"Bu ... bukan begitu. Kamu pernah lihat dia juga .... Kami cu ... cuma rekan kerja saja," jawab Joshua yang tergagap.Mendengar itu, Hannah pun mengangguk. Tampaknya Joshua memang bukan sedang berpura-pura bodoh, melainkan benar-benar tidak paham. Kekurangan dalam kecerdasan emosional pria ini sepertinya tidak bisa diselamatkan lagi."Oke, lanjutkan saja urusanmu. Aku mau pergi jalan-jalan," ucap Hannah."Per ... perlu pesuruh gratis nggak?" tanya Joshua dengan hati-hati. Dia tahu bahwa wanita biasanya akan belanja banyak ketika jalan-jalan, pasti membutuhkan seseorang untuk bantu membawa. Joshua menambahkan, "Soalnya ... nanti aku juga akan ke vila. Aku ... aku bisa sekalian antar Grace pulang."Grace yang mendengar itu langsung mengangguk setuju. Dia membalas, "Benar juga. Dia bisa sekalian antar aku pulang. Jadi, gimana kalau kita bawa Joshua?""Jalan-jalan bawa seorang pria? Bukannya malah jadi nggak nyaman?" tanya Hannah dengan ragu."Nggak kok .... Aku janji bakal bersikap baik,
Hannah selalu dikenal sebagai orang yang tegas. Dia berbicara tanpa basa-basi dan sangat berterus terang.Melihat sikap Joshua yang lambat dan kaku, dia merasa sangat tidak nyaman. Saat Joshua diam, itu masih bisa ditoleransi. Begitu dia berbicara, itu menjadi semacam siksaan bagi Hannah.Hannah tahu cara bicaranya mungkin terdengar kasar, tetapi dia benar-benar tidak ingin bertele-tele dengannya. Lebih baik bicara terus terang saja bahwa Joshua tidak perlu terus bersikap baik padanya hanya karena insiden sebelumnya.Setelah membayar dengan kartu, Hannah langsung meninggalkan mal. Sementara itu, Joshua masih menahan kata-kata yang belum sempat dia ucapkan. Dia sebenarnya ingin memberi tahu Hannah bahwa dia hanya bersikap seperti ini padanya.Entah kenapa, melihat Hannah yang menyelamatkan orang lain dengan penuh keberanian, bahkan terluka karenanya, hatinya terasa tidak nyaman.Joshua merasa, seorang gadis tidak seharusnya begitu kuat. Bukankah lebih baik jika Hannah lebih lemah agar b
Mendengar kata-kata Robin, sudut bibir Hannah terangkat dan membentuk senyuman pahit. Kalau begitu, kenapa dia tidak bersedia menikahinya padahal dulu Hannah pernah meminta hal tersebut? Hal-hal yang bertentangan dengan perasaan, tetap saja tidak bisa Robin lakukan. Hannah tersenyum sinis, lalu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Dia berusaha agar Robin tidak menyadari kegelisahannya.Kemudian, Hannah berujar, "Kalau begitu, aku minta kamu janji satu hal padaku. Kalau sudah menemukan Lyla, bawalah dia kembali. Dulu aku nggak sempat menghadiri pernikahanmu, kali ini ... aku mau hadir.""Oke, aku akan melakukannya," balas Robin.Hannah memberi tahu, "Kalau begitu ... aku nggak ada urusan lagi. Jaga dirimu baik-baik ya.""Kamu juga harus jaga dirimu," ucap Robin.Percakapan itu berakhir dengan tergesa-gesa. Hannah memutuskan sambungan telepon. Dia pikir setelah menutup telepon, dia akan menangis sejadi-jadinya.Namun ketika Hannah meraba sudut matanya, tak ada setetes pun a
Hannah membawa Grace masuk ke bar tersebut. Bar itu bukan tempat mewah, melainkan penuh dengan suasana lampu berwarna-warni. Musik bahkan diputar sangat keras hingga membuat gendang telinga mereka bergetar hebat.Di tengah ruangan, ada sebuah panggung bundar. Di atasnya, seseorang sedang menari striptis secara terang-terangan. Tarian itu berlanjut hingga si penari hanya mengenakan pakaian dalam, lalu dia mulai menampilkan gerakan tari tiang yang sensual.Grace belum pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Meski dia pernah bekerja paruh waktu di bar kampus, tamu-tamunya hanyalah mahasiswa yang minum bir atau koktail ringan. Situasi seperti ini benar-benar baru baginya. Itu membuat mulutnya terbuka lebar saking kagetnya."Hannah ... tempat ini nggak terlalu baik. Kalau mau minum, kita beli bir saja terus minum di rumah. Gimana?" tanya Grace dengan ragu."Nggak apa-apa, kita minum sebentar saja. Habis itu pulang," balas Hannah. Berhubung sudah masuk, dia merasa tidak ada alasan
Setelah itu, Hannah berjalan menuju pintu keluar. Baru saja melangkah ke luar, angin dingin langsung menyergapnya. Itu membuatnya pusing dan hampir kehilangan keseimbangan.Hannah berdiri di depan pintu dengan tatapan kosong. Kemudian, matanya tertuju pada tempat sampah hijau di dekat sana. Kebetulan perutnya terasa mual, seperti sedang bergolak hebat. Berhubung tidak tahan lagi, Hannah terhuyung-huyung berjalan menuju tempat sampah dan langsung muntah tanpa henti.Hannah sudah minum terlalu banyak. Sekarang, perutnya terasa sangat sakit, bahkan dia hampir memuntahkan cairan empedu. Setelah muntah cukup lama, barulah tubuhnya terasa sedikit lega. Hannah melanjutkan langkahnya, meskipun masih tidak stabil. Dalam kondisi mabuk seperti itu, dia tidak bisa membedakan mana mobil pribadi dan mana taksi. Ketika melihat sebuah mobil berhenti, dia langsung melambaikan tangannya."Pak ... aku mau pulang ...," ucap Hannah.Di dalam mobil itu, ternyata ada tiga pria. Mereka sedang menuju bar unt
Hannah berkata, "Aku ... nggak mabuk. Aku mau pulang ...."Sopir menegur, "Kamu dengar, nggak? Wanita cantik ini nggak ada hubungannya denganmu. Kami mau pergi. Kalau kamu tahu diri, jangan halangi kami.""Aku mau lapor polisi!" sergah Joshua. Dia mengeluarkan ponsel, tetapi sopir langsung merebut ponselnya dan membantingnya ke tanah.Sopir itu juga menginjak ponsel Joshua. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan ekspresinya tampak garang. Sopir berujar, "Kamu ini benar-benar nggak tahu diri!"Sopir memerintah rekannya, "Seret dia ke sudut. Jangan terlalu heboh."Joshua membusungkan dadanya, lalu menantang, "Kalian bertiga maju sama-sama. Aku nggak takut dengan 3 pengecut seperti kalian."Joshua takut 2 pria yang lain akan membawa Hannah pergi saat dia menghadapi salah satu dari mereka. Dia tidak ingin mengambil risiko, jadi dia terpaksa menggertak mereka.Ketiga pria itu melihat satu sama lain sambil mengernyit. Mereka mengira Joshua adalah orang hebat. Ketiganya juga tidak berani m
Di sebuah ruangan yang gelap gulita, Grace Lugiman berbaring di atas ranjang. Dia seolah-olah tersihir karena tidak bisa menggerakkan tubuhnya.Malam ini adalah malam pertunangannya dengan seorang pria tua! Grace mendengar suara pintu terbuka. Dia memejamkan matanya rapat-rapat, merasa takut pada hal yang akan terjadi selanjutnya.Menurut rumor, Tuan Ketiga Keluarga Prayogo memiliki wajah buruk rupa serta temperamen aneh, juga terkenal galak. Selain itu, dia sepertinya impoten karena tidak pernah terlihat bersama wanita mana pun.Di seluruh kota, tidak ada yang berani menikahkan putri mereka dengan pria ini sekalipun Keluarga Prayogo kaya raya. Namun, Keluarga Lugiman berani.Keluarga Lugiman membutuhkan uang karena perusahaan mereka berada dalam krisis. Ayah Grace meminjam uang dari rentenir sehingga para preman terus menagih. Mereka pun mengancam akan membunuh ayahnya jika tidak segera membayar.Sang ayah tidak tega mengorbankan kakak Grace, jadi akhirnya memilih untuk mengorbankan G
"Kamu seharusnya tahu kenapa kamu diantar kemari malam ini," ujar pria itu dengan dingin.Grace merinding. Dia bisa merasakan pria ini mulai kehilangan kesabaran karena penolakannya. Dia memang tidak berhak untuk meminta apa pun sekarang. Harapan Grace satu-satunya adalah pria ini bisa memperlakukannya dengan lembut dan tidak menyiksanya seperti maniak seks pada umumnya.Grace akhirnya melepaskan tangannya dan berhenti melawan. Dia mengira pria ini akan langsung melakukannya, tetapi dia malah merasakan selimut menutupi tubuhnya kembali.Grace tentu termangu. Dia mendengar suara yang perlahan-lahan menjauh. "Sekarang kamu masih terlalu muda. Setelah kamu siap, aku pasti akan melakukannya."Ketika Grace membuka mata, pria itu sudah pergi. Dia buru-buru menyalakan lampu, tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba berubah pikiran.Grace hendak mengejarnya untuk bertanya, tetapi mana mungkin berani. Jadi, dia melirik ke sekitar untuk mengamati. Pria itu tidak meninggalkan apa pun, hanya ada
Hannah berkata, "Aku ... nggak mabuk. Aku mau pulang ...."Sopir menegur, "Kamu dengar, nggak? Wanita cantik ini nggak ada hubungannya denganmu. Kami mau pergi. Kalau kamu tahu diri, jangan halangi kami.""Aku mau lapor polisi!" sergah Joshua. Dia mengeluarkan ponsel, tetapi sopir langsung merebut ponselnya dan membantingnya ke tanah.Sopir itu juga menginjak ponsel Joshua. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan ekspresinya tampak garang. Sopir berujar, "Kamu ini benar-benar nggak tahu diri!"Sopir memerintah rekannya, "Seret dia ke sudut. Jangan terlalu heboh."Joshua membusungkan dadanya, lalu menantang, "Kalian bertiga maju sama-sama. Aku nggak takut dengan 3 pengecut seperti kalian."Joshua takut 2 pria yang lain akan membawa Hannah pergi saat dia menghadapi salah satu dari mereka. Dia tidak ingin mengambil risiko, jadi dia terpaksa menggertak mereka.Ketiga pria itu melihat satu sama lain sambil mengernyit. Mereka mengira Joshua adalah orang hebat. Ketiganya juga tidak berani m
Setelah itu, Hannah berjalan menuju pintu keluar. Baru saja melangkah ke luar, angin dingin langsung menyergapnya. Itu membuatnya pusing dan hampir kehilangan keseimbangan.Hannah berdiri di depan pintu dengan tatapan kosong. Kemudian, matanya tertuju pada tempat sampah hijau di dekat sana. Kebetulan perutnya terasa mual, seperti sedang bergolak hebat. Berhubung tidak tahan lagi, Hannah terhuyung-huyung berjalan menuju tempat sampah dan langsung muntah tanpa henti.Hannah sudah minum terlalu banyak. Sekarang, perutnya terasa sangat sakit, bahkan dia hampir memuntahkan cairan empedu. Setelah muntah cukup lama, barulah tubuhnya terasa sedikit lega. Hannah melanjutkan langkahnya, meskipun masih tidak stabil. Dalam kondisi mabuk seperti itu, dia tidak bisa membedakan mana mobil pribadi dan mana taksi. Ketika melihat sebuah mobil berhenti, dia langsung melambaikan tangannya."Pak ... aku mau pulang ...," ucap Hannah.Di dalam mobil itu, ternyata ada tiga pria. Mereka sedang menuju bar unt
Hannah membawa Grace masuk ke bar tersebut. Bar itu bukan tempat mewah, melainkan penuh dengan suasana lampu berwarna-warni. Musik bahkan diputar sangat keras hingga membuat gendang telinga mereka bergetar hebat.Di tengah ruangan, ada sebuah panggung bundar. Di atasnya, seseorang sedang menari striptis secara terang-terangan. Tarian itu berlanjut hingga si penari hanya mengenakan pakaian dalam, lalu dia mulai menampilkan gerakan tari tiang yang sensual.Grace belum pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Meski dia pernah bekerja paruh waktu di bar kampus, tamu-tamunya hanyalah mahasiswa yang minum bir atau koktail ringan. Situasi seperti ini benar-benar baru baginya. Itu membuat mulutnya terbuka lebar saking kagetnya."Hannah ... tempat ini nggak terlalu baik. Kalau mau minum, kita beli bir saja terus minum di rumah. Gimana?" tanya Grace dengan ragu."Nggak apa-apa, kita minum sebentar saja. Habis itu pulang," balas Hannah. Berhubung sudah masuk, dia merasa tidak ada alasan
Mendengar kata-kata Robin, sudut bibir Hannah terangkat dan membentuk senyuman pahit. Kalau begitu, kenapa dia tidak bersedia menikahinya padahal dulu Hannah pernah meminta hal tersebut? Hal-hal yang bertentangan dengan perasaan, tetap saja tidak bisa Robin lakukan. Hannah tersenyum sinis, lalu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Dia berusaha agar Robin tidak menyadari kegelisahannya.Kemudian, Hannah berujar, "Kalau begitu, aku minta kamu janji satu hal padaku. Kalau sudah menemukan Lyla, bawalah dia kembali. Dulu aku nggak sempat menghadiri pernikahanmu, kali ini ... aku mau hadir.""Oke, aku akan melakukannya," balas Robin.Hannah memberi tahu, "Kalau begitu ... aku nggak ada urusan lagi. Jaga dirimu baik-baik ya.""Kamu juga harus jaga dirimu," ucap Robin.Percakapan itu berakhir dengan tergesa-gesa. Hannah memutuskan sambungan telepon. Dia pikir setelah menutup telepon, dia akan menangis sejadi-jadinya.Namun ketika Hannah meraba sudut matanya, tak ada setetes pun a
Hannah selalu dikenal sebagai orang yang tegas. Dia berbicara tanpa basa-basi dan sangat berterus terang.Melihat sikap Joshua yang lambat dan kaku, dia merasa sangat tidak nyaman. Saat Joshua diam, itu masih bisa ditoleransi. Begitu dia berbicara, itu menjadi semacam siksaan bagi Hannah.Hannah tahu cara bicaranya mungkin terdengar kasar, tetapi dia benar-benar tidak ingin bertele-tele dengannya. Lebih baik bicara terus terang saja bahwa Joshua tidak perlu terus bersikap baik padanya hanya karena insiden sebelumnya.Setelah membayar dengan kartu, Hannah langsung meninggalkan mal. Sementara itu, Joshua masih menahan kata-kata yang belum sempat dia ucapkan. Dia sebenarnya ingin memberi tahu Hannah bahwa dia hanya bersikap seperti ini padanya.Entah kenapa, melihat Hannah yang menyelamatkan orang lain dengan penuh keberanian, bahkan terluka karenanya, hatinya terasa tidak nyaman.Joshua merasa, seorang gadis tidak seharusnya begitu kuat. Bukankah lebih baik jika Hannah lebih lemah agar b
"Bu ... bukan begitu. Kamu pernah lihat dia juga .... Kami cu ... cuma rekan kerja saja," jawab Joshua yang tergagap.Mendengar itu, Hannah pun mengangguk. Tampaknya Joshua memang bukan sedang berpura-pura bodoh, melainkan benar-benar tidak paham. Kekurangan dalam kecerdasan emosional pria ini sepertinya tidak bisa diselamatkan lagi."Oke, lanjutkan saja urusanmu. Aku mau pergi jalan-jalan," ucap Hannah."Per ... perlu pesuruh gratis nggak?" tanya Joshua dengan hati-hati. Dia tahu bahwa wanita biasanya akan belanja banyak ketika jalan-jalan, pasti membutuhkan seseorang untuk bantu membawa. Joshua menambahkan, "Soalnya ... nanti aku juga akan ke vila. Aku ... aku bisa sekalian antar Grace pulang."Grace yang mendengar itu langsung mengangguk setuju. Dia membalas, "Benar juga. Dia bisa sekalian antar aku pulang. Jadi, gimana kalau kita bawa Joshua?""Jalan-jalan bawa seorang pria? Bukannya malah jadi nggak nyaman?" tanya Hannah dengan ragu."Nggak kok .... Aku janji bakal bersikap baik,
"Lumayan. Kalau dia berniat mengenal lebih dalam, aku juga nggak akan menolak. Kesanku padanya cukup baik," jawab Hannah dengan tenang.Ketika mencium aroma parfum yang asing, Hannah mencondongkan tubuh sebelum bertanya, "Kamu semprot parfum hari ini? Kenapa tubuhmu wangi?""Memangnya ada?" timpal Grace. Dia mencium tubuhnya dan mengingat sesuatu. Dia menceritakan kejadian saat bertemu dengan Joshua barusan, lalu menunjuk ke arah tempat duduk Joshua."Joshua makan bersama temannya. Aku barusan ketemu dengannya saat ke toilet, jadi aku menyapanya. Gadis itu semprot parfum. Mungkin aromanya menempel di tubuhku karena berdiri di dekatnya," jelas Grace.Hannah menoleh ke arah yang ditunjuk Grace. Terlihat Joshua dan Yoana. Dia seketika paham bahwa Yoana punya perasaan terhadap Joshua. Itu sebabnya Yoana memusuhinya.Pantas saja saat minum alkohol malam itu, Yoana begitu tidak sabar kepada Hannah. Ternyata Yoana menganggap Hannah sebagai saingan cinta."Abaikan mereka. Kita nikmati makanan
Penampilan Hannah sangat berkelas dan anggun. Riasannya yang tipis membuatnya terlihat makin sempurna."Hannah, kamu cantik sekali!" seru Grace."Aku sudah tahu tanpa kamu puji," balas Hannah."Pasangan kencanmu sudah datang belum?" tanya Grace."Itu, pria yang duduk di dekat jendela. Dia berambut cepak dan pakai kaus hitam," jawab Hannah.Grace menoleh ke arah pria itu. Punggung pria itu terlihat tegap dan berotot. Kesannya sangat gagah. Pria itu mengenakan kaus lengan pendek. Otot-otot di lengannya tampak menonjol. Jantan sekali!"Aku sudah lihat. Dia tampan nggak?" tanya Grace."Aku juga nggak tahu. Ayo, kita masuk. Nggak baik kalau terlambat," timpal Hannah. Dia menarik Grace ke dalam.Grace akhirnya melihat wajah pria itu. Garis wajahnya sangat tegas. Tatapannya juga tajam dan kuat. Parasnya lumayan tampan, hanya saja warna kulitnya sedikit gelap. Tampaknya dia sering latihan di lapangan."Siapa yang bernama Hannah?" tanya pria itu dengan sopan."Aku Hannah. Kamu Ferio, putranya P
Setelah diantar pulang oleh Joshua, Hannah naik dan mandi. Dia seketika merasa sangat segar. Ketika dia sedang berbaring di kasur dan hendak tidur, ada sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.Begitu membukanya, ternyata dari nomor tidak dikenal.[ Kamu habis minum alkohol, sebaiknya tidur lebih awal. Kalau nggak mau masak sup pereda pengar, letakkan segelas air di samping tempat tidur. Kamu akan gampang haus saat malam. Aku benar-benar minta maaf atas kejadian di kafetaria. Aku nggak sengaja. Maafkan aku. ]Hannah sedikit bingung. Mengapa Joshua bisa punya nomor teleponnya?Hannah tidak membalas. Dia tidak ingin terlalu dekat dengan Joshua. Akan tetapi, dia tetap turun untuk mengambil segelas air dan meletakkannya di samping tempat tidur.Mendekati hari kelulusan, Hannah meminta cuti sebulan dari manajernya untuk menyelesaikan skripsi dan sidang kelulusan.Setelah menemui dosen pembimbing, Hannah pergi menemui Grace. Grace baru menyelesaikan kelasnya dan sedang mengerjakan soal. Hanna