar. Saka langsung bertindak. Dia memang pria dingin, tetapi tak pernah berlaku kasar terhadap istri meski dia dulu sangat membenciku. Namun, kenapa Aditya bersikap demikian pada Vika. Sebe
POV Arshaka"Ya Allah, Opa!"Gegas aku mendekat dan membantu Opa yang jatuh pingsan saat akan menaiki tangga. "Papa!" Mami dan papi ikut mendekat.Papi membantuku membawa Opa ke dalam mobil. Mami pun sama. Ia duduk di belakang menjaga kepala Opa. Sedangkan papi duduk di jok depan.Aku sendiri harus masuk ke kamar. Mengambil kunci di dalam tas. Kebetulan saat itu, Nilam juga akan menyusul keluar."Kamu di rumah saja, takut kelelahan," ujarku memintanya kembali masuk rumah."Tapi, Sayang ....""Nggak usah tapi-tapi, buruan masuk. Ini sudah malam. Kamu sedang hamil. Jaga baik-baik anak kita, ini adalah cicit yang diharapkan oleh Opa." Aku meyakinkan Nilam seraya mengusap perutnya yang masih rata.Wanita itu mengangguk dan nurut. Dia kembali masuk rumah bersamaku. Memasuki kamar bersama. Sebelum aku pergi, kukecup keningnya beberapa saat."Semoga Opa baik-baik saja," lirihnya."Amin," balasku lalu berpamitan dan segera mengantar Opa."Bang," panggil Aditya tetapi aku tidak menjawab. Kese
"Dit." Suara itu mengagetkanku."Apa yang kamu lakukan?" Saka muncul tiba-tiba."Ah ini, semalam Nilam jatuh di kamar mandi. Badannya selamam panas dan sekarang aku sedang mengeceknya. Apakah demamnya sudah turun atau belum." Aditya langsung melangkah mundur.Mendengar itu, Saka bergegas mendekat lalu memegang keningku."Kamu baik-baik saja? Bagaimana dengan janin kita?" tanyanya khawatir.Ingin rasanya aku jujur pada Saka saat ini juga. Tetapi mata Aditya melotot, mengancamku."Gimana, Dit?" tanya Saka saat aku menatap ke arah Aditya."Dia baik-baik saja, kok, janinnya juga baik-baik saja," balas Aditya membual.Entahlah, kenapa Aditya berubah sifatnya menjadi seperti monster. Dia berubah kejam seperti ini."Ya ampun, maaf ya, aku semalam mengurus semua keperluan Opa. Aku tidak sempat pulang. Walaupun ada mami, mami Nafa, papi dan salman. Opa tetap tidak mau aku tinggal. Alhasil aku menunggu dia semalaman. Baru pagi ini aku bisa pulang," ujar Saka merasa bersalah seraya mengusap-usap
Dua Minggu berlalu, aku dan Saka kini sudah saling melengkapi. Perubahan sikapnya pun drastis. Pria itu lebih banyak waktu untukku daripada bekerja. Puji syukur atas semua anugerah dari-Nya."Sayang, dua hari lagi acara pernikahan Aditya dan Vika. Untuk malam acara resepsi, kita menginap di rumah mami Nafa, ya," pinta Saka dan aku membalas dengan anggukan.Apa pun yang Saka katakan aku ngikutin saja. Menginap di rumah mami Nafa untuk satu malam setelah acara pernikahan Aditya, karena acara resepsi dilakukan pada malam hari. Namun, siapa sangka jika malam itu akan menjadi malam kelam bagiku. Di mana Aditya masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba. Padahal malam ini adalah malam pertama baginya dan juga Vika. Aditya masuk ke dalam kamar dan menguci rapat pintunya. Sedangkan Saka saat ini sedang mengantarkan Opa periksa ke rumah sakit. Tadi, pria baya itu sempat pingsan ketika akan beranjak ke kamarnya, mungkin karena kelelahan. Namun, hingga dini hari. Saka belum juga kembali."Apa yang
POV AdityaAku benar-benar benci dengan keadaan ini. Mengapa harus Nilam, wanita yang aku cintai.Meski aku sudah berusaha untuk melupakan dia. Tetap saja hati ini masih untuknya. Bahkan, dua hari lagi aku dan Vika akan menggelar acara pertunangan. Namun, tetap saja hatiku untuk Nilam.Ikhlas? Sebuah pertanyaan ataukah pernyataan? Namun, jawabku tetap tidak. Aku tidak ikhlas melepaskan Nilam begitu saja. Mungkin mulut bisa berkata demikian, tetapi dari lubuk hatiku yang paling dalam. Cintaku tetap utuh dan tetap sama seperti sebelumnya."Hei, ngelamunin apa sih?" tanya Vika kala kami sedang makan malam bersama keluarga besar Abraham."Ah ini cuma ingat kata Opa aja kalau dia sedang mengerjai Saka dan Nilam," jawabku lalu menceritakan jika Opa berpura-pura meminta Saka pergi ke luar negeri demi menguji cinta Saka terhadap Nilam."Mengapa kalian tidak jujur saja? Kasihan sekali Nilam dan Saka, pasti mereka sangat sedih harus berpisah," balas Vika.Justru aku ingin itu menjadi kenyataan