POV ArshakaSetibanya di ruang keluarga. Aku tidak menemukan istriku. Sepertinya dia kabur saat aku sedang menaiki tangga. Sebab, terdengar suara deru mobil keluar dari depan rumah ketika aku tiba di ruang keluarga.Gegas aku berlari ke arah balkon. Aku sangat penasaran dengan wajah dari istriku itu. Dan sayangnya, aku tetap saja tidak bisa melihat wajahnya sama sekali.Kaca mobil tertutup rapat, sehingga menyulitkan aku untuk melihatnya. Bikin aku semakin penasaran saja."Dia sudah tanda tangan kontraknya dan juga surat cerai!" seru Mami hingga terdengar dari arah balkon."Baguslah kalau begitu. Itu artinya aku akan segera menjadi pemegang perusahan utama," jawabku keluar dari kamar yang dulu sering aku tempati, tetapi tidak dengan sekarang.Mami hanya terdiam. Tidak menyahut apalagi membalas. Terlihat aneh sih, tapi biarlah. Lebih baik aku istirahat saja. Mumpung hari ini aku free. Sekali-kali tidur di siang hari kayaknya enak juga.Aku kembali masuk ke dalam kamar. Rapi dan masih s
Seketika aku menelan saliva dengan kasar mendengar suara Saka dari seberang telepon. Ya Tuhan, apa malam ini Saka akan ....Kejadian malam kemarin saja masih membekas dalam ingatan. Dan ini ... membayangkan saja aku sudah merasa takut. Apalagi suara Saka terdengar sangat menakutkan.Mendengar suara Saka membuatku bergidik ngeri. Apalagi suara itu sama persis saat Saka berbisik tepat di belakang telingaku seraya mencvmbu.Apa jangan-jangan dia emang kecandvan obat seperti itu? Kok ngeri sekali bayanginnya.Ibarat kata, sekali mencoba kok jadi tuman."Mari, Non, saya antar," ucap seorang pria berbadan kekar yang disebut Rul.Entah namanya siapa, mungkin Ruli, Amrullah, atau bisa jadi Ruliyah."Kemana?" tanyaku khawatir.Sebab, sambungan telepon juga belum terputus, sedangkan Saka sudah terdiam.Mami mengambil ponsel dari tanganku dengan cekatan."Segera ajak dia ke apartemen Saka!" Perintahnya terdengar gusar.Semakin mencekam saja keadaannya. Apa yang akan Saka lakukan nanti?Terus gim
Suara itu mengagetkanku. Lelaki yang sama di hotel dan mengejarku itu kembali hadir. Mau apa lagi dia?Tanpa peduli apa pun. Aku langsung berlari menuju lift dan segera menutup sebelum pria itu ikut masuk.Nggak di sini, nggak di sana. Aku sudah seperti tersangka m4ling saja. Dikejar dan dikejar.Huft! Akhirnya aku tiba di mobil Vika. Wanita itu sudah menunggu sejak tadi. Sampai-sampai dia ketiduran di mobil."Minggir, biar aku aja yang nyetir!"Wanita itu mengerjapkan mata. Mau marah tapi nggak jadi karena lelaki itu berteriak."Berhenti!""Siapa sih dia?" tanya Vika yang ternyata masih mengenakan gaun yang sama ketika reunian. Begitu juga denganku. Ya, kalau aku kan karena sibuk berlari saat dikejar."Anak buah Saka," jawabku menambah kecepatan agar jauh dari pantauannya."What?" Mata yang tadinya masih mengantuk, kini terbuka lebar."Anak buah Saka? Ngapain dia ngejar kamu?" sambungnya.Aku mengendikkan bahu. Sebab, aku sendiri juga tidak tahu alasan apa Saka memerintah anak buahny
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
Tiba-tiba saja ada yang membekap mulutku hingga akhirnya aku tak sadarkan diri dan ketika mata mengerjap. Aku pun kaget.Di mana aku sekarang?Kepala berdenyut dan terasa mual. Tempat ini sangat gelap. Hanya ada pencahayaan dari sinar rembulan yang menembus di kaca jendela."Di mana dia?" Suara yang tak asing bagiku mulai terdengar.Bibi. Jadi dia yang menculikku. Mau apa lagi dia? Tidak bisakah dia membiarkan aku hidup tenang."Di dalam, Bos," jawab seorang wanita."Bagus, ini bayaran untukmu dan ini buat sekongkolmu itu!"Suara derap langkah kaki kian mendekat. Knop pintu pun mulai bergerak. Pasti Bibi akan masuk ke ruangan ini.Gegas aku kembali tidur. Pura-pura pingsan sepertinya ide bagus."Hm. Dasar anak nakal! Tidak bisakah kamu tidak menyusahkan hidupku! Disuruh nurut aja susah amat!"Aku sedikit membuka mata saat Bibi duduk di tepi ranjang membuka tas lalu mengambil ponsel."Aku harus menghubungi keluarga Abraham segera. Aku malas mengurusi anak sialan ini!"Suara ponsel berd
POV AdityaRindu terhadap seseorang membuatku mempercepat skripsi kuliah. Seorang gadis berusia 24 tahun, hanya terpaut 1 tahun saja denganku. Dia lah Nilam Cahaya, sejak SMA aku sudah jatuh hati padanya. Namun, aku tak pernah berani mengungkapkan isi hatiku padanya.Sampai aku tiba dan bertemu dengannya pun, tetap saja tak berani mengutarakan cinta. Hanya sekedar menyanjung saja. Apalagi, kini wajahnya semakin terlihat cantik dan bertambah dewasa.Hingga sesuatu terjadi, entah ada masalah apa dengan Nilam. Gadis itu menghilang begitu saja hingga satu bulan lamanya.Vika yang merupakan teman dekat sekaligus sahabat juga tidak tahu di mana dia berada. Aku sampai frustasi mencari keberadaannya.Hingga sebuah fakta aku dapatkan. Saat aku masuk ke dalam kamar kakak tiriku atas perintah Mami Chintya.Sebuah baju yang sempat aku belikan pada Nilam, berada di
Mata memindai setiap sudut ruangan. Sepertinya ini bukan kamar biasa, tetapi rumah sakit. Siapa yang membawaku ke sini? Apakah mungkin keluarga Abraham?Suara yang tak asing bagiku mulai terdengar menyusuri jalan di depan ruangan ini. Vika.Gadis itu tertawa. Bersama siapa dia saat ini? Apa mungkin Arshaka?Aku mencoba bangun meski kepala masih terasa pusing. Apalagi aku juga mual. Apa masuk angin gara-gara kedinginan semalam ya?Aku terbangun saat matahari sudah menyingsing. Ketika mata mengarah ke jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.Handel pintu bergerak. Pasti Vika yang membuka. Aku berpura-pura masih memejamkan mata."Masih belum sadar?"Ya ampun, jadi Vika sama Aditya."Belum," jawab Vika lesu."Ya udah, karena dia belum bangun. Aku akan pergi lagi. Salam buat
Sebenarnya aku sakit apa sih? Kenapa rasanya aneh begini?Rasa mual yang sangat luar biasa benar-benar mengganggu aktivitasku. Dari sore hingga malam aku terus merasa perutku seperti diaduk-aduk. Ingin muntah terus menerus."Coba panggilkan dokter, Vik ," titah Aditya.Vika pun bergegas keluar dari ruangan ini untuk menemui dokter. Hingga beberapa menit kemudian dia kembali dengan dokter yang berbeda."Maaf ya, Mbak, saya periksa terlebih dahulu," katanya sebelum memeriksaku dan aku membalas dengan anggukan.Selesai diperiksa, Aditya lah yang paling antusias dengan hasilnya ."Bagaimana keadaannya, Dok?" wajahnya menatap serius ke arah dokter."Apa Anda suaminya?" tanya dokter dan Aditya mengangguk.Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres di sini. Jangan-jangan dugaanku benar.Wah. Aditya tidak bo
Pria renta itu bangkit dari duduknya lalu beralih memandangku. Tatapannya tajam. Hal itu membuatku khawatir dan takut.Apa jangan-jangan Opa tidak suka jika dia memiliki cicit laki-laki?Namun, rasa ketakutan seketika sirna setelah kakek berucap."Baby boy?"Aku mengangguk."Opa senang mendengarnya. Dia akan menjadi pewaris setelah Saka. Terima kasih banyak Nilam," ujar kakek ia mendekat lalu mengusap lenganku."Sama-sama, Kek," jawabku."Aku pikir tadi kakek akan marah," imbuh Saka yang ternyata dia memiliki ketakutan yang sama."Enggak dong, apa pun anak yang dilahirkan. Opa tetap menerimanya. Jaga istri dan anakmu ya," kata kakek kembali ke posisi semula. Duduk di hadapan Saka."Siap, Opa," balas Saka."Ah iya, hari ini Opa rencananya mau menengok Aditya. Apa kalian mau ikut?" tawar Opa."Boleh," jawab Saka, "bagaimana Nilam? Kamu mau ikut?" tanya Saka dan aku pun mengangguk.Siang itu aku, Opa dan Saka berkunjung ke sel. Setibanya di sana, Vika juga sedang menemui Aditya. Saat kam
Saat sedang bucin-bucinan. Tiba-tiba ada aja yang ganggu. Suara pintu diketuk. Entah siapa yang datang.Beberapa saat kemudian, seorang suster muncul di ambang pintu. Wanita cantik berpakaian serba putih itu mendekat. Namun, Saka tetap tidak mau melepaskan genggaman tangannya."Sayang, malu," bisikku dan Saka tetap tidak menggubrisnya."Maaf ya, Tuan, permisi," kata suster mengganti infus yang sudah habis."Iya, Sus, jangan lama-lama ya. Segera keluar karena saya mau bicara penting dengan istri saya," balas Saka dan suster itu pun patuh."Baik, Tuan," jawabnya lalu pergi setelah urusannya selesai."Mau bicara apa sih? Sampai ngusir suster segala?" tanyaku ketika kami kembali hanya berdua di dalam kamar ini."Cuma mau bilang jadilah istriku hingga maut memisahkan kita. Aku mencintaimu Nilam Cahaya," balasnya membuatku tersipu.Kenapa setelah kejadian tadi, Saka berubah semakin romantis. Apa jangan-jangan otaknya juga ikut geser?Aku memegang kening Saka dan beralih mengusap-usap wajahn
Saka terjatuh dengan perut terluka. Gegas aku terkesiap memegangi kepalanya karena kesadaran Saka berangsur menghilang. Matanya mulai terpejam. Namun, aku berusaha membuatnya tetap sadar.Entah apa yang terjadi tadi, aku hanya menoleh dan membalas lambaian tangan Vika. Dan tiba-tiba Saka sudah terluka serta tubuhnya limbung, jatuh di atas paving."Sayang, kamu pasti kuat. Bertahan, ya," lirihku disertai dengan tetesan air mata yang tak bisa dibendung lagi.Beberapa orang mendekat dan bersiap membantu Saka."Ya ampun, Saka." Vika datang dan bersiap membantu Saka, membawanya ke rumah sakit."Tolong segera bawa ke mobil. Biar saya yang antarkan ke rumah sakit," ujar Vika.Tanpa menjawab, beberapa dari lelaki yang ada di sampingku langsung mengangkat tubuh Saka dan membawa ke dalam mobil."Ayo," ajak Vika membantuku berdiri.Di area parkiran sebelah kiri, terdengar suara riuh warga. Satpam dan beberapa warga tersebut telah mengamankan seseorang. Pakaiannya acak-acakan dan rambut awut-awut
Apa yang sebenarnya terjadi? Hatiku mulai gelisah.Bukannya langsung ganti, Saka malah mendekat padaku dan melempar amplop ke arahku yang masih duduk di tepi ranjang."Apa itu!" Matanya memandang nyalang padaku."Apa maksud kamu?" tanyaku heran mengapa wajah Saka langsung berubah 90° seperti ini.Aku membuka isi amplop tersebut. Seketika tak percaya dengan apa yang ada di depan mata."Aku bisa jelaskan, Saka. Pria ini ....""Siapa dia? Katakan sejujurnya padaku, Nilam!" sentak Saka.Hal yang aku takutkan menjadi kenyataan. Aditya mengirim surat, berisikan tentang cinta dan lain sebagainya. Namun, tulisan itu bukan tulisan tangan Aditya. Pandai sekali dia memfitnah. Dia sama liciknya dengan bibi. Apa aku jujur saja pada Saka. Sudah terlampau basah, sekalian aja nyebur."Dia itu a ...."Belum sempat aku berucap. Di luar rumah terdengar suara orang berteriak. Gegas Saka turun karena terdengar jeritan yang sangat keras. Sedangkan Aku sendiri hanya melihat dari balkon.Sungguh kejam, Adit
Vika langsung bersimpuh di hadapanku. Wanita itu memohon padaku. Apa jangan-jangan ...."Ada apa, Vik?" tanyaku khawatir.Saka muncul di ambang pintu. Pria itu langsung mendekat dan membantu Vika bangun lalu mendudukkannya di sofa.Entah apa yang terjadi dengan Vika. Saat dia akan mengatakan apa yang terjadi. Tiba-tiba Aditya datang lalu memukul pintu dengan keras hingga membuatku kaget.Brak!Aku terkesiap dengan menutupi hidung menggunakan apa saja saat Aditya mendekat. Demi meyakinkan jika aku benar-benar tidak tahan bau parfum. Vika sendiri tidak memakai parfum karena tidak ada bau sama sekali pada tubuhnya saat kami berdekatan. Selama ini aku sengaja memblokir banyak kontak, termasuk Aditya dan Vika. Sengaja aku menghindar dari mereka, terutama Aditya.Aditya masuk lalu menyeret Vika dengan kasar. Saka langsung bertindak. Dia memang pria dingin, tetapi tak pernah berlaku kasar terhadap istri meski dia dulu sangat membenciku. Namun, kenapa Aditya bersikap demikian pada Vika. Sebe
POV Arshaka"Ya Allah, Opa!"Gegas aku mendekat dan membantu Opa yang jatuh pingsan saat akan menaiki tangga. "Papa!" Mami dan papi ikut mendekat.Papi membantuku membawa Opa ke dalam mobil. Mami pun sama. Ia duduk di belakang menjaga kepala Opa. Sedangkan papi duduk di jok depan.Aku sendiri harus masuk ke kamar. Mengambil kunci di dalam tas. Kebetulan saat itu, Nilam juga akan menyusul keluar."Kamu di rumah saja, takut kelelahan," ujarku memintanya kembali masuk rumah."Tapi, Sayang ....""Nggak usah tapi-tapi, buruan masuk. Ini sudah malam. Kamu sedang hamil. Jaga baik-baik anak kita, ini adalah cicit yang diharapkan oleh Opa." Aku meyakinkan Nilam seraya mengusap perutnya yang masih rata.Wanita itu mengangguk dan nurut. Dia kembali masuk rumah bersamaku. Memasuki kamar bersama. Sebelum aku pergi, kukecup keningnya beberapa saat."Semoga Opa baik-baik saja," lirihnya."Amin," balasku lalu berpamitan dan segera mengantar Opa."Bang," panggil Aditya tetapi aku tidak menjawab. Kese
"Dit." Suara itu mengagetkanku."Apa yang kamu lakukan?" Saka muncul tiba-tiba."Ah ini, semalam Nilam jatuh di kamar mandi. Badannya selamam panas dan sekarang aku sedang mengeceknya. Apakah demamnya sudah turun atau belum." Aditya langsung melangkah mundur.Mendengar itu, Saka bergegas mendekat lalu memegang keningku."Kamu baik-baik saja? Bagaimana dengan janin kita?" tanyanya khawatir.Ingin rasanya aku jujur pada Saka saat ini juga. Tetapi mata Aditya melotot, mengancamku."Gimana, Dit?" tanya Saka saat aku menatap ke arah Aditya."Dia baik-baik saja, kok, janinnya juga baik-baik saja," balas Aditya membual.Entahlah, kenapa Aditya berubah sifatnya menjadi seperti monster. Dia berubah kejam seperti ini."Ya ampun, maaf ya, aku semalam mengurus semua keperluan Opa. Aku tidak sempat pulang. Walaupun ada mami, mami Nafa, papi dan salman. Opa tetap tidak mau aku tinggal. Alhasil aku menunggu dia semalaman. Baru pagi ini aku bisa pulang," ujar Saka merasa bersalah seraya mengusap-usap
Dua Minggu berlalu, aku dan Saka kini sudah saling melengkapi. Perubahan sikapnya pun drastis. Pria itu lebih banyak waktu untukku daripada bekerja. Puji syukur atas semua anugerah dari-Nya."Sayang, dua hari lagi acara pernikahan Aditya dan Vika. Untuk malam acara resepsi, kita menginap di rumah mami Nafa, ya," pinta Saka dan aku membalas dengan anggukan.Apa pun yang Saka katakan aku ngikutin saja. Menginap di rumah mami Nafa untuk satu malam setelah acara pernikahan Aditya, karena acara resepsi dilakukan pada malam hari. Namun, siapa sangka jika malam itu akan menjadi malam kelam bagiku. Di mana Aditya masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba. Padahal malam ini adalah malam pertama baginya dan juga Vika. Aditya masuk ke dalam kamar dan menguci rapat pintunya. Sedangkan Saka saat ini sedang mengantarkan Opa periksa ke rumah sakit. Tadi, pria baya itu sempat pingsan ketika akan beranjak ke kamarnya, mungkin karena kelelahan. Namun, hingga dini hari. Saka belum juga kembali."Apa yang
POV AdityaAku benar-benar benci dengan keadaan ini. Mengapa harus Nilam, wanita yang aku cintai.Meski aku sudah berusaha untuk melupakan dia. Tetap saja hati ini masih untuknya. Bahkan, dua hari lagi aku dan Vika akan menggelar acara pertunangan. Namun, tetap saja hatiku untuk Nilam.Ikhlas? Sebuah pertanyaan ataukah pernyataan? Namun, jawabku tetap tidak. Aku tidak ikhlas melepaskan Nilam begitu saja. Mungkin mulut bisa berkata demikian, tetapi dari lubuk hatiku yang paling dalam. Cintaku tetap utuh dan tetap sama seperti sebelumnya."Hei, ngelamunin apa sih?" tanya Vika kala kami sedang makan malam bersama keluarga besar Abraham."Ah ini cuma ingat kata Opa aja kalau dia sedang mengerjai Saka dan Nilam," jawabku lalu menceritakan jika Opa berpura-pura meminta Saka pergi ke luar negeri demi menguji cinta Saka terhadap Nilam."Mengapa kalian tidak jujur saja? Kasihan sekali Nilam dan Saka, pasti mereka sangat sedih harus berpisah," balas Vika.Justru aku ingin itu menjadi kenyataan