Tidak terasa sudah dua minggu Aldevaro meninggalkan kediaman Xie. Pun ia tidak tinggal di apartemen melainkan tinggal bersama Casandra. Pemuda itu jelas-jelas ingin merasakan dekapan dan belaian dari seorang ibu kandung.
Hari-hari yang ia lalui di sana sudah jelas berbeda ketika dirinya tinggal bersama keluarga Xie. Casandra sangat cuek bahkan benar apa kata Elbert, jika Casandra tidak pernah menyiapkan sarapan apalagi menyediakan makan untuk bekal. Jangankan hal itu, pelukan serta ciuman yang biasa didapatkan dari Revalina tidak ia rasakan. Sungguh tidak sesuai dengan harapannya. Namun, Aldevaro mencoba mengerti dimana Casandra adalah seorang pebisnis yang sibuk, sedangkan Revalina hanya seorang ibu rumah tangga saja.
Hari Minggu yang biasa ia habiskan dengan berolahraga pagi bersama keluarga, kini setelah sarapan, ia lalui dengan berdiam diri di kamar ditemani Elbert.
"Gak nyangka gue. Ternyata elu Abang gue," kata Elbert sambil rebahan di kamar Al
Tiba di rumah, Revalina tetap saja diam membuat Raffael dan Xiera serba salah. Hanna yang melihat sang menantu seperti itu tentu saja bertanya."Ada apa, Nak?""Rere merasa heran, Ma. Sebenarnya apa yang sudah Casandra katakan kepada Al? Sampe-sampe Al mengatakan jika Rere yang jauhin dia dari mama kandungnya," ungkap Revalina dengan kesal.Hanna mengusap pundak Revalina mencoba menenangkan. "Sabarlah, Nak. Lambat-laun juga Al pasti sadar.""Apa Al diancam? Iya?" Revalina bertanya dengan khawatir sambil menatap Hanna dan Raffael bergantian."Tidak! Aku yakin tidak," kata Raffael."Lalu, apa?""Kita pantau Al melalui Ferdy, Nak. Pokoknya, di manapun Aldevaro berada dia tetap dalam pengawasan kita. Bukan begitu, El?""Tentu, Ma."Revalina menghela napas, kemudian meminta izin untuk pergi ke kamar dan diikuti oleh Raffael.Di kamar, Revalina duduk di tepi ranjang, kemudian matanya menatap bing
Suara bel yang begitu nyaring tidak Xiera indahkan. Gadis itu masih setia duduk di bangku taman. Hatinya masih merasa kesal kepada kedua kakaknya."Dengan Non Xiera?" tanya seorang pria paruh baya yang tak lain adalah tukang penjaga kebun."Eh, iya, Mang. Ada apa?""Anu ... Non dipanggil guru BP."Xiera menghapus air matanya. "Iya, Mang. Maaf, merepotkan Mamang. Mamang pasti cari-cari Rara, ya?"Pria itu tersenyum dan mengatakan bahwa sama sekali tidak ada yang direpotkan.Xiera melangkah dengan gontai menuju ruang BP. Ia sudah pasrah dengan risiko yang akan ia terima."Selamat siang, Pak. Bapak manggil saya?" tanya Xiera saat tiba di ruang BP."Iya, silakan duduk."Xiera duduk tepat di hadapan sang guru."Kamu tau, kan, kenapa saya sampai memanggil kamu?"Xiera mengangguk. "Iya, tau, Pak."Guru BP itu menyebutkan sanksi yang harus Xiera jalani, yaitu membersihkan kantin sepul
Dari Xie Company, Alex bergegas pulang. Rasa penasaran menggerogoti hatinya. Bukan masalah Aldevaro saja, tetapi mengenai perusahaan Antonio juga.Mobil sudah terparkir rapi di kediamannya. Alex bergegas turun dan mencari Aldevaro.Tok tok tok!Daun pintu kamar Aldevaro ia ketuk.Tidak berselang lama, Aldevaro membuka pintu dan mempersilakan ayah tirinya itu masuk."Kau sedang apa?" tanya Alex saat melihat tumpukan buku di meja belajar Aldevaro."Mommy menyuruhku untuk mempelajari ini semua, Dad," jawabnya.Alex menghela napas, kemudian berkata, "Tidak usah! Kamu fokus belajar dulu saja. Belajar menjadi pengusaha boleh, tapi utamakan kewajibanmu dulu. Sekolah.""Iya, Dad, Al ngerti. Tapi, gak ada salahnya juga, kan, kalau keduanya berjalan bersamaan?""Ya, terserah kau saja. Tidak ada yang salah, kok. Tapi, untuk saat ini Dady ingin tau satu hal darimu.""Apa itu?"
Weker terus saja berbunyi. Namun, Revalina masih betah dalam dekapan Raffael. Pria tampan itu meraih weker dan mematikannya. Ia mengeratkan pelukan bahkan menutup diri dan sang istri dengan selimut kembali."Emmm ...." Revalina bergumam, kemudian perlahan membuka mata. Tangannya hendak membuka selimut."Biarkan begini, Sayang. Sebentar lagi aja," pinta Raffael dengan mata terpejam."Tidurku perasaan lama sekali. Sudah jam berapa sekarang?""Jam lima," jawab Raffael santai."Apa?!" Revalina hendak bangun, tetapi Raffael kembali menindih Revalina."Sekali lagi. Please ...."Revalina pasrah dan hanya mengangguk. Bisa berabe urusan jika menolak. Suaminya akan terus merengek sampai kemauannya terpenuhi."Beneran, Yang?" tanya Raffael memastikan dengan sumringah."Cepatlah!"Tidak membuang kesempatan, Raffael kembali menyatukan tubuh mereka. Sepuluh menit, dua puluh menit ternyata keg
Revalina dan Raffael tiba di rumah beriringan dengan mobil James yang membawa Xiera."Eh, Sayang. Udah pulang?" tanya Revalina."Iya, Ma. Mama dari mana?""Mama ikut ke kampus sama papa. Yuk, masuk."Ketiganya memasuki rumah. Revalina meminta Raffael dan Xiera untuk berganti pakaian, sedangkan dirinya ke kamar Hanna."Ma, boleh Rere masuk?" tanya Revalina sambil mengetuk pintu."Masuk aja, Nak. Tidak Mama kunci, kok," jawab Hanna dari dalam."Mama gimana kabarnya?" tanya Revalina sambil menempelkan punggung tangannya di kening Hanna."Sudah baikan, Sayang.""Syukurlah kalau begitu, Ma. Rere bawain makan siang, ya? Atau Mama mau makan sesuatu?"Hanna tersenyum lalu menggeleng. "Enggak, Sayang. Mama masih kenyang. Sana, kalian saja yang makan."Revalina menarik napas dalam dan mengeluarkan perlahan."Ada apa? Sepertinya kamu lagi mikirin sesuatu?" tanya Hanna y
Acara makan siang selesai. Aldevaro dan lainnya memutuskan untuk pulang. Tak lupa Aldevaro mengantar Bella ke sekolah karena gadis itu akan pulang ke rumahnya setelah pekerjaan ayahnya selesai yakni pada sore hari."Lu suka sama Kak Bella, ya, Bang?" tanya Elbert di mobil."Mau tau aja, lu," jawab Aldevaro dingin."Hallah, ngaku aja. Gue juga suka sama Rara, cuman lom jujur aja sama tu anak."Aldevaro mendelik. "Lu jangan macem-macem sama adek gue!""Ck! Kagak semacem. Macem-macem gue sukanya," ucap Elbert asal.Aldevaro mendengkus, kemudian turun karena mobil sudah terparkir di halaman rumah."Mommy? Tumben ada di rumah?" tanya Elbert saat tiba di ruang keluarga.Casandra tersenyum. "Iya, Nak. Lagi mau di rumah aja," sahutnya. Matanya melihat kantong yang Aldevaro dan Elbert bawa. "Kok, cuman sedikit belanjanya?"Aldevaro mengatakan jika mereka hanya membeli makanan ringan dan minuman kalen
Xiera mengajak Bella untuk kembali ke tenda. Walaupun malu kepada semua peserta terlebih lagi kepada Aldevaro, mau tidak mau ia kembali. Namun, di tengah perjalanan Aldevaro meminta untuk berbicara dengan Bella yang akhirnya Xiera kembali lebih dulu.Bella menunduk. Air matanya kembali menetes."Maafin gue, Bell. Gu-gue gak sengaja," sesal Aldevaro."Iya, gak sengaja ... ta-tapi, kenapa kamu seperti sengaja terus menciumku, hah? Kamu jahat ... jahat ...." Bella memukul dada Aldevaro."Maafin gue, Bell. Itu karena gue ... emm ...""Apa? Mau bikin cemburu Anjani? Biar gue dibenci banyak orang disangka rebut kamu dari Anjani, iya?!"Aldevaro memegang tangan Bella. "Gue ... gue itu ..."Bella menarik tangannya, kemudian pergi meninggalkan Aldevaro."Ck! Elaaah, napa jadi begini, sih?" gumam Aldevaro sambil mengacak rambutnya.Aldevaro kembali ke tenda. Ia melihat orang-orang sekitar yang ternyata suda
Pagi menjelang diiringi rintik hujan yang membasahi bumi. Suasana kediaman Xie sangat sepi tanpa kehadiran Xiera. Walaupun Xiera tidak ada, Revalina tetap bangun pada jam empat pagi. Seperti biasa ia akan menyiapkan menu sarapan. Suara gemuruh di luar membuat Revalina penasaran seberapa deras hujan yang turun. Ia menyibak gorden dan membuka jendela kaca kamarnya. Angin dingin nan kencang berhasil menyapa kulit dan ...Prang!Pigura yang membingkai foto Xiera terjatuh."Astaga!" seru Revalina. Ia bergegas menghampiri pigura yang terjatuh.Suara pecahan tersebut membangunkan Raffael."Ada apa, Sayang?" tanya Raffael sambil menyibak selimut. Pria itu menghampiri istrinya yang sedang jongkok."Putriku ... bagaimana keadaannya? A-apa dia baik-baik saja?" Revalina menggoncang tubuh Raffael yang ikut berjongkok di sampingnya."Ssst! Sayang, putri kita baik-baik saja. Kau jangan khawatir." Raffael mencoba menenan