_______________Dengan sabar dan telaten Darren mengolesi ke dua telapak tangan Nuha dengan salep khusus untuk luka bakar. Perih dan panas menyatu. Lalu dia membalutnya dengan perban. Nuha terpaksa menerima bantuannya meskipun dalam hati merasa tak rela sebab dia menyentuh tangannya. Darurat.Nuha tak bisa melakukan aktifitas dulu beberapa waktu. Beruntung cepat ditangani sehingga kulit tangannya tak sampai melepuh. Hanya saja untuk tetap menjaga area luka yang terkena air panas maka dibalut perban untuk melembabkan.“Makasih,” cetus Nuha membuat jari jemari Darren berhenti saat melilitkan perban.Nuha berterima kasih pada Darren, murni karena dia sudah menolongnya.“Kau harus istirahat. Nanti juga sembuh soalnya sudah keburu dikasih salep. Kalau butuh apa-apa katakan saja padaku! Aku suamimu!” tekan Darren tanpa canggung, seolah memerintah. Dia harus meyakinkan Nuha bahwa dia serius dengan perkataannya dan janji sucinya pada Tuhan dalam bahtera pernikahan. Darren serius soal menjad
Pagi buta saat fajar baru saja menyingsing di ufuk timur, saat kokok ayam masih terdengar bersahutan dengan bunyi keloneng sapi yang meminta makan, Aruni sudah siap dengan setelah petani, memakai kaos berlapis-lapis sebab udara masih terasa dingin bahkan membuat bulu-bulu di sekujur tubuh berdiri. Meskipun demikian cuaca dingin takkan mampu mematahkan semangat Aruni untuk pergi ke kebun dan ladang miliknya.Berbekal peralatan panen seperti pisau stek, waring sayur dan topi laken yang ditaruh di belakang mobil pickup andalannya, Aruni membuka pintu mobil tersebut yang mengeluarkan derit menjerit saat terdengar, memanaskan mesinnya dan siap-siap berangkat ke kebun yang berada cukup jauh dari rumahnya tetapi masih satu arah dengan lokasi sekolah ke dua anaknya, yang terletak tak begitu berjauhan, berjarak kurang lebih dua kilo meter dari sana.Beberapa kali bunyi klakson memekik, pertanda sebuah seruan untuk memanggil anak-anaknya untuk bergegas ke sekolah. Dari kejauhan tampak Rasyid be
Di sebuah lobi hotel bintang lima, usai acara rapat dengan para investor, Darren Dash tengah duduk dengan gelisah karena telah meninggalkan Nuha. Baru sehari dia merasa tak tenang dan ingin segera pulang melihat kondisinya. Apalagi saat mendengar jika ke dua orang tuanya tak ada di rumah. Dia kepikiran soal teror yang mengusik Nuha. Mungkin Nuha tidak sadar akan teror yang membahayakan tersebut, pikirnya. Darren rutin mengecek rekaman CCTV melalui ponsel pintarnya untuk memastikan Daniel tidak berbuat ulah pada Nuha. Sejauh ini hasil rekaman CCTV tidak menunjukan sama sekali tindakan Daniel yang mengarah ke sana. Namun perasaannya tetap gelisah, seolah ada ikatan batin yang terhubung di antara dirinya dan Nuha.Hujan turun dengan lebat secara merata. Namun Darren tetap ingin pulang. Jodi yang melihat tuannya gelisah menghampirinya.“Pak Darren ada apa?” tanya Jodi melihat seraut wajah Darren dengan penuh tanda tanya. “Saya akan pulang sekarang,” sahut Darren dengan menatap ke arah
Darren sontak terkejut mendengar perkataan Kinan yang mengira jika Darren dan Nuha telah melakukan hubungan layaknya sepasang suami istri. “Mom …”Darren menggeleng pelan dan meringis. Jangankan melakukan hal sesakral tersebut, untuk sekedar berbincang saja Nuha merasa enggan. Bagaimana bisa Kinan berpikir sejauh itu. Kinan tidak mengetahui ihwal trauma yang diderita Nuha. Bagaimana Nuha bisa menerima semua itu saat hati dan pikirannya dihantui rasa takut.“Ah, iya, Nak, tak apa. Wajar ‘kan kalian suami istri,” tukas Kinan sembari tersenyum. Namun Darren malah mengernyitkan dahinya. “Mom, aku berpakaian dulu ya,” Darren menutup pintu kamar lalu memutar kepalanya menengok ke belakang di mana Nuha sedang bersembunyi di balik selimut, memeluk tubuhnya sendiri.Nuha tengah diselimuti rasa takut bercampur was-was. Dia takut sekali karena satu kamar dengan Darren. Darren meminta haknya sebagai seorang suami. Terlihat kini Darren bahkan berani telanjang dada di hadapannya.Adalah hal yang
“Pagi!”Darren menyapa Nuha yang baru saja turun dari lantai tiga lift kamarnya. Kemudian dia tersenyum hangat pada Nuha yang memilih menunduk.Nuha terlihat manis mengenakan gamis warna favoritnya, hijau tosca. Apalagi gamis yang dipakainya bermerk dan seringkali dipakai oleh para selebritis muslimah. Elegan dan mahal.Nuha hanya melihat sekilat Darren lalu memilih tempat duduk yang agak jauh darinya.“Biasanya kau masak untuk sarapan?”Darren mencoba berbasa-basi.Nuha hanya menjawab dengan gelengan. Dia bangun kesiangan sehingga tak sempat membuat sarapan.“Ada kuliah hari ini?” tanya Darren dengan hati-hati. Sebetulnya dia sudah tahu agenda Nuha hari ini. Hanya ada satu mata kuliah dengan dua SKS.Nuha menjawab dengan anggukan.“Ijin dulu! Kita akan menghadiri acara pernikahan kolega Daddy,”Darren menarik piring berisi spageti yang disajikan oleh koki rumah yang kebetulan sudah kembali bekerja. “Thanks, Pak Tri!” ucap Darren pada koki yang sudah lama bekerja di rumahnya. Darren
Nuha terkejut saat mendapati pengantin mempelai wanita ialah Maesarah Basri. Sudah bisa diterka berarti mempelai pria ialah Muhammad Attar.Mendengar sapaan Maesarah Basri yang berisi sebuah tuduhan, menyadarkan Nuha bahwa saat ini dia tengah berada dalam pernikahan sang mantan kekasih, mantan tunangannya.Matanya yang bulat besar lekas mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. Resepsi pernikahan tersebut seharusnya untuknya bukan untuk wanita dewasa yang menyambutnya dengan tak ramah.Perih. Satu kata yang mewakili perasaan Mariyam Nuha detik itu. Ingin segera berlari dari tempat itu.“Mariyam Nuha! Apa kau tuli? Lekas pergi dari sini! Please, tolong jangan lakukan drama! Hubungan Mas Attar dan kau telah berakhir. Aku sekarang istri sahnya,” ucap Maesarah dengan sedikit memelas tetapi penuh penekanan. Tentu saja dia takut jika Attar melihat kedatangan Nuha. Nuha hanya bergeming dengan pikiran yang berkecamuk. Mengapa kisah cintanya tak seindah yang dipikirkannya.Beberapa det
__________Attar hanya mampu pasrah dan melepas kepergian kekasih hatinya dibawa oleh suaminya.Beberapa pasang mata menyaksikan pemandangan tersebut dengan penuh penasaran.Nuha hanya bisa memejamkan matanya, tenggelam dalam dada suami dengan tangan yang mencengkram kemejanya tanpa sadar. Merasakan dirinya kali ini begitu rapuh dan lemah. Namun entah mengapa kali ini dia merasa nyaman berada di sisinya.Jantung Darren berdegup kencang merasakan kesedihan yang dialami gadis yang tengah berada dalam dekapannya.Darren membawa Nuha ke dalam mobilnya, membiarkannya meluapkan segala kesedihannya. Dia mengatur kursi sedemikian rupa agar Nuha bisa istirahat. Setelah merasa lebih baik, Darren membawa pulang Nuha dengan perasaan yang bersalah.“Ough!” seru Darren meringis tatkala Nuha mengobati luka di wajah Darren dengan cairan antiseptik.Tanpa sepatah kata, Nuha berusaha berbuat baik pada orang yang berbuat baik padanya. Setelah dia merasa tenang dia menghampiri Darren dan menawarkan bantu
___________Karena tak bisa tidur, Nuha mengambil air wudhu lalu menunaikan shalat sunnah dan mendaras alquran seperti biasa. Setelahnya dia berjalan menuju balkon kamar yang begitu luas dan duduk di sana. Dia menatap bintang gemintang yang begitu indah dan tenang. Nuha berandai-andai, kembali pada beberapa waktu yang lalu, menjalani hari-harinya dengan normal sebagai seorang gadis lajang.Perut Nuha tiba-tiba bergemuruh, meronta meminta makan. Saat menengok jam, sudah pukul dua malam. Rumah terasa sangat sepi. Nuha takut jika turun ke dapur berpapasan dengan Daniel Dash. Namun perutnya tidak bisa diajak kompromi. Dia benar-benar didera rasa lapar yang tak biasa sejak tadi siang. Berharap menemukan makanan yang lezat saat acara kondangan tetapi malah ‘makan hati’.Nuha memberanikan diri, menyentuh Darren yang tertidur pulas mirip seekor kucing dengan menjentikkan ujung jarinya pada lengannya.“Hei! Bangun!” seru Nuha benar-benar tak biasanya membangunkan Darren. Darren sampai berjengi
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap