"Sepertinya kamu memang lapar. Aku suruh pelayan siapkan makanan dulu. Kamu mandi dan ganti baju. Aku akan memanggilmu nanti," ujar Harry sambil mengelus kepala Grace dengan penuh kasih sayang.Grace merasa amarahnya belum terlampiaskan. Bagaimana bisa emosi Harry sebaik itu? Harry tidak marah sedikit pun padanya!Harry turun untuk menyuruh pelayan menyiapkan makanan. Kemudian, dia menelepon Ellie. "Ellie."Ellie cukup terkejut mendengar suara Harry yang lelah. Dia mengira Harry akan gembira setelah bertemu wanita pujaannya, tetapi suaranya malah seperti ini. "Kenapa? Kamu bertengkar dengan kucingmu?"Harry terkekeh-kekeh. Tebakan Ellie benar-benar akurat. Harry tidak marah, melainkan menyahut dengan lembut, "Ya, kucingku ngambek. Sepertinya karena aku nggak mencarinya beberapa hari ini. Dia bahkan menamparku."Ellie makin terkejut. Dia dan Harry sudah saling mengenal selama bertahun-tahun, jadi dia tahu seburuk apa temperamen Harry.Harry bak malaikat pencabut nyawa. Dia sangat terken
Gadis ini datang untuk menemuinya? Lantas, mengapa pulang dengan terburu-buru? Jangan-jangan .... Harry seketika terpikir akan sesuatu. Dia akhirnya mengerti semuanya.Saat ini, Harry melihat Grace turun dengan ekspresi kesal. Gadis bertubuh mungil itu tampak mengangkat koper besar dengan susah payah."Apa yang kamu lakukan?" tanya Harry segera."Pulang ke asrama!" jawab Grace."Nggak boleh! Kamu harus menemaniku selama 7 hari ini!" ucap Harry."Nggak mau! Kamu jelek! Kamu akan memengaruhi nilai estetikaku! Aku nggak mau masa depanku terhambat karenamu!" sahut Grace dengan lantang.Harry merasa tak berdaya. Dia mengira temperamennya sudah cukup buruk, tetapi ternyata Grace lebih mengerikan darinya. Berdebat dengan wanita memang melelahkan. Tanpa instruksi dari Ellie, Harry pasti mengira Grace merajuk karena tidak dihubungi selama beberapa hari ini."Hari ini kamu pergi ke Yusala?" tanya Harry tiba-tiba.Jantung Grace berdetak kencang. Mereka akhirnya membahas topik penting ini! Grace m
"Sebentar ... pikiranku kacau sekali. Beri aku waktu untuk menenangkan diri ...." Grace mundur dengan sempoyongan.Harry sontak meraih tangan Grace karena khawatir wanita ini kabur. Dia bertanya, "Kamu nggak percaya padaku?""Bu ... bukan ...," sahut Grace dengan terbengong-bengong."Kalau begitu, kenapa kamu mau pergi? Apa aku perlu menyuruhnya menjelaskan kepadamu atau membawamu ke Yusala untuk menemui teman lamaku agar aku terbukti nggak berbohong?" tanya Harry.Setelah mendengar ucapan ini, Grace bisa memastikan bahwa pria ini sama sekali tidak berbohong. Dengan kata lain, semua kesalahpahaman itu hanya drama yang disutradarai oleh dirinya sendiri? Aduh, memalukan sekali! Grace ingin sekali mencari lubang untuk bersembunyi!"Nggak, nggak. Aku percaya padamu. Hanya saja, aku merasa aku butuh otak yang baru. Otakku ini nggak cukup untuk dipakai. Aku terlalu banyak mengerjakan soal belakangan ini sampai jadi gila," timpal Grace."Ya, otakmu memang kurang berguna. Jangan sampai hal sep
"Ha ... Harry, aku memang masih muda dan kadang kurang paham beberapa masalah. Tapi, aku juga merasa melindungimu adalah hal yang sangat wajar. Mulai hari ini, aku akan melindungimu ya?"Mendengar hal itu, Harry merasa canggung. Pengakuan cinta macam apa ini? Kedengarannya lebih seperti bos mafia yang mau melindungi anak buahnya."Oke, ayo makan." Harry menggandeng tangan Grace dan berjalan ke depan meja makan. Sebelum makan, dia memakaikan gelang ke tangan Grace. "Kalau berani lepas gelang ini, aku akan potong tanganmu!" ancam Harry dengan berpura-pura galak."Ya, aku tahu," jawab Grace sambil mengangguk.Pada akhirnya, semuanya telah selesai! Grace menyantap makanannya dengan lahap hingga perutnya kekenyangan. Malam itu, dia tidak tidur bersama Harry karena Harry masih harus mengurus pekerjaan lainnya dan takut akan mengganggu Grace.Keesokan harinya, Grace sangat bersemangat untuk mengunjungi supermarket. Selagi saat ini adalah libur panjang, tentunya dia ingin bersantai. Awalnya,
Harry membulatkan tekad untuk memakan es tersebut. Rasanya manis sekali ....Keningnya yang berkerut langsung tampak rileks. "Memangnya keluargamu nggak beri kamu uang jajan? Kamu suka dengan makanan seharga dua ribu ini?""Aku nggak punya terlalu banyak uang jajan. Kadang-kadang kalau Ayah ingat, dia akan memberiku ratusan ribu, tapi itu juga sisa uang jajan Greta. Aku nggak tahu kapan dia akan memberiku uang jajan lagi. Aku juga harus beli kotak pensil dan perlengkapan tulis, makanya aku harus hemat menggunakan uang jajan. Aku juga nggak sanggup beli jajan yang mahal. Semua teman-temanku beli jajanan impor, aku nggak sanggup beli. Tapi, aku juga ingin makan camilan ....""Suatu hari, aku nggak sengaja menemukan ada banyak sekali pedagang kaki lima di depan pintu sekolah. Di sana ada banyak sekali camilan yang enak! Selain itu, harganya juga sangat murah. Sejak saat itu, aku selalu melewati jalan itu setelah pulang sekolah. Tas dan bukuku semuanya dibeli dari sana!"Mendengar hal itu
Pria itu sangat kekar, tubuhnya sangat gemuk dan wajahnya juga tampak sangar. Dia berusaha untuk melawan, tetapi tidak sanggup melepaskan diri. Setelah mengernyit sejenak, dia langsung berbalik. Di belakangnya ada seorang pria yang wajahnya telah cacat sebelah. Meskipun perawakannya tinggi, pria ini tidak tampak seperti orang yang kejam.Pria itu kembali meronta-ronta dengan seluruh tenaganya, tetapi tetap tidak berhasil melepaskan diri. 'Kenapa tenaga pria ini kuat sekali?' batinnya.Dengan kesal, dia bertanya, "Apa yang kamu lakukan?""Kamu menyalip antrean, seharusnya sekarang giliran kami.""Huh, memangnya kalian yang tentukan? Menurutku, kalian yang nyalip antrean!""Jelas-jelas kamu yang nyalip!" protes Grace dengan kesal, "Semua orang melihatmu!""Siapa yang lihat? Ayo keluar sini, akan kuhajar dia!" teriaknya ke antrean belakang dengan kejam. Lantaran tidak ingin terlibat masalah, tidak ada seorang pun yang berani keluar untuk memprotes."Lepaskan tanganku. Kalau nggak, jangan
Mendengar hal itu, tubuh Grace menjadi kaku."Aku nggak butuh perlindunganmu. Kamu cukup berdiri di belakangku saja. Dengan memastikan kamu baik-baik saja, aku baru bisa tenang.""Tapi, kamu bisa terluka ...," balas Grace."Nggak masalah kalau aku terluka. Tapi, aku nggak bisa lihat kamu terluka. Kamu mengerti nggak?" pungkas Harry dengan sedih. Dia juga tidak tega memarahi Grace terlalu kejam. Gadis ini masih belum cukup dewasa, tidak seharusnya Harry memarahinya terlalu sadis.Harry menarik Grace ke dalam pelukannya dan mengelus rambutnya yang lembut, "Lain kali nggak boleh begitu lagi. Kamu harus percaya kalau aku bisa melindungimu dari kesulitan apa pun dan mengusir penjahat untukmu. Paham?""Aku percaya," balas Grace setelah menarik napas dalam-dalam."Kalau begitu, aku lindungi kamu di kehidupan selanjutnya saja ya. Aku yang jadi pria, kamu yang jadi wanita ....""Omong kosong!" sela Harry sebelum Grace menyelesaikan ucapannya, "Tetap aku yang jadi pria, aku masih mau melindungim
Harry melihat berbagai celana dalam bermotif kartun. Dalam hatinya merasa bahwa Grace pasti akan menyukainya. Setelah berpikir demikian, Harry tersenyum tipis dan memilih beberapa motif celana dalam serta rok.Harry berjalan kembali ke sekitar toilet tadi. Grace langsung memegang perutnya dan berlari keluar dari toilet. Tanpa melihat barang-barang itu sama sekali, Grace langsung mengambilnya dan masuk kembali ke toilet.Begitu membuka kantong belanjaan itu, Grace langsung terkejut. Kenapa Harry beli pembalut sebanyak itu? Dia bahkan membeli celana dalam dan rok? Memalukan sekali!Grace menukar pakaiannya dengan malu, lalu keluar dari toilet dengan canggung. Melihat wajahnya yang pucat, Harry mengerutkan dahinya. Dia langsung menggenggam tangan Grace dengan erat. Tangan Grace terasa dingin dan berkeringat."Ayo, kuantarkan ke rumah sakit." Lantaran tak berdaya, Grace terpaksa mengikutinya ke rumah sakit. Hormonnya tidak stabil sehingga menstruasinya tidak teratur dan terasa sangat sakit
Joshua melihat Hannah masih terdiam setelah menutup telepon. Dia merasa agak khawatir. "Kamu ada urusan malam ini? Butuh bantuan?" tanyanya."Nggak apa-apa, cuma makan malam sama teman. Ayo kita pulang," jawab Hannah."Oke ... aku ... aku akan ambil mobil." Mereka segera masuk ke mobil. Namun, sebelum mengemudi, Joshua mengambil botol minyak obat yang tadi mereka beli."Ta ... tanganmu ...," ujarnya.Barulah Hannah menyadari bahwa punggung tangannya sudah merah dan bengkak. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak menyadarinya, malah Joshua yang memperhatikannya. Benar juga, Joshua memang tipe pria seperti itu."Aku sendiri saja," kata Hannah sambil mengambil botol minyak obat. Namun, pikirannya masih terpaku pada percakapan telepon tadi, sehingga tidak sengaja dia menuang terlalu banyak minyak obat hingga menetes ke bajunya.Dia tersentak, lalu buru-buru meletakkan botol itu dan mengambil tisu basah untuk mengelapnya."Biar aku saja," kata Joshua dengan suara lembut. D
"Nggak, aku cuma mengandalkan serangan mendadak. Lagi pula, tadi mereka menyerang satu per satu. Kalau mereka menyerang bersamaan, aku pasti kewalahan dan nggak bisa menang. Kali ini aku cuma beruntung saja," kata Hannah dengan jujur."Jadi kali ini kamu menang. Tapi sebelumnya, kamu nggak bisa menghadapi tiga orang sekaligus, ya?" tanya Joshua."Iya. Apalagi waktu itu mereka bawa senjata dan aku juga harus melindungi diriku sendiri sambil mencoba menyelamatkan orang lain. Aku bukan orang suci yang akan mempertaruhkan segalanya. Kalau situasinya sampai membahayakan nyawaku, bahkan kalau seribu atau sepuluh ribu orang harus mati di depan mataku, aku nggak akan mengambil risiko.""Nyawa mereka memang penting, tapi nyawaku juga penting. Aku nggak suka terjebak dalam moralitas yang memaksaku harus menyelamatkan orang lain. Aku cuma ingin hidup dengan baik dan melakukan apa yang aku mampu," lanjutnya."Jadi, soal kejadian kita sebelumnya, anggap saja selesai. Aku menyelamatkanmu, kamu juga
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis