"Tenang Ay, baca istighfar ayok, gak boleh marah-marah begitu dong. Dalam kehidupan bersosial, ucapan yang menyakiti seperti itu biasa, pasti selalu ada. Sabar ya!" ujar suamiku, saat kita sudah dalam perjalanan pulang dari masjid yang tadi.Entah kenapa, ngedumel atau ngadu ke ustadz Husein itu bukannya meringankan masalah, justru malah bikin aku semakin kesal. Dia itu bilang ke aku untuk sabar, tapi dia nggak tahu seberapa kesalnya hati aku sekarang.Kalau untuk ngomong sabar, anak kecil juga bisa bilang kayak gitu, coba dengan kata-kata yang lain, misalnya jangan di dengerin, lawan aja, atau apa kek!"Akang nyuruh aku sabar terus loh, sedangkan sebenarnya aku itu marah. Jadi kalau misalkan bukan dari kalangan pesantren, aku nggak pantes buat kamu gitu?"Husein sebetulnya pengen banget ketawa, tapi dia rasa timingnya gak tepat, jadi dia coba tahan tawa sambil mengusap rambutku supaya aku lebih tenang."Kata siapa? Semua orang itu sudah ditulis siapa jodohnya, seberapa banyak rezekin
Shalat magrib tiba, dan aku pun keluar kamar sebentar untuk mengambil wudhu, tapi aku sudah gak menemukan Husein di rumah. Mungkin dia sholat magrib atau mengajar, aku kurang tahu. Soalnya aku lagi nggak peduli sama orang yang satu itu.Gak tahu ya! Pengen aja nyari kambing hitam yang harus aku salahkan akibat ucapan ibu-ibu tadi, karena aku enggak tahu harus marah sama siapa.Tapi setelah menunaikan salat Maghrib, aku memutuskan untuk baringan di kasur, tapi akhirnya aku malah ketiduran di sana. Dan waktu membuka mata, jam dinding kamar sudah menunjukkan pukul 11 malam."Astaga! Ini lagi gladi resik kematian apa gimana sih? Tidur kok sampai gak ingat waktu!" Beberapa detik setelah menggeliat, aku langsung sadar bahwa aku sedang mengunci diri di kamar dan membiarkan suamiku tertidur di luar.Buru-buru aku bangun dan mengecek keadaan dia di luar sana. Begitu aku sampai di ruang tamu, aku melihat Husein sedang meringkuk di sofa."Akang? Akang kenapa tidur di sofa, kenapa gak bangunin
Setelah cek darah laboratorium dan hasilnya keluar, maka Husein dinyatakan sakit gejala tifus dan katanya harus mendapat tiga kali suntikan antibiotik karena darah putihnya tinggi sekali.Mungkin penyakit itu muncul dari semua rasa lelah dia yang ditahan selama berhari-hari dan akhirnya keluar menjadi satu sekarang. Maka dari itu, dokter menyarankan pasien untuk rawat inap selama dua hari ke depan.Awalnya Husein menolak dan bersikeras bahwa rawat jalan di rumah saja sudah cukup, tapi berhubung aku yang menjadi wali dia sekarang, maka aku yang berhak memutuskan metode apa untuk penyembuhannya, dan aku memilih rawat inap."Silakan ke instalasi rawat inap untuk memesan kamar dan pembiayaan,"kata bagian informasi lalu menyarankan aku pergi ke tempat yang baru dia sebutkan.Baru pertama kali, first time buat aku ngurusin keluarga di rumah sakit dan memang melelahkan sekali.Harus bolak-balik dan mengelilingi seluruh area rumah sakit untuk sampai di tempat tujuan, belum lagi nyasarnya.Da
Aku merasakan seperti ada yang menciumi pipiku berkali-kali dengan sangat lembut.Meskipun aku ada di alam bawah sadar alias ngorok, tapi karena sistem kesensitifan tubuhku sangat bagus, makanya aku langsung membuka mata perlahan-lahan."Hai bangun Sayang, udah kedengeran azan subuh saya mau tayamum, habis itu mau melaksanakan salat subuh." Suaranya lembut banget, nafasnya yang wangi seakan menjadi alarm tersendiri buat aku."Akang udah bangun?" Mungkin beda lagi sama aku, napas bangun tidur seperti asap karburator baginya.Karena terhalang oleh jarum infus, maka Akang Husein menggunakan tayamum sebagai alternatif kedua untuk syarat sahnya sholat, yaitu suci dari dua hadas. Seperti yang kita tahu bahwa hadas itu terbagi menjadi dua, hadas besar dan hadas kecil, dan yang dimaksud hadas kecil di sini adalah yang mengharuskan kita berwudhu sebagai syarat bersucinya, dan hadas kecil yang membatalkan wudhu salah satunya adalah tidur.Panjang deh kalau bahas soal fiqih itu, aku pun baru ta
Sambil turun ke bawah cari buah-buahan, aku juga turut meminjam ponsel Husein karena aku membutuhkan wi-fi-nya. Lama aku enggak memperhatikan paket internet milikku, karena di rumah sudah disediakan wi-fi oleh dirinya.Jadi ketika di luar seperti ini, aku tidak punya data internet sama sekali.Aku hanya menscrol Instagram dan aplikasi sosial media lainnya, dan tidak ada yang spesial, namun tiba-tiba aku merasa getar di dalam tasku.Aku melihat panggilan masuk dari nomor ustadzah Aisyah, "ngapain cewek ini telepon suamiku?" Aku bertanya-tanya dalam hati dan dengan kesal aku mengangkatnya."Halo assalamualaikum Kak, katanya kakak masuk rumah sakit ya?"Enggak bisa berkata-kata lagi deh ini orang, langsung aja main nyerobot. Dengerin dulu kek yang jawab teleponnya siapa, udah kesenangan aja panggil Kakak."Halo saya istrinya KAK Husein, ada apa ya ustadzah?" tanya aku, tanpa basa-basi dan memberikan penekanan pada kata kak nya."Oh maaf Rey, saya pikir ini Ustadz Husein!""Uhm ya gak apa
"Sekarang coba Ayang cerita sama saya, yang jelas, dan yang benar, supaya saya mengerti. Memang kenapa dengan ustadzah Aisyah, dia mau ke sini, untuk menjenguk saya, begitu?"Malah diperjelas lagi, sudah tahu aku muak dengan fakta tersebut! Seharusnya sebagai orang yang gak punya hubungan apa-apa dengan suamiku, buat apa dia khawatir dan langsung menelepon begitu? Toh sudah pasti ada istrinya yang bakal merawat si Ustadz Husein, atau kalau dia benar-benar mau jenguk, kenapa dia nggak minta tolong rekan yang lain, sesama laki-laki untuk menelepon suamiku?"Iya menurut sependengaran aku sih begitu, dia mau datang, untuk jenguk kakak tercintanya, sendirian!" sindirku kesal. Sekalian aja main ribut!"Eh, yakin dia mau datang sendiri Ay, tidak sama rekan-rekan ma'had lainnya? Coba diingat-ingat lagi percakapan kalian tadi?"Aku mendengus kesal di depannya, secara dia kok bisa tahu banget sih isi dari percakapan kita berdua."Iya dengan rekan-rekan yang lain! Tapi kan nggak menutup kemung
"Paham sekarang, dengan apa yang sudah saya ceritakan, Ay?"Aku kembali menganggukkan kepala, namun kali ini hatiku jauh merasa lebih tenang, karena Husein berpihak padaku. Karena aku tidak butuh support siapa-siapa lagi, cukup suamiku saja."Jadi jangan su'udzon lagi dengan ustadzah Aisyah ya. Saya udah pernah bilang sama kamu Ay, mau dia mengejar saya sampai kakinya patah pun, saya tidak akan pernah merespon dia.Ada kamu yang sudah menjadi istri saya, kamu sudah saya ambil dengan cara yang mulia, harus kah saya mengkhianati kepercayaan itu?"Aku spontan merentangkan kedua tanganku padanya, "sini peluk aku dulu!" Kemudian dia ikut merentangkan tangannya, dan meraih tubuhku untuk tenggelam di dalam dekapannya."Saya sangat mencintaimu kamu Ay!""Aku juga Akang." Dia mencium keningku lagi.Ketika kita berdua lagi beradegan Teletubbies seperti ini, tiba-tiba pintu kamar inap Husein terbuka, dan di sana sudah ada Ibu, Bapak, dan sopir pondok yang datang menjenguk Akang.Alhasil, kita b
"Oh, ini obat sakit kepala. Akhir-akhir ini, Bapak sering banget sakit kepala, makanya sama ibu di resepkan obat dan antibiotik rutin!" sahut Bapak mertuaku itu."Sudah pernah bapak periksakan ke dokter, kenapa kok sering sekali sakit kepala?" tanya suamiku kembali."Alah lah, cuman sakit kepala aja kok, ngapain diperiksakan? Bapak sudah berobat ke bidan terdekat dan katanya wajar diumur-umur tua seperti ini, banyak penyakit bawaan, salah satunya sakit kepala.""Tapi nggak boleh disepelekan ya Pak, kita tetap harus berikhtiar berobat!""Iya Bapak ngerti, sudah jangan khawatir, bapak baik-baik aja."Hari itu mereka hanya sebentar menjenguk Akang, karena Bapak ada kegiatan lagi untuk mengajar kelas Ma'had mata pelajaran Nahwu Sharaf. Jadi, sebelum adzan Dzuhur, mereka sudah berpamitan meninggalkan kami berdua."Semoga kamu juga diberi kesehatan dan kesabaran dalam mengurus ustadz Husein ya Rey," ucap perempuan itu saat kita bersalaman tangan.Terpaksa aku senyum padanya, "yah, terima ka
POV: USTADZ HUSEINAlhamdulillah, jazakumullah ya Allah, tidak lelah lidah hamba mengucapkan kata syukur atas nikmat yang Allah berikan pada saya.Di usia yang menginjak 31 tahun ini, saya hanya ingin menghabiskan sisa waktu yang ada bersama istri, anak-anak, juga ibunda saya.Mereka lah penguat, penyemangat, penyembuh segala kerisauan yang selama ini saya rasakan.Terutama untuk istri saya, dia adalah wanita yang sangat hebat, wanita yang selalu membuat saya jatuh cinta ketika memandangnya. Wanita yang hanya akan saya cintai hingga akhir menutup mata. Apa yang terjadi pada kita terakhir kali di Korea sana, menjadikan saya banyak berpikir untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan. Pertama, urusan apapun itu sebelum saya berkata iya atau tidak sebaiknya didiskusikan dan cari jalan keluarnya.Karena sejatinya, subhanallah wanita adalah mahluk yang harus kita sebagai laki-laki duluan lah yang mengertinya.Semakin kita egois, seorang wanita akan semakin kuat dengan pendiriannya.Saya
Aku membanting pintu taksi dengan kuat, setelah sebelumnya memberikan ongkos taksi sesuai tarif.Aku berlari menuju loket informasi, karena 30 menit lagi pukul empat sore."Excuse me, i wanna ask about the plane to Jakarta-Indonesia with Zhara Airline, already departed?"Dia memeriksa komputernya, dan menatap aku lagi. "No yet, now is waiting to boarding pass.""Oh, thank you." Informasi itu cukup meyakinkan aku bahwa aku tidak terlambat, lantas aku langsung saja berlari menuju gate 3 sesuai yang tertera di layar informasi.Aku gak mau kehilangan Akang, aku harus pulang bersama dia. Walau kakiku lelah, tapi aku berusaha mencarinya.Sampai akhirnya aku menemukan seorang laki-laki yang pakaiannya sangat aku kenal. Jas itu, adalah kado ulang tahun dariku, yang katanya jas favorit dan selalu dia pakai dalam momen penting. Dia berdiri menghadap ke jendela sambil memperhatikan prepare pesawat yang siap terbang.Lalu, perlahan-lahan aku berjalan mendekatinya dan dari arah belakang, aku mel
Aku heran, hatiku sepertinya mati sampai gak merasakan kesedihan sama sekali, bahkan sampai Akang lah yang mengantar aku sampai memesankan taksinya.Aku malah justru merasa bangga pada diri sendiri, karena aku berhasil menang dalam pertempuran kali ini.Biarlah, Akang merasakan rasanya harus mengalah dalam satu situasi.Ingat tidak? Dalam keadaan hamil, aku harus merelakan dia kuliah di luar negeri? Tiga tahun lamanya.Masa kali ini, untuk beberapa bulan aja dia gak sanggup? Gantian dong!Aku menatap ke luar jendela dan memperlihatkan bangunan yang tinggi dan megah itu. Kapan aku bisa setenar itu di sini?Tapi kok lama-lama, mataku ngantuk ya? Rasanya, aku pengen tidur sekejap saja untuk menghilangkan rasa kantuknya. Akhirnya, perlahan-lahan, kelopak mataku mulai sayu, dan pandanganku sedikit kabur. Sepertinya aku tertidur!!***"Jeogiyo Agashi, ulineun dochaghaeshi-imida." ( Permisi Mba, kita udah sampai)"Jeogiyo Agashi? Jhaisso-yeo?" (Apa kamu tidur?)Hah, Akang!!!!Gak sengaja aku
Satu Jam Yang Lalu~~~~Aku membuka pintu kamar hotel, karena keputusan aku sudah bulat, untuk sekali ini aja, izinkan aku menggapai impianku, biarkan suamiku mengalah, karena gak melulu harus aku yang kalah.Tapi setibanya aku diluar kamar hotelku, Akang kembali menghentikan langkahku dengan rasa panik yang luar biasa."Ya Allah Ay, tidak bisa kah berikan saya kesempatan untuk bicara sama kamu?"Ku jawab dengan menggelengkan kepala.Ada orang yang lewat, baik itu sesama tamu hotel, atau pegawai yang melihat keributan dari kita berdua. Tapi sesudahnya, mereka langsung saja acuh, karena rata-rata orang di sini, sangat tidak peduli dengan urusan orang lain."Oke sayang, oke! Ayo kita masuk dulu ke dalam dan biarkan saya sholat sunah dua rakaat dulu."Masuk ke dalam? Tidak mau lah, tentu! Sama saja menyuruh aku untuk berubah pikiran lagi, seandainya aku masuk ke dalam. "Aku mau pergi sekarang!" "Oke, Ay oke! Tunggu 10 menit di luar sini saja, ya. Kamu mau pergi dengan ridho saya atau t
Aku ingat, aku ingat laki-laki itu siapa.Aku ingat semua yang aku alami bersamaan laki-laki itu, dia adalah suamiku. Dia adalah laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang cuma menjaga pandangan matanya untukku. Laki-laki yang mencintai aku lebih dari dirinya sendiri.Ya Allah, ini apa? Kenapa aku kembali pada tubuhku di lima tahun yang lalu?Kenapa dia tidak mengenali aku, kenapa dia berkata aku bukan muhrimnya.Sial! Aku mengumpat berkali-kali, tapi rasanya kata-kata itu tidak bisa dikeluarkan dari dalam mulutku. Aku hanya mengatupkan bibir, sambil terus mengeluarkan air mata yang semakin deras ini.Aku gak mau kehilangan dia!Aku gak mau dia tidak mengenali aku!Ya Allah, ingin rasanya aku teriak dan berkata dia suami aku! Mataku melihat dia yang sedang duduk bersila itu, sambil memegang mikrofon dan membaca sholawat pembuka.Bagaimana cara aku mengingatkan laki-laki itu, supaya dia juga ingat bahwa kita suami istri?"Ay, kenapa kamu nangis?" Seorang laki-laki bernama Reza itu tiba
Sepertinya tubuh aku dipaksa untuk melewati detik demi detik yang lagi berjalan ini, walaupun serasa seperti melayang, karena kaki aku tidak terasa menapak di bumi. Dari aku selesai mandi, pakai baju gamis yang udah disediakan, memakai riasan, aku seperti gak hidup.Menatap wajah aku di cermin, semua begitu abu-abu. Apa aku berada dalam dimensi lain? Apa aku sedang traveler ke lain waktu?Semua ambigu sekali.Tapi ya sudahlah, mungkin badan aku lagi gak sehat, jadinya pikiran aku kacau. Aku pun segera memakai jilbab, yang sebelumnya benda itu sangat jarang aku sentuh.Potongan sebuah momen pun tiba-tiba terlintas dalam benakku, ketika aku memasang jarum pada jilbab ini."Demi Allah, saya janji tidak akan pernah menyentuh tubuh Mba jika bukan Mba yang mengizinkannya. Saya janji tidak akan mengekang hidup Mba jika mba tidak melewati batas. Silakan hidup seperti biasanya, jika hijab masih berat silakan lakukan pelan-pelan. Cukup berbusana yang menutup tangan dan kakinya, ingsyallah saya
Hoaaammm... Alarm ini, kalau gak dimatikan rasanya bakal terus berdering sampai kiamat. Dengan malas aku meraih ponselku dan meski tanpa melihatnya, aku udah berhasil mendiamkan bunyi-bunyian yang melengking itu.Setelah menggeliat ke kiri dan ke kanan, aku menguatkan diri untuk bangun meski medan magnet antara tubuhku dam kasur ini kuat sekali."Jadwal gue, apa aja hari ini?"Tanggal 28 Januari, jadwal Reynata adalah pemotretan produk air mineral, dan icon ekspedisi yang terbaru. Syukurlah, mereka memakai aku untuk menjadi brand ambassador-nya, mereka gak salah pilih artis.Setelah dirasa tubuhku siap berdiri, aku langsung turun ke lantai bawah menemui menegerku."Morning Rey Kim, nyenyak tidurnya?"Aku sedikit terpaku melihat rumahku yang tertata lebih rapi, dan digelar karpet juga banyak hidangan di sana."Apa ini Om?" (panggilan Reynata untuk Pak Danu.)"Loh gimana sih, lupa ya? Hari ini kan selamatan rumah lo Rey, sekarang berkat kerja keras lo memilih peran itu, lo udah menghas
"Akang, aku dapat tawaran ini. Main di sebuah drama, jadi pemeran figuran. Untuk jilbab, nanti akan diganti rambut palsu, dan jangan khawatir sama baju. Aku akan dikenakan baju panjang setiap scene-nya"Setelah berdiri sekian lama, bertatapan dengan sangat serius sama Akang, aku pun berhasil mengatakan hal tersebut. Bahwa aku mendapat tawaran.Dia terdiam sambil melakukan aktivitasnya lagi mengemas baju ke dalam koper."Siap-siap, sebentar lagi kita berangkat ke Bandara," ujarnya tanpa melihat aku dan dapat dipastikan dia tidak mengizinkan aku mengambil peran ini."Kenapa? Aku bilang aku dapat tawaran, dan aku harus tinggal selama beberapa bulan untuk menyelesaikan proses syuting." Rasanya aku gak mau kalah, kali ini."Apa sih? Kamu itu sudah menikah, ada anak kamu di rumah, nunggu uma nya.""Apa artinya aku gak dibolehkan?""Buat apa kamu bertanya jika kamu sudah tau jawabannya?"Siap banget aku kalau disuruh bertengkar hari ini, sudah lama kita gak beradu otot. Selama ini aku seperti
"Maaf ya, Rey selama ini gak pernah jadi istri yang neko-neko sama Akang. Untuk sekali aja."Aku cuma berkata itu pada Akang, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai lobi dan bertemu pak Danu di sana. Dia menunggu aku di kursi khusus tamu dengan dua cup kopi di atas meja."Hai, lama ya nunggu?" sapa aku setelah duduk di hadapannya."Rey, Rey Reynata Adizti anak gue hellooo?? Bisa-bisanya lo nikah sama laki kek gitu? Apa hidup lo sama sekali gak tersiksa?"Sebelumnya, aku gak pernah terima kalau ada satu pun orang yang menghina Akang dengan contoh perkataannya apapun. Tapi aneh banget, aku seakan setuju sama Pak Danu dan baru saja berpikir "selama ini, aku bahagia karena memang bahagia atau karena terpaksa?" Aku berjuang mati-matian, mengurus anak aku saat berpisah dengan Husein, berjuang mati-matian mencari bukti untuk membela namanya. Tapi, untuk aku sendiri mana?"Dengerin Rey, lo gue ambil dari agensi menyebalkan itu, gue rawat lo, gue naikin nama elo sampai tenar G