Kinan menganga tatkala mendengar dari mulut Darren bahwa dia telah memperkosa seorang gadis muslim yang tentu berbeda keyakinan dengannya.Mengabaikan respon Kinan, Darren keluar untuk pergi ke kantor karena ada janji. Namun tepat saat dia mengayunkan kakinya keluar dari kamarnya, tangan besar mencegatnya. Jonathan Dash menahan tangannya dengan menatapnya tajam.Sontak, Darren mundur beberapa langkah karena rasa keterkejutannya. Tak menyangka sang ayah berada di hadapannya. Pasti dia sudah mendengar sebuah percakapan yang terjadi di antara Kinan dan dirinya.Plak,Telapak tangan besar untuk pertama kalinya, seumur hidupnya menyambar pipi Darren hingga terhuyung ke lantai.Kinan bangkit dan melihat apa yang terjadi. Dia tak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya.Kekhawatiran muncul tetapi bukan melihat perlakuan Jonathan pada Darren, tetapi kekhawatiran andaikata Daniel yang disalahkan karena dianggap telah menjebak Darren.“Nikahi anak itu sekarang! Apapun yang terjadi!” pekiknya d
Aruni menarik nafas dalam, berusaha meredam amarah yang bergejolak dalam dadanya. Dengan begitu mudahnya Hj Rohana mengatakan jika pengantin wanita diganti oleh orang lain. Di manakah letak hati nuraninya. Putrinya terkena musibah karena diperkosa oleh pemuda asing, dengan santainya dia mengatakan bahwa akan menggantikan calon mempelai wanita.Dari awal memang Hj Rohana terlihat kurang menyetujui Nuha sebagai pendamping putranya, Attar. Alasannya sangat sederhana dan klise, status sosial. Keluarga Nuha dianggap tidak selevel dan sederajat dengannya. Nuha hanyalah anak ustaz kampung dari keluarga sederhana.Sementara itu Kyai Ilyas seorang alim ulama termasyhur, pemilik pesantren boarding school ďan seorang pengusaha property syariah. Namun Attar tidak memandang itu semua. Dia jatuh hati pandangan pertama pada Nuha yang masih sangat belia saat itu.“Ummah,” ucap Kyai Ilyas meremas tangan sang istri, Hj Rohana. Tak seperti istrinya, dia sebenarnya belum siap mengatakan itu semua. Dia se
Nuha memuntahkan minuman yang tersisa karena tersedak lalu terbatuk beberapa kali. Aruni tak peduli, dengan gemas dia terus mendorong botol itu agar Nuha bisa menghabiskan minuman itu hingga tandas. “Ini jamu supaya kau tidak hamil,” serunya menyambar kembali botol berbahan plastik yang sempat terjatuh ke lantai dan membasahi karpet Turki di bawah kakinya.Setelah memastikan minuman itu habis dia keluar dan meninggalkan Nuha yang masih syok karena baru saja sang ibu nyaris mengambil nyawanya lewat cairan yang dipaksa masuk ke tenggorokannya.Nuha meringis pilu merasakan lidahnya terasa pahit. Entah ramuan apa yang diracik sang ibu ke dalam minuman tersebut. Untuk menghilangkan rasa pahit dan agak kecut tersebut Nuha mengambil air minum dari dispenser mini yang terletak dekat meja belajarnya.Glek, glek, glek,Nuha minum segelas air putih hingga tandas.Nuha pun duduk di tepi ranjang dengan pikiran yang masih linglung dan kalut. Peristiwa semalam masih dan mungkin akan terus menyisaka
Tanpa sadar Nuha sudah berada di depan gerbang pesantren. Namun takkan ada yang menyadarinya sebab dia memakai masker untuk menutupi wajahnya. Mungkin orang akan mengira jika dia adalah tamu undangan. Meskipun baru diadakan ijab qabul tetapi karena berada di lingkungan pesantren maka pasti ramai dihadiri para santri dan jamaah yang penasaran.Yang mengenakan kebaya berwarna putih itu seharusnya dirinya bukan gadis lain. Apalagi itu Maesarah Basri, gadis dewasa yang terang-terangan mengejar Attar. Bahkan gadis itu tanpa rasa malu meminta Nuha untuk menolak Attar karena dia sangat mencintai Attar.Nuha meneguk saliva yang terasa kering. Melihat kekasih hati sudah sah menjadi suami orang. Meskipun tak menyaksikan langsung karena prosesi ijab qabul berada di dalam masjid tetapi gaung suara mikrofon terdengar jelas bahwa Attar sudah selesai berucap ijab kabul.Ingin rasanya mengatakan padanya bahwa ini tidak adil baginya. Seharusnya Attar menerima dirinya seperti halnya dirinya juga meneri
Di gedung mualaf center, Darren Dash merasa gelisah. Pasalnya entah keputusannya sudah bulat ataukah belum, hari ini dia akan mengucapkan sebuah ikrar untuk berpindah keyakinan. Sudah lama sekali Darren mengenal Islam sebab mayoritas teman dan karyawan di perusahaannya beragama Islam. Rasa penasaran itu sudah lama bersemayam hingga dia rajin membeli buku tentang agama Islam dan membacanya saat waktu senggang. Hanya sekedar memenuhi dahaga penasaran, sebab dalam kacamatanya Islam agama yang penuh cinta kasih dan kedamaian. Dia merasa nyaman tinggal di lingkungan seperti itu. Seorang lelaki bertubuh gemuk dalam balutan jubah putih dan kepala yang dililit sorban dengan warna senada tersenyum sembari berjalan gontai menghampiri Darren yang tengah kikuk duduk di atas sofa berwarna marun bersama Jodi. “Pak Darren, tenang saja Koko Jimmie tidak akan menelanmu hidup-hidup.” Jodi bersuara saat mendapati Darren yang terlihat gusar dengan nafas yang tak teratur. “Aku tidak takut dengannya,
Darren Dash terlihat sangat gugup. Dia merapalkan doa-doa pada sang pencipta agar bisa menerima respon Nuha terhadapnya. Nuha pasti sangat takut, syok, marah dan perasaan apapun itu yang mewakili kemarahannya padanya. Begitulah pikiran Darren Dash saat menanti kedatangan Nuha setelah akad nikah selesai.Aruni melirik sekilat pada Darren Dash, mengamati gerak-geriknya lalu pergi ke kamar Nuha diikuti oleh Salwa, untuk menjemput Nuha. Nuha berjalan dengan begitu anggun diapit oleh Aruni dan Salwa. Dia tampil sederhana tetapi terlihat cantik dengan kebaya yang dipadupadankan dengan khimar bertahtakan tiara yang bersinar.Darren menggerakkan lehernya untuk mengintip wajah istrinya sebentar. Cantik.“Teteh, sekarang sudah sah menjadi seorang istri,” bisik Salwa berusaha menghibur sang kakak yang masih terlihat murung. Ya, pasti siapapun akan murung menikah dengan pemuda yang tak dicintainya.Nuha sama sekali tidak merespon perkataan sang adik. Kini pikirannya tengah berkelana entah di mana
Aruni menyambar kerudung bergo instan dan langsung memakainya. Dia meraih sapu yang menggantung dari balik pintu kamar lalu menguak daun pintu itu perlahan. Kepalanya menyembul dari balik pintu dengan perasaan was-was. Salwa yang merasa ketakutan hanya bisa mencengkeram ujung baju Aruni.“Siapa di situ?” pekik Aruni sembari meraba-raba mencari saklar untuk menyalakan lampu di ruang tengah sedangkan tangan yang lain tengah memegang gagang sapu.Lampu menyala dan Aruni disuguhkan oleh pemandangan di mana tak ada seorang pun orang memasuki rumahnya alias tidak ada maling. Hanya ada vas bunga yang jatuh ke lantai. Beruntung vas bunga tersebut bukan terbuat dari kaca melainkan mika yang barang tentu tahan banting.“Ummi, kenapa vas bunga jatuh?” tanya Salwa, menurunkan tubuhnya, mengambil vas tersebut dan memunguti bunga yang jatuh tercecer ke atas lantai. Dia pun menatanya kembali dan mengembalikan pada tempatnya.“Sepertinya kucing, Ummi,” seru Rasyid keluar dari kamarnya sembari menguap
Kedatangan Nuha disambut baik oleh para pelayan dengan penuh keramahtamahan. Hanya pelayan karena anggota keluarga sedang tidak berada di rumah. Jonathan Dash dan Kinanti masih berada di Singapura sedangkan Daniel Dash jangan ditanya lagi, dia tinggal di mana pun dia mau, terkadang di rumah, flat atau hotel. Seorang ART wanita yang sudah lama bekerja di sana membantu Nuha untuk membawakan kopernya tetapi Nuha menolak.“Aku bisa membawanya sendiri,” ucapnya dengan berwajah dingin. Wanita tua itu cukup memaklumi sikap Nuha sebab semua orang yang berada di sana sudah tahu kejadian yang menimpa gadis itu. Pasti gadis itu terpaksa menerima pernikahan tersebut. Wanita tersebut mengangguk paham lalu pergi mendahului Nuha untuk menunjukan kamar yang harus ditempatinya. Sebuah kamar yang berada di lantai tiga. Untuk tiba di sana Nuha bisa menggunakan lift atau berjalan kaki dengan menaiki anak tangga. “Saya Bik Sumi, kalau Mbak?” tanya ART yang baru sadar belum berkenalan dengan majikan ba
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap