Ellie membalas, "Oke. Aku bakal utus seseorang untuk mengantarkannya. Aku nggak ikut ke sana. Di ibu kota ... ada makam kenangan miliknya. Aku nggak mau berziarah. Kalau aku pun percaya bahwa dia telah tiada, dia benar-benar nggak akan kembali.""Oke, aku mengerti," ucap Harry, lalu menutup telepon dengan tatapan yang dalam. Dia akan mulai bertindak. Situasi di ibu kota ini, pasti akan berubah suatu hari nanti.....Keesokan harinya, Grace langsung pergi ke studio foto begitu selesai kuliah. Felicia sudah menunggunya di sana, sementara Jimmy setia membantunya dari belakang. Dia menyiapkan teh hingga membantu keperluan lainnya.Jimmy tidak pernah menyerahkan tugasnya pada orang lain. Para staf lainnya tampaknya sudah terbiasa dengan cara mereka berdua berinteraksi.Felicia memperkenalkan manajernya, Tara. Sementara ini, dia akan menangani semua urusan Grace. Meskipun ini proyek yang melibatkan perusahaannya sendiri, Felicia tetap memastikan bahwa semua hal termasuk biaya kontrak dihitun
Grace memberi tahu, "Soalnya aku merasa nggak enak, jadi mau sedikit menebusnya."Kemudian, Grace membagikan minuman. Ini sedikit meredakan kekesalan para staf. Namun saat dia ke toilet, dia masih bisa mendengar bisik-bisik orang yang bergosip tentangnya.Mereka mengatakan bahwa Keluarga Adhitama sudah mengeluarkan banyak upaya untuk membangun citra Grace, padahal dia sangat lambat dan tidak berbakat.Setelah seharian di lokasi pemotretan, Grace belum bisa menemukan ekspresi yang pas. Mereka juga berpendapat bahwa dia bisa mendapatkan proyek ini pasti hanya karena koneksi.Grace merasa sakit hati mendengarnya. Bagaimanapun, memang benar dia mendapat kesempatan ini berkat koneksi.Sejak bersama Harry, Grace selalu bergantung pada koneksi yang diberikan. Dia merasa dirinya seperti sapi berat yang terus ditarik maju.Meski kelelahan dan terengah-engah, Grace tidak berani sedikit pun untuk lengah. Dia takut jika tidak berusaha, kesempatan bisa hilang begitu saja.Grace membasuh wajahnya da
Omario menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya. Kesan hangat yang biasanya terpancar dari dirinya mendadak menghilang, lalu berganti dengan aura sedikit licik.Malam itu, mereka sibuk hingga pukul setengah 11 malam. Kemudian, para staf baru pergi satu per satu.Pada waktu yang sama, Harry datang untuk menjemput Grace. Felicia yang terlihat lelah, tetap menyemangati Grace sebelum berpamitan.Harry berjalan mendekat dan memeluk pinggang Grace. Dia tahu dari wajah letihnya bahwa sesi pemotretan hari ini tidak berjalan lancar."Kamu istirahat di mobil dulu. Aku mau bicara sebentar sama Kak Jimmy," ucap Harry pelan. Dia melirik Jimmy dengan sorot mata dalam yang menyiratkan ketegasan.Jimmy tetap tersenyum, seolah tak menyadari maksud tersirat di balik pandangan Harry. Sementara Grace menuju mobil, Harry pun memulai percakapan. Dia berujar, "Aku harap ini nggak terjadi lagi. Aku nggak suka melihat darah."Jimmy membalas, "Aku mengerti. Tanpa terlihat darah sekalipun, segalanya bisa be
Dalam beberapa hari berikutnya, Grace akhirnya bisa beradaptasi dengan lingkungan di studio. Setiap kali Omario menatapnya dengan penuh perasaan, dia selalu merasa canggung dan tidak bisa membalas tatapannya.Sebagai seseorang yang tidak terbiasa berakting, Grace kesulitan untuk menunjukkan tatapan cinta saat menatap Omario. Akhirnya, Felicia memberikan trik jitu yang membantunya mengatasi masalah tersebut.Pada hari ini, Harry menyelesaikan pekerjaannya lebih awal dan memutuskan untuk mampir ke studio.Di sana, kebetulan Harry melihat Omario sedang memeluk pinggang Grace. Mereka berdiri sangat dekat. Di antara bibir mereka, ada sebotol parfum yang menjadi fokus iklan tersebut.Wajah Grace memerah karena malu. Adegan ini telah terulang berkali-kali karena dia terlalu canggung. Pipinya bersemu merah dan dia tidak berani menatap langsung ke mata Omario.Felicia mengarahkan mereka, "Ya, seperti itu. Pertahankan ekspresi malu-malu itu. Ayo, sekali lagi. Omario, jangan terlalu jelas menatap
"Aku mau menghapus riasanku. Sampai jumpa," ucap Grace. Dia buru-buru pergi meninggalkan Harry sendirian yang makin tertekan.Tak lama kemudian, Omario datang. Dia juga melihat Grace dan Harry mengobrol barusan. Mereka terlihat sangat akrab."Pak Harry, kamu juga datang lihat pembuatan iklan?" tanya Omario."Aku berhubungan baik dengan Keluarga Adhitama. Hubunganku dengan gadis itu juga baik. Jadi, aku mampir untuk melihat-lihat," jawab Harry dengan datar. Sebenarnya, ada maksud tersirat dibalik ucapannya.Harry mengatakan hubungannya dengan gadis itu baik. Maksudnya adalah jangan memiliki niat untuk mendekati Grace. Jika tidak, Harry akan sangat kesal.Orang cerdas seperti Omario tentu paham. Dia tersenyum sembari membalas, "Bu Grace sangat berbakat dan punya potensi. Tampaknya Pak Harry bimbing dia dengan baik.""Kalau sudah tahu aku yang bimbing dia, kamu harus berpikir sebelum bertindak," tutur Harry memperingatkan."Aku paham," sahut Omario."Itu yang terbaik," timpal Harry dengan
Harry segera melepaskan Grace. Grace mengernyit saking sakitnya. Bulu matanya lembab. Matanya juga merah. Dia memandang Harry dengan sedikit takut. Tatapannya begitu polos.Jantung Harry berdegup kencang. Dia biasanya sangat rasional dan tenang, tetapi malam ini dia seperti orang gila.Harry menjauhkan diri, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. Kedua tangannya memegang kemudi dengan erat. Sial, dia hampir kehilangan kendali.Napas Harry terengah-engah. Suasana di dalam mobil seketika menjadi canggung.Grace membenarkan pakaiannya dan menutupi kulitnya yang terekspos. Begitu melihatnya, Harry langsung melepaskan jaketnya untuk menyelimuti tubuh Grace."Maaf," tutur Harry. Suaranya terdengar serak dan bergetar."Nggak apa-apa. Aku memang milikmu. Kapan pun kamu menginginkannya juga nggak masalah," balas Grace dengan pelan. Dia sedikit takut karena tidak pernah melihat Harry seperti ini. Harry menakutkan sekali, seperti serigala liar yang akan memangsa dirinya tanpa ada yang tersisa.Jant
Grace berkata dengan cemas, "Jangan marah. Aku cuma mau berusaha menjadi lebih baik supaya pantas untukmu. Kalau kamu nggak suka aku yang seperti ini, apa gunanya aku terus berusaha?"Grace sangat takut. Dia takut suatu hari nanti Harry akan menjadi fokus hidupnya dan membuatnya kehilangan jati diri sendiri. Namun, hari itu akhirnya tiba.Grace bisa hidup dengan baik setelah meninggalkan Harry. Akan tetapi, jika hati terasa berat, hari-harinya juga tidak akan mudah. Grace tidak ingin Harry marah dan sedih.Begitu mendengar ucapan Grace, Harry merasa tersentuh. Dia memeluk Grace dengan erat. Dasar gadis bodoh. Ini jelas-jelas salah Harry.Harry menggendong Grace kembali ke kamar, lalu meletakkannya ke atas ranjang. Dia mengusap kepala Grace sambil bertanya, "Apa aku membuatmu ketakutan di mobil tadi?""Sedikit, tapi ... kalau kamu benaran menginginkan aku, aku nggak akan melawan. Aku memang milikmu, istrinya Harry. Benar, 'kan?" timpal Grace."Benar. Kamu istriku. Aku nggak mungkin tega
"Hei, kamu mau ke mana?" tanya Grace.Harry berdiri seraya menjawab dengan kesal, "Menenangkan diri."Grace bertambah bingung. Ada apa lagi?Setelah mandi, Harry keluar dengan mengenakan jubah mandi. Dia juga mencuci rambut. Rambut pendek yang biasanya tertata rapi, kini bahas kuyup dan meneteskan air. Hal ini membuat garis wajahnya yang tegas terlihat jauh lebih lembut.Jubah mandi tidak diikat dengan baik sehingga bagian dada Harry terekspos. Otot dadanya sangat bagus dan lebar. Melihat ini, Grace merasa sangat aman.Grace tersenyum sembari bertanya, "Harry, apa kamu tahu gimana aku menjiwai peran saat pembuatan iklan?""Gimana?" tanya Harry."Ibu angkatku mengajariku cara yang bagus, yaitu membayangkan lawan main sebagai orang yang kita cintai. Tatapannya akan berubah menjadi tulus. Jadi, setiap kali aku menatap Omario, aku merasa seperti sedang menatapmu," jawab Grace."Aku juga membayangkan akan seperti apa kalau kamu menemaniku buat iklan. Omario begitu tampan, tinggi, dan kekar,
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa