Ririn menangis tersedu, saat Dira jatuh, kemudian pingsan. Berselang sepuluh menit, Dira sadar, kemudian Dira mengalami muntah-muntah dengan suhu tubuh kembali naik. Bayi itu kejang, hingga tiga kali. Membuat Laili ikut menangis sekaligus lemas. Ia tak sampai hati melihat Dira yang terbujur kaku di atas brangkar dengan jarum infus di punggung tangannya. Dira mengalami pendarahan dalam otaknya.
Jangankan Laili, Arya pun ikut meneteskan air mata. Sungguh kasihan Dira jika memiliki ibu bertabiat tak baik seperti Ririn. Tidak, ini bukan Ririn, Arya bahkan tak mengenali sosok wanita yang pernah menjadi istrinya ini."Semua gara-gara kalian," lirih Ririn sambil menatap tajam Laili serta Arya."Apa maksudmu?" tanya Arya dengan suara tak suka."Seandainya wanita pelakor ini tak ikut-ikutan menggendong Dira, tentu anakku tak jadi seperti ini, hiks.""Sampai kapan Nyonya akan menyalahkan saya? Apa menunggu ada anggota keluarga yang merenggang nyawa? Se"Assalamualaykum. Permisi, Nyonya," tegur Laili yang sudah berdiri di depan pintu. Alex dan Ririn melepas ciumannya, lalu terbelalak melihat Laili yang tergugu di depan pintu, dengan membawa tas pakaian."Wa'laykumussalam. Mari masuk Laili," ajak Alex, Laili menurut. Kakinya melangkah pelan masuk ke dalam kamar isolasi Dira."Dira bagaimana kabarnya, Nya?""Gak perlu kamu tahu! Mau apa kemari?" Laili terdiam saat Ririn masih saja bicara ketus padanya."Mau antar pakaian ganti Nyonya. Bau ketek nanti kalau gak ganti baju," terang Laili sambil menyerahkan tas jinjing berisi pakaian Ririn."Sudah selesaikan? Udah sana pergi!" usir Ririn."Iya, saya juga mau pergi. Gak mungkin saya mau gangguin yang pacaran," sahut Laili membuat Alex tertawa."Laili, kamu jangan bingung ya, saya memang akan menikahi Ririn setelah perceraiannya dengan Arya selesai. Kamu dengan Arya, aman. Saya pun dengan Ririn, aman. Begitukan, Sayang?"
Laili tidak banyak bersuara pagi ini. Dia masih merasa takut dengan suaminya. Sedangkan Arya sudah bersikap biasa saja dan dia tidak paham jika sang istri masih ketakutan dengan dirinya. Arya keluar dari kamar mandi dan mendapati kemeja kerja dan celana bahan warna hitam sudah ada di atas ranjang. Namun tidak ada istrinya di sana. Biasanya, Laili selalu bertanya, mau pakai kemeja apa hari ini. Namun pagi ini, Laili belum bicara apapun sejak bangun tidur.Arya memakai baju kerjanya dengan cepat, lalu berjalan keluar kamar, menghampiri Doni, Anes, dan juga Laili yang sudah siap di meja makan. Arya mengambil posisi di sebelah Doni, karena Laili memilih duduk di sebelah Anes. Biasanya, Laili selalu duduk di sampingnya."Ayo dimakan," katanya sambil tersenyum tipis penuh paksaan. Anes dan Doni menyendok sendiri sarapannya, setelah mereka selesai, baru Laili menyendokkan nasi untuk Arya dan juga untuknya. Doni memperhatikan Papa dan Bunda tirinya bergantian. Mulut Laili tert
Sehari pulang dari rumah sakit, Laili sudah benar-benar berdamai dengan suaminya dan sangat menikmati perannya sebagai istri dari Arya Jovan, apalagi saat pagi hari seperti ini. Entah dari mana datangnya, ataukah bawaan hamil semata. Untuk pertama kalinya, Laili memakaikan suaminya pakaian dalam, kaus, dan juga celana panjang, tak lupa memasang gesper sebagai pelengkap ketampanan pria dewasa.Mirip saat Laili memakaikan Anes baju, begitulah yang ia lakukan pada suaminya. Arya tak sedikit pun menolak, lelaki itu malah tertawa-tawa saat yang dilakukan Laili, menurutnya sangat konyol tapi mengasikkan. Yang lebih menggelikan lagi adalah, Arya dipakaikan minyak telon lengkap dengan bedak tabur. Mulai dari perut, dada, punggung, hingga leher. Sehingga harum Arya seperti harumnya Dira. Apa Arya protes? Tidak. Ia lebih mengikuti maunya Laili, dari pada istrinya stres dan berakibat fatal pada kandungannya."Dah, selesai," kata Laili sembari menepuk tangannya yang penuh de
Arya masih terus memandangi wajah istrinya yang pucat pasi dengan luka di kening. Sudah tiga jam berlalu dan Laili belum sadar juga. Untunglah luka Laili tidak terlalu parah, hanya saja sepertinya Laili syok berat dengan kecelakaan yang menimpa dirinya dan juga Ririn. Kandungan Laili juga sudah di cek, kedua janinnya aman walau tadi sempat ada benguran cukup hebat.Keduanya ditabrak oleh motor yang dikemudikan oleh orang mabuk. Motor lelaki besar, menghantam kedua wanita itu hingga terpental. Jika Laili terpental ke trotoar, maka Ririn terpental hingga menubruk tiang listrik yang ada di seberang, dengan kondisi sekarang kritis. Pelaku penabrakan sudah digelandang ke kantor polisi dterdekat untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya yang lalai, hingga mengakibatkan nyawa orang lain hampir melayang."Pa.""Ya Allah, alhamdulillah, Bunda udah sadar." Arya lega melihat Laili membuka mata."Haus, Pa," rengek Laili dan sigap Arya mengambilkan minum untuk istrin
"Pa, mau BAB ini!" rintih Laili yang kini sudah berbaring gelisah di brangkar kamar bersalin."Tahan, Sayang. Memang seperti itu, sabar ya." Arya berusaha menenangkan dengan mengusap rambut Laili dengan lembut."Uuh ... Pa, ini mau cepirit beneran!" Laili gelagapan dengan rasa mulas yang mirip seperti mulas ingin BAB."Pa." Keringat bercucuran dengan deras, membasahi kening dan lehernya, padahal ruangan bersalin memiliki pesnin pendingin ruangan yang cukup baik."Eeeemm ....""Jangan ngeden ya, Mbak. Masih pembukaan enam, sabar ya. Empat pembukaan lagi," terang suster sambil tersenyum."Sus, ini bukan mules mau lahiran kayaknya. Saya mau BAB beneran, Sus. Tolong! Masa saya BAB di sini? Pa, uuh ... Mules, Pa. Mau BAB beneran, Pa," rengek Laili kimi dengan derai air mata."Ssst ... Jangan buang tenaganya! Sabar, tahan sedikit lagi.""Papa sabar,sabar terus. Sini Papa aja yang gantiin, ih ... Orang sakit beneran ini. Pokokny
Acara peresmian toko akseseoris Laili berjalan dengan lancar, walaupun hanya berlangsung selama satu jam. Bayi Maura dan Maira yang masih sangat kecil membuat Arya dan Laili tak mau berlama-lama di sana. Setelah potong pita dan makan cake bentuk jepitan rambut, mereka semua kembali ke rumah dengan hati senang. Laili bahkan tak henti melirik suaminya dengan tatapan penuh sukur.Mimpi apa ia kemarin, sehingga mendapat kejutan yang sangat istimewa dari suaminya. Kapan suaminya menyiapkannya? Padahal suaminya tak pernah lembur di luar semenjak ia melahirkan."Pa, terimakasih," ucapnya dengan mata kembali berkaca-kaca."Bunda sukakan?""Anes juga suka, Pa. Sukaa ... banget," potong Anes dengan seringai lebar. Di tangannya ia sedang memilin kunciran rambut motif hello kity."Kalau Bunda repot urus dedek bayi kembar, biar Anes yang di toko ya," ujar Anes dengan polosnya."He he he ... Mau ngapain Anes di toko?""M
Pesta pernikahan Laili dan Arya berlangsung meriah. Banyak sanak-saudara berkumpul dan banyak juga teman sejawat. Ya, setelah dua bulan Laili melahirkan bayi kembarnya secara normal, Arya memberikan pesat pernikahan meriah untuk Laili. Berikut dengan status sebagai istri yang sah secara agama dan negara.Senyum lebar Laili terus saja mengembang di atas pelaminan sana. Dengan gaun pernikahan putih modern ala boneka, Laili tampil sangat cantik. Bahkan sang suami tak bisa berpaling dari melirik istri mudanya yang sangat cantik. Tak lupa dua bayi kembar mereka ikut berada di dalam keranjang bayi dihias begitu cantik, berdampingan dengan kursi pengantin.Banyak ucapan selamat, serta pujian yang tamu berikan pada Laili dan Arya. Tak elak lagi, Arya menjadi bulan-bulanan teman-teman seumurannya karena berhasil mendapatkan daun muda yang sangat cantik. Suasana meriah, mewah, serta ramah, begitu mengesankan bagi siapa saja yang menghadiri pernikahan Laili dan Arya. Banyak makan
Arya membaringkan pelan tubuh Laili di atas ranjang baru miliknya yang berukuran tidak terlalu besar. Lelaki itu sangat ingin menunaikan kewajibannya malam ini, tapi juga sangat gugup. Arya khawatir Laili merasa kaget sekaligus kesakitan. Apa yang harus ia lakukan nanti jika hal itu benar terjadi? Dengan tangan gemetar dan sesekali melirik pintu, Arya memiringkaan wajah Laili agar mendekat padanya. Detak jantung istri mudanya itu bahkan terdengar begitu jelas ke dalam indera pendengarannya. Pertanda Laili dan dirinya sama-sama gugup. “Kita harus belajar mencintai mulai hari ini,” bisik Arya tepat di depan bibir Laili. Embusan napas keduanya seakan berlomba bagaikan habis berlari jauh. Pelan dan hati-hati, Arya mendekatkan bibirnya ke bibir Laili yang masih tertutup rapat bagaikan dilem. Dikecupnya tipis, lalu dirasakannya tubuh istri mudanya yang sedikit terlonjak kaget. “Tak apa. Jangan takut. Ayo sini, lihat wajah saya,” bisik Arya mesra dengan