Suhu udara terasa lebih dingin dari biasanya pagi itu. Beberapa orang malas keluar rumah dan beraktifitas dalam kondisi seperti itu. Kabut turun menyelimuti daerah tersebut, hingga membuat kaca-kaca jendela berembun.Namun pemuda bertubuh bersih dan berotot yang tinggal di sebuah rumah mewah yang berada dekat hutan pinus tersebut bangun sangat pagi. Dia melakukan beberapa gerakan workout untuk menghalau rasa dingin dan ingin berkeringat.Kebiasaan pagi hari sebelum beraktifitas, pemuda berhidung bangir pergi ke halaman belakang setelah melakukan workout ringan. Dia memakai perlengkapan memanah. Seorang pelayan menyiapkan perlengkapan olahraga memanah dan menaruhnya di atas meja tak jauh dari sisinya. Pun, dia menyiapkan teh tawar dan beberapa potong buah serta segelas susu untuk majikannya.“Pak Attar, mau pakai busur yang mana?” tanya pelayan pria dengan sopan. “Horsebow,” jawab Attar dengan singkat. Lalu dia gegas memakai perlengkapan memanahnya dan menyiapkan diri.Attar mengambi
“Papa kemarin dari mana pulang malam?” tanya Kania pada Naufal yang baru turun untuk melaksanakan ritual keluarga, sarapan bersama di ruang makan. Di ruang makan, hanya ada Kania dan Naufal. Sahila tidak berada di sana. Hal tersebut membuat Naufal didera rasa penasaran. Kemanakah sang istri pagi buta. “Mama kemana?” Bukan menjawab pertanyaan Kania, Naufal malah balik bertanya pada putrinya sembari tangannya sibuk meraih sendok dan garpu. “Mama, pergi pagi sekali. Aku tak tahu kemana Mama pergi,” jawab Kania dengan mengedikkan bahunya. “Papa kemarin nyari bahan-bahan buat menu resto biasa. Agak susah soalnya. Ada barang tetapi harga mahal,” jawab Naufal lalu menyendok nasi goreng dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Kania mengamati gerak-gerik sang ayah. Dia mendapat kabar dari teman kampusnya bahwa Naufal datang ke kampus dan mencari tahu tentang sahabatnya, Mariyam Nuha. Untuk apa Papa mencari tahu tentang Nuha? Kania menaruh curiga pada sikap ayahnya. Apa jangan-jangan sang
Malam itu terasa mencekam, hanya terdengar suara burung hantu yang berdekut di luar rumah. Keringat dingin mengucur deras melalui pelipis pemuda berambut pirang yang kini tengah jalan mondar-mandir di dalam sebuah kamar yang berada di dalam paviliun rumah temannya.Terdengar suara ketukan sepatu yang beradu pada lantai paving block di halaman paviliun. Suara tersebut mengusik gendang telinganya dan berhasil membuat lehernya bergerak untuk menoleh ke arah pintu.“Romi? Kau ‘kah di sana?” seru pemuda tersebut dengan suara yang berat dan setengah berbisik.Pemuda yang datang dan dipanggil Romi langsung membukakan pintu kayu tersebut dan menatap sahabatnya dengan gelengan kasar.“Gila lo!” umpat Romi seraya menatap Daniel Dash dengan tatapan sengit.“Jangan banyak bacot! Cepat bantu aku pulang!” seru Daniel Dash dengan masih menahan sakit pada lengannya yang diperban. Setelah aksi pengejaran di klinik karena telah berusaha menculik Mariyam Nuha, dia dikejar oleh polisi yang berjaga malam
Nuha menatap Dave lalu menatap Darren bergantian dengan tatapan telisik.Darren yang baru datang langsung duduk di samping Nuha, merangkul pundaknya dengan satu tangan lalu tersenyum manis pada istrinya yang terlihat cemas. “Sudah ngobrolnya?” tukas Darren pada Nuha yang dijawab dengan anggukan.Darren menghadap Dave kemudian.“Dave dan Teh Selina makasih ya untuk hari ini. Sudah mau direpotkan dan meluangkan waktunya,” ucap Darren dengan mengedipkan matanya sebelah pada Dave.Dave langsung paham akan kode yang diberikan Darren padanya.“Ah, ya, Nuha sebaiknya minum vitamin juga dan obat tidur agar bisa istirahat malam hari. Jadi Nuha takkan gelisah lagi,” papar Dave dengan menulis resep singkat dan langsung memberikannya pada Darren.“Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi ya Teh Nuha,” Selina memeluk Nuha dengan hangat, berupaya menguatkan Nuha.Dave dan sang istri pun berpamitan pulang. Baik Darren dan Nuha mengantar mereka hingga ke pintu depan apartemen.“Mas, ternyata Teh Selina
Saat prosesi pertandingan dan kenaikan sabuk tiap tingkatan selesai. Salwa tidak seperti sebelumnya begitu antusias. Dia merasa kesal mengingat di mana Maesarah Basri menjadi pusat perhatian para murid padepokan karena kepiawaiannya dalam bertanding meski dia seorang perempuan. Pun, selain seorang ustadzah dia juga seorang pendekar bersabuk merah.Meskipun dengan segala keunggulan yang dimiliki oleh Maesarah Basri sama sekali tak membuat Salwa terkagum-kagum seperti yang lain. Salwa kesal dan menaruh rasa benci pada wanita seperti dirinya, wanita oportunis yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.Salwa pernah menyaksikan saat Maesarah Basri mendatangi kakaknya, Mariyam Nuha waktu dulu. Dia jelas-jelas meminta Mariyam Nuha untuk tidak berhubungan dengan Muhammad Attar. Maesarah terus meyakinkan Nuha bahwa Nuha tak cocok menjadi menantu Kyai Ilyas karena status mereka seperti langit dan bumi. Namun Nuha bukan seorang yang lemah, dia menolak permintaan Maesarah Basri apapun alasannya.
Setiap pagi selain melakukan workout atau olahraga pagi, Muhammad Attar seringkali melakukan murojaah usai bermunajat di sepertiga malam karena dia seorang hafidz (penghafal alquran). Murojaah adalah mengulang bacaan hafalan surat dalam alquran agar dia senantiasa mengingat bacaan tersebut.Setelah melakukan murojaah dia menyimpan kembali alquran mininya ke dalam laci. Lalu dia menoleh pada ranjang di mana sang istri sudah tidak ada di kamar. Maesarah Basri seringkali bangun sebelum sang suami bangun. Attar merasa penasaran apa yang dilakukan sang istri pada pagi buta. Perilakunya misterius dan mencurigakan. Ada banyak kejutan pada dirinya. Dimulai dia tiba-tiba muncul menawarkan dirinya sebagai calonnya, pengantin pengganti. Lalu dia tiba-tiba terlihat seperti seorang ksatria wanita di mana dia memiliki kemampuan dalam bidang memanah.Tak hanya itu, setelah melakukan ibadah suami istri, Attar menyadari jika tubuh istrinya tersebut sangat bagus dan body goal. Tubuhnya berotot seperti
Darren dan Nuha sudah tiba di area perkantoran PT Jonathan Dash Corp. Mereka tidak langsung pulang ke kediaman Jonathan tetapi langsung pergi ke kantor karena ada beberapa urusan pekerjaan yang tak bisa diwakilkan pada siapapun dan harus Darren Dash yang menanganinya.“Siang, Pak Darren,” sapa salah satu karyawan dengan sedikit menundukan kepalanya lalu tersenyum pada Nuha dengan senyuman penuh tanda tanya. Siapakah gadis yang dibawa oleh sang pemimpin perusahaan.Semua orang penasaran dengan hadirnya Darren Dash dan seorang wanita berpenampilan agamis ke sana. Beberapa karyawan saling berbisik dan menikmati sepiring gosip di siang hari melihat kedatangan sang CEO. Sehingga memunculkan sebuah rumor bahwa Darren Dash menjadi mualaf karena sosok wanita agamis tersebut. Menyadari menjadi pusat perhatian karyawan di sana, Nuha meringis merasa malu.“Mas, tunggu!” seru Nuha yang berusaha berjalan cepat mengimbangi Darren yang memiliki langkah kaki yang panjang.“Sorry, aku merasa jalan se
“Mas, kenapa tertawa?” tanya Nuha dengan geram.“Kau ini lucu sekali, Sweety! Biarlah dunia tahu sekalipun kalau kau sekarang istriku. Aku tak mau merahasiakan lagi. Now, you belong to me!” seru Darren membuat Nuha nyaris tersedak dengan potongan bakso yang dikunyahnya.“Nuh, ini kepedasan. Lain kali takkan kuijinkan kau makan makanan seperti ini,” omel Darren setelah mencicipi kuah bakso, kemudian melambaikan tangannya pada pelayan kantin.“Mbak, jus mangga dua!” titah Darren pada pelayan tersebut.“Tentu Pak. Maaf, Pak, lancang, ngomong-ngomong Mbak ini siapa ya? Eh, kepo, abis baru lihat Pak Darren bawa um … wanita berjilbab,” katanya dengan terkekeh pelan.“Dia istri saya, Mbak,” jawab Darren semakin membuat Nuha mengerjapkan matanya tak percaya jika Darren saat ini tengah menisbatkan hubungan mereka di depan khalayak umum.“Serius Pak? Wah kok gak undang-undang,” cerocos pelayan tersebut.“Baru aqad. Nanti akan diadakan resepsi,” ucap Darren membuat Nuha tercengang.Apakah Darre
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap