"Aku memang egois. Kalau begitu, aku mau tanya padamu, apa kamu benar-benar nggak sengaja membiarkan semuanya terjadi sesuai keinginanmu malam itu? Apanya yang sama-sama mabuk dan kehilangan akal sehat?""Dia memang nggak sadar lagi setelah mabuk. Tapi kalau kamu nggak berinisiatif menggodanya, mana mungkin dia melakukan hal seperti itu? Kamu yang bersalah padaku duluan, sekarang malah berbalik menyalahkanku?""Hannah, bukan aku yang memutuskan kalian itu saudara kandung. Aku cuma tahu, Robin itu pacarku dan kami sudah hampir menikah. Memangnya kenapa kalau kalian bukan saudara kandung? Kamu nggak bisa mengubah kenyataan.""Cuma kita berdua yang tahu kejadian malam itu, Robin nggak mungkin akan tahu. Aku sudah menduga kamu pasti bakal cari Robin sebelum memutuskan untuk beri tahu kamu hal ini. Kusarankan sebaiknya kamu jangan permalukan dirimu sendiri!"Suara Lyla terdengar dingin dan tegas. Wajah cantiknya kini tampak seperti tertutup lapisan es. Mendengar kata-kata itu, Hannah merasa
Lyla turun dari apartemen Hannah dan duduk di mobilnya. Dia membiarkan angin dingin menyapu wajahnya hingga terasa menusuk. Setelah terdiam cukup lama, Hannah bersiap-siap untuk menghidupkan mesin mobilnya dan pergi. Namun dari sudut matanya, dia melihat sebuah sosok yang familier.Robin baru saja keluar dari mobilnya sambil membawa beberapa barang. Sepertinya dia khawatir Hannah yang baru pulang tidak memiliki persediaan makanan di rumah. Lyla mencengkeram erat gagang pintu mobilnya dan bersiap-siap untuk keluar, tetapi tiba-tiba dia mengurungkan niatnya.Bagi Robin, Hannah bukanlah orang ketiga. Dia adalah adik Robin yang selalu disayanginya. Lyla tahu bahwa dirinya tidak bisa menghentikan Robin menunjukkan kasih sayangnya kepada Hannah.Dengan tak berdaya, Lyla melepaskan cengkeraman tangannya. Dia merasa kelelahan, baik secara fisik maupun mental. Akhirnya, dia memutuskan untuk menelepon Robin. Tak lama kemudian, Robin menjawab panggilan itu."Kamu di mana?" tanya Lyla."Aku baru t
Hanya saja, kenapa Lyla begitu khawatir Robin akan meninggalkannya?Grace tidak bisa menahan diri untuk menghiburnya, "Tenang saja, Dokter Robin nggak akan ninggalin kamu. Kalian sudah mau nikah, 'kan?""Ya ... kami sudah mau menikah ...," gumam Lyla. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi kesadarannya mulai memudar.Pada saat ini, Grace baru bisa melepaskan diri dan pergi dari kamar Lyla. Dia melihat Harry yang berdiri di depan pintu dengan ekspresi muram. Harry terus berdiri di tempat itu sedari tadi."Suasana hatimu lagi buruk ya? Mau kucium?" tanya Grace."Jangan bercanda. Aku benar-benar nggak bisa senyum sekarang.""Ya sudah, aku mau nonton drama dulu."Baru saja Grace hendak pergi, Harry telah menariknya ke dalam pelukannya. "Sebaiknya cium aku, deh."Grace tersenyum tipis mendengar ucapan itu dan menjinjitkan kakinya untuk mencium bibir Harry."Lagi, mau yang lebih banyak. Nggak mau cuma segitu." Harry mulai serakah.Grace memutar bola matanya. "Nggak mau, cepat k
"Oke, sesuai keinginanmu saja." Suasana hati Harry yang awalnya buruk, kini jadi membaik setelah mengobrol beberapa saat dengan Grace.Keesokan harinya, Lyla bangun dengan perasaan segar, seolah-olah tidak terjadi apa pun. Dia sama sekali tidak mengingat kejadian malam sebelumnya ketika dia menangis setelah minum terlalu banyak. Malahan, dia merasa Grace hanya bercanda. Sebagai putri keempat Keluarga Prayogo, mana mungkin Lyla menangis setelah mabuk?Lyla meminta Grace untuk tidak menceritakan hal itu kepada orang lain. Sebab, menurutnya itu adalah hal yang sangat memalukan. Grace tidak tahu apakah Lyla benar-benar tidak ingat atau hanya berpura-pura. Namun, dia setuju untuk merahasiakan hal itu karena Lyla tidak ingin orang lain tahu tentang situasi yang memalukan itu.Tak lama setelah itu, Harry memanggil Lyla ke ruang kerjanya untuk menanyakan tentang kejadian malam sebelumnya. Meskipun alasan Lyla bisa meyakinkan Grace, dia tidak bisa menipu Harry."Aku benar-benar lupa, Kak. Yang
Mendengar hal itu, Grace membelalakkan mata dengan takjub. "Kamu lagi bercanda ya? Meski nggak terlalu paham sama perhiasan, aku tahu berlian itu harus dilihat dari karatnya. Berlian sekecil ini mungkin cuma setengah karat, 'kan? Apa bisa beli semua perhiasan yang ada di sini?""Gimana kalau kubilang bisa?" tanya Lyla."Pulang saja, aku mau simpan di brankas. Aku takut dirampok orang ...," jawab Grace tanpa ragu-ragu.Lyla langsung menghentikannya. "Nggak perlu sampai berlebihan begitu. Aku cuma bercanda. Berlian sekecil ini nggak perlu sampai begitu, kok.""Serius? Kamu nggak bohong aku,'kan?""Untuk apa aku bohong? Kakakku cuma mau hadiahkan berlian terlebih dahulu untuk mengikatmu saja. Ke depannya, dia pasti bakal beliin berlian yang lebih besar untukmu!""Ya, benar katamu. Harry ini memang licik!""Ya, dia memang banyak ide."Lyla sebenarnya tidak serakah. Namun, saat melihat berlian merah muda yang menawan itu, dia juga merasa tergiur untuk mencurinya. Lyla memutuskan untuk tidak
Ibu itu menangis kencang, meminta agar dirinya juga dibunuh. Namun, penjahat sama sekali tidak peduli. Dia menodongkan pistolnya ke perut wanita hamil. Tembakan ini akan membunuh dua nyawa sekaligus."Sayang ... tolong aku ...." Wanita hamil itu ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Matanya yang berkaca-kaca tertuju pada suaminya.Suaminya ingin bangkit, tetapi penjahat membentak, "Jongkok atau istrimu akan mati! Tutup pintu! Aku masih punya tujuh peluru. Di sini ada belasan orang. Aku akan membunuh dengan pelan!"Kali ini, tidak ada yang berani membantah lagi. Staf menutup pintu dengan ketakutan. Para polisi dan tentara bersenjata lengkap telah mengepung toko perhiasan, tetapi para sandera tidak merasa aman sedikit pun.Lyla melindungi Grace di belakangnya dan berbisik, "Dia sudah terbiasa membunuh orang. Dia sama sekali nggak ragu. Targetnya juga anak kecil dan wanita. Aku bisa bertarung sedikit, jadi kamu nggak usah cemas.""Kamu sembunyi saja di belakang kerumunan dan tunduk
"Tapi, yang kubilang tetap fakta. Asalkan kamu menyanderaku, kujamin kamu bisa keluar dengan selamat. Polisi nggak akan berani menyentuh orang Keluarga Prayogo," jelas Lyla."Oh ya?" Penjahat itu tiba-tiba menatap staf toko dan bertanya, "Kamu staf di sini, 'kan? Dia datang sendiri atau bersama orang lain?"Staf takut kepada penjahat, jadi memberitahunya tentang Grace. Grace sudah hampir sampai di belakang pilar. Tiba-tiba, dia merasakan tatapan tajam dan jahat, jadi tidak berani bergerak lagi.Setelah melihat Grace, penjahat itu pun tersenyum sambil berujar, "Rupanya kamu dan putri angkat Keluarga Adhitama berteman. Menyanderamu sangat berisiko. Lebih baik aku menyandera seorang mahasiswi.""Kamu ...." Wajah Lyla menjadi pucat. Dia panik hingga berkeringat, tetapi tidak berani bertindak gegabah."Kemari. Gantikan wanita hamil ini atau aku akan membunuhnya!" ancam penjahat itu kepada Grace."Jangan ... jangan bunuh aku!" pekik wanita hamil itu. Darah perlahan-lahan mengalir, membasahi
Penjahat memegang kemudi dengan satu tangan, memegang pistol dengan tangan yang satu lagi. Tatapannya melirik kaca spion tengah, memastikan tidak ada polisi yang membuntuti. Dia menghela napas lega, lalu menyerahkan ponsel kepada Grace dan berkata, "Telepon keluargamu. Aku butuh uang.""Ka ... kamu masih butuh uang?" tanya Grace."Tentu saja. Setelah aku sampai di Kota Jimba, akan ada kapal yang menjemputku. Aku butuh uang supaya bisa hidup enak. Bukannya kamu Nona Keluarga Lugiman dan Keluarga Adhitama? Orang tuamu seharusnya kaya. Telepon saja salah satunya. Cepat!" desak penjahat itu."Kamu butuh berapa?" tanya Grace dengan hati-hati."Dua puluh miliar. Kalau nggak, kamu kubunuh," jawab penjahat itu.Grace mengira penjahat ini hanya sendirian. Tanpa disangka, sudah ada yang menunggu mereka di Kota Jimba.Kota Jimba dekat dengan laut dan wilayahnya sangat rumit. Perairannya berbahaya dan terumbu karang padat. Hanya nelayan lokal yang sudah melaut lebih dari 10 tahun, yang bisa menget
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa