Masyaalah, haturnuhun pidoana my lovely reader. Semoga Allah memberikan kesehatan bagi kita semua amin.
Siang itu Nuha tengah mengasuh ke tiga anaknya di taman, menggelar karpet dan menaruh beberapa keranjang berisi makanan dan minuman serta mainan anak-anak. Di bawah rindangnya pohon ketapang, dikawani sinar matahari yang masih malu-malu, mereka menikmati semilir angin yang berembus dan pemandangan taman di mana bebungaan tengah bermekaran.Bik Ningsih dan Mutia serta pelayan wanita lain ikut serta bergabung di sana menemani anak-anak bermain. Meskipun posisi mereka ART namun Nuha sebagai majikan mereka tak pernah menganggap mereka pekerja rendahan hanya karena status sosial lebih rendah.Nuha dan Darren memperlakukan mereka dengan baik. Para pekerja di sana diapresiasi dengan baik. Tak segan mereka mendapat bonus gaji atas pengabdian dan pekerjaan mereka yang memuaskan.“Bik, tolong buat roti sandwich untuk Asyraf. Isinya tuna dan sosis. Dikasih saus mayones dan saos tomat!” titah Nuha pada Bik Ningsih.“Siap, Mbak,” jawab Bik Ningsih dengan sigap. Ia langsung membongkar keranjang ro
Para maba sudah berbaris rapi mengantri karena akan mengikuti kegiatan seru yaitu flying fox atau luncur gantung.Semua maba antusias ingin mengikuti aksi yang memacu adrenalin tersebut, terutama maba yang paling aktif di antara yang lain, ialah Salwa Salsabila di mana kehadirannya cukup menarik atensi semua peserta. Mungkin jika tidak ada yang memberitahu sosok gadis itu maka takkan ada satupun menyadari jika ialah adiknya Mariyam Nuha di mana memiliki karakter yang bertolak belakang.Mariyam Nuha yang kalem, anggun tetapi tegas. Sementara itu Salwa Salsabila yang terkesan tomboi, energik dan sedikit temperamen. Mereka memiliki satu kesamaan yakni keberanian yang tinggi dan keras kepala.“Salwa! Salwa!” teriak para maba ketika panitia mengumumkan siapa yang akan menjadi pemain pertama flying fox. Siapakah yang paling berani di antara yang lain.Salwa sedikit meringis mendengar teriakan teman-temannya. Ia sering memanjat pohon yang tinggi namun untuk menaiki flying fox berbeda. Butuh
Dada Violeta bergemuruh hebat. Ia waspada ketika berhadapan langsung dengan gadis yang ia anggap sebagai rival sejatinya.Ia ingin berlari dari situasi menegangkan tersebut namun pasti gadis itu akan mencemoohnya. Namun jika ia tetap memilih berada di dekatnya, kini marabahaya mengancamnya.Ia tak bisa membayangkan jika anak junior akan menghabisinya.“Saya tidak pernah punya urusan denganmu. Apalagi punya masalah denganmu, Violeta! Saya hanya tahu kau temannya Mas Daniel. Senior di kampus.”Malam itu Salwa memilih retorika daripada tenaga. Suatu hal yang sangat konyol ketika ia memutuskan menyerang seorang gadis yang lemah, tak jago bela diri. Ia mawas diri. Satu tendangan saja sudah membuatnya cedera. Apalagi menghajarnya dengan berbagai macam jurus yang ia miliki. Bisa-bisa ia dilarikan ke ruangan instalasi gawat darurat di rumah sakit.Terlihat mimik muka Violeta yang geram dan kesal. Namun Salwa berupaya tenang setenang air. Ia menikmati detik-detik gadis itu yang tertekan.“Kau
Entah berapa detik atau mungkin menit Daniel dan Salwa bertatapan. Masing-masing dari mereka teramat terkejut karena pertemuan tak terduga tersebut.Yang satu selalu ingin bertemu sedangkan yang lain selalu ingin menghindar.Selama ini Salwa berupaya menghindari Daniel, mencari seribu jurus menghilang dari hadapannya. Ia lebih banyak menyibukan diri dengan kegiatan perkuliahan dan pengajian di pondok.Waktunya sangatlah sempit untuk sekedar hang out bersama teman kampusnya ataupun berkunjung ke rumah kakaknya. Ia tak seperti Mariyam Nuha yang memiliki waktu senggang sehingga ia bisa mengikuti berbagai organisasi sewaktu kuliah.Salwa hanya menghabiskan waktu senggangnya dengan bermain basket di kampus dan berkuda di pondok.Namun hari itu entah angin apa yang membisikinya untuk pulang ke rumah kakaknya. Ia tengah libur semester gasal sehingga menyempatkan diri ingin menjenguk keponakannya kemudian pulang ke rumah ibunya.Sayangnya, takdir justru mempertemukan ke dua hati yang terpisah
“Ough, pelan-pelan dong! Jangan grasak-grusuk!”“Ini sudah pelan-pelan. Ya ampun!”“Kasar banget sih!”“Nah, nah, iya gitu, pelan dan lembut. Enak kan? Pake perasaan dong,”Percakapan yang terjadi di antara lelaki dan perempuan itu bisa membuat seseorang yang mendengar salah paham dan ber’traveling ria.Bik Ningsih menertawakan tontonan yang tersaji di hadapannya. Entah mengapa, ia merasa terharu melihat ke dua sejoli itu yang mungkin tak terlihat romantis seperti pasangan pada umumnya, sebab pertemuan mereka seringkali lebih banyak dibumbui perseteruan. Yang satu suka menggodanya dan yang satu lagi bawaannya serius. Ke dua nya sama-sama temperamen namun sang lelaki senantiasa mengalah. Begitulah ketika seorang mantan playboy menemukan tambatan hatinya. Ia akan melakukan apapun untuk pujaan hatinya.Namun ada kesenangan tersendiri ketika menggodanya.“Ini plester nya Mbak Salwa.”Tangan dengan jari-jari besar pertanda seorang wanita pekerja keras menoel pundak Salwa pelan. Gadis bert
“Sudah dong jangan meledek begitu, Mister!” cicit Salwa dengan kesal. Gara-gara kepergok berlenggak-lenggok di depan cermin yang ia kira sepi dan takkan ada orang yang menonton, Daniel terus mengatainya ‘I am supermodel.’ Menyebalkan.“Kau lucu sekali, Sally! Rasanya pengen aku karungin lalu aku bawa pulang ke Kanada.”Daniel tertawa puas. “Yeay, I am hot supermodel!” katanya menirukan gaya Salwa Salsabila yang kocak.“Mister, please, jangan begitu dong! Setiap manusia punya aib. Tolong jaga aib aku nanti imej aku sebagai pendekar silat hancur!”Bersama gadis itu tawa Daniel semakin lebar. Apalagi kalau gadis itu kedapatan goyang pargoy seperti para gadis pada umumnya pada salah satu akun Tiktuk yang tengah viral. Bisa-bisa setiap kali bertemu, Daniel akan meledeknya.“Emang kenapa? Bukankah fitrahnya seorang wanita berdandan dan berlenggak-lenggok seperti model.”Daniel berkata sembari menahan tawa.Salwa yang mendengarnya merasa seperti dikuliti habis-habisan.“Auh, ah, males bahas
“Sayang, ayo bersiap-siap! Kita mau pulang ke apartemen sekarang.” Darren memanggil Nuha hingga Nuha mengurungkan niatnya untuk mengintip isi chat grup para pekerjanya. “Iya, Mas,” sahut Nuha kemudian bangkit berdiri mengikuti suaminya. “Padahal penasaran pengen lihat mereka rame di grup.” Mutia menghela nafas panjang. Ia bersyukur Nuha tidak jadi melihat isi chatting para pekerja, khawatir bisa menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. Mariyam Nuha dan Darren Dash tengah berada di kediaman Naufal Alatas. Di sana bahkan disediakan sebuah tempat khusus mereka, sebuah paviliun mewah tempat mereka bisa menginap leluasa di sana. Naufal Alatas ingin menjadi seorang kakek seutuhnya untuk anak-anak Mariyam Nuha sebagai cara menebus kesalahannya pada masa lalu karena tak bisa ikut merawat ibu mereka. Beruntung Sahila wanita yang pengertian. Ia pun mendukung semua keputusan suaminya. Kehadiran Nuha dan anak-anaknya membuat kehidupan mereka semakin berwarna. Terutama anak-anak lucu dan meng
“Kayaknya daya ponselnya mati,” gumam Nuha dengan perasaan gelisah. Ia merasa tak tenang karena belum mendapatkan penjelasan soal kenapa adiknya saat ini bersama Daniel. Ia tak boleh berburuk sangka. Ia berusaha tenang. Mungkin nanti setiba di apartemen, Nuha akan kembali menelepon mereka atau mertuanya. Setelah tiba di apartemen, Nuha langsung mencoba menghubungi kembali baik Salwa ataupun Daniel namun tetap saja nomor mereka tidak aktif. “Kenapa kompak tidak aktif? Ini sudah larut malam.” Nuha bergumam, pikirannya sudah kemana-mana. “Kenapa Sayang?” tanya Darren melihat raut wajah istrinya yang macam istri belum dapat uang nafkah dari suaminya. “Ini mau nelpon Salwa, tapi nomornya gak aktif.” “Eh, barusan Mommy telepon,” “Apa kata Mommy?” tanya Nuha tak sabaran. Mungkin adiknya memang mampir ke rumah Daniel. Begitu pikirannya. “Tadi katanya nyuruh Salwa bawa pesanan baju di butik langganan Mommy sama Daniel. Kondisi Daniel, yang masih lemah kadang mengkhawatirkan jika harus