"Apa Mamah mengusir kakak ipar dari rumah ini?" tanya Marcell saat Caterina dan Karra akan masuk, sedangkan Marc sudah terlebih dahulu meninggalkan teras.Caterina menghentikan kursi rodanya, "Apa Mamah seburuk itu?" Bukannya menjawab, Caterina justru balik bertanya. "Tidak, Mamah tidak seburuk itu," sahut Marcell, "Aku percaya Mamah tidak mungkin melakukannya," lanjutnya.Marcell terpaksa mengatakan hal itu agar ibunya tidak marah dan tersinggung. Marcell takut, Caterina berbuat nekat lagi dengan membahayakan dirinya sendiri. Seperti kejadian 10 tahun yang lalu, di mana saat itu Marc menuduh ibunya mengusir istrinya Adella dari kediaman Louis. Caterina yang kesal dituduh oleh putranya! Lantas melompat dari lantai dua, sehingga membuat kedua kakinya patah dan lumpuh hingga saat ini."Kalau begitu, jangan tanya Mamah lagi." Setelah mengatakan itu, Caterina masuk ke dalam rumah bersama Karra."Tapi aku tidak percaya, Mamah dan Karra menyembunyikan sesuatu," ucap dalam hati Marcell samb
Satu Minggu telah berlalu, pagi ini Marc sedang mengemas pakaian ke dalam koper. Pria tampan berusia 40 itu akan berangkat ke luar kota untuk urusan bisnis."Biar aku bantu Om," tawar Amira dengan tulus."Hum," sahut singkat Marc.Amira menyusun semua perlengkapan Marc ke dalam tas. Tak lupa ia memasukkan parfum kesukaan Marc yaitu Clive Christian, walupun Amira baru 2 Minggu hidup bersama Marc! Ia sudah hapal kebiasaan dan kesukaan pria tampan itu."Jangan lupa, kemas pakaianmu," ucap Marc tiba-tiba.Amira menghentikan gerakan tangannya, kepalanya berputar untuk melihat Marc yang sedang merapikan dasi di depan cermin meja rias."Untuk apa Om?" Tentu Amira bertanya!"Selama aku di luar kota, kamu akan tinggal di apartemen," jawab Marc tanpa melihat lawan bicaranya."Kenapa harus tinggal di sana Om?" Amira lagi-lagi bertanya.Marc menghela napas, "Lakukan saja apa yang aku perintahkan," ucapnya."Baik Om." Amira pun menutup mulut dan tak bertanya lagi.Ia segera mengemasi barang-barang
Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, saat ini Amira sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi. "Ting-nong." Suara dering ponsel.Amira meraih ponselnya dari atas meja, bibirnya terangkat setelah melihat nama yang muncul di sana."Iya Rib," ucap Amira setelah mengusap layar ponselnya."Ra kamu di mana? Eh aku mau bicara sesuatu, pasti kamu terkejut," cerocos Eribka dari seberang sana."Bicara apa? Kenapa aku harus terkejut? Apa sesuatu yang mengerikan?" Amira balik menjajah sahabatnya dengan berbagai pertanyaan."Kamu tahu gak, sekarang aku di mana? Terus sama siapa?" Suara Eribka terdengar semangat."Mana aku tahu, memang kamu di mana? Sama siapa?" tanya Amira yang penasaran."Lagi di apartemen, sama adik ipar kamu.""Ha...." Amira terkejut, "Sama Marcell?" lanjutnya untuk memperjelas."Iya, sebentar lagi kita akan jadi kakak adik. Doain ya?" canda Eribka dari seberang sana."Tapi Rib...." "Udah dulu ya Ra, Marcell datang," sela Eribka yang langsung memu
"Marcell," ucap Amira dengan wajah bingung."Selamat malam Kakak ipar," balas Marcell menyapa Amira.Ia tersenyum yang membuat jantung Amira tak menentu di dalam sana. Ada rasa takut hingga membuatnya lupa mengajak Marcell untuk masuk."Malam," balas Amira dengan singkat."Apa saya boleh masuk?" tanya Marcell."Ha, si... silahkan." Amira membuka pintu lebar-lebar, mempersilahkan Marcell untuk masuk.Ia mengantar Marcell ke ruang tamu, lalu melangkah menuju dapur untuk membuatkan teh dan cemilan yang ada di dalam lemari pendingin."Silahkan diminum tehnya," ucap Amira sambil menaruhnya di atas meja."Terima kasih Kakak ipar," jawab Marcell.Ia meraih gelas dari atas meja, lalu menyesal teh buatan Amira. Namun matanya tidak berhenti menatap wajah cantik Amira."Oh iya, bukannya Kakak ipar ikut dengan kak Marc ke Prancis?" tanya Marcell setelah kembali menaruh tehnya di atas meja.Wajah Amira sedikit berubah, ia terdiam sambil memikirkan jawaban apa yang harus ia katakan."Aku tiba-tiba
Tanpa terasa satu hari telah berlalu, ia sedang duduk di ruang tamu sambil menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan Marcell, sebab pria itulah yang disuruhnya datang ke sana.Seperti yang dijanjikan Marcell, tepat pukul 7 lewat 30 menit ia sudah tiba di apartemen. Tanpa basa-basi ia langsung mengecup bibir Amira saat wanita cantik itu membukakan pintu untuknya.Amira hanya pasrah, ia mengusap bibirnya lalu mengikuti Marcell ke ruang tamu. Keduanya duduk dengan posisi saling berhadap-hadapan."Aku sudah menduga, kamu pasti menerima tawaran dariku," ucap Marcell yang membuka mulut terlebih dahulu."Aku sedang butuh uang," jawab Amira tanpa ekspresi."Berapa yang kamu butuhkan?" tanya Marcell.Amira terdiam, ia ragu untuk mengatakannya karena jumlah uang yang ia butuhkan bukanlah sedikit. "Kamu butuh berapa, hum..?" Marcell kembali bertanya karena tak ada jawaban dari Amira."Tujuh puluh lima juta," jawab Amira ragu-ragu.Marcell tersenyum, "Ok, kamu bisa mendapatkan uangnya setelah k
"Amira," panggil Marc yang berdiri di pintu.Amira yang sedang fokus menatap foto, menjerit karena terkejut, "Aw....""Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah aku sudah melarang kamu untuk tidak masuk ke kamar ini? Apa kamu tidak mendengarnya?" Marc menjajah Amira dengan berbagai pertanyaan.Wajahnya terlihat kesal dan marah, bahkan ia langsung mendorong Amira ke luar lalu menutup pintu dan menguncinya."Aku minta maaf Om," sesal Amira.Jelas Amira minta maaf, bukankah suatu kelancangan masuk ke kamar orang tanpa pamit? Apalagi Marc sudah melarangnya untuk memasuki kamar itu."Bereskan pakaianmu, kita akan kembali ke kediaman Louis." Marc bukannya merespon kata maaf dari Amira, ia justru meminta wanita cantik itu untuk mengemas barang-barangnya."Tapi bukannya Om ada urusan?" tanya Amira."Sebelum pergi, aku akan mengantarmu pulang," jawab Marc.Akhirnya pria tampan itu mengundur pertemuannya dengan klien demi mengantar Amira kembali ke kediaman Louis. Marc kesal karena Amira telah me
Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore, Amira yang duduk di sofa sambil menonton televisi, terkejut karena seseorang membuka pintu kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu."Nyonya," panggil Amira setelah melihat orang yang membuka pintu adalah Caterina.Wanita tua itu tidak hanya sendiri, ia datang bersama Karra. Keduanya menghampiri Amira dan duduk dengan posisi saling berhadap-hadapan."Amira, ambil ini." Caterina menaruh sebuah kertas di atas meja.Mata Amira berputar untuk melihat kertas kecil itu, di sana tertulis angka 2 ratus juta rupiah lengkap dengan sebuah tanda tangan."Kamu bisa memiliki uang itu, asal kamu ke luar dari rumah ini dan pergi dari kota ini," lanjut Caterina.Amira terdiam, seketika ia mengingat tujuannya bekerja sama dengan Marc hanya semata untuk mendapatkan uang. Jika ia menerima tawaran Caterina! Ia sudah pasti mendapatkan uang sebanyak 2 ratus juta tanpa harus bersandiwara setiap hari.Tawaran Caterina benar-benar menggiurkan, apalagi saat ini Amira sangat
Satu malam Amira tidak bisa tidur, perbincangannya dengan Hanum berputar-putar di kepalanya. Ia memiringkan tubuhnya untuk mencari posisi aman, namun matanya tak sengaja melihat Marc yang tertidur pulas di atas tempat tidur."Om Marc benar-benar tampan, mbak Adella pasti menyesal meninggalkannya," bisik dalam hati Amira.Ia dengan lembut menurunkan kedua kaki dari atas sofa, melangkah menghampiri Marc ke tempat tidur. Matanya tak berkedip memperhatikan wajah Marc yang begitu tampan, namun dibalik ketampanan itu tersimpan seribu kesedihan."Apa kamu sudah puas memandangku?" Marc tiba-tiba membuka mulut yang membuat Amira terkejut sekaligus malu."Um...ta...tadi ada nyamuk Om," jawab asal Amira yang langsung kembali ke sofa.Ia baringkan tubuh mungilnya di atas sofa, lalu menutupnya dengan selimut. Sementara Marc hanya tersenyum melihatnya.Malam pun berlalu begitu cepat, saat ini waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Amira yang merasa perutnya keroncongan, bergegas ke dapur untuk membuatkan
Tepat pukul 7 malam, Marc dan Amira sudah meninggalkan kediaman Louis. Sepasang suami istri itu menuju sebuah gedung hotel bintang lima. Di mana malam ini resepsi pernikahan klien Marc, kebersamaannya satu hari ini dengan Amira membuat Marc lupa untuk menghadiri acara pernikahan kliennya itu."Mas, aku malu," ucap Amira setelah Marc menghentikan mobilnya diparkiran."Kenapa malu?" Tentu Marc bertanya demikian!"Aku belum pernah ke acara pernikahan sebesar ini, jadi aku merasa canggung Mas," jawab jujur Amira."Gak usah canggung, kan ada aku." Marc membuka pintu mobilnya, ia berjalan menuju pintu mobil Amira."Ayo," ajak Marc sambil menyodorkan tangannya.Amira tersenyum gugup, ia ragu untuk menyambut tangan Marc walupun status mereka suami istri."Ayo," desaknya yang langsung dituruti Amira.Keduanya berjalan menuju pintu utama gedung, dengan posisi bergandengan tangan. Jujur saja jantung Amira berdegup kencang, apalagi saat semua mata tertuju ke arah mereka."Selama datang Tuan Marc.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, hari yang ditunggu kini telah tiba. Saat ini Amira sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor pengadilan agama.Rencana perceraian itupun sudah diketahui seluruh penghuni kediaman Louis, tentu Caterina sangat bahagia. Bahkan ia sudah tidak sabar lagi agar segera ketuk palu.Amira meraih ponsel dari atas meja rias lalu menghubungi Marc. karena akhir-akhir ini Marc jarang kembali ke kediaman Louis, ia datang saat ada perlunya saja. Bisa dikatakan Marc dan Amira tidak pernah lagi satu kamar atau tidur bersama, hal itu karena permintaan Amira.Wanita cantik itu sengaja membuat jarak diantara mereka, itu semua ia lakukan agar cintanya kepada Marc tidak semakin mekar, yang akan mempersulitnya untuk berpisah dengan pria tampan itu."Mas di mana? Aku udah siap," ucap Amira setelah sambungan teleponnya terhubung."Aku masih di hotel, tapi aku sudah meminta pak Bagus untuk menjemputmu," sahut dari seberang sana."Baiklah." Amira memutuskan sambungan t
Setibanya di hotel, Bagus membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Sebab Marc sudah memberinya satu kunci."Silahkan masuk Nyonya," ucap Bagus dengan lembut dan sopan.Sementara di dalam ruangan tidak ada orang, namun dari arah kamar mandi terdengar suara air. Sudah bisa dipastikan jika Marc sedang membersihkan tubuhnya di dalam sana.Sambil menunggu Marc ke luar dari kamar mandi, Amira merapikan tempat tidur Marc yang sedikit berantakan, sedangkan Bagus sudah pergi dan menunggu di parkiran.Setelah 27 menit berlalu, akhirnya pintu kamar mandi terbuka. Amira refleks berteriak melihat Marc ke luar tanpa mengenakan handuk, pria tampan itu polos tanpa sehelai benang."Aoow...."Mendengar teriakan Amira, Marc pun ikut berteriak karena terkejut. Ia kembali ke kamar mandi untuk meraih handuk, lalu melilitkannya di pinggang untuk menutupi area kejantanannya."Kamu kenapa ada di sini?" tanya Marc setelah ke luar dari kamar mandi."Kita harus bicara Mas," jawab Amira."Kita bisa bicara
"Aku dan Amira sudah saling mengenal, tapi kami tidak memiliki hubungan apapun. Hanya saja...." Marcell terdiam, ia tidak melanjutkan kata-katanya.Marc menyipitkan mata, "Hanya saja, apa?" desaknya."Hanya saja Amira langsung mengandung," jawab Marcell dengan nada bergetar.Marc refleks mengepalkan kelima jari tangannya, melayangkan satu pukulan di wajah tampan Marcell."Amira jelas-jelas hamil, tapi kamu masih mengatakan tidak ada hubungan diantara kalian," sentak Marc, bahkan seluruh tubuhnya gemetar karena emosi."Kakak harus dengar penjelasanku dulu," ucap Marcell dengan lembut.Walaupun sudut bibirnya sudah mengeluarkan cairan merah! Tapi Marcell tidak sedikitpun marah atau kesal kepada Marc."Semuanya sudah cukup jelas Marcell, tidak ada lagi yang perlu kamu jelaskan. Kamu laki-laki yang tidak bertanggungjawab, kamu seperti orang asing, jauh berbeda denganku dan almarhum papah." Marc benar-benar marah.Ia tak menyangka, pria bajingan yang sudah menghamili Amira adalah adiknya s
Satu Minggu telah berlalu, kondisi Amira sudah semakin membaik hanya saja ia belum bisa banyak bergerak dan melakukan aktivitas. Semenjak kembali ke kediaman Louis, Amira tidak banyak bicara, sifatnya berubah 50 persen. Suara ketukan pintu menyadarkan wanita cantik itu dari khayalan, "Masuk.""Permisi Nyonya." Hanum menjulurkan kepala dari balik pintu, sambil membawa sebuah nampan di tangannya.Wanita paruh baya itu melangkah menghampiri Amira yang duduk di atas tempat tidur, ia menaruh nampan di atas meja kecil yang terletak di samping ranjang, lalu mendaratkan bokongnya di sisi tempat tidur."Nyonya makan dulu ya?" ucap Hanum dengan lembut, seraya membujuk."Aku belum lapar Bi," tolak Amira dengan ekspresi datar.Tentu dia tidak lapar, pikirannya sampai saat ini masih kacau balau. Apa yang ia perjuangkan satu persatu pergi meninggalkannya, ia rela menjual kehormatannya demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Jordan, tapi Jordan justru meninggalkannya. Ia juga rela menikah diat
"Bagaimana keadaan istriku Dok?" tanya Marc dengan nada khawatir.Sebelum membuka mulut, Dokter terlebih dahulu menghela napas. Bagaimana tidak? Bayi dalam kandungan Amira tidak bisa diselamatkan, wanita cantik itu harus segera dioperasi walaupun keadaannya saat ini belum sadarkan diri.Kepala Marc refleks tertunduk setelah mendengar ucapan dokter, ia mengeratkan gigi dan mengepalkan kelima jari panjangnya. Walupun bayi dalam kandungan Amira bukanlah anaknya! Tapi Marc merasa sedih dan kecewa.Begitu juga dengan Marcell, pria tampan itu mendaratkan bokongnya di atas kursi dengan kasar. Kesempatannya untuk memiliki keturunan kini musnah, Marcell benar-benar menyesal atas tindakannya. Jika dia tidak menarik tangan Amira, semua ini tidak akan terjadi.Berbeda dengan Karra dan Caterina, keduanya bersorak ria di dalam hati masing-masing. Sebelum mereka bertindak bayi malang itu sudah tiada, kini hanya menunggu giliran ibunya yaitu Amira."Ya sabar ya Marc." Karra mengelus lengan Marc, ia s
Tanpa terasa waktu telah berlalu, saat ini benda bulat itu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Amira segera bangkit dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Apa kamu ada meeting pagi ini?" Pertanyaan itu menyambut Amira saat ke luar dari kamar mandi."Mas sudah bangun?" Amira balik bertanya, ia menatap Marc yang duduk di sisi ranjang yang juga menatapnya."Bukan meeting Mas, tapi aku harus menyelesaikan gaun pengantinnya," lanjut Amira sambil melangkah menuju ruang ganti."Oh, apa kamu butuh bantuan?" Marc kembali bertanya.Amira menghentikan langkahnya, "Tidak Mas, hanya tinggal sedikit lagi, aku bisa sendiri.""Baiklah kalau begitu." Marc bangkit dari sisi ranjang melangkah menuju kamar mandi, begitu juga dengan Amira melanjutkan langkahnya masuk ke ruang ganti.Setelah selesai sarapan, Marc meninggalkan kediaman Louis. Sedangkan Amira bergegas ke ruang kerjanya yang terletak di lantai tiga. Ia harus menyelesaikan gaunnya sebelum jam 12 siang."Apa yang
"Benarkah? Kamu tidak berbohong?" tanya Marc dengan rasa tak percaya."Iya Mas," sahut Amira sambil tersenyum paksa.Ruangan itupun seketika hening, Marc duduk bersandar sambil menatap Amira tanpa berkedip dengan posisi kedua tangan terlipat di dada. Cara bicara Amira membuatnya sedikit curiga, bahkan kecurigaan itu sampai membuatnya lupa akan tujuannya menemui Amira."Sore ini aku ada pertemuan dengan klien, apa kamu ingin ikut denganku?" Marc kembali membuka mulut setelah hening beberapa menit.Amira tersenyum paksa, "Maaf mas, aku gak bisa ikut. Malam ini aku harus lembur untuk menyelesaikan gaun pengantinnya, karena besok klien akan datang menjemputnya."Amira sengaja membuat alasan untuk menolak Marc, hal itu ia lakukan untuk menjaga jarak dari Marc. Amira tidak mau kedekatan itu akan membuat bunga-bunga cinta tumbuh dan mekar dalam hatinya."Baiklah kalau begitu." Marc bangkit dari kursi dan bergegas meninggalkan ruangan Amira.........................Tanpa terasa waktu telah m
Satu bulan telah berlalu, saat ini usia kandungan Amira sudah memasuki 4 bulan. Perut wanita cantik itupun sudah terlihat menonjol."Mas, hari ini aku terlambat ke kantor," ucap Amira yang baru ke luar dari ruang ganti."Apa kamu ada urusan?" tanya Marc tanpa melihat lawan bicaranya.Pria tampan itu sedang berdiri di depan meja rias sambil merapikan dasi dan memasang benda bulat di pergelangan tangannya."Tidak, hari ini aku harus ke rumah sakit untuk periksa kandungan Mas," jawab jujur Amira.Marc menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyisir rambut, ditatapnya Amira melalui pantulan kaca. Seketika ia berpikir untuk menemani Amira ke rumah sakit."Apa perlu aku temani?" Akhirnya Marc membuka mulut."Gak usah Mas, aku bisa sendiri. Lagipula pagi kan Mas ada meeting dengan klien!" Sebenarnya Amira ingin sekali ditemani oleh Marc, hal ini sudah lama ia harapkan. Tetapi Marc pagi ini ada jadwal meeting, Amira terpaksa menolaknya."Iya kamu benar, aku hampir saja lupa," timpal Marc,